Tag: Pemilu

  • Kuota 30 Persen Perempuan dalam Pemilu, Antara Kewajiban dan Formalitas?

    Kuota 30 Persen Perempuan dalam Pemilu, Antara Kewajiban dan Formalitas?

    Berbicara mengenai perempuan memang selalu menarik, apalagi membicarakan kiprah perempuan pada bidang politik. Persepsi masyarakat tentang gender masih membandingkan antara kemampuan laki-laki dan perempuan dalam mengemban suatu tanggungjawab. Di Indonesia hubungan antara laki-laki dan perempuan masih didominasi dan dipengaruhi dengan ideologi gender yang menumbuhkan budaya yang bernama patriarki. Patriarki yang mendominasi budaya berkontribusi pada pembentukan ketidaksetaraan gender yang mempengaruhi semua bidang dan aspek aktivitas manusia.

    Kesetaraan gender merupakan persoalan pokok suatu tujuan pembangunan yang memiliki nilai tersendiri. Kesetaraan gender akan memperkuat kemampuan negara untuk berkembang, mengurangi kemiskinan, dan memerintah secara efektif. Keadilan dan kesetaraan gender di Indonesia dipelopori oleh RA. Kartini sejak tahun 1908. Perjuangan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan khususnya dalam bidang pendidikan dimulai oleh RA. Kartini sebagai wujud perlawanan atas ketidak adilan terhadap kaum perempuan pada masa itu.

    Indonesia sendiri telah lama mengesahkan Undang-Undang (UU) No. 68 Tahun 1958 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Politik Perempuan. Di dalamnya, mengatur mengenai Perwujudan Kesamaan Kedudukan (non diskriminasi), jaminan persamaan hak memilih dan dipilih, jaminan partisipasi dalam perumusan kebijakan, kesempatan menempati posisi jabatan birokrasi, dan jaminan partisipasi dalam organisasi sosial politik. Namun, peningkatan keterwakilan perempuan terjadi setelah berlakunya perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu pasal 28 H ayat (2) yang menyatakan “Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”.

    Sementara itu, upaya pemerintah untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam penyelenggaran pemilu yaitu dengan dikeluarkannya aturan penyelengara pemilu, asas pemilu, dan mekanisme kerja penyelengara pemilu dalam UU No. 22 Tahun 2007. Hal ini juga menjadi penguat atas kebijakan afirmatif. Affirmative action (tindakan afirmatif) sendiri adalah kebijakan yang diambil yang bertujuan agar kelompok/golongan tertentu (gender ataupun profesi) memperoleh peluang yang setara dengan kelompok/golongan lain dalam bidang yang sama. Dapat pula diartikan sebagai kebijakan yang memberi keistimewaan pada kelompok tertentu. Peluang tersebut bisa dapat dimanfaatkan oleh gender kaum perempuan. Kebijakan afirmatif pada penyelenggara pemilu juga dapat dilihat dalam UU No. 7 tahun 2017 Pasal 10 Ayat 7 dan Pasal 92 Ayat 1 tentang Komposisi keanggotaan KPU dan Bawaslu memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30% (tiga puluh persen).

    Afirmasi keterwakilan perempuan adalah hal yang mudah diucapkan tetapi sulit untuk mewujudkannya. Keterwakilan perempuan dalam penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu belum memenuhi kuota 30% padahal keterwakilan perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu secara jelas diatur dalam undang-undang penyelenggara pemilu UU Nomor 15 Tahun 2015 pasal 6 ayat 5. faktanya masih dapat dilihat terdapat ketimpangan gender di dalam struktur keanggotaan KPU dan Bawaslu. Keterlibatan perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu adalah penting sebab perempuan memiliki cara pandang dalam menyelesaikan masalah-masalah dengan mengutamakan perdamaian dan anti kekerasan. Seperti yang kita ketahui bekerja di KPU dan Bawaslu penuh dengan konflik dengan pihak eksternal seperti Parpol, caleg, masyarakat dan stakeholder lainnya.

    Urgensi afirmasi perempuan harus hadir di penyelenggara pemilu dikarenakan penyelenggara pemilu adalah regulator dan implementator penyelenggaraan pemilu. Dengan demikian, afirmasi perempuan diperlukan untuk memastikan kebijakan hulu ke hilir penyelenggaraan pemilu tidak bias gender, berpihak pada perempuan, dan inklusif.

    Dalam Lampiran II Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, menjelaskan bahwa Bahasa Peraturan Perundang-undangan mempunyai ciri khusus yakni kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan hukum baik dalam perumusan maupun cara penulisan. Sehingga dalam menyusun norma haruslah menggunakan kata/kalimat yang lugas dan pasti untuk menghindari kesamaan arti atau kerancuan. Berdasarkan ciri-ciri tersebut di atas, maka penggunaan kata “memperhatikan” dalam norma “komposisi keanggotaan dalam Penyelenggara Pemilu, baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen)” menimbulkan ketidakpastian hukum dan kerancuan dalam penafsiran. Kata “memperhatikan” disini dapat dimaknai sebuah keharusan untuk dipenuhi, atau di sisi lain hanya sebuah himbauan untuk dipertimbangkan saja.

    Berdasarkan Interparliamentary Union (IPU) di tingkat ASEAN, Indonesia menempati peringkat keenam. Keterwakilan perempuan yang berada di parlemen Indonesia berada di bawah 20% tepatnya 19,8%. Bila dibandingkan dengan rata-rata dunia, proporsi wanita dalam parlemen di Indonesia masih jauh tertinggal. Berdasarkan data yang dihimpun KPU tentang penetapan anggota Komisi Pemilihan Umum dan Bawaslu Pusat, keterwakilan perempuan pada periode 2017-2022 belum mencapai batas minimal 30%. Berikut data komisioner KPU berdasarkan SK KPU Nomor: 511/PP.06- Pu/05/KPU/V/2018 tentang penetapan anggota KPU Provinsi Periode 2018-2023 dan SK No: 588/PP.06-Pu/05/KPU/VI/2018 tentang penetapan anggota KPU Kota dan Kabupaten Periode 2018-2023. Komisioner KPU Pusat periode 2017-2022: 6 laki-laki (85,7 %) dan 1 perempuan (14,3%). Komisioner KPU Provinsi 2017-2022: 146 laki-laki (78,9%) dan 39 perempuan (21,1%). Komisioner KPU Kabupaten/Kota perioed 2017-2022: 2.101 laki-laki (82,7%) dan 441 perempuan (17,3%).

    Komisioner Bawaslu pada periode 2017-2022 pun kurang lebih serupa. Komisioner Bawaslu Pusat 2017-2022: 4 laki-laki (80%) dan 1 perempuan (20%). Komisioner Bawaslu Provinsi 2018-2023: 150 laki-laki (79,8%) dan 38 perempuan (20,2%). Komisioner Bawaslu Kabupaten/Kota periode 2018-2023: 1.599 laki-laki (83,5%) dan 315 perempuan (16,5%). Berdasarkan jumlah dari total presentase Komisioner KPU dan Bawaslu dapat disimpulkan bahwa keterwakilan perempuan di ranah penyelenggara pemilu kurang dari 30%, bahkan tidak sampai 25%. Selain itu keterwakilan perempuan di parlemen Indonesia hanya memenuhi kuota 20%.

