Tag: Pemprov

  • Indeks Standar Pencemaran Udara Kudu Diperkuat

    Indeks Standar Pencemaran Udara Kudu Diperkuat

    JAKARTA, BANPOS – Pemerintah perlu melakukan penguatan publikasi Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU). Dengan begitu, acuan informasi mengenai kualitas undara di Indonesia menjadi semakin jelas.

    Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin mengatakan, informasi tentang kualitas udara dalam bentuk ISPU harusnya bisa mengacu pada data Pemerintah.

    Ahmad meminta Ombudsman, DPR dan pemerintah agar publikasi ISPU diperkuat lewat lembaga Pemerintah yang sudah ada seperti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

    Dengan begitu, pubikasi indeks standar pencemar udara tidak dikuasai pihak-pihak yang mempunyai tujuan lain dalam mempublikasikan kualitas udara.

    “Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebenarnya sudah mampu mengintegrasikan ISPU untuk menjadi sajian informasi yang benar bagi masyarakat,” katanya dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk ‘Indonesia Dalam Kepungan Polusi dan Solusinya’ yang diselenggarakan Ombudsman dikutip Senin (25/9).

    Menurutnya, informasi kualitas udara saat ini dikuasai oleh pihak tertentu. Hasilnya, informasi kualitas udara yang muncul ke publik berbeda-beda, seperti misalnya perbedaan informasi antara dari ISPU milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan IQAir.

    Peneliti sekaligus Guru Besar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung Prof. Puji Lestari mengimbau kepada masyarakat untuk tidak terlalu mengkhawatirkan soal kualitas udara di Jakarta.

    Menurutnya, standar konsentrasi baku mutu Indonesia memakai 55 mikrogram per meter kubik. Kualitas udara masih sedang atau aman dan tidak berbahaya seperti yang banyak beredar.

    Sementara standar kualitas udara yang dirilis produsen air purifier IQAir memakai standar Amerika yang memakai standar baku mutu 25 mikrogram per meter kubik.

    “Dengan demikian, angka kualitas yang dipaparkan di website IQAir terlihat memburuk. Itu tidak sesuai dengan standar Indonesia,” katanya.

    Menurut Prof. Puji, standar konsentrasi baku mutu yang digunakan KLHK sudah benar dan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk itu, identifikasi data masalah polusi udara harus selalu merujuk kepada hasil ISPU yang dimiliki KLHK. (RMID)

    Berita Ini Telah Tayang Di RMID https://rm.id/baca-berita/nasional/189908/indeks-standar-pencemaran-udara-kudu-diperkuat

  • Pemprov Banten Tidak Prioritaskan Masyarakat

    Pemprov Banten Tidak Prioritaskan Masyarakat

    SERANG, BANPOS – Kritikan terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten dalam melakukan pemangkasan terhadap alokasi anggaran belanja modal pada APBD Perubahan Tahun Anggaran 2023 semakin meluas.

    Sebelumnya, salah seorang anggota Komisi IV DPRD Provinsi Banten dari Fraksi Gerindra, Muhammad Nizar melontarkan kritikan terkait kebijakan pemangkasan anggaran itu dengan mengatakan bahwa perencanaan anggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten buruk.

    Kini hal senada juga disampaikan oleh Deputi Direktur PATTIRO Banten, Amin Rohani.
    Amin berpandangan dengan adanya kebijakan pemangkasan alokasi anggaran belanja modal membuktikan bahwa, Pemprov Banten belum sepenuhnya memprioritaskan kepentingan masyarakat.

    “Dapat dimaknai bahwa pemerintah masih belum memprioritaskan kepentingan masyarakat atau publik di atas kepentingan pemerintah itu sendiri,” ungkapnya kepada BANPOS.

    Menurutnya, Pemprov Banten seharusnya mengambil kebijakan penambahan jumlah porsi anggaran belanja modal, bukan malah sebaliknya

    Alasannya karena belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah yang dapat dirasakan langsung kebermanfaatannya oleh masyarakat.

    Lain halnya dengan belanja operasional yang dinilainya tidak dirasakan langsung oleh masyarakat dampak dari kebermanfaatannya.

    “Idealnya belanja modal mesti lebih besar dibandingkan belanja operasional, karena belanja modal lah yang akan disalurkan untuk urusan-urusan yang langsung berkaitan dengan kepentingan pembangunan masyarakat,” ujarnya.
    Terlebih lagi saat ini, masih banyak permasalahan yang terjadi di tengah masyarakat yang harus segera ditangani oleh Pemprov Banten.

