TANGERANG, BANPOS – Perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat telah diumumkan oleh pemerintah pusat. Namun, pemerintah di daerah tetap menunggu arahan dari Pemprov Banten untuk mengikuti kebijakan tersebut.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Tangerang, dr. Hendra Tarmizi mengatakan, secara umum daerah yang masuk dalam penerapan PPKM Darurat, tentu akan melakukan perpanjangan sesuai yang telah diumumkan Presiden Joko Widodo, Selasa (20/7) lalu.
“Secara umum ya pasti ikutin, tapi kita tunggu arahan lebih lanjut juga dari Provinsi Banten, seperti apa teknisnya,” kata Hendra di Tigaraksa, Rabu, (21/7).
Selama penerapan PPKM Darurat yang dimulai dari tanggal 3 hingga 20 Juli 2021, angka kasus Covid-19 di Kabupaten Tangerang justru mengalami kenaikan signifikan, meskipun mobilitas masyarakat bisa ditekan.
“Mobilitasnya bisa ditekan, tapi angka kasusnya meningkat, karena saat PPKM Darurat itu, kita meningkatkan tracing,” jelasnya.
Hendra menambahkan, peningkatan angka Covid-19 di Kabupaten Tangerang dalam satu hari mencapai 200 kasus, padahal sebelumnya hanya berkisar 100 kasus.
“Angkanya tembus 200 dan itu dominasi oleh orang tanpa gejala (OTG), makanya kami tidak henti-hentinya terus melakukan vaksinasi dalam membentuk herd immunity dan mengingatkan agar masyarakat disiplin protokol kesehatannya,” ujarnya.
Terpisah, Walikota Cilegon Helldy Agustian menyampaikan pihaknya tetap menerapkan PPKM Darurat melalui Surat Keputusan Walikota Cilegon dengan Nomor: 360/Kep. 173-BPBD/2021 Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat tingkat Kota Cilegon. Pemberlakuannya selama lima hari terhitung sejak Tanggal 21-25 Juli 2021 diterapkan Pemerintah Kota Cilegon.
Dalam Surat Keputusan Walikota Cilegon tentang PPKM juga tercantum, terhadap wilayah Rukun Tetangga/ Rukun Warga dengan kriteria Zona Merah yaitu wilayah yang terdapat lebih dari 5 (lima) rumah dengan kasus konfirmasi positif dalam satu RT selama 7 (tujuh) hari terakhir.
Menurut Walikota Cilegon Helldy Agustian dalam Surat Keputusannya, selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam diktum kedua yaitu, meniadakan kegiatan sosial kemasyarakatan yang menimbulkan kerumunan dan berpotensi menimbulkan penularan, membatasi akses keluar masuk wilayah RT/RW terhitung mulai pukul 06.00 WIB sampai dengan jam 20.00 WIB.
Dikatakan Helldy, untuk pengawasan pelaksanaan ketentuan PPKM dilakukan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Tingkat Kota Cilegon sampai dengan tingkat RT/RW dengan melibatkan unsur TNI, Kepolisian dan unsur masyarakat antara lain Satlinmas, Tim Penggerak PKK, Kader Posyandu, Dasawisma, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Tokoh Adat, Penyuluh, Pendamping, Tokoh Pemuda, Tenaga Kesehatan, Karang Taruna serta relawan lainnya.
“Lurah dan Ketua RT/RW mengoptimalkan Posko pengawasan PPKM dalam pelaksanaan Keputusan ini,” katanya
Helldy menegaskan, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 tingkat Kota Cilegon melakukan evaluasi pelaksanaan PPKM. Adapun biaya yang timbul akibat pelaksanaan PPKM, dibebankan pada Anggaran Pendapatan Daerah Kota Cilegon dan sumber pembiayaan lain yang sah dan tidak mengikat
“Satgas Covid-19 harus melakukan evaluasi, biayanya dari APBD Kota Cilegon,” tegasnya.
Terpisah, Juru Bicara Satgas Covid-19 Kabupaten Pandeglang, dr. Achmad Sulaeman mengklaim, adanya keterlambatan input data perkembangan kasus Covid-19 di beberapa Puskesmas. Alhasil, Kabupaten Pandeglang yang sebelumnya berstatus zona kuning, kini menjadi zona merah atau wilayah dengan resiko penularan paling tinggi.