    Menurut penulis, sebenarnya upaya pemerintah untuk menempatkan perempuan dalam dunia politik di Indonesia sudah sangat bagus. Namun implementasinya masih hanya sekedar formalitas. Masih sebatas hanya untuk memenuhi proses dan mekanisme saja, Padahal jika mereka dipercaya, penulis yakin banyak perempuan-perempuan hebat yang memiliki kemampuan, ketrampilan dan pengetahuan serta wawasan yang bagus. Namun yang terjadi saat ini, belum banyak yang memberinya kepercayaan. Kalau pun ada, masih sekedar sebagai pelengkap atau formalitas untuk memenuhi regulasi saja. Jadi, bagaimana kedudukan kuota 30%? Apakah kewajiban, tuntutan atau formalitas saja? Kurangnya representasi perempuan dalam kancah politik di Indonesia harusnya hal ini menjadi perhatian penting yang harus diperhatikan oleh semua lini.

    Opini Ditulis oleh Novia Purnama Sari (PPK pada Pemilu Tahun 2024 KPU Kabupaten Tanah Datar)

  • Verifikasi Administrasi Perbaikan, KPU Nyatakan Prima Penuhi Syarat

    Verifikasi Administrasi Perbaikan, KPU Nyatakan Prima Penuhi Syarat

    JAKARTA, BANPOS – Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) menyatakan verifikasi administrasi perbaikan terhadap Partai Prima sebagai partai politik calon peserta Pemilu 2024 telah memenuhi syarat.

    Pernyataan tersebut dimuat dalam surat Pengumuman Nomor 31/PL.01.1-PU/05/2023 yang ditandatangani Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari di Jakarta, Jumat (31/3).

    “KPU mengumumkan rekapitulasi hasil verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu anggota DPR dan DPRD sebagai tindak lanjut putusan Bawaslu RI terhadap Partai Prima dengan hasil sebagai berikut Partai Rakyat Adil Makmur atau Prima, status memenuhi syarat,” ujar Hasyim, dalam surat pengumumannya, Sabtu (1/4).

    Usai dinyatakan memenuhi syarat administrasi, KPU RI, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota akan melaksanakan verifikasi faktual terhadap kepengurusan dan keanggotaan Prima mulai hari ini hingga 4 April mendatang.

    Hal tersebut pun telah diatur dalam Surat KPU RI Nomor 304/PL.01.1-SD/05/2023 yang ditandatangani oleh Hasyim di Jakarta, Jumat (31/3). Lalu, KPU dijadwalkan mengumumkan hasil verifikasi faktual itu pada 21 April 2023.

    Sebelumnya, KPU telah melakukan verifikasi administrasi ulang terhadap data keanggotaan Partai Prima pada dua provinsi sejak Rabu (29/3) lalu.

    Pelaksanaan verifikasi administrasi ulang atau perbaikan terhadap Prima itu dijalankan usai dokumen perbaikan persyaratan pendaftaran partai politik calon peserta Pemilu 2024 dari Partai Prima dinyatakan lengkap.

    Kesempatan Prima mengikuti verifikasi administrasi perbaikan bermula dari putusan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI terkait laporan Prima mengenai dugaan pelanggaran administrasi pemilu yang dilakukan KPU RI.

    Dalam persidangan pembacaan putusan tersebut di Ruang Sidang Bawaslu RI, Jakarta, Senin, 20 Maret 2023, Bawaslu memerintahkan sejumlah hal kepada KPU usai dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administrasi pemilu yang dilaporkan oleh Partai Prima.

    Salah satunya, Bawaslu memerintahkan KPU melakukan verifikasi administrasi perbaikan terhadap Prima sebagai partai politik calon peserta Pemilu 2024.

    Setelah menggelar rapat teknis dengan Prima di Jakarta, Jumat, 24 Maret 2023, untuk membahas tindak lanjut putusan Bawaslu tersebut, KPU RI memberikan kesempatan kepada Prima untuk menyampaikan dokumen persyaratan perbaikan guna mengikuti verifikasi administrasi perbaikan sebagai calon peserta Pemilu 2024 di aplikasi Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).

    Penyampaian dokumen itu dilakukan mulai dari Jumat (24/3) pukul 18.30 WIB sampai dengan Selasa (28/3) pukul 18.30 WIB.

    Dalam masa perbaikan itu, Prima memperbaiki kekurangan persyaratan data dan dokumen yang berstatus tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai partai politik calon peserta Pemilu anggota DPR dan DPRD Tahun 2024 pada dua provinsi, yakni Papua dan Riau. (ANT/MUF)

  • Jelang Pemilu, Rutan Serang Lakukan Perekaman E-KTP WBP

    Jelang Pemilu, Rutan Serang Lakukan Perekaman E-KTP WBP

    SERANG, BANPOS – Dalam waktu dekat, Indonesia akan menyelenggarakan Pemilu untuk memilih Calon Presiden, Gubernur, Bupati/Wlikota dan Legislatif yang dilakukan secara serentak atau bersamaan. Untuk itu, pendataan jumlah pemilih sangatlah penting, guna memastikan seluruh warga negara Indonesia yang telah memenuhi persyaratan sebagai pemilih terdata dan dapat menggunakan hak suaranya.

    Tak terkecuali bagi warga negara Indonesia yang sedang menjalani masa hukuman di Rumah Tahanan Negara (Rutan) maupun Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Walaupun masih menjalani hukuman Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) masih merupakan warga negara Indonesia yang memiliki hak dalam pemungutan suara pada Pemilu 2024 mendatang.

    Di Rutan Kelas IIB Serang, puluhan WBP melakukan pemutakhiran data dan perekaman E-KTP, agar masing-masing WBP di Rutan Serang memiliki identitas yang sah sebagai dasar persyaratan sebagai pemilih di Pemilu 2024, Selasa (21/3/2023).

    “Rutan Kelas IIB Serang bekerjasama dengan Disdukcapil Kota dan Kabupaten Serang untuk melaksanakan perekaman E-KTP sebagai pemenuhan hak bagi WBP dalam pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang,” ujar KA Rutan Kelas IIB Serang, Prayoga Yulanda.

    Diketahui, perekaman E-KTP melibatkan Disdukcapil Kabupaten/Kota Serang dengan merujuk data berdasarkan berkas penahaman kepolisian, yang dilampirkan saat WBP diserahterimakan oleh pihak Kepolisian ke Rutan Serang.

    “Kegiatan ini dalam rangka pemutakhiran data NIK Warga Binaan untuk mengsukseskan pemilu tahun 2024. Kegiatan ini diikuti oleh 62 WBP dengan keterangan 26 domisili Kabupaten Serang, 23 Domisili Kota Serang dan 13 Berdomisili diluar Disdukcapil kabupaten dan Kota Serang,” jelasnya.

    Dengan dilakukannya pemutakhiran data dan perekaman E-KTP ini, Rutan Kelas IIB Serang turut serta berkontribusi dalam mensukseskan Pemilu 2024 dengan memastikan seluruh WBP yang memenuhi persyaratan sebagai Pemilih di Pemilu 2024, dapat menggunakan hak suara mereka untuk menentukan pemimpin negara Indonesia di 5 tahun yang akan datang. (ZIK/MUF)

  • Upaya Duetkan Ganjar-Prabowo Dapat Meniru Pasangan Jokowi-Ma’ruf

    Upaya Duetkan Ganjar-Prabowo Dapat Meniru Pasangan Jokowi-Ma’ruf

    JAKARTA, BANPOS – Upaya menduetkan pasangan Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto dapat meniru pasangan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin pada Pemilu 2019. Perihal senioritas, bukan lagi menjadi penghalang bagi keduanya mencalonkan diri sebagai calon presiden (capres) maupun calon wakil presiden (cawapres).