    Seperti misalnya, pemerataan kualitas pendidikan yang dianggap belum sepenuhnya mampu dirasakan oleh masyarakat di Provinsi Banten.

    “Ketimpangan pendidikan masih terjadi, sebaran Sekolah Menengah Atas (SMA) masih belum merata,” terangnya.
    Tidak hanya di sektor pendidikan, permasalahan di sektor kesehatan seperti stunting dan kematian ibu dan anak juga tidak boleh luput dari perhatian Pemprov Banten.

    “Angka stunting masih di Kisaran 20 persen, begitu juga dengan angka kematian ibu dan bayi yang juga masih cukup tinggi,” imbuhnya.

    Oleh karena itu Amin menilai, berdasarkan permasalahan yang terjadi, maka tidak tepat jika Pemprov Banten memutuskan untuk memangkas alokasi anggaran belanja modal yang yang sejatinya diperuntukan untuk kepentingan masyarakat.

    “Jelas itu kebijakan yang tidak tepat,” tegasnya.

    Ia pun menambahkan, seharusnya dipangkas itu bukanlah belanja modal melainkan tunjangan pegawai pemerintahan yang dialokasikan dalam belanja operasional.

    “Belanja operasional Pemprov Banten dapat ditekan melalui pemangkasan tunjangan kinerja yang menurut sebagian besar masyarakat masih terlalu tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya,” tandasnya.

    Sebelumnya, Partai Gerindra, Muhammad Nizar menyalahkan perencanaan Pemprov Banten yang dinilai tidak matang.
    Menurutnya, Pemprov Banten dalam menyusun perencanaan anggaran, terlalu tinggi memasang target SiLPA di APBD Murni 2023.

    Karena hal itulah kemudian menurutnya turut berdampak terhadap rencana pembiayaan belanja daerah di RAPBD Perubahan tahun ini.

    “Menurut saya itu adalah salah perencanaan terkait dengan penganggaran 2023. Karena ternyata SiLPA nya yang dipasang terlalu besar. Padahal waktu saya ingat tidak segitu yang dipasang, akhirnya berakibat kepada kekurangan anggaran, kan?” kata Nizar kepada BANPOS pada Selasa (19/9).

    Nizar menyebutkan SiLPA yang ditargetkan oleh Pemprov Banten di tahun 2023 angkanya mencapai Rp615 miliar, namun menurut keterangannya dari target yang ditetapkannya itu hanya mampu direalisasi sekitar Rp400 miliar.

    “SiLPA yang dipasang di 2023 Rp615 miliar, sementara SiLPA yang tercapai hanya sekitar Rp400 miliar lebih. Jadi hampir Rp200 miliar itu SiLPA yang ngawang-ngawang,” tuturnya.

    Di samping itu ia juga bertanya-tanya, mengapa Pemprov Banten berani memasang target yang tinggi terhadap SiLPA di APBD Murni Tahun Anggaran 2023.

    Ia menaruh curiga, barangkali memang sebenarnya Pemprov Banten sengaja merencanakan hal tersebut.

    “Seharusnya bukan SiLPA yang dipasang begitu tinggi. Kalau kayak gitu kan semacam SiLPA yang direncanakan,” ujarnya.

    Oleh karenanya, ia mengkritik keras keras kebijakan tersebut dengan mengatakan bahwa perencanaan Pemprov Banten buruk.

    “Inikan berarti perencanaannya yang buruk. Kok bisa berani pasang SiLPA yang begitu besar,” tandasnya.(CR-02/PBN)

  • Al Sebut Kenaikan Harga Beras Masih Wajar

    Al Sebut Kenaikan Harga Beras Masih Wajar

    SERANG, BANPOS – Pemprov mengakui harga beras dipasaran mengalami naik turun atau fluktuatif. Hal ini disebabkan adanya fenomena El Nino. Meski demikian berdasarkan data yang dimiliki oleh pemprov, kenaikan harga beras tersebut masih tahap wajar, dan inflasi terkendali, dibawah rata-rata nasional.

    Pj Gubernur Banten Al Muktabar mengatakan pihaknya terus melakukan langkah-langkah upaya dalam pengendalian inflasi di tengah fenomena El Nino. Di antaranya menjaga stabilitas harga dan ketersediaan bahan pokok.

