Tag: Pemprov Banten

  • Bimtek Pemberdayaan Masyarakat, Pemprov Banten Maksimalkan Gerakan Antikorupsi

    Bimtek Pemberdayaan Masyarakat, Pemprov Banten Maksimalkan Gerakan Antikorupsi

    SERANG, BANPOS – Penjabat (Pj) Gubernur Banten, Al Muktabar mengatakan Pemerintah Provinsi Banten memaksimalkan gerakan antikorupsi. Melalui Pemerintahan yang bersih serta pelaku usaha yang bersih, kesejahteraan masyarakat semakin terwujud.

    Hal itu diungkap Al Muktabar pada Pembukaan Bimbingan Teknis Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat dengan tema “Mewujudkan Dunia Usaha Antikorupsi Melalui Penanaman Nilai-nilai Integritas” di Aula Lantai 7 Gedung Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Banten, KP3B Curug, Kota Serang, Kamis, (13/7).

    “Pagi hari ini kita melanjutkan apa yang KPK RI terkait edukasi antikorupsi yang pesertanya pelaku usaha, kemarin para Kepala Organisasi Perangkat Daerah Provinsi Banten. Seperti disampaikan kemarin bahwa agenda kerja KPK RI ini bagian kebersamaan dengan Pemerintah Provinsi Banten yang juga akan dilaksanakan di Provinsi lain. Tahun 2023 dimulai dari Provinsi Banten,” ungkapnya.

    “Kita berharap dengan kehadiran KPK kita diingatkan untuk benar-benar pemerintahan yang bersih, pengusaha yang bersih, sehingga pencapaian kesejahteraan masyarakat semakin baik,” tambah Al Muktabar.

    Dikatakan, Pemprov Banten pada dasarnya telah melakukan usaha semaksimal mungkin untuk menggerakkan dan mengoptimalkan antikorupsi ini. Sehingga bisa kita lihat dari berbagai pencapaian kinerja pembangunan, pemerintahan, dan kemasyarakatan Provinsi Banten berjalan cukup baik.

    “Tentu kita tidak berpuas diri dengan pencapaian yang sudah ada, kita harus terus meningkatkannya. Di antaranya seperti yang kita lakukan di pagi hari ini,” ungkap Al Muktabar.

    “Pengusaha sebagai penggerak perekonomian pada kehidupan masyarakat. Ada lapangan kerja, penghasilan, yang dalam jumlah tertentu bisa menjadi sumber penghasilan daerah dari sektor pajak, retribusi, dan seterusnya. Tentu dalam rangka menjalankan itu, prinsip-prinsip antikorupsi penting sekali,” tambahya.

    Dikatakan, khusus akses kerja cakupan pembiayaan Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), Pemprov Banten membangun tata laksana yang semakin transparan, efektif, akuntabel, dan efisien.

    “Kita mendorong diantara metodologinya dalam pengadaan barang dan jasa dengan e-katalog baik itu lokal, nasional, maupun sektoral,” ungkap Al Muktabar.

    “Pemprov Banten sudah mendekati 80 persen dalam penggunaan e-katalog. Yang kita belum bisa etalase terkait dengan konstruksi jembatan pada pondasi dan komponen kerangka yang perlu diintegrasikan. Jadi kita menunggu dari pola-pola yang disusun dari Kementerian/ Lembaga maupun Lembaga Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah,” pungkasnya.

    Dalam kesempatan itu Kepala Satgas Dunia Usaha dan Keluarga Berkualitas Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat David Sepriwasa mengungkapkan, Provinsi Banten sebagai Provinsi pembuka program dunia usaha antikorupsi direktorat pembinaan peran serta masyarakat.

    “Kegiatan ini merupakan kolaborasi Pemprov Banten bersama KPK dalam menciptakan dunia usaha berintegritas,” ungkapnya.

    “Menjadi tanggung jawab kita bersama untuk merubah budaya korupsi menjadi budaya antikorupsi. Korupsi merupakan pilihan hidup. Ketika kita punya kewenangan korupsi mengintai kita,” tambah David.

    Dikatakan, KPK berkomitmen mendorong kalangan dunia usaha untuk antikorupsi dengan berbagai program. Juga melalui strategi pendidikan, pencegahan, hingga penindakan.

    “Ketiga strategi itu tidak akan efektif tanpa partisipasi masyarakat,” ungkap David

    Sebagai informasi, Bimbingan Teknis Pemberdayaan Peran Serta Masyarakat dengan tema Mewujudkan Dunia Usaha Antikorupsi Melalui Penanaman Nilai-nilai Integritas diikuti oleh 100 perserta. Berasal dari kalangan BUMN, BUMD, Koperasi, UMKM, serta Asosiasi. (Adv)

  • Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah  Terbentuk

    Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah Terbentuk

    SERANG, BANPOS – Tim Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS) Provinsi Banten melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Banten Nomor 500.05/Kep.26-Huk/2023.