    Hal itu diungkapkan Pengamat politik, Adi Prayitno di Jakarta, Minggu (12/3). Ia mencontohkan Presiden RI Joko Widodo yang sudah dua kali mendapatkan cawapres pada Pemilu 2014 dan 2019, yang lebih senior dan berpengalaman darinya.

    “Senioritas bukan lagi menjadi penghalang saat ini untuk menjadi calon presiden atau calon wakil presiden,” ungkapnya.

    Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu mengatakan bahwa Prabowo lebih senior memang tidak bisa dibantah. Akan tetapi, pada Pemilu presiden 2014 dan 2019, Jokowi juga memiliki cawapres yang lebih senior, yakni Pak Jusuf Kalla dan Ma’ruf Amin.

    “Namun, elektabilitas dan dukungan untuk Jokowi lebih unggul saat itu. Jokowi didukung PDI Perjuangan yang suaranya terbanyak dan secara personal, elektabilitas Jokowi lebih tinggi daripada JK dan Kiai Ma’ruf,” jelasnya.

    Ia menyampaikan, saat ini kondisi Ganjar pun serupa dengan Jokowi saat Pilpres lalu karena Ganjar meraih elektabilitas lebih tinggi daripada Prabowo di beberapa survei saat ini dan posisi Prabowo disebut sebagai posisi kedua untuk tingkat elektabilitas calon presiden menjelang 2024. Oleh karena itu, partai pendukung tentu akan melihat elektoral tertinggi personal untuk dijadikan capres.

    “Bila PDI Perjuangan nanti umumkan capresnya Ganjar Pranowo, jelas PDI Perjuangan secara elektabilitas juga lebih tinggi daripada Gerindra. Sehingga tidak mungkin Ganjar dijadikan cawapres,” jelasnya.

    Sejak awal, kata dia, Gerindra memang sudah memasang harga mati untuk pencapresan Prabowo Subianto. Namun, Adi menyampaikan apabila pertimbangan Gerindra karena senioritas, hal itu belum tentu bisa dijadikan pertimbangan yang kuat.

    Sebelumnya disebutkan oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo dalam sebuah pernyataannya di media mempersilakan Ganjar Pranowo duet dengan Prabowo Subianto di Pemilu 2024, tetapi sebagai calon wakil presiden.

    Menurut Hashim, Prabowo lebih cocok menjadi calon presiden karena usianya dan pengalamannya jauh lebih senior daripada Ganjar Pranowo.

    Pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan pada tanggal 19 Oktober 2023 sampai dengan 25 November 2023.

    Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

    Saat ini ada 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara. (ANT/MUF)

  • Cegah Potensi Kerawanan Pemilu, Bawaslu Kota Serang Gelar Sosialisasi Peraturan Non Perbawaslu

    Cegah Potensi Kerawanan Pemilu, Bawaslu Kota Serang Gelar Sosialisasi Peraturan Non Perbawaslu

    SERANG, BANPOS – Dalam rangka mencegah terjadinya kerawanan Pemilu 2024, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Serang menggelar sosialisasi implementasi non Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) pada Pemilu tahun 2024 dengan tema ‘Potensi Permasalahan Hukum Pada Tahapan Pemilu Tahun 2024’ di salah satu hotel di Kota Serang, Sabtu (4/3).

    Hadir dalam kegiatan tersebut, Komisioner Bawaslu Kota Serang, Satpol-PP Kota Serang, Diskominfo Kota Serang, Dinas Perhubungan, Dekan Hukum Universitas se-Banten dan insan pers.

    Ketua Bawaslu Kota Serang, Faridi, dalam sambutannya menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah melakukan pengawasan secara berkala. Seperti diketahui, saat ini tahapan penyelenggaraan Pemilu berdasarkan PKPU nomor 3 tahun 2022 tengah memasuki masa Coklit.

    “Kami melakukan sosialisasi non Perbawaslu ini terkait dengan potensi titik rawan tahapan Pemilu mulai dari verifikasi, penetapan Partai Politik (Parpol), penetapan daftar pemilih hingga pelaksanaan pemungutan suara,” ujarnya.

    Ia menyampaikan, pada pelaksanaan tahapan Pemilu, khususnya pada masa kampanye, banyak sekali Alat Peraga Kampanye (APK) yang dipasang pada titik-titik dimana titik tersebut merupakan kewenangan daripada Satpol-PP untuk menertibkannya. Hal ini juga diatur dalam peraturan yang dituangkan dalam peraturan non Perbawaslu.

    “Kami mengidentifikasi masalah hukum, sehingga kami dapat melakukan pencegahan. Karena banyak APK yang menempel di pohon, tiang listrik, dan itu ranah Satpol PP Kota Serang untuk menertibkannya,” tandasnya. (MUF)

  • Dewan: Penjabat Walikota Serang Harus Orang Berorientasi Solusi

    Dewan: Penjabat Walikota Serang Harus Orang Berorientasi Solusi

    RENCANA Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Serang yang disusun di masa kepemimpinan Syafrudin-Subadri akan berakhir tahun ini. Untuk mengisi kekosongan dokumen perencanaan, Pemkot Serang harus menyusun Rencana Pembangunan Daerah (RPD) atau kerap disebut RPJMD transisi, karena keberadaannya bersamaan dengan kosongnya jabatan kepala daerah definitif.

    RPD nantinya akan berlaku selama dua tahun, mulai tahun 2024 hingga tahun 2025. Maka dari itu, penyusunan RPD tidak boleh sembarangan. Pun hasilnya, RPD harus bisa menjawab berbagai permasalahan yang ada di Kota Serang, khususnya yang belum dapat diselesaikan melalui RPJMD 2018-2023.

    Selain persoalan RPD, persoalan Penjabat Walikota pun juga disorot. Pasalnya, di masa kekosongan jabatan itu, Penjabat Walikota sebagai eksekutor sementara waktu, harus memahami betul medan yang ada di Kota Serang. Dia harus mengetahui, apa yang menjadi masalah dan bagaimana menyelesaikan masalahnya. Jangan sampai hanya sebatas penjabat ‘pajangan’.

    Hal itu disampaikan oleh Ketua Fraksi PKS pada DPRD Kota Serang, Tb. Ridwan Akhmad. Ridwan mengatakan bahwa calon Penjabat Walikota Serang yang akan mengisi kekosongan jabatan itu, haruslah orang yang berasal dari lingkungan Pemkot Serang. Karena, Penjabat Walikota Serang harus memahami dan mengetahui solusi permasalahan di Kota Serang.

    Karena menurut Ridwan, percuma saja jika Penjabat Walikota Serang yang memimpin nanti, merupakan orang yang tidak tahu apa-apa dengan masalah yang ada di Kota Serang, apalagi cara untuk menyelesaikan masalah tersebut. Jika demikian, penjabat itu hanya merupakan penjabat formalitas tanpa bisa menyelesaikan masalah apapun.

