TANGERANG, BANPOS – Pemkab Tangerang telah menyiapkan sejumlah langkah mitigasi guna mencegah dampak kekeringan menghadapi potensi puncak fenomena El Nino, yang diperkirakan terjadi pada Agustus-September. Terlebih, beberapa kecamatan berpotensi terjadi kekeringan.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Tangerang, Asep Jatnika Sutrisno, mengatakan bahwa langkah awal mitigasi tersebut adalah dengan melakukan pemetaan geografis terhadap wilayah rawan bencana kekeringan.
“Prediksi akan ada sembilan kecamatan yang mengalami kekeringan, yakni Kecamatan Sindang Jaya, Jambe, Kronjo, Kresek, Jayanti, Gunung Kaler, Mauk dan Kemiri,” katanya kepada awak media, Senin (7/8).
Sementara untuk langka penanganannya, Asep menuturkan bahwa pemerintah daerah akan segera mendistribusikan bantuan benih padi varietas tahan kering untuk 1.000 hektare, di area pertanian yang terdampak tersebut.
“Kami sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat, untuk bantuan benih yang tahan terhadap kekeringan atau pola tanam hemat air untuk 1.000 hektare, dan kita sudah siap untuk mendistribusikan ke setiap daerah yang terdampak El Nino,” ungkapnya.
Selain itu, pihaknya juga bakal menurunkan sebanyak delapan unit mesin pompa air, untuk menanggulangi kekurangan air yang diperkirakan akan melanda di daerah pertanian pada sembilan kecamatan tersebut.
“Kami sudah menyiapkan delapan unit mesin pompa air untuk menanggulangi kekurangan air di area terdampak. Monitoring dan intervensi juga terus kami lakukan pada area yang mengalami kekeringan, salah satunya dengan melakukan pemantauan sumber air di area tersebut,” terangnya.
Untuk diketahui, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengingatkan semua pihak terkait dengan dampak yang ditimbulkan dari fenomena El Nino. Namun, El Nino yang dihadapi sejak Juli kemarin, masih disebut lemah.
“Jadi El Nino itu sesuai hasil prediksi sudah mulai terjadi di Indonesia sejak Juli. Tapi sesuai hasil prediksi juga, El Nino-nya masih lemah di awal-awal Juli itu,” kata Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati.
Dalam hal ini menurutnya, dampak dari El Nino pada awal Juli masih kurang signifikan atau kurang terasa karena El Nino-nya masih lemah. Akan tetapi beberapa hari lalu, sesuai hasil prediksi, indeks El Nino semakin menguat dari yang awalnya masih lemah mulai menjadi moderat.
“Nah, ini baru mulai menjadi moderat. Makanya kami terus gencar mengimbau, mengingatkan, dengan El Nino yang semakin moderat atau semakin menguat, tentunya dampaknya akan menguat juga,” ujarnya.
Dengan demikian, puncak terjadinya El Nino diprediksi akan berlangsung pada bulan Agustus-September, dan hal itu akan berakibat pada musim kemarau yang lebih kering dari kemarau saat tidak terjadi El Nino, seperti pada tahun 2020, 2021, dan 2022.
Dia mengatakan, jika kondisinya semakin kering, dampak lanjutnya adalah lahan dan hutan menjadi mudah terbakar. Selain itu, dampak yang diberikan itu kepada para petani karena air semakin kurang, sehingga sektor pertanian akan terganggu. (DZH/ANT)