SERANG, BANPOS – Komisi II DPRD Banten menilai penanganan antisipasi el nino di Provinsi Banten dirasa kurang optimal. Hal itu diungkapkan langsung oleh sekretaris Komisi II DPRD Banten, Oong Syahroni saat ditemui di ruangannya pada Rabu (9/8).
“Berdasarkan hasil evaluasi dari Komisi II penanganannya (el nino) belum optimal,” kata Oong Syahroni.
Oong juga menyebutkan bahwa sejumlah lahan pertanian di Provinsi Banten berpotensi mengalami gagal panen yang terbilang cukup tinggi, akibat dari dampak terjadinya cuaca ekstrem tersebut.
Oleh karenanya, politisi asal partai Gerindra itu pun meminta kepada seluruh pihak yang terkait khususnya Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) untuk dapat lebih menggiatkan kembali program penanganan permasalahan el nino.
Salah satu upaya antisipasi yang bisa dilakukan, menurut Oong, dalam rangka mengatasi gagal panen akibat dampak el nino adalah dengan cara penyaluran program asuransi petani oleh Pemprov Banten.
“Beberapa daerah punya potensi untuk gagal panen begitu tinggi, dan itu juga perlu diantisipasi juga dengan beberapa upaya di antara nya adalah asuransi pertanian, atau bantuan bibit untuk ditanam kembali ketika musim tanam tiba,”
“Hal-hal ini yang segera harus dilakukan oleh dinas terkait, agar masyarakat petani bisa dibantu,” ucap Oong.
Politisi asal Kabupaten Lebak itu juga mengaku, pada beberapa kesempatan dirinya sempat mendapati sejumlah keluhan dari para petani yang mengaku, lahan pertaniannya mengalami gagal panen akibat dari dampak el nino.
Kemudian, ia juga tidak menampik jika Pemprov Banten telah melakukan berbagai macam upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut. Namun lagi-lagi, Oong melihatnya hal itu belum sepenuhnya optimal dilaksanakan.
Kedepannya, dari hasil evaluasi tersebut ia meminta agar lebih dipersiapkan kembali langkah-langkah konkrit penanganan el nino oleh Pemprov Banten, jika di tahun mendatang kembali terjadi.
“Beberapa kegiatan sudah dilakukan oleh Dinas Pertanian, mungkin dengan adanya pinjam pakai pompa air milik Dinas Pertanian, kemarin ada program pipanisasi dari sumber air pegunungan itu salah satu solusi yang sudah dilakukan,”
“Walaupun sejauh ini, kami Komisi II menilai belum optimal. Maka kedepan menjadi catatan kita semua, ketika el nino ini memang sudah bisa diprediksi, langkah-langkah konkrit untuk antisipasinya dapat dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya,” jelasnya.
Di samping itu, Oong juga menyoroti perihal kebijakan anggaran penanganan masalah di sektor pertanian dirasa belum begitu memadai.
Akibatnya, karena anggaran yang ada belum begitu memadai, turut berdampak pula pada pelaksanaan program yang berkaitan dengan optimalisasi sektor pertanian.
“Sejauh yang saya tahu sebagai pimpinan Komisi II, anggaran sektor pertanian masih belum sesuai, belum ideal. Makanya saya melihat beberapa kegiatan yang seharusnya tersupport belum bisa disupport karena keterbatasan anggaran,” ungkapnya.
Oong mengungkapkan, selama ini, anggaran yang dialokasikan oleh Pemprov Banten untuk pelaksanaan program di sektor pertanian berada di bawah angka 4,5 persen dari total APBD Provinsi Banten.
Menurut Oong, idealnya anggaran untuk sektor pertanian di kisaran angka enam sampai tujuh persen.
“Kalau dari postur APBD kita yang Rp11,5 triliun untuk anggaran sektor pertanian, khususnya yang ada di bawah mitra Komisi II itu masih di bawah 4,5 persen jadi belum ideal sekali,”
“Untuk Banten sepertinya di enam sampai tujuh persen itu sudah ideal,” tandasnya.
Dinas Pertanian Provinsi Banten menyediakan pinjaman pompa untuk membantu petani mengairi sawah selama musim kemarau, yang tahun ini lebih kering dari biasanya karena ada fenomena El Nino.
“Kami mengecek langsung ke daerah Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, dan kami telah meminjamkan pompa air untuk membantu para petani mengairi sawah,” kata Kepala Dinas Pertanian Provinsi Banten Agus M Tauchid di Serang, Rabu.
Ia menyampaikan bahwa layanan peminjaman pompa disediakan untuk membantu petani mengalirkan air dari Sungai Cibaliung ke sawah mereka.
Sebelum layanan peminjaman pompa dijalankan, ia mengatakan, Dinas Pertanian menurunkan tim untuk memetakan jarak lokasi sawah dengan sungai.
“Semoga hal tersebut dapat membantu para petani,” katanya.
Kepala Bidang Pengendalian dan Penanggulangan Bencana Pertanian Dinas Pertanian Provinsi Banten Saiful Bahri Maemun mengatakan bahwa dinas sudah memetakan daerah-daerah yang rawan mengalami kekeringan dan banjir.
“Dengan basis data itu, kita bisa lebih mudah melakukan pemetaan dalam rangka mengantisipasi dampak El Nino,” katanya.
Menurut dia, Dinas Pertanian Provinsi Banten juga menugaskan Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) yang tersebar di seluruh kecamatan untuk melaporkan kejadian kekeringan maupun banjir di wilayah kerja mereka.
“Mereka selalu melaporkan secara rutin kepada kami ketika terjadi bencana kekeringan atau banjir di wilayah binaannya masing-masing,” katanya.
Berdasarkan data Gerakan Pengendalian Dampak Iklim Dinas Pertanian Provinsi Banten, lahan yang terdampak kekeringan di Provinsi Banten sejak Juli hingga 7 Agustus 2023 luasnya mencapai 639 hektare.
Perinciannya, kekeringan ringan terjadi pada 605 hektare lahan, kekeringan sedang terjadi pada 30 hektare lahan, kekeringan berat terjadi pada empat hektare lahan.(MG-01/ANT/PBN)