    “Harus orang yang Take Action and Solution Oriented, jangan hanya sekadar tau masalah tapi tidak tahu bagaimana menyelesaikan masalahnya. Jangan sampai nanti Penjabat itu hanya sekadar jabatan formalitas transisi doang, tapi orangnya gak ngerti apa-apa, gak tau apa permasalahan Kota Serang, apa yang diinginkan oleh warga Kota Serang. Jadi orangnya itu harus yang benar-benar paham betul dengan Kota Serang, dan tau solusinya,” tegasnya.

    Sementara berkaitan dengan RPD, ia mengatakan bahwa RPJMD era Syafrudin-Subadri akan selesai tahun ini. Namun, hal itu bukan berarti pembangunan di Kota Serang akan berhenti. Apalagi penyusunan APBD pun mengacu pada dokumen perencanaan yang ada.

    “Makanya ada RPJMD transisi atau RPD. Nah RPD ini kan berlaku sampai ada definitif. Ketika Pemkot Serang menyusun APBD 2024 kan harus ada acuannya, enggak mungkin dong mengacu pada RPJMD 2018-2023, karena sudah tidak berlaku. Maka RPD ini akan menjadi acuan untuk penyusunan APBD 2024 dan 2025,” ujarnya.

    Menurut Ridwan, ada sejumlah catatan yang pihaknya berikan kepada Pemkot Serang, dalam penyusunan RPD. Pertama, Ridwan mengatakan bahwa sudah pasti RPD ini harus disusun sesuai dengan aturan Perundang-undangan yang berlaku. RPD harus melalui uji publik, sehingga menerima masukan dari masyarakat sekaligus mengikuti arahan dari pusat.

    “Kemudian yang kedua, RPD ini harus menjawab dua hal. Pertama, utang pembangunan dari pemerintahan sebelumnya. Utang pembangunan ini harus diselesaikan melalui RPD, jadi harus dievaluasi,” tuturnya.

    Maka dari itu, RPD harus bisa memperhitungkan mana saja program-program pembangunan dari RPJMD, yang masih belum tuntas. Dengan begitu, RPD dapat menjadi acuan bagi pemerintahan transisi, dalam menutup lubang-lubang utang pembangunan pemerintahan sebelumnya.

    “Kan nanti ada Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) akhir jabatan pak Walikota, kita lihat nih infrastruktur target-target yang sudah selesai berapa, sisanya berapa. Lalu kesehatan, berapa rakyat miskin yang belum tercover BPJS, berapa sisanya. Lalu di pendidikan, dari target pembangunan RKB, berapa yang masih tersisa. Itu kan menjadi utang pembangunan,” jelasnya.

    Selanjutnya, Ridwan mengatakan bahwa RPD tidak boleh disusun hanya sekadar menjalankan roda pemerintahan yang mendasar saja. Sebab, RPD juga harus menjawab adanya peningkatan pembangunan di Kota Serang.

    “Tidak boleh RPD ini hanya sebagai dokumen formalitas yang ujungnya hanya stagnasi pembangunan. Jadi misalkan saat ini kita PAD masih di angka Rp250 miliar, bisa gak kalau RPD ini menargetkan PAD sebesar Rp350 miliar misalnya. Jadi RPD ini harus lebih baik dari dokumen RPJMD sebelumnya,” tegasnya.

    Selain itu, RPD pun harus bisa memastikan bahwa tidak ada kesenjangan antara pembangunan dengan perencanaan. Sebab, percuma jika RPD memasang target yang tinggi, namun dalam pelaksanaannya pun tidak dapat dilakukan dan tidak mencapai target.

    “Berdasarkan pengalaman kami, adanya gap antara realisasi pembangunan dan perencanaan pembangunan. Misalkan dari sisi target retribusi, itu kan terlalu jauh antara target retribusi dengan realisasi retribusi, tercapai 40 sampai 50 persen saja,” tuturnya.

    Oleh karena itu, dalam menyusun RPD, harus dilakukan secara matang. Jika tidak, dokumen RPD yang disusun akan sulit untuk direalisasikan, juga akan sulit untuk diimbangi oleh Penjabat Walikota Serang yang menjabat selama masa transisi.

    “Kami berharap dengan disusunnya RPD yang disusun bersama-sama antara eksekutif dan legislatif, harus meminimalisir kesenjangan antara perencanaan dengan realisasinya. Jangan sampai perencanaannya yang tinggi, tapi pelaksanaannya rendah. Ini antara salah perencanaan, atau memang kinerjanya yang kendor kan,” tandasnya.(DZH/PBN)

  • Nepotisme Rekrutmen, Panwascam Setali Tiga Uang

    Nepotisme Rekrutmen, Panwascam Setali Tiga Uang

    TAK hanya Panitia Pemungitan Suara (PPS), perekrutan Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) di Kabupaten Lebak pun terbukti bermasalah. Lima anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lebak dinyatakan telah melanggar kode etik dalam perekrutan anggota Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) yang rangkap jabatan dan tidak dibenarkan oleh aturan.

    Hal tersebut terungkap dalam amar putusan Sidang Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, Rabu (25/01).

    Anggota DKPP RI, J Kristiadi mengatakan, Bawaslu Lebak tidak melakukan klarifikasi dan verifikasi keabsahan dari surat cuti dan surat pengunduran diri anggota Panwascam yang memiliki pekerjaan ganda.

    “Terungkap fakta dalam sidang pemeriksaan para teradu tidak melakukan klarifikasi dan verifikasi pada saat menerima kelengkapan dokumen syarat administrasi mengenai keabsahan surat izin, dan pengunduran diri anggota Panwascam dari profesi sebelumnya kepada instansi yang menerbitkan,” ungkap J Kristiadi.

    J Kristiadi menyebut, jika Bawaslu Lebak terbukti melanggar Pasal 6 ayat (2) huruf D, Pasal 6 ayat (3) huruf F dan Pasal 15 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Perilaku Penyelenggara Pemilu.

    “Dalam hasil sidang ini, Ketua DKPP memutuskan untuk memberikan sanksi peringatan kepada Ketua Bawaslu Lebak sebagai pihak Teradu I dan enam orang anggotanya,” ujarnya.

    Anggota DPRD Lebak Musa Weliansyah saat dikonfirmasi BANPOS menjelaskan, jika dirinya merasa banyak kejanggalan terkait surat pernyataan pengunduran diri dan surat izin cuti dari atasan seperti P3K, guru honorer, dan TPP yang diduga penuh dengan rekayasa.

    “Ini semua terungkap dari beberapa data diantaranya, SK TPP Nomor 5 tahun 2023 yang dikeluarkan oleh Kemendes yang didalamnya SK tersebut masih tercatat beberapa nama anggota Panwascam yang masih menerima gaji seperti biasanya, begitupula dengan guru honorer dari Dinas Pendidikan Provinsi Banten dan juga P3K,” ungkap Musa, Kamis (26/01).

    Dalam hal ini, Musa mengaku akan melaporkannya persoalan ini kepada Aparat Penegak Hukum (APH) karena adanya dugaan unsur pidana. Jika mereka (anggota Panwascam rangkap jabatan-red) mengundurkan diri atau cuti, berarti sudah tidak menerima gaji dari tempat kerjanya.

    “Faktanya Panwascam yang diduga double job tersebut pada bulan November, Desember 2022 dan Januari 2023 kemarin masih menerima gaji atau honor dari instansi tempat mereka bekerja. Itu jelas hanya akal-akalan mereka,” katanya.

