Tag: Pemkab Lebak

  • Tak Mau Kecolongan, Pemkab Lebak Perketat Pemeriksaan Hewan Kurban

    Tak Mau Kecolongan, Pemkab Lebak Perketat Pemeriksaan Hewan Kurban

    LEBAK, BANPOS – Pemerintah Kabupaten Lebak tak ingin kecolongan soal kesehatan hewan kurban. Salah satu upaya yang dilakukan yakni memperketat pemeriksaan kesehatan hewan kurban di sejumlah lapak pedagang dan rumah pemotongan hewan (RPH).

    Demikian disampaikan oleh Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Kabupaten Lebak, Rahmat Yuniar. Ia mengatakan bahwa pihaknya melakukan pengetatan pemeriksaan, dan melakukan pemasangan tanda kalung bagi hewan yang dinyatakan sehat.

    Ia menuturkan bahwa pengetatan pemeriksaan kesehatan hewan tersebut dilakukan agar semua hewan kurban di Kabupaten Lebak, tidak terkontaminasi penyakit menular dan membahayakan bagi kesehatan manusia.

    Menurutnya, pemerintah daerah sejak dua pekan dan sampai Lebaran Idul Adha 1444 Hijriah, akan secara rutin melakukan pemeriksaan kesehatan hewan kurban di sejumlah lapak pedagang ternak dan RPH.

    Selama ini menurut Rahmat, pihaknya belum menemukan hewan kurban di masyarakat, yang positif terjangkit antraks maupun penyakit lainnya yang bisa membahayakan kesehatan kepada manusia.

    “Kami mengapresiasi petugas di lapangan tak kenal lelah melaksanakan pemeriksaan kesehatan hewan kurban itu,”katanya menjelaskan.

    Menurut dia, pemeriksaan kesehatan hewan itu sesuai syariat Islam dengan minimal usia 1,5 tahun karena sudah layak untuk disembelih kurban. Pemeriksaan kesehatan itu untuk melindungi masyarakat agar mengkonsumsi daging yang layak dan menyehatkan.

    Hewan kurban yang dilakukan pemeriksaan kesehatan itu antara lain kerbau, sapi, domba dan kambing tidak ditemukan antraks. Selain dari lokal Lebak, domba juga didatangkan dari Jawa Barat yang endemik antraks.

    Karena itu, pihaknya terus melakukan pengetatan agar hewan ternak dari Jawa Barat harus dilengkapi dokumen kesehatan yang dikeluarkan pemerintah daerah bersangkutan.

    Sementara itu, seorang pedagang hewan kurban di Jalan Siliwangi Rangkasbitung, Amas (55), mengaku ternak domba yang dijual itu dijamin kesehatannya, karena setiap hari dilakukan pemeriksaan rutin oleh petugas Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan setempat.

    Hewan kurban termasuk domba yang dijual didatangkan dari Garut, Jawa Barat dengan harga bervariasi antara Rp2 juta sampai dengan Rp8 juta/ekor
    “Kami beruntung penjualan domba tahun ini hingga hari ini sudah mencapai 100 ekor dan lebih baik dibandingkan tahun lalu,” katanya. (DZH/ANT)

  • Viral Video Mesra Oknum Dinsos Lebak dengan Kades

    Viral Video Mesra Oknum Dinsos Lebak dengan Kades

    LEBAK, BANPOS – Masyarakat Kabupaten Lebak dihebohkan dengan beredarnya video tak senonoh yang diduga dilakukan salah satu oknum pegawai Honorer Dinas Sosial Kabupaten Lebak bersama oknum Kepala Desa di Kecamatan Cikulur.

    Dalam video yang menjadi viral tersebut, memperlihatkan kedua pasangan tersebut bercumbu mesra yang diduga video tersebut direkam secara pribadi.

    Diketahui, terdapat beberapa video yang bahkan diunggah ke dalam akun media sosial yakni Instagram dengan nama akun Titan.arum6 bersama dengan unggahan foto mesra lainnya.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun BANPOS dari salah satu pegawai di Dinas Sosial Kabupaten Lebak, ia membenarkan bahwa orang yang berada dalam video tersebut merupakan salah satu pegawai di Dinsos Lebak yang bernama TR.

    “Iya benar a, dan itu suaminya,” singkatnya. (CR-01)

  • Pemkab Lebak Langgar Undang-undang Pelayanan Publik

    Pemkab Lebak Langgar Undang-undang Pelayanan Publik

    LEBAK, BANPOS – Organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lebak dinilai telah melanggar UU Pelayanan Publik. Hal ini menyebabkan, Lembaga Swadaya Masyarakat Abdi Gema Perak  akan melaporkan seluruh OPD di Lebak yang tidak memiliki website dan tidak aktif ke Ombudsman.

    “Kami melihat, banyak OPD sebagai badan publik di Kabupaten Lebak tidak memiliki website, atau sudah punya tetapi tidak aktif. OPD-OPD ini kami laporkan ke Ombudsman,” kata Ketua DPP Abdi Gema Perak, Solihin kepada BANPOS, Senin (28/3).

