Tag: Pemerintah Daerah di Provinsi Banten

  • Pegawai Honorer Banten Bakal Di-PHK

    Pegawai Honorer Banten Bakal Di-PHK

    SERANG, BANPOS – Pemerintah daerah di seluruh provinsi dan kabupaten/kota pada Desember tahun 2024, sudah tidak lagi memiliki pegawai yang berstatus Non ASN. Kebijakan tersebut menyusul usai disahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi UU pada Selasa, 3 Oktober lalu.

    Salah satu poin dalam penjelasan, pemprov dan kabupaten/kota diberi batas waktu sampai 24 Desember 2024 agar di instansinya tidak ada lagi pegawai Non ASN.

    Berdasarkan data di BKD, jumlah pegawai Non ASN yang terdata pada November tahun 2022 sebanyak 16 ribu lebih. Mereka paling banyak bekerja dibidang tenaga kesehatan (Nakes) dan pendidikan. Selanjutnya di DPRD, PUPR dan lingkungan Sekretariat Daerah (Setda).

    Salah seorang pegawai Non ASN Pemprov Banten, Ahmad mengaku resah dengan telah disahkannya RUU ASN oleh pemerintah dan DPR RI. “Jujur saja kebijakan yang telah dibuat pemerintah pusat, kita-kita yang berstatus honorer, sudah mulai bingung. Karena hanya tinggal menunggu waktu saja dipecat dan diberhentikan,” katanya.

    Diakui oleh Ahmad, selama bekerja di pemprov sebagai honorer dirinya merasa terjamin. Walaupun harus menjalani hidup sederhana. “Alhamdulillah, kerja disini sudah lebih dari 5 tahun. Keluarga saya tercukupi kebutuhannya, walaupun saya tidak bisa menabung. Tapi kalau nanti saya dan teman-teman lainnya di PHK, saya belum tahu harus seperti apa,’ ujarnya.

    Selama ini, dengan penghasilan sebagai honorer di Pemprov Banten, semua kebutuhan keluarga tercukupi. “Buat biaya sekolah anak juga alhamdulillah masih bisa,” katanya.

    Oleh karena itu, dirinya berharap ada solusi atau jalan keluar dari pemerintah pusat atau daerah atas nasib belasan ribu pegawai pemprov yang berstatus Non ASN.
    “Mudah-mudahan ada alternatif terbaik, apapun itu,” harapnya.

    Diakui oleh Ahmad, saat ini pegawai Non ASN yang bekerja sebagian besar memanfaatkan peluang masuk sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak (PPPK). Namun hal tersebut masih perlu perjuangan, harus mengikuti serangkaian syarat dan tes agar diterima.

    “Disamping itu kuota yang disiapkan juga kan tidak banyak. Apalagi untuk bidang tenaga administrasi. Kemarin saja, kita bersaing dengan pendaftar dari luar daerah,” ujarnya.
    Diketahui, berdasarkan laman resmi setkab.go.id, RUU tentang ASN secara resmi disahkan menjadi Undang-Undang (UU), Selasa lalu.

    Pengesahan tersebut dilakukan dalam Sidang Paripurna DPR RI yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Salah satu isu krusial dalam RUU ini adalah tersedianya payung hukum untuk penataan tenaga non-ASN (honorer) yang jumlahnya mencapai lebih dari 2,3 juta orang dan mayoritas berada di instansi daerah.

    “Berkat dukungan DPR, RUU ASN ini menjadi payung hukum terlaksananya prinsip utama penataan tenaga non-ASN yaitu tidak boleh ada PHK massal, yang telah digariskan Presiden Jokowi sejak awal,” ujar Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas.

    Anas mengatakan, tanpa payung hukum tersebut para tenaga non-ASN terancam tidak bisa bekerja pada November 2023 mendatang.

    “Ada lebih dari 2,3 juta tenaga non-ASN, kalau kita normatif, maka mereka tidak lagi bekerja November 2023. Disahkannya RUU ini memastikan semuanya aman dan tetap bekerja. Istilahnya, kita amankan dulu agar bisa terus bekerja,” ujarnya.

    Anas menambahkan, akan ada perluasan skema dan mekanisme kerja PPPK sehingga bisa menjadi salah satu opsi dalam penataan tenaga honorer.

    “Nanti didetailkan di peraturan pemerintah,” imbuhnya.

    Beberapa prinsip krusial yang akan diatur di PP, kata Anas, adalah tidak boleh ada penurunan penghasilan yang diterima tenaga non-ASN saat ini. Menurut Anas, kontribusi tenaga non-ASN dalam pemerintahan sangat signifikan.

    “Ini adalah komitmen pemerintah, DPR, DPD, asosiasi pemda, dan berbagai stakeholder lain untuk para tenaga non-ASN,” ujar Anas.

    Di sisi lain, pemerintah juga mendesain agar penataan ini tidak menimbulkan tambahan beban fiskal yang signifikan bagi pemerintah.