    Politisi PPP Lebak ini menambahkan, seharusnya setelah adanya putusan dari DKPP RI, Bawaslu Lebak jangan main-main, harus tegas dengan memberhentikan Panwascam yang double job, kecuali panwascam tersebut telah mengundurkan diri atau cuti dari pekerjaan sebelumnya dan bisa dibuktikan secara objektif.

    “Harusnya Bawaslu Lebak melakukan konfirmasi dan klarifikasi terhadap instansi yang berwenang, harus secara jelas menerima surat pengunduran diri atau mengeluarkan izin cuti. Dan itu harus dipastikan mereka sudah tidak menerima gajih atau honor,” tandas Musa.

    Oleh karena itu, kata Musa, dalam waktu dekat pihaknya akan melaporkan persoalan tersebut ke BPK RI perwakilan provinsi Banten agar BPK melakukan klarifikasi dan pemeriksaan terhadap para Panwascam yang rangkap jabatan.

    “Sampai saat ini masih ada 9 orang Panwascam yang rangkap jabatan dan namanya belum masuk dalam laporan DKPP RI, mereka diantaranya pegawai non ASN dilingkungan Pemkab Lebak seperti guru honor SD, SMP, BPBD dan lain-lain,” tegasnya.

    Sementara, Ketua Bawaslu Lebak, Odong Hudori kepada BANPOS menyebut, jika pihaknya siap menerima segala putusan dari sidang DKPP RI tersebut

    “Iya kita sudah tau keputusan itu, sidang putusannya kemarin kan,” ujar Odong.

    Hanya saja, Terang Ketua Bawaslu Lebak ini, bahwa terkait awal mereka para pendaftar Panwascam yang rangkap jabatan itu, saat mendaftar sudah melampirkan bukti pengunduran diri dan ijin dari instansi mereka bekerja.

    “Kita tahunya mereka saat daftar sudah mendapat ijin dan juga ada yang mengundurkan diri. Namun pada kenyataan mereka masih tetap bekerja seperti yang dilaporkan pengadu, itu sebenarnya itu bukan urusan kami. Karena Bawaslu tidak punya kewenangan melakukan verifikasi atau penelusuran data mereka ke instansinya,” jelas Odong.

    Pada bagian lain Odong menjelaskan, soal sanksi peringatan itu pihaknya akan menindaklanjuti dan mempersiapkan apa yang harus dilakukan.

    “Kita akan tindak lanjut soal putusan ini dalam waktu tujuh hari ini ke depan. Hanya saja kita hingga saat ini belum menerima surat resmi dari DKPP tentang apa yang harus dilakukan Bawaslu Lebak. Jadi intinya, Bawalu Lebak tidak akan mangkir dari putusan DKPP hanya kami belum mendapat petunjuk berikutnya,” papar Ketua Bawaslu Lebak.

    Terpisah, kuasa hukum pengadu, Raden Elang Yayan Mulyana mengatakan bahwa sidang putusan atas dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu akhirnya dikabulkan. Ia menyebut, sanksi peringatan dari DKPP terhadap Bawaslu Lebak itu harus segera ditindaklanjuti oleh pihak Bawaslu Lebak.

    “Dalam hal ini putusan sudah jatuh, yaitu peringatan. Sanksi peringatan ini bisa bersifat ringan atau keras terkait pelanggaran kode etik. Bawaslu Lebak harus melakukan sesuai perintah putusan tersebut, jika tidak mereka akan kena sanksi yang lebih berat,” kata Elang.

    Menurut Elang, sebagai penyelenggara Pemilu itu harus memiliki Intergritas dan adil dalam melakukan kinerja. Karena, jika tidak dilaksanakan dengan sebenarnya hasilnya akan berdampak ke ranah yang lain.

    “Jika sejak awal penyelenggara pemilu tidak adil maka jangan harap ke depan akan menghasilkan pemimpin yang baik. Kami berharap Pemilu 2024 ini bersih dari praktek kolusi dan nepotisme jujur bersih adil,” terang Elang.

    Adapun soal pihak Bawaslu Lebak belum menerima surat resmi dari DKPP, terang Elang, itu harusnya pihak teradu yakni Bawaslu Lebak bisa membaca yang dimaksud.

    “Kalau alasan belum menerima surat resmi dan perintah yang harus dilakukan, itu bukan alasan untuk tidak melakukan apa yang diminta dari hasil sidang DKPP. Jaman sekarang kita bisa download apa saja perintah putusan itu. Diantaranya pelanggaran kode etik mereka karena telah mengangkat komisioner Panwascam yang dobel job, dan mereka hingga saat ini belum mundur dan masih bekerja di tempat asal, itu saja tingga di PAW. Dan untuk verifikasi komisioner yang lain yang masih dobel job, agar Pekerjaan Pemilu tidak terganggu oleh job yang lain. Karena penyelenggara Pemilu itu harus bekerja penuh waktu,” terangnya menandaskan.(WDO/ENK)

  • Aroma Nepotisme Pesta Demokrasi

    Aroma Nepotisme Pesta Demokrasi

    TAHAPAN pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) di Kabupaten Lebak bukan sekedar pesta demokrasi biasa. Diduga, pesta demokrasi lima tahunan itu menjadi pesta kolusi dan nepotisme yang mengancam kemurnian suara rakyat. Penyelenggara dan Pengawas dalam pemilu disorot karena serampangan merekrut personel.

    Desas-desus adanya titip-menitip hingga double job tentang pembentukan Badan Ad Hoc di Kabupaten Lebak telah meluas hingga ke masyarakat. Perekrutan Panitia Pemungutan Suaara hingga Pengawas pemilu diduga jadi ajang nepotisme.

    Hal tersebut dilandasi oleh banyaknya elemen masyarakat yang menyoroti tentang keganjilan saat proses rekrutmen baik Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) maupun Panitia Pemungutan Suara (PPS) yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lebak.

    Pelantikan PPS se-Indonesia dilaksanakan serentak pada Selasa 24 Januari 2023 lalu. Di Kabupaten Lebak, Pelantikan dilaksanakan di Hall Latansa Mashiro, Rangkasbitung.

    Berdasarkan informasi, sebanyak 1.035 anggota PPS yang lolos seleksi dari 340 Desa dan 5 Kelurahan di Kabupaten Lebak dilantik secara langsung oleh KPU Lebak.

    Ketua KPU Lebak, Nikmatullah mengatakan, pelantikan ini dilakukan setelah terpilihnya anggota yang lolos seleksi berdasarkan mekanisme perekrutan di masing-masing wilayah. Perekrutan tersebut dilaksanakan oleh PPK sebagai bagian dari badan Ad Hock juga.

    “Iya alhamdulilah kita dapat melaksanakan Pelantikan anggota PPS dengan lancar. Semoga kedepannya persiapan pemilu 2024 akan berjalan baik tanpa hambatan,” kata Nikmatullah kepada BANPOS.

    Nikmatullah menjelaskan, pasca pelantikan tersebut, Anggota PPS akan segera melakukan beberapa pekerjaan untuk mempersiapkan pagelaran pemilu 2024, salah satunya melakukan verifikasi data pemilih di masing-masing daerahnya.

    “Kita harus berkomitmen dan bergerak cepat untuk mempersiapkan pemilu. namun, jangan lupakan integritas juga,” jelasnya.

    Ia menerangkan, baik KPU, PPK, PPS dan pihak-pihak terkait lainnya harus bisa satu komando dalam menjalankan tugas guna mewujudkan Pemilu yang jujur , bersih serta demokratis.