    Ia menyebut, di Pasal 23 dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, penyelenggara wajib mengelola sistem informasi yang terdiri atas sistem informasi elektronik atau nonelektronik sekurang-kurangnya meliputi profil penyelenggara, profil pelaksana, standar pelayanan, maklumat pelayanan, pengelolaan pengaduan dan penilaian kinerja.

    “Itu yang jadi dasar kami melaporkan, karena sangat disayangkan jumlahnya badan publik lumayan banyak tapi tidak memiliki website. Karena melalui website salah satunya pengaduan masyarakat bisa dilakukan tanpa harus datang ke kantor sehingga lebih efisien dan efektif,” ujarnya.

    Solihin menjelaskan, meski terdapat OPD yang sudah memiliki website, namun sayangnya website itu tidak menyediakan ruang pengaduan sebagaimana diamanatkan di Pasal 23 dalam Undang-undang.

    “Kalau mengacu ke pasal itu sepertinya semua dinas tidak ada website yang punya ruang untuk pengaduan. Sanksi yang diatur dalam undang-undang itu bisa pidana loh,” jelasnya.

    Ombudsman Banten mendorong agar setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) memiliki website resmi sebagai sarana penyampaian informasi publik yang dibutuhkan oleh masyarakat.

    Kepala Keasistenan Penerimaan dan Verifikasi Laporan Ombudsman Banten Adam Sutisnawinata mengatakan, tidak hanya non elektronik, OPD seharusnya menyediakan sistem informasi secara elektronik.

    “Sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Pasal 23 penyelenggara berkewajiban menyediakan sistem informasi, keterangan mengenai profil dinas, standar pelayanan, dan informasi lain tentang apa saja pelayanan yang ada pada dinas tersebut,” kata Adam kepada wartawan, Senin (28/3).

    Di era digital saat ini kata Adam, website bagi OPD pemerintah menjadi sarana yang efektif untuk pertukaran informasi dan pengaduan dengan cepat, mudah dan bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. Bagi OPD yang saat ini belum memiliki website resmi, ia berharap bisa dengan segera menyediakan dan OPD terkait dapat berkomunikasi dengan Dinas Kominfo di lingkungan Pemerintah Daerah setempat.

    “Kalau belum ada ya bisa segera diupayakan, OPD nya bisa bekerja sama dengan Dinas Kominfo yang bisa membantu. Kalau melanggar (UU Pelayanan Publik) perlu ada pendalaman/kajian dulu ya,” ujarnya

    Adam menjelaskan, meski sudah memiliki media sosial, bagi OPD pemerintah dinilai akan lebih baik apabila menyediakan website resmi yang berdomain .go.id.

    “Media sosial itu kan salah satu upaya lain, tetapi pemerintah berkewajiban menyediakan (Website) versi resminya pemerintah,” jelasnya.

    Dalam penilaian kepatuhan standar pelayanan publik di Banten, standar pelayanan dalam bentuk non elektronik dan elektronik masuk dalam salah satu komponen penilaian Ombudsman. Secara umum Adam menyebut sejauh ini cukup bagus, OPD di Provinsi Banten sudah memiliki Website.

    “Sejauh ini cukup bagus, secara umum OPD di Provinsi Banten sudah memiliki (Website), kalau pun ada beberapa OPD perlu dikroscek lagi di daerah-daerah lain yang mungkin memang belum punya. Yang teknis-teknis secara umum misalnya ada website tetapi informasinya belum lengkap sesuai komponen standar pelayanan publik,” katanya.(CR-01/PBN)

  • Pemkab Lebak Batal Relokasi PKL Pasar Rangkasbitung – Terminal Curug Cileuweung

    Pemkab Lebak Batal Relokasi PKL Pasar Rangkasbitung – Terminal Curug Cileuweung

    LEBAK, BANPOS – Pemerintah Kabupaten Lebak batal merelokasi ratusan pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di sekitaran Pasar Rangkasbitung ke Terminal Curug Cileuweung.

    Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Lebak, Orok Sukmana mengatakan, setelah dilakukan evaluasi pihaknya menilai tidak efisien. Pihaknya akan melakukan relokasi pedagang kaki lima secara sekaligus ketempat yang baru.

    “Setelah dievaluasi tidak efisien. Makanya lebih baik sekaligus aja relokasi ke tempat baru daripada geser-geser. Kalau menggeser dua kali juga anggarannya lebih besar,” katanya, Senin (21/3).

    Pedagang yang jumlahnya hampir 900 tersebut batal direlokasi ke Terminal Curug akan langsung ditempatkan di wilayah Kandang Sapi, Rangkasbitung.

    “Untuk pembangunan (Pasar) di sana butuh anggaran besar makanya kita mau minta bantuan ke pusat karena jumlah pedagangnya relatif banyak sekitar 867,” ungkapnya

    Sekarang ini kata Orok, pemerintah daerah tengah menyiapkan Detail Engineering Desaign (DED). Diharapkan, relokasi ke pasar yang baru itu bisa dilaksanakan tahun depan.