    Pada kesempatan itu, Menteri PANRB juga menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang telah memberikan banyak masukan dan dukungan dalam perumusan RUU ASN, termasuk DPR RI, DPD RI, akademisi, Korpri, asosiasi pemerintah daerah, kementerian/lembaga, forum tenaga non-ASN, hingga berbagai stakeholder terkait yang turut mengawal RUU ASN.
    “Terima kasih kepada DPR dan semua pihak yang telah mempersembahkan pemikiran terbaik dalam penyusunan RUU ASN ini,” tandasnya.(RUS/PBN)

  • Penyerapan Pupuk Bersubsidi Masih Rendah

    Penyerapan Pupuk Bersubsidi Masih Rendah

    SERANG, BANPOS – Serapan pupuk bersubsidi di Banten masih dibawahangka 40 persen. Dan paling terendah di Kabupaten Lebak.

    Demikian disampaikan Kepala Perwakilan Ombudsman Banten Fadli Afriadi usai melakukan rapat koordinasi (Rakor) penyerapan pupuk bersubsidi tahun 2023, Jumat pekan lalu.

    Hadir dalam Rakor tersebut, anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika, Direktur Pupuk dan Pestisida Ditjen PSP Kementan RI Tommy Nugraha, SEVP Pupuk Indonesia Gatoet Gembiro, serta Kepala Dinas Banten dan kabupaten/kota atau yang mewakili.

    "Kami mendorong seluruh Pemerintah Daerah di Provinsi Banten agar melakukan upaya percepatan optimalisasi penyerapan pupuk bersubsidi wilayah Banten tahun 2023," kata Fadli.

    ia menjelaskan, sebagai bentuk pelaksanaan tugas yang tercantum pada Pasal 7 huruf g Undang-Undang Nomor 37 tahun 2009 tentang Ombudsman Republik Indonesia, yaitu melakukan upaya pencegahan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

    Secara rinci Fadli Afriadi, K menyampaikan bahwa penyerapan pupuk bersubsidi hingga Agustus 2023 untuk Urea masih 31,7 persen dari total alokasi tahun 2023 sebanyak 104.525 ton dan untuk NPK di angka 35,1 persen dari jumlah alokasi 55.833 ton.

    “Kabupaten Lebak peringkat terendah dalam penyerapan pupuk bersubsidi, urea di 20% dan NPK 29%” ujar Fadli.

    Berdasarkan uji petik yang dilakukan Ombudsman Banten, diperoleh informasi bahwa sebenarnya pupuk bersubsidi tersedia dan tidak langka serta tidak terdapat keluhan dari Petani maupun Kelompok Tani mengenai stok pupuk bersubsidi.

    Namun, petani mengeluhkan kuota NPK yang sedikit, petani lebih memerlukan jenis pupuk majemuk seperti NPK.

    "Masih terdapat petani yang tidak masuk daftar alokasi penerima pupuk bersubsidi tahun 2023. Di lain sisi, ada petani mendapat alokasi namun sama sekali belum mengambil jatah pupuk bersubsidi. Fadli mengatakan, Informasi dari beberapa kios, ada sekitar 30-40 persen jumlah petani yang sama sekali tidak mengambil jatah pupuk.

    Hal ini salah satu faktor tidak terserapnya pupuk bersubsidi," ungkapnya.

    Ombudsman Banten lanjut Fadli, melakukan sampling 52 kios pengecer pupuk bersubsidi di kota/kabupaten se-Provinsi Banten, hasilnya menunjukkan jumlah petani penerima alokasi pupuk yang belum menebus pupuk cukup tinggi yaitu mencapai 27 sampai dengan 57 persen.

    Rendahnya penyerapan pupuk bersubsidi di wilayah Banten tentunya memiliki potensi dampak yaitu alokasi pupuk bersubsidi tidak terserap tinggi, jumlah produksi (hasil panen) turun, kios tidak mendapatkan keuntungan atau penghasilan yang cukup dan sesuai harapan untuk membiayai operasional kios serta tertahannya uang dalam bentuk stok pupuk yang belum diserap petani serta adanya potensi penyelewengan pupuk bersubsidi.

    Kepala Dinas Pertanian Banten Agus M Tauchid menyebutkan alokasi pupuk bersubsidi tahun 2023) meningkat lebih dari 50 persen dibanding realisasi tahun 2022 serta penyebab kecilnya penyerapan pupuk bersubsidi yaitu adanya kekeringan efek El Nino, adanya bantuan-bantuan benih dan juga pupuk cair dari pemerintah pusat.

    “Kendala lain yaitu kita tidak bisa menghitung penggunaan pupuk non subsubsidi, pupuk kendang dan pupuk cair yang dipakai petani” ujarnya.

    Sementara itu, Direktur Pupuk dan Pestisida Ditjen PSP pada Kementan RI, Tommy Nugraja mengatakan bahwa, dengan adaanya Rakor diharapankan mendapat informasi yang lebih beragam dari daerah dan mendapat ide serta soslusi untuk menghadapi hal seperti ini. "Sehingga, kami dapat Menyusun kebijakan yang tepat sasaran," imbuhnya. (RUS/AZM)