    “Kita harus tetap kompak dalam satu jalur, hadapi dan selesaikan masalah yang ada dengan penuh rasa tanggung jawab,” tandasnya.

    Salah seorang anggota PPS terlantik, Imam Ubaidillah mengatakan, dirinya merasa bangga telah menerima tanggung jawab besar sebagai bagian yang ikut serta mempersiapkan pemilu. Menurutnya, ini merupakan langkah awal seluruh anggota untuk mewujudkan negara demokratis yang sesungguhnya.

    “Untuk mensukseskan pemilu tentunya merupakan kewajiban seluruh warga negara. Namun, saya bangga bisa berkontribusi lebih untuk pagelaran pemilu tersebut,” kata Imam.

    Sebelum pelantikan digelar, desas-desus soal maraknya orang-orang yang dititipkan untuk menjadi PPS sudah santer terdengar di wilayah Lebak.

    Salah seorang peserta PPS , Kecamatan Cibadak, Adit mengatakan, pengumuman hasil test wawancara tidak transparan. Ia menduga adanya setingan dalam penerimaan PPS di wilayahnya.

    “Hasil penilaian wawancara pun saya tidak tau, berbeda saat tes CAT peserta tahu nilainya berapa sedangkan diwawancara penilainya tidak diumumkan,” kata Adit.

    Adit yang merupakan aktivis HMI MPO Lebak menganggap penilaian wawancara terlalu subjektif, karena saat proses wawancara itu semua peserta masuk, dan jawaban yang dikeluarkan oleh para peserta sangat normatif.

    “Saat wawancara itu bareng, nah hampir sama semua jawaban yang dikeluarkan oleh para peserta itu sama. Saya jadi bingung bagaimana mereka menilai kalau seperti itu, sedangkan tadi saya saja ga tau nilainya berapa,” ujar Adit.

    Menurutnya, Ketua KPU Lebak harus punya peran andil yang besar dalam perhelatan dan perekrutan Kepanitiaan Badan Ad Hoc yang nantinya secara jangka waktu yang panjang membantu persoalan pemilu ini.

    “Karena KPU Lebak memiliki garis intruksi yang tajam ke bawah tentu dengan dibantu hasil musyawarah anggotanya,” tandasnya.

    Peserta PPS Desa Rangkasbitung Timur, Kecamatan Rangkasbitung , Tubagus Muhamad Tri Aprilyandi Mengatakan, dalam proses perekrutan yang ia alami diduga adanya rekayasa dalam penerimaan PPS di wilayahnya.

    “Saya menduga penerimaan PPS ini sudah diatur. Proses penilaian wawancara pun kita tidak tahu, berbeda saat melakukan tes CAT kita tau nilainya berapa sedangkan diwawancara penilainya terlalu subjektif tidak objektif,” kata Tubagus kepada BANPOS, Senin (23/1).

    Tubagus menjelaskan, setelah melihat hasil pengumuman seleksi, hanya orang-orang yang memiliki rekomendasi saja yang bisa lolos menjadi PPS. ia pun sangat menyayangkan keputusan PPK ataupun KPU Lebak tanpa mempertimbangkan skor yang diperoleh saat tes CAT.

    “Memiliki skor yang tinggi saat CAT sangat tidak berpengaruh ketika sudah masuk kedalam tahapan wawancara. Hanya orang-orang yang dekat dengan PPK seperti terjamin lolos,” jelas Tubagus.

    Aktivis HMI-MPO Lebak ini pun mengaku dirinya mendapatkan pengakuan dari salah satu anggota PPK bahwa hasil pleno tersebut merupakan orang-orang titipan dari KPU.

    “Salah satu anggota PPK menyebutkan bahwa orang-orang yang masuk ke dalam PPS merupakan titipan dari KPU Lebak. Tentu kalau memang itu benar adanya secara tidak langsung Tim KPU Lebak telah melakukan tindakan nepotisme,” ujarnya.

    Tubagus menerangkan, ia sangat menyayangkan orang yang lolos di wilayahnya bukanlah asli daerah tersebut melainkan orang-orang yang berdomisili. Padahal, dalam penilaiannya ada tanggapan masyarakat yang masuk kedalam kategori penilaian wawancara.

    Menurutnya, jika hal tersebut dilakukan, banyak masyarakat yang tidak mengenal orang-orang yang hanya berdomisili apalagi baru setahun dua tahun tetapi mereka bisa lolos menjadi PPS.

    “Dalam penilaian wawancara ada tanggapan masyarakat yang bisa menjadi nilai tambah untuk lolos menjadi anggota PPS, logikanya ketika orang-orang yang hanya berdomisili itu lolos sedangkan putra asli daerahnya tidak lolos tentu ini sangat mengganjilkan. Bagaimana masyarakat bisa memberikan tanggapan yang positif sedangkan mereka baru berdomisili di wilayah tersebut,” tandasnya.

    Sementara itu, Anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPRD Lebak Musa Weliansyah menuding bahwa ada permainan atau sistem yang diatur oleh penyelenggara Pemilu lainnya.

    “Nilai tes CAT tidak digubris, yang mereka sukai itulah yang mereka loloskan dalam tes wawancara. Tentu ini menimbulkan dugaan permainan didalamnya,” kata Musa.

    Musa menjelaskan, dirinya akan membuat laporan terkait dengan ratusan anggota PPS yang double job. Laporan itu merupakan laporan ke tiga yang dirinya lontarkan setelah laporan anggota PPK dan Panwaslu double job.

    “Akan kami laporkan, tentunya ini untuk menjaga dan membersihkan pagelaran demokrasi,” tandasnya.
    BANPOS kemudian mendapatkan informasi dari narasumber yang meminta identitasnya dirahasiakan. Ia mengaku sebagai salah satu peserta rekrutmen badan AdHock di Lebak, mulai dari PPK hingga PPS.

    Ia mengatakan, saat dirinya mengikuti rekrutmen PPK, awalnya dia tidak mempercayai terhadap titipan ataupun kedekatan yang dimiliki oleh peserta dengan pihak-pihak penyelenggara dapat meloloskan diri dalam tahapan seleksi. Namun, ketika pengumuman dikeluarkan dirinya mengaku kecewa dan mulai mencurigai adanya kecurangan pada proses seleksi.

    Ia kemudian mendaftarkan diri menjadi peserta PPS saat rekrutmen dibuka. Ia mengaku mulai mendapatkan arahan untuk mendekati beberapa anggota PPK terpilih di daerahnya untuk mendapatkan rekomendasi agar dirinya lolos.

    “Ketika saya lolos CAT dengan nilai yang terbilang tinggi, saya mendapat saran dari beberapa kenalan saya agar meminta rekomendasi ke panitia,” katanya.

    Dia menjelaskan, saat berkomunikasi dengan beberapa anggota PPK, dirinya mendapatkan jawaban bahwa diwilayahnya merupakan wilayah yang berat karena merupakan daerah vital. Menurutnya, beberapa orang yang ia kenal juga mengaku telah mendapatkan rekomendasi dari salah satu orang yang dirasa memiliki jabatan tinggi.

    “Saya nggak begitu mengerti sih dengan penilaiannya, cuma ya mengecewakan aja rasanya kalau memang benar yang lolos itu titipan, sia-sia kami yang benar-benar ingin ikut,” jelasnya.