    “Mudah-mudahan tahun ini kita sudah bisa dapatkan anggarannya supaya tahun depan bisa dilakukan pembangunan,” pungkasnya.

    Seorang pedagang kaki lima Mulyana merespons baik batalnya relokasi pedagang ke Terminal Cileweung. Menurutnya, selain tempat tersebut dipastikan akan sepi pengunjung, pedagang juga akan mengalami kerugian terlebih bagi pedagang yang menjual barang-barang yang cepat membusuk kalau lama tak terjual.

    “Baguslah, kalau mau relokasi memang sebaiknya sekaligus ke tempat yang baru, jadi pedagang tidak perlu pindah-pindah,” katanya.(CR-01/PBN)

    Caption: PKL di Pasar Rangkasbitung saat akan ditertibkan oleh aparat gabungan Pemkab Lebak

  • Relokasi PKL, Pemkab Lebak Minta Bantuan Kementerian Bangun Pasar Baru

    Relokasi PKL, Pemkab Lebak Minta Bantuan Kementerian Bangun Pasar Baru

    LEBAK, BANPOS – Untuk merelokasi ratusan pedagang kaki lima (PKL) di pasar Rangkasbitung, Pemerintah Kabupaten Lebak meminta bantuan Kementerian untuk membangun pasar baru.

    Sambil menunggu pembangunan, ratusan pedagang kaki lima yang bakal direlokasi tersebut akan ditempatkan untuk sementara di Terminal Curug Ciileweung belakang Mapolres Lebak.

    Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Lebak, Orok Sukmana kepada wartawan, Selasa (8/2).

    Menurut Orok, pasar baru yang dibangun secara permanen untuk para pedagang kaki lima yang direlokasi itu rencananya dibangun di Kandang Sapi, Kecamatan Rangkasbitung yang sekarang ini tengah diusulkan ke Kementerian oleh pihaknya.

    “Sambil menunggu pembangunannya, ratusan pedagang yang direlokasi akan ditempatkan di Terminal Curug Cileuweung, tepatnya di belakang Mapolres Lebak. Ini sedang kami usulkan ke Kementerian untuk dibangun sebagai pasar permanen,” katanya.

    Orok mengungkapkan, pasar baru tersebut akan dibangun di atas lahan seluas 5000 meter. Dari lahan seluas itu 2000 meter untuk pembangunan pasar dan 3000 meter untuk dijadikan lahan parkir kendaraan. Lahan pasar baru tersebut dinilai strategis dan aman tidak mengganggu lalu lintas.

    “Untuk luas lahannya itu sekitar 2,8 hektare itu aset milik daerah, tetapi kita hanya butuh 5000 meter. Lokasi itu layak lah sebagai pasar, aman dan tidak mengganggu lalu lintas,” ungkapnya.

    Dia berharap, satu atau maksimal sekitar dua tahun, para pedagang yang direlokasi ke Terminal Curug itu sudah bisa menempati pasar baru yang direncanakan bertipe A. Ia menjelaskan, kalau bisa dan dimungkinkan bahwa pasar Rangkasbitung juga akan dialihkan ke pasar baru tersebut.

    “Kalau bisa pasar Rangkasbitung kita juga geser ke sana, hanya kan kontrak dengan BKL-nya itu selama 25 tahun dari 2007,” jelasnya.

    Orok menegaskan, terkait dengan rencana relokasi para pedagang kaki lima ke Terminal Curug, sekarang ini Disperindag terus mengumpulkan saran masukan dari masyarakat dan berbagai pihak agar dalam pelaksanaanya bisa berjalan lancar dan tertib.

    “Sudah kita inventarisir semuanya. Tinggal kita mengusulkan rencana kegiatannya, kalau sudah oke langsung kita melangkah sosialisasi ke para pedagang,” tegasnya.

    Sebelumnya, para pedagang kaki lima di pasar Rangkasbitung minta Pemerintah Kabupaten Lebak untuk mengkaji ulang tempat relokasi ke Terminal Curug karena dipastikan akan sepi pengunjung. Pedagangpun mencontohkan, jangankan untuk pedagang kaki lima yang berjualan makanan atau bahan lainnya, dijadikan terminal kendaraan saja lokasi tersebut sepi alias gagal.

    “Itu pertimbangan kami, karenanya kami meminta Pemkab Lebak atau Disperindag Lebak mengkaji tempat relokasi walau untuk sementara. Dijadikan terminal kendaraan saja sepi, lalu bagaimana nasib pedagang kalau kondisi seperti itu,” kata seorang pedagang. (CR-01/ENK)

  • Lanjutan PPKM Darurat Tunggu Arahan Pemprov

    Lanjutan PPKM Darurat Tunggu Arahan Pemprov

    TANGERANG, BANPOS – Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat telah diumumkan oleh pemerintah pusat. Namun, pemerintah di daerah tetap menunggu arahan dari Pemprov Banten untuk mengikuti kebijakan tersebut.

    Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Tangerang, dr. Hendra Tarmizi mengatakan, secara umum daerah yang masuk dalam penerapan PPKM Darurat, tentu akan melakukan perpanjangan sesuai yang telah diumumkan Presiden Joko Widodo, Selasa (20/7) lalu.

    “Secara umum ya pasti ikutin, tapi kita tunggu arahan lebih lanjut juga dari Provinsi Banten, seperti apa teknisnya,” kata Hendra di Tigaraksa, Rabu, (21/7).

    Selama penerapan PPKM Darurat yang dimulai dari tanggal 3 hingga 20 Juli 2021, angka kasus Covid-19 di Kabupaten Tangerang justru mengalami kenaikan signifikan, meskipun mobilitas masyarakat bisa ditekan.

    “Mobilitasnya bisa ditekan, tapi angka kasusnya meningkat, karena saat PPKM Darurat itu, kita meningkatkan tracing,” jelasnya.

    Hendra menambahkan, peningkatan angka Covid-19 di Kabupaten Tangerang dalam satu hari mencapai 200 kasus, padahal sebelumnya hanya berkisar 100 kasus.

    “Angkanya tembus 200 dan itu dominasi oleh orang tanpa gejala (OTG), makanya kami tidak henti-hentinya terus melakukan vaksinasi dalam membentuk herd immunity dan mengingatkan agar masyarakat disiplin protokol kesehatannya,” ujarnya.

    Terpisah, Walikota Cilegon Helldy Agustian menyampaikan pihaknya tetap menerapkan PPKM Darurat melalui Surat Keputusan Walikota Cilegon dengan Nomor: 360/Kep. 173-BPBD/2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat tingkat Kota Cilegon. Pemberlakuannya selama lima hari terhitung sejak Tanggal 21-25 Juli 2021 diterapkan Pemerintah Kota Cilegon.

    Dalam Surat Keputusan Walikota Cilegon tentang PPKM juga tercantum, terhadap wilayah Rukun Tetangga/ Rukun Warga dengan kriteria Zona Merah yaitu wilayah yang terdapat lebih dari 5 (lima) rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT selama 7 (tujuh) hari terakhir.

    Menurut Walikota Cilegon Helldy Agustian dalam Surat Keputusannya, selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua yaitu, meniadakan kegiatan sosial kemasyarakatan yang menimbulkan kerumunan dan berpotensi menimbulkan penularan, membatasi akses keluar masuk wilayah RT/RW terhitung mulai pukul 06.00 WIB sampai dengan jam 20.00 WIB.

    Dikatakan Helldy, untuk pengawasan pelaksanaan ketentuan PPKM dilakukan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Tingkat Kota Cilegon sampai dengan tingkat RT/RW dengan melibatkan unsur TNI, Kepolisian dan unsur masyarakat antara lain Satlinmas, Tim Penggerak PKK, Kader Posyandu, Dasawisma, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Adat, Penyuluh, Pendamping, Tokoh Pemuda, Tenaga Kesehatan, Karang Taruna serta relawan lainnya.

    “Lurah dan Ketua RT/RW mengoptimalkan Posko pengawasan PPKM dalam pelaksanaan Keputusan ini,” katanya

    Helldy menegaskan, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 tingkat Kota Cilegon melakukan evaluasi pelaksanaan PPKM. Adapun biaya yang timbul akibat pelaksanaan PPKM, dibebankan pada Anggaran Pendapatan Daerah Kota Cilegon dan sumber pembiayaan lain yang sah dan tidak mengikat

    “Satgas Covid-19 harus melakukan evaluasi, biayanya dari APBD Kota Cilegon,” tegasnya.
    Terpisah, Juru Bicara Satgas Covid-19 Kabupaten Pandeglang, dr. Achmad Sulaeman mengklaim, adanya keterlambatan input data perkembangan kasus Covid-19 di beberapa Puskesmas. Alhasil, Kabupaten Pandeglang yang sebelumnya berstatus zona kuning, kini menjadi zona merah atau wilayah dengan resiko penularan paling tinggi.

    Ia menerangkan, jika keterlambatan pengiriman input data bukan tanpa alasan. Pasalnya, beberapa operator yang biasa melakukan input data, sebagian sedang menjalani isolasi mandir karena terpapar covid-19. Akibatnya, data perkembangan kasus covid-19 di Kabupaten Pandeglang yang seharusnya dilaporkan setiap hari mengalami penumpukan.

    “Karena seminggu kemarin, orang yang bertugas mencatat dan mengirim update data ke Provinsi sebagian atau 50 persen itu terpapar covid-19. Kemudian trennya terus naik, akhirnya menjadikan Pandeglang ditetapkan menjadi zona merah. Secara otomatis, Kabupaten Pandeglang saat ini tidak lagi menerapkan Instruksi Bupati (Inbup) Nomor 2 Tahun 2021, tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Skala Mikro Diperketat. Namun, menerapkan PPKM Darurat, sesuai instruksi Menteri Dalam Negeri (InMendagri),” ungkap Sulaeman.