Ia menerangkan, jika keterlambatan pengiriman input data bukan tanpa alasan. Pasalnya, beberapa operator yang biasa melakukan input data, sebagian sedang menjalani isolasi mandir karena terpapar covid-19. Akibatnya, data perkembangan kasus covid-19 di Kabupaten Pandeglang yang seharusnya dilaporkan setiap hari mengalami penumpukan.
“Karena seminggu kemarin, orang yang bertugas mencatat dan mengirim update data ke Provinsi sebagian atau 50 persen itu terpapar covid-19. Kemudian trennya terus naik, akhirnya menjadikan Pandeglang ditetapkan menjadi zona merah. Secara otomatis, Kabupaten Pandeglang saat ini tidak lagi menerapkan Instruksi Bupati (Inbup) Nomor 2 Tahun 2021, tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Skala Mikro Diperketat. Namun, menerapkan PPKM Darurat, sesuai instruksi Menteri Dalam Negeri (InMendagri),” ungkap Sulaeman.
Sulaeman menambahkan, bahwa Penerapan PPKM Darurat sudah mulai dilaksanakan. Selain itu, kata dia, PPKM Darurat adalah, kebijakan yang tidak bisa dihindari. Karena itu sesuai instruksi Mendagri Nomor 22 tahun 2021 tentang, PPKM Darurat Covid-19 di Jawa dan Bali.
“PPKM darurat sudah kita laksanakan dari Minggu kemarin ya, sebelum kita memasuki zona merah. Untuk itu, mari kita semua bekerjasama, untuk melaksanakan PPKM Darurat ini. Dengan harapan, kasus penyebaran Covid-19 di Pandeglang akan segera turun,” katanya.
Diketahui, jumlah kasus konfirmasi atau positif terpapar Covid-19 di Kabupaten Pandeglang, saat ini tercatat sebanyak 4.854 orang.
“Dari jumlah total yang positif 4.854 orang, terdiri dari 3.148 orang selesai dirawat atau sembuh, sebanyak 1.576 orang masih diisolasi atau dirawat, dan 130 orang telah meninggal dunia,” terang Sulaeman.
Pada bagian lain, massa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Selatan (Aras) akan melakukan unjuk rasa di area Malingping, Lebak selatan (Baksel) pada Kamis (22/7) ini. Disebutkan, aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk penolakan terhadap keputusan pemerintah yang telah memperpanjang PPKM Darurat.
“Kami menolak PPKM Darurat. Kami menuntut pemerintah pusat dan daerah untuk segera memberlakukan karantina wilayah dengan syarat dipenuhi semua kebutuhan dasar masyarakat sesuai amanat konstitusi UU Nomor 6 Tahun 2018,” ungkap Alif Ibnu Sina Korlap Aksi Aras kepada BANPOS, Rabu petang (21/07).
Menurut Alif, pijakan konstitusi harus digunakan sebagai landasan dalam pengambilan kebijakan, seperti halnya ketika diterapkan karantina wilayah, maka selama karantina wilayah kebutuhan dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, hal ini tertuang dalam pasal 55 ayat 1 dan 2 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan.
“Tanggung-jawab pemerintah pusat dalam penyelenggaraan karantina wilayah dilakukan dengan melibatkan pemerintah daerah dan pihak terkait,” jelasnya.
Selain itu, lanjut mantan Ketua Ikatan Mahasiswa Cilangkahan (IMC) ini, untuk menciptakan suasana yang berkeadilan, maka pemerintah juga harus menghentikan laju kedatangan Tenaga Kerja Asing (TKA) selama situasi negara dalam keadaan darurat kesehatan seperti sekarang ini. Selain itu, pihaknya mengecam tindakan arogansi dan represif aparat keamanan dalam menertibkan masyarakat di masa Pandemi.
“Kami juga menuntut pemerintah pusat dan daerah untuk menyetabilkan harga dan distribusi barang kebutuhan pokok di seluruh wilayah NKRI,” tandas Alif.
Tambahnya, sebagai negara yang menjunjung nilai-nilai toleransi dalam kegiatan keagamaan. Maka, kata Alif, pemerintah harus segera merevisi instruksi Mendagri Nomor 19 dan 20 tahun 2021 poin g, yang kaitannya dengan pembatasan tempat ibadah.
“Semua pihak yang terdampak harus menjadi perhatian pemerintah dengan segera, baik itu pedagang, ojek, seniman, tenaga honorer dan masyarakat yang terdampak lainnya sesuai dengan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” papar Alif.(CR-01/WDO/DHE/ENK)