    Ia menerangkan, dirinya bahkan mendengar kabar bahwa disalah satu wilayah, sebelum test wawancara dimulai PPK telah mem-plot nama-nama yang akan diloloskan menjadi anggota PPS.

    “Ini kan nggak adil, kalo sebelumnya sudah dipetakan seperti itu namanya bukan pemilu yang bersih dong,” terangnya.

    “Saya hanya tidak ingin orang yang masuk di panitia persiapan pemilu itu orang yang tidak jujur, karena akan berdampak pada kontestasi politik yang tak adil nantinya,” tandasnya.

    Sebelumnya, tokoh pemuda Kecamatan Panggarangan Kabupaten Lebak, Azis Hakim juga mengendus ada praktik kotor dalam pelaksanaan rekrutmen PPS di wilayahnya. Aziz menduga ada oknum anggota PPK di Kabupaten Lebak, yang berbuat tak selayaknya berkaitan dengan lolosnya sejumlah anggota PPS.

    “Kami sangat menyayangkan, adanya dugaan informasi yang beredar di masyarakat, bahwa sudah menyetorkan sejumlah uang pada oknum anggota PPK untuk bisa diloloskan menjadi PPS di desa yang ditentukan,” ungkap Azis, Jumat (20/1) lalu.

    Lanjut Azis, adanya praktek transaksional yang dugaan dilakukan oleh oknum PPK, cukup memprihatinkan. Menurutnya, semestinya panitia penyelenggara pemilu tingkat kecamatan di Kabupaten Lebak bersikap netral dan independen.

    “Sekarang telah rusak tercemar nama baiknya oleh oknum yang tak bertanggungjawab,” ujarnya.
    Disampaikan Azis, sebagai masyarakat dirinya menyesalkan adanya persoalan dugaan praktek kotor tersebut.

    “Bagaimana penyelenggara Pemilu mau bersikap netral, sedangkan dalam proses awalnya pun sudah berbau transaksional,” tandasnya.

    Azis meminta, KPU Kabupaten segera menyikapi, informasi dugaan praktek yang tak patut dilakukan tersebut. Dia khawatir, proses perekrutan yang transaksional akan memicu proses transaksional saat pelaksanaan pemilu. Azis juga meminta untuk KPU Kabupaten Lebak, segera mengevaluasi kembali, atau menjadwalkan ulang rekruitmen PPS

    “Sekaligus usut tuntas persoalan dugaan transaksional yang ramai menjadi perbincangan masyarakat,” imbuhnya.

    Sementara itu, Relawan Kampung Demokrasi, Ratu Nisya mengatakan, dirinya menemukan terdapat Kepala Desa yang ikut intervensi dalam hal titip-menitip, sehingga banyak peserta yang lolos ini adalah dorongan dari desa itu sendiri.

    “Ini kan jadinya tafsir liar, bolanya bisa terlempar kemana-mana kalau tidak segera disikapi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Lebak dalam hal ini yang mempunyai wewenang penuh dalam perekrutan PPS ataupun PPK itu sendiri. Karena terlihat jelas yang punya kedekatan dengan PPK saja yang bisa lolos dalam hal ini,” kata Ratu saat ditemui BANPOS.

    Ratu menjelaskan, Ini adalah waktunya masyarakat yang harus peka akan ketimpangan dan kebenaran untuk bagaimana bisa memberikan pandangan terkait keputusan yang memang menurutnya masih perlu diperbaiki.

    “Kalau PPS dalam hal ini banyak yang merangkap, banyak indikasi yang akan terjadi kedepan entah ketidakmaksimalan kinerja atau bisa jadi yang lebih mengerikan keberpihakan terhadap suatu unsur atau golongan,” tandasnya.

    Senada dengan Tubagus, Seorang Relawan Demokrasi di kampung demokrasi Lebak, Ratu Nisya Yulianti mengatakan, pembentukan Badan Ad Hock Kabupaten Lebak diduga terdapat indikasi ketimpangan pemilihan yang dalam hal ini bersifat subjektif.

    “Sebelumnya ada pemilihan PPK, sekarang PPS yang dimana dalam peroses pemilihannya dilaksanakan oleh PPK yang kemarin,” kata Ratu kepada BANPOS.

    Ratu menjelaskan, dari pengumuman kelolosan PPS, dirinya menduga hasil tersebut telah diakomodir sebelumnya. Menurutnya, hanya orang-orang yang memiliki rekomendasi saja yang bisa lolos menjadi PPS. Bahkan, dilansir dari hasil pengumuman test banyak nama yang memang merangkap sebagai ASN (Aparatur Sipil Negara), Perangkat Desa bahkan digembosnya banyak Kepala Desa yang ikut intervensi dalam hal ini sehingga banyak peserta yang lolos ini adalah dorongan dari Desa itu sendiri.

    “Proses penilaian wawancara pun kita tidak tau yang dalam hal ini dilaksanakan oleh PPK, kalau saat melakukan tes CAT kita jelas tau nilainya sedangkan diwawancara penilainya terlalu subjektif tidak objektif,” jelas Ratu.

    Ia menerangkan, hasil pengumuman kelolosan wawancara pun terlihat senyap tidak disebar di beberapa platform resmi baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu sendiri maupun PPK yang dalam hal ini ikut serta sebagai penyeleksi dari PPS.

    “Ketua KPU Lebak harus punya peran andil yang besar dalam perhelatan dan perekrutan Kepanitiaan Badan Ad Hoc yang nantinya secara jangka waktu yang panjang membantu persoalan pemilu ini, karena KPU Lebak memiliki garis intruksi yang tajam ke bawah tentu dengan dibantu hasil musyawarah anggotanya,” tandasnya yang juga mantan Ketum Kohati STKIP Setia Budhi.

    Salah seorang warga Lebak, Ari mengatakan, Pemilihan Umum (Pemilu) haruslah dilakukan dengan jujur dan adil, baik ketika penyelenggaraan pencoblosan maupun pada saat tahapan-tahapan persiapan. Menurutnya, jika hal itu memang terbukti benar adanya kecurangan, maka KPU Lebak telah dengan sengaja menciderai bentuk Demokrasi.

    “Saya tau persolan ini dari membaca beberapa berita dan juga berdiskusi dengan aktivis. Saya tidak mau menuduh, tapi kalau memang benar kenyataannya seperti itu ini adalah sesuatu hal yang sangat fatal,” kata Ari kepada BANPOS, Kamis (26/1).

    Ari menjelaskan, Demokrasi harus tetap diutamakan dalam hal ini menyamaratakan hak setiap warga negara untuk mendapatkan perlakuan yang sama. Apalagi dalam proses rekrutmen Badan AdHock yang dimanan nantinya ini akan mencerminkan wujud identitas negara demokrasi khususnya di Kabupaten Lebak.

    “Ini sempat menjadi kegaduhan di tengah masyarakat. KPU harus bertanggungjawab untuk meyakinkan masyarakat terhadap integritasnya,” tandasnya.

    BANPOS kemudian mencoba menemui Ketua KPU Lebak, Nikmatullah, untuk mengkonfirmasi kabar yang beredar di lingkungan masyarakat terkait hal diatas. Di ruang kerjanya, Nikmatullah enggan berkomentar banyak terkait isu tersebut. Menurutnya pihaknya tidak ingin mengambil pusing kabar yang beredar.

    Nikmatullah mengatakan, ia beserta jajarannya sedang fokus menyelesaikan persiapan tahapan demi tahapan untuk suksesnya penyelenggaraan Pemilu serentak 2024.