    Sulaeman menambahkan, bahwa Penerapan PPKM Darurat sudah mulai dilaksanakan. Selain itu, kata dia, PPKM Darurat adalah, kebijakan yang tidak bisa dihindari. Karena itu sesuai instruksi Mendagri Nomor 22 tahun 2021 tentang, PPKM Darurat Covid-19 di Jawa dan Bali.

    “PPKM darurat sudah kita laksanakan dari Minggu kemarin ya, sebelum kita memasuki zona merah. Untuk itu, mari kita semua bekerjasama, untuk melaksanakan PPKM Darurat ini. Dengan harapan, kasus penyebaran Covid-19 di Pandeglang akan segera turun,” katanya.

    Diketahui, jumlah kasus konfirmasi atau positif terpapar Covid-19 di Kabupaten Pandeglang, saat ini tercatat sebanyak 4.854 orang.

    “Dari jumlah total yang positif 4.854 orang, terdiri dari 3.148 orang selesai dirawat atau sembuh, sebanyak 1.576 orang masih diisolasi atau dirawat, dan 130 orang telah meninggal dunia,” terang Sulaeman.

    Pada bagian lain, massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Selatan (Aras) akan melakukan unjuk rasa di area Malingping, Lebak selatan (Baksel) pada Kamis (22/7) ini. Disebutkan, aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap keputusan pemerintah yang telah memperpanjang PPKM Darurat.

    “Kami menolak PPKM Darurat. Kami menuntut pemerintah pusat dan daerah untuk segera memberlakukan karantina wilayah dengan syarat dipenuhi semua kebutuhan dasar masyarakat sesuai amanat konstitusi UU Nomor 6 Tahun 2018,” ungkap Alif Ibnu Sina Korlap Aksi Aras kepada BANPOS, Rabu petang (21/07).

    Menurut Alif, pijakan konstitusi harus digunakan sebagai landasan dalam pengambilan kebijakan, seperti halnya ketika diterapkan karantina wilayah, maka selama karantina wilayah kebutuhan dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, hal ini tertuang dalam pasal 55 ayat 1 dan 2 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan.

    “Tanggung-jawab pemerintah pusat dalam penyelenggaraan karantina wilayah dilakukan dengan melibatkan pemerintah daerah dan pihak terkait,” jelasnya.

    Selain itu, lanjut mantan Ketua Ikatan Mahasiswa Cilangkahan (IMC) ini, untuk menciptakan suasana yang berkeadilan, maka pemerintah juga harus menghentikan laju kedatangan Tenaga Kerja Asing (TKA) selama situasi negara dalam keadaan darurat kesehatan seperti sekarang ini. Selain itu, pihaknya mengecam tindakan arogansi dan represif aparat keamanan dalam menertibkan masyarakat di masa Pandemi.

    “Kami juga menuntut pemerintah pusat dan daerah untuk menyetabilkan harga dan distribusi barang kebutuhan pokok di seluruh wilayah NKRI,” tandas Alif.

    Tambahnya, sebagai negara yang menjunjung nilai-nilai toleransi dalam kegiatan keagamaan. Maka, kata Alif, pemerintah harus segera merevisi instruksi Mendagri Nomor 19 dan 20 tahun 2021 poin g, yang kaitannya dengan pembatasan tempat ibadah.

    “Semua pihak yang terdampak harus menjadi perhatian pemerintah dengan segera, baik itu pedagang, ojek, seniman, tenaga honorer dan masyarakat yang terdampak lainnya sesuai dengan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” papar Alif.(CR-01/WDO/DHE/ENK)

  • Normal Baru Kota Serang Bisa Gagal

    Normal Baru Kota Serang Bisa Gagal

    SERANG, BANPOS – Dalam seminggu terakhir, tambahan kasus terkonfirmasi positif di Kota Serang mencapai 5 kasus. Dua kasus tambahan terjadi pada Senin (8/6). Satu diantaranya belum diketahui kemungkinan terpaparnya.

    Keduanya warga itu sebelumnya sempat berstatus sebagai pasien dalam perawatan (PDP). Sekitar 30 Mei yang lalu, keduanya dipulangkan dari rumah sakit lantaran dinyatakan sembuh. Akan tetapi, hasil swab baru muncul pada 7 Juni.

    Dengan adanya tambahan kasus yang cukup signifikan itu, penerapan new normal di Kota Serang kembali dipertimbangkan. Keputusan akan diterapkannya atau tidak bergantung pada hasil video conference evaluasi penanganan Covid-19 dan persiapan new normal di Banten, bersama dengan seluruh kepala daerah dan tim gugus tugas pada hari ini.

    Juru bicara Gugus Tugas penanganan Covid-19 Kota Serang, W. Hari Pamungkas, mengatakan bahwa dua pasien positif tambahan merupakan warga Kelurahan Banjar Agung dengan inisial WL dan Kelurahan Cilaku dengan inisial DM.

    “WL pria berumur 45 tahun. Pekerjaan sebagai buruh. Sejak 22 Mei dirawat di RS dr. Drajat Prawiranegara dengan status sebagai pasien dalam pengawasan (PDP),” ujarnya.