    “Penanganan inflasi di Provinsi Banten masih relatif dapat tertangani dengan baik. Parameter secara menyeluruh angka inflasi kita di 2,93 persen Y-o-Y atau berada di bawah nasional di angka 3,08 persen,” ungkap Al Muktabar usai mengikuti Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang dipimpin Menteri Dalam Negeri M Tito Karnavian secara Virtual di Pendopo KP3B Curug, Kota Serang, Senin (28/8).

    Selanjutnya, Al Muktabar menyampaikan terkait dengan kebutuhan pokok khususnya cabai dan beras saat ini mengalami sedikit fluktuatif harga. Meski demikian, hal tersebut masih dapat terjaga dengan baik.

    “Kita mempersiapkan bila ada yang sangat krusial, maka kita lakukan operasi pasar. Tetapi operasi pasar ini tidak bisa terus dilakukan, karena bisa mengganggu dan berdampak pada stabilitas harga,” katanya.

    “Titik keseimbangan dari supply and demand perlu dijaga, sehingga dapat saling menguntungkan antara pedagang dan konsumen maupun produsen,” sambungnya.

    Selain itu, Al Muktabar juga menuturkan saat ini terdapat beberapa daerah yang akan memasuki musim panen padi, sehingga diharapkan hal tersebut memberikan tambahan produksi beras.

    “Termasuk juga dengan cabai, mungkin kedepan kita akan melakukan penen cabai di beberapa titik,” imbuhnya.
    Pihaknya juga telah membangun komunikasi dengan champion-champion dan pemerintah daerah lainnya, serta mendorong PT Agrobisnis Banten Mandiri (ABM) untuk menjadi lembaga yang menjembatani champion dengan Pemprov Banten.

    “Jadi bila ada tekanan harga kita mengontak champion itu, sebenarnya kita ingin mendorong kemandirian namun karena itu terbatas. Maka kita menggunakan instrumen champion dan BUMD kita menjadi lembaga yang menjembatani hal itu,” tandasnya.

    Sementara itu, menyikapi kenaikan harga beras, Dinas Ketahanan Pangan (DKP) Kota Tangerang bersama Bulog Tangerang melakukan melakukan droping Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras di pasaran.

    Kali ini, Bulog melakukan droping SPHP beras kelima toko beras dengan jumlah 2 ton per toko dan per minggunya. Diantaranya, Toko Jaya Bakti dan Toko Sinhap Pasar Anyar, Toko Beras Ko Iwan Pasar Grendeng, Toko Beras Sinar Rejeki Jalan Prabu Kian Santang Nomor 77 Sangiang Jaya dan Koperasi Primer Kartika Sidayaguna Sukasari Tangerang, Senin (28/8).

    Kepala Bulog Tangerang, Omar Syarif mengungkapkan penyaluran 200 ton beras di Kota Tangerang ini sebagai upaya stabilisasi harga beras. Beras yang disalurkan dalam ukuran 5 Kilogram dengan harga Rp8.500/ Kg. Sementara, pedagang hanya boleh menjual Rp9.450 per kilogram atau Rp47.250 per 5 Kilogram.

    “Dengan droping SPHP beras ini, masyarakat bisa memilih beras yang disalurkan Bulog ke kurang lebih 40 toko di Kota Tangerang. Pastinya dengan harga yang lebih murah dari pasaran dengan kualitas yang layak. Rp9.450 per kilo atau Rp47.250 per lima kilo,” papar Omar.

    Ia pun menyatakan, SPHP atau dropping SPHP beras ini akan terus dilaksanakan hingga harga beras di pasaran kembali stabil. SPHP ini tidak ada batasan waktu, terus dilakukan dan akan dimasifkan pada kondisi harga pasar naik seperti saat ini.

    “Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi kenaikan harga beras di pasaran. Salah satunya karena kurangnya pasokan, berkaitan dengan musim kemarau yang panjang, secara hukum pasar jika pasokan kurang maka harga naik. Kemudian kedua, areal panen luasan semakin menipis di tengah permintaan pasar yang tinggi, maka jelas harga naik,” jelas Omar.

    Dalam data Bulog Tangerang, stok beras saat ini masih tercatat aman, dengan stok tersedia 17 ribu ton beras. “Jadi, jika setiap bulannya keluar 1000 ton, stok masih aman 17 bulan kedepan. Kalau jika permintaan naik dua kali lipat pun masih aman sembilan bulan kedepan,” katanya.

    “Dengan itu, masyarakat diimbau untuk tidak panik dengan kondisi kenaikan harga beras saat ini, stok Bulog Tangerang aman dan masyarakat bisa memilih SPHP beras dengan harga yang terjangkau,” tambahnya.(RUS/PBN/BNN)