    “Setelah ini masih banyak tahapan yang kami proses dan harus di selesaikan secara teliti. Terkait isu yang beredar, kami menyatakan bahwa kami telah bekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku,” tandasnya. (CR-01/PBN)

  • Gandeng Wartawan, Bawaslu Kota Serang Sosialisasikan Pengawasan Partisipatif

    Gandeng Wartawan, Bawaslu Kota Serang Sosialisasikan Pengawasan Partisipatif

    SERANG, BANPOS – Menghadapi Pemilu 2024, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Serang menggelar sosialisasi pengawasan partisipatif dengan menggandeng wartawan Kota Serang, Minggu (2/10) di salah satu hotel di Kota Serang. Hal ini dilakukan sebagai upaya Bawaslu untuk menyadarkan masyarakat untuk bersama-sama melakukan pengawasan yang tidak bisa hanya dilakukan oleh Bawaslu Kota Serang dengan keterbatasan personelnya.

    Koordinator Divisi Pencegahan Partisipasi, Masyarakat dan Humas pada Bawaslu Kota Serang, Rudi Hartono, menyampaikan bahwa untuk menindaklanjuti amanat Undang-undang, pihaknya harus melakukan pengawasan partisipatif yang tujuannya untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat. Meski begitu, pengawasan Pemilu tidak bisa hanya dilakukan oleh Bawaslu, harus bersama masyarakat, supaya sadar untuk bersama-sama mengawasi pesta demokrasi ini.

    “Bawaslu sendiri memiliki keterbatasan personel, sehingga mungkin dirasa kurang maksimal. Kalau masyarakat sadar dan paham serta mau mengawasi Pemilu ini, saya yakin outputnya hasil Pemilu akan lebih baik,” ujarnya.

    Sebelumnya, Bawaslu Kota Serang telah menggelar sekolah kader pengawasan partisipatif pada ajang Pilkada tahun 2019. Meskipun kegiatan tersebut merupakan program Bawaslu RI, namun pihaknya telah menjalin mitra dengan masyarakat untuk diberikan pemahaman berkaitan dengan pengawasan partisipatif menjelang Pemilu serentak tahun 2024.

    “Terkait dengan pengawasan partisipatif, dulu kami sudah melakukan, walaupun itu program dari bawaslu RI yaitu sekolah kader pengawasan partisipatif. Meskipun belum banyak, tapi kita sudah ada kader-kader dan itu adalah mitra kami juga yang ada di masyarakat,” tuturnya.

    Rudi menjelaskan bahwa pelanggaran Pemilu biasanya banyak terjadi di masa kampanye. Berkaca pada Pemilu tahun 2019, pihaknya menerima laporan dan temuan sebanyak 111 kasus yang kemudian satu kasus pelanggaran pidana Pemilu naik ke Pengadilan.

    “Kebanyakan pelanggaran Pemilu itu ada di masa kampanye yaitu terkait dengan alat peraga kampanye dan sebagainya. Ke depan, Bawaslu RI akan mengeluarkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) yang nantinya akan kami antisipasi, tentu setelah adanya IKP baru kita bisa menindaklanjuti,” tandasnya.

    Ketua Pokja Wartawan Kota Serang (PWKS), Fauzan Dardiri mengatakan, ada beberapa peran pers dalam mengawal Pemilu berintegritas. Peran tersebut sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, salah satunya pers memiliki peran sebagai informasi, pendidikan, kontrol sosial, dan hiburan, termasuk pers sebagai lembaga ekonomi.

    “Dalam informasi, pers memiliki fungsi untuk menginformasikan latar belakang, maksud dan tujuan sampai dengan hasil Pemilu. Untuk pendidikan, pers dapat memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, hak dan tanggung jawab sebagai pemilih, menggunakan hak pilih dengan baik dan benar,” ungkapnya.

    Pers sebagai kontrol sosial, kata Fauzan, berperan melakukan pengawasan pelaksanaan, pelaksanaan jadwal dan waktu, pengawasan terhadap penegakan aturan pelaksanaan, peserta, pemilih dan hasil Pemilu. Kemudian, untuk peran hiburan, media menyajikan informasi yang dapat memberikan penyegaran, menghilangkan ketegangan, menghilangkan gesekan-gesekan antar peserta Pemilu dan tim sukses.

    “Pers sebagai pilar keempat demokrasi, harus bisa menengahi dengan melaksanakan fungsi-fungsinya sesuai dengan Undang-undang, sehingga pasca Pemilu tak berdampak terhadap ketegangan di masyarakat,” tandasnya. (MUF)

  • Dorong Pemilu Berkualitas, KPU Kota Serang Jalin Kerjasama Dengan Universitas Primagraha

    Dorong Pemilu Berkualitas, KPU Kota Serang Jalin Kerjasama Dengan Universitas Primagraha

    SERANG, BANPOS- Walikota Serang Syafrudin menghadiri kegiatan Penandatanganan Nota Kesepahaman antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Serang dengan Universitas Primagraha Kota Serang, yang dilaksanakan di Aula gedung Primagraha Kota Serang, Rabu (25/5/2022).

    Kegiatan Penandatanganan Kesepemahaman antara KPU Kota Serang dengan Universitas Primagraha ini dihadiri langsung oleh Walikota Serang Syafrudin serta Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari,

    Penandatanganan Nota Kesepemahaman ini dilakukan untuk meningkatkan kerjasama antara Universitas Primagraha dengan lembaga instansi lainnya.

    Dalam hal ini Walikota Serang Syafrudin menyampaikan Mou ini dibuat KPU dengan Universitas Primagraha yang artinya menjadi satu langkah lebih maju kaitannya dengan pemilu yang akan datang baik legislatif maupun pemilu Kepala Daerah ditahun 2024 nanti,

    “Mou ini untuk mendorong pemilu yang berkualitas, agar tidak ada hal-hal yang kita tidak inginkan baik dari sisi administrasi maupun dengan sisi lainnya, jadi sesuai dengan prosedur yang berlaku, selain itu juga dilakukan untuk membuat sisi kerjasama yang baik antara lembaga,” ungkap Syafrudin.

    Menanggapi hal demikian Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy’ari mengatakan bahwa ia mendukung dan menyambut baik dengan adanya kerjasama antara Universitas Primagraha dengan KPU Kota Serang, dengan bertujuan agar meningkatkan kerjasama antar satu sisi,

    “Kampus ini kan juga perlu kerja-kerja praktik perlu tidak sekedar kemampuan kogntif saja tapi juga ada kemampuan kemampuan sikomotorik untuk dipraktikkan, ilmu yang dikembangkan disini juga perlu dipraktikan oleh karena itu, perlu juga ada kerjasama dengan lembaga lembaga lain,” ungkap Hasyim.

    ia menambahkan Diantara kerjasamanya yaitu dengan KPU Kota Serang ini salah satunya, agar kedepannya KPU juga memiliki peningkatan dalam proses perkembangan terutama pada saat persiapan menghadapi pemilu nanti.

    “Disamping itu KPU juga perlu adanya peningkatan kualitas SDM, perlu melakukan penunjukan pemilih jadi kerjasama dengan kampus ini menjadi sesuatu yang strategis untuk KPU Kota Serang, salah satunya juga dengan Universitas Primagraha ini,” Tutur Hasyim. (Red)