    Menurut Hari, WL sudah melakukan tes swab pada saat dirinya dirawat sebagai PDP di RS dr. Drajat Prawiranegara dan hasilnya baru keluar pada 7 Juni yang lalu.

    “Kemungkinan terpaparnya belum diketahui pasti. Sampai dengan saat ini masih dalam proses pendalaman informasi,” kata Kepala Diskominfo Kota Serang itu.

    Sedangkan DM merupakan wanita berumur 49 tahun. Sama dengan WL, Hari menuturkan bahwa DM pada 26 Mei yang lalu dirawat di RS dr. Drajat Prawiranegara sebagai PDP. DM memiliki riwayat perjalanan ke zona merah.

    “Tes swab dilakukan pada 29 Mei yang lalu. Sedangkan hasilnya baru keluar pada 7 Juni. DM diketahui memiliki riwayat perjalanan pulang pergi ke luar daerah yang merupakan zona merah,” terangnya.

    Namun, Hari mengatakan bahwa keduanya pada saat itu sudah dipulangkan dari RS dr. Drajat Prawiranegara. Sebab, mereka sudah dinyatakan sembuh karena baru berstatus PDP.

    “Sekitar 30 Mei sudah dinyatakan sembuh. Namun ternyata ketika mereka sudah pulang, hasil swabnya positif. Kekhawatiran saya itu mereka tidak melakukan isolasi mandiri. Saat ini tim surveilance sedang melakukan tracking kembali. Keduanya juga sedang dibujuk untuk kembali dirawat di rumah sakit,” katanya.

    Menurut Hari, dengan adanya penambahan secara berturut-turut dalam seminggu terakhir ini, akan menjadi pertimbangan bagi Gugus Tugas terkait new normal.

    “Ini jadi satu catatan karena dalam satu minggu ini sudah ada lima pasien terkonfirmasi positif. Ini menjadi bahan pertimbangan bagi gugus tugas, bagaimana kami bisa menjalankan regulasi dari pusat dengan menyesuaikan kondisi di daerah,” jelasnya.

    Hari mengatakan, hal ini akan menjadi perhatian khusus bagi gugus tugas, terlebih dalam hal penerapan new normal dengan melihat kondisi saat ini.

    “Rencananya sih minggu ini sudah berjalan, dengan hasil data minggu lalu. Cuma besok (hari ini-Red) ada video conference se-Banten seluruh kepala daerah yang dipimpin oleh Gubernur Banten. Untuk penerapan new normal di Kota Serang, melihat hasil dari itu,” tandasnya.

    Terpisah, di Lebak juga terjadi penambahan pasien positif Covid-19. Kemarin, ada dua penambahan kasus baru sehingga penderita korona di wilayah itu menjadi empat orang.

    Salah satu pasien positif baru adalah warga berinisial A (38). Dia menjabat Sekretaris Desa (Sekdes) di salah satu desa di Kecamatan Cihara. Disebutkan, dari hasil uji Swab yang dilaksanakan tim Gugus Covid-19 Kecamatan Cihara beberapa waktu lalu, hasilnya hari Minggu (07/8) menyatakan yang bersangkutan dinyatakan positif terkonfirmasi virus korona.

    Dengan demikian ini adalah kasus positif korona ke tiga di Lebak, atau istilah sandinya L-03. Senin (08/06).

    Diketahui, beberapa waktu lalu A sempat kontak erat dengan S, yang berstatus selaku Ketua RT di Cihara yang saat itu terkonfirmasi positif Covid dan sudah menjalani isolasi selama 37 hari di Serang, kini sudah resmi dinyatakan sembuh beberapa hari kemarin.

    Kepada BANPOS, Kepala Puskesmas Kecamatsn Cihara, Hermansyah membenarkan bahwa hasil uji Swab terhadap A beberapa waktu lalu menyimpulkan yang bersangkutan terkonfirmasi positif.

    “Iya, hasil Swab yang bersangkutan resmi dinyatakan positif terkonfirmasi virus korona,” ujar Hermansyah, di lokasi, Senin (08/06).

    Menurutnya, yang bersangkutan kini masih disuruh tinggal di rumahnya dan tim gugus covid kecamatan akan terus melakukan pemantauan ketat terhadap yang bersangkutan.

    “Kalau sampai saat ini A masih tinggal di rumahnya, kondisinya masih sehat tidak bergejala. Namun keluarganya sudah dipisahkan, dia tinggal sendirian di rumah dalam pengawasan kami,” jelas Herman.

    Kata Herman, bahwa kesadaran masyarakat dalam hal ini patut diapresiasi. “Alhamdulillah kesadaran masyarakat cukup baik, semua yang pernah kontak erat dengan S mau di uji Swab,” katanya.

    Sementara keterangan dari Juru Bicara Tim Gugus Covid-19 Kabupaten Lebak, dr Firman Rahmatullah kepada BANPOS mengatakan, awalnya di Cihara ada S (L-01) dari Cihara yang terkonfirmasi positif pertama di Lebak.

    Dikatakan Firman, dari hasil tracking pihak gugus covid, S itu sempat kontak dengan beberapa orang warga setempat dan mereka sudah menjalani rapid test.

    “Awalnya S selaku L-01 yang terkorfirmasi positif, dari hasil penelusuran kontak S itu ada 31 orang yang sempat kontak dengan S, jumlahnya 24 orang warga desa itu, diantaranya A. Kronologisnya diketahui sebelum hasil Swab A dinyatakan positif, A sempat kontak erat dengan S. Dalam hal ini A adalah L-03, yakni kasus terkonfirmasi positif ke 3, sedangkan yang kedua adalah warga Warunggunung,” terangnya.

    Dijelaskan, tracking dan pengawasan lanjutan itu dilakukan secara pemilahan sesuai tingkat kerawaban kontak 31 orang itu.

    “Dalam pengawasan ini ini kita pilah, ke 24 orang ini masuk pengawasan ring 1, sedangkan sisanya warga dari luar desa ring 2 dan  warga desa setempat masuk ring 3. Nah, langkah ini menghasilkan hasil uji Swab untuk A yang baru keluar kemarin ia dinyatakan positif Covid. Sedangkan hasil Swab 23 warga lainnya masih menunggu,” jelas Firman. (DZH/WDO/ENK)

  • Iti Absen, Pemkab Curhat Soal Tes Swab ke KPK

    Iti Absen, Pemkab Curhat Soal Tes Swab ke KPK

    LEBAK, BANPOS – Dalam rangka menindaklanjuti rapat koordinasi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi yang telah dilaksanakan pada Selasa 5 mei 2020 lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengundang para Kepala Daerah dalam Rapat Koordinasi Program Percepatan Penanganan Covid-19 di Wilayah Provinsi Banten.

    Dalam kegiatan tersebut, Bupati Lebak diwakili oleh Sekretaris Daerah Dede Jaelani. Kegiatan dilaksanakan secara daring menggunakan video conference di Lebak Data Centre, Rabu (13/5).

    Pertemuan yang diadakan secara rutin ini sebagai wujud peran serta pemerintah bersinergi bersama dalam melawan Covid-19, rakor juga membahas berbagai permasalahan yang muncul disekitar pemerintah terkait Covid-19 terutama konteks barang dan jasa, refocusing data, serta bantuan sosial.

    Untuk menentukan langkah kebijakan yang tepat terkait Covid-19 di wilayah Kabupaten Lebak Dede Jaelani kembali mengusulkan kepada Korordinator Wilayah II KPK untuk bisa mempercepat hasil uji Swab.

    Dede menjelaskan lamanya hasil uji swab menjadi kendala bagi Pemkab Lebak untuk menentukan langkah-langkah kebijakan penanganan Covid-19.

    “Permasalahan yang kami hadapi adalah hasil uji swab yang terlalu lama, sedangkan hasil swab menjadi dasar kebijakan penanganan penekanan covid, jadi perlu ada ketegasan percepatan dalam hasil swab,” ucap Dede.

    Sementara itu, Koordinator Wilayah II KPK Asep Rahmat menjelaskan pihaknya akan terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait permasalahan-permasalahan yang terjadi di daerah-daerah di Provinsi Banten.

    Asep juga meminta kepada para Kepala Daerah untuk lebih gencar mendata masyarakat yang terdampak pandemi.

    “Kami dari satgas pencegahan mengidentifikasi permasalahan yg muncul disekitar pemerintah terkait Covid-19 terutama dalam konteks barang dan jasa, refocusing data dan bantuan sosial, apa yg paling penting dipenuhi dulu dan itu soal data kalo data sudah baik tentu saja bisa dilihat secara objektif,” tegas Asep.

    Selain Kepala Daerah yang ada di Provinsi Banten, Rakor juga dihadiri oleh Kepala LKPP, Inspektur Jenderal Kemendagri, dan Kepala BPKP Perwakilan Prov. Banten sebagai narasumber.(MG-02/PBN)

  • Iti Octavia Berikan Instruksikan Inventarisir Usaha Pertambangan

    Iti Octavia Berikan Instruksikan Inventarisir Usaha Pertambangan

    LEBAK, BANPOS – Terkait maraknya usaha tambang di Kabupaten Lebak yang kebanyakan tidak jelas keberadaan legalitasnya dan kerap muncul dalam pemberitaan media masa, Bupati Lebak mengeluarkan surat instruksi penertiban rekomendasi (izin) pertambangan, yang ditujukan kepada Camat dan Kepala Desa/Lurah se-Kabupaten Lebak, Jumat lalu, (08/05).

    Surat Instruksi yang ditandatangani Bupati Lebak, Iti Ovtovia Jayabaya itu sebagai upaya Pemkab Lebak untuk melakukan penataan investasi yang berkualitas, berwawasan lingkungan serta peningkatan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada sektor pertambangan di wilayah Kabupaten Lebak

    Dalam surat yang ditandatangan tertanggal 30 April 2020 tersebut, berisi instruksi kepada seluruh Camat dan Kepala Desa/Kelurahan se-Kabupaten Lebak, agar menginventarisir seluruh pelaku usaha serta kegiatan usaha di sektor pertambangan baik yang berizin maupun tidak berizin.

    Selain itu juga, dalam surat tersebut ditegaskan bahwa kegiatan usaha pertambangan yang belum memiliki izin agar dilakukan penghentian sampai perizinannya keluar.

    “Hasil inventarisir disampaikan paling lambat tanggal 14 Mei 2020 ke Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Lebak,” terang isi surat bupati.

    Terpisah Sekretaris Daerah Kabupaten Lebak Dede Jaelani kepada wartawan membenarkan surat tersebut adalah yang dikeluarkan oleh Bupati Lebak.

    Muatan surat tersebut, kata dia, sebagai upaya Pemerintah Kabupaten Lebak membenahi sektor pertambangan yang selama ini bayak yang belum mengantongi izin, sehingga tidak memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Lebak.

    “Ya benar itu surat dari ibu Bupati Lebak, agar Semua usaha di Lebak punya izin,” jelasnya.(WDO/PBN)

  • Telkom Bangun Station FFO di Lahan Perhutani, Asper Lebak: Bangunan Itu Tanpa Ijin

    Telkom Bangun Station FFO di Lahan Perhutani, Asper Lebak: Bangunan Itu Tanpa Ijin

    LEBAK, BANPOS – Tidak memiliki ijin, PT Telkom bangun station fanel fiber optik di lahan Perum Perhutani di Kampung Neglasari, Desa Sukanegara, Kecamatan Muncang.

    Tidak hanya melakukan pembangunan station fanel fiber optik tanpa seijin Perum Perhutani saja, PT Telkom juga diduga mengklaim lahan tersebut adalah lahan milik PT Telkom. Petunjuk bukti adanya klaim tersebut terlihat dengan adanya plang yang bertuliskan Tanah Milik Telkom.

    Asisten Perhutani (Asper) Kabupaten Lebak, Luki saat dihubungi BANPOS, Kamis (30/4) membenarkan, bahwa di lahan Perhutani telah berdiri bangunan station fanel fiber optik milik Telkom.

    Bangunan station fanel fiber optik yang telah di operasikan itu, menurut Luki, tanpa seijin dari pihaknya (Perhutani).

    “Iya benar, station fanel fiber optik yang berdiri dilahan Perhutani di Kampung Neglasari Desa Sukanegara Kecamatan Muncang itu milik Telkom. Sama sekali gak ada ijin dari Perhutani,” katanya

    Ditanya soal plang klaim kepemilikan atas lahan seluas bangunan station FFO oleh Telkom, Luki juga membenarkan adanya plang klaim kepemilikan tanah tersebut.

    Terkait hal tersebut jelas Luki, pihaknya telah melakukan klarifikasi kepada pihak Telkom dan meminta pihak Telkom menunjukan bukti-bukti sebagai dasar kepemilikan tanah tersebut.

    “Kita sudah lakukan klarifikasi, dan pihak Telkom tidak bisa menunjukan bukti kepemilikan tanah itu. Pihak Telkom juga mengakui bahwa bangunan SFFO itu berdiri di lahan Perhutani. Plang klaim kepemilikan tanah itu sudah dicabut oleh pihak Telkom sendiri,” jelasnya

    Luki menegaskan, pihaknya juga telah melaporkan persoalan tersebut kepada pimpinannya dan melayangkan surat untuk meminta penjelasan dari pihak Telkom. Dan jawaban yang diterimanya dari pihak Telkom itu mereka mengajak kerjasama.

    General Suport PT Telkom, Junar, saat dikonfirmasi BANPOS melalui pesan singkat WhatsApp telepon celulernya hingga berita ini dilansir belum merespons.

    Ketua Ormas LMPI Marcab Lebak, Herli Suhendi mengatakan, yang mendapati adanya bangunan SFFO milik Telkom di lahan Perhutani mengatakan, sebagi perusahaan besar PT Telkom tidak gegabah melakukan pembangunan dilahan yang belum jelas.

    “Seharusnya ijin dulu, kalau pun mau bekerjasama kan ada prosedur yang harus ditempuh tidak asal main bangun saja,” katanya

    Namun, dengan adanya plang klaim kepemilikan tanah Perhutani oleh Telkom itu jelas Herli, mungkin saja bukan tanpa dasar dan klaim tanah tersebut sudah terjadi dengan petunjuk bukti adanya plang yang bertuliskan Tanah Milik Telkom.

    “Iya kan, kalau tidak ada apa-apa maka pihak Perum Perhutani harus berani membongkar bangunan station fanel fiber optik milik Telkom yang telah berdiri dan telah digunakan oleh masyarakat,” jelasnya

    “Boleh bekerjasama sesuai aturan. Tapi perlu di ketahui bahwa untuk alih fungsi lahan tersebut harus ada izin dari kementerian,” pungkasnya (CR-01/PBN)