    Pembentukan KDEKS dianggap sangat penting sebagai daya dorong dalam ekonomi pembangunan, kemaslahatan, pemerintah dan kemasyarakatan di Banten, terutama dalam arah kebijakan ekonomi dan keuangan yang berbasis syariah.

    “Untuk itu Program KDEKS Banten harus senantiasa diselaraskan dengan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), dimana basis utamanya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat,” kata Al Muktabar saat memberikan arahan pada Rapat Tim KDEKS Provinsi Banten, di Gedung Negara Provinsi Banten Jl. Brigjen KH. Syam’un No. 5 Kota Serang, Kamis (13/7).

    Dalam SK itu, Pj Gubernur Banten Al Muktabar duduk sebagai Pelindung bersama Ketua PUB yang juga mantan (eks) Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki. Penasihat Calon Wakil Gunernur (Cawagub) Banten periode 2017-2022, Embay Mulya Syarif dan KH Tb Hamdi Ma’ani yang juga Ketua MUI Provinsi Banten. Sedangkan duduk sebagai Ketua yakni Siti Ma’rifah yang juga merupakan Komisaris Utama PT Jaminan Pembiayaan Askrindo Syariah.

    Sedangkan untuk posisi Sekretaris diisi oleh Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Banten Imaduddin Sahabat, Plh Sekda Banten Virgojanti dan Kepala OJK Regional Banten-Jakarta.

    Kemudian untuk jajaran direktur, diisi oleh para profesional yang sekaligus para tokoh pembentukan Provinsi Banten seperti Direktur Eksekutif Rizkullah Thohuri selaku ketua ICMI Provinsi Banten, Direktur Bisnis dan Kewirausahaan Syariah M Tihami, mantan Rektor IAIN SMH Banten.

    “Saya masih ingat pembahasan gagasan itu di sini, di Rumdin. Ini saksi sejarahnya ada. Gagasan pembentukan KDEKS itu muncul karena potensi dan kesejarahan Banten sangat mendukung itu,” ujarnya.

    Pengukuhan kepengurusan KDEKS Provinsi Banten ini akan dilakukan di kantor Istana Wakil Presiden RI, Jakarta dalam waktu dekat yang dilantik langsung oleh Wapres Ma’ruf Amin. Selain Banten, pada saat yang bersamaan juga dilakukan pengukuhan kepengurusan KDEKS DKI Jakarta dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel).

    Ketua KDEKS Banten Siti Ma’rifah mengungkapkan, meskipun belum terbentuk, Alhamdulillah Pemprov Banten sudah meraih dua penghargaan dalam Anugerah Adinata Syariah 2023 beberapa waktu lalu.

    Pemprov Banten raih penghargaan pada kategori Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan Ekonomi Pesantren serta kategori Program Inkubasi Usaha Syari’ah.

    Tentunya ini menjadi penyemangat untuk terus mengembangkan Potensi Ekonomi dan Keuangan Syariah selain menjadi Penilaian Kinerja Pemerintah Daerah juga Hal yang Penting adalah untuk kesejahteraan dan Kemaslahatan Masyarakat berdasarkan prinsip dan nilai-nilai Syariah Islam yang Rahmatan Lil Alamin.

    “Karena kita tahu di Banten jumlah umat muslim dan pesantrennya sangat banyak. Jika ini berkembang, maka kesejahteraan masyarakat akan lebih baik,” katanya.

    Untuk itu, lanjutnya, sejalan dengan arah ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, dimana saat ini terus bergulir ke arah yang positif. pangsa pasar ekonomi syariah di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 45,66 persen terhadap perekonomian nasional atau meningkat 3,45 persen dari tahun 2021. Penguatan UMKM menjadi salah satu hal yang menjadi prioritas untuk terus dikembangkan.

    “Perluasan akses melalui sistem pembiayaan syariah harus terus didorong sehingga nanti Indonesia bisa menjadi pusat dan pengembangan produk halal dunia,” ucapnya. (RUS/AZM)

  • Antisipasi Antraks, Distribusi Hewan Ternak di Banten Semakin Ketat

    Antisipasi Antraks, Distribusi Hewan Ternak di Banten Semakin Ketat

    SERANG, BANPOS – Pemprov Banten melalui Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Banten berupaya melakukan langkah-langkah antisipasi pencegahan dari terjadinya penyakit antraks.

    Upaya pencegahan itu menjadi penting untuk dilakukan. Sebab, penyakit hewan tersebut dapat menyebabkan kematian bagi manusia, jika daging hewan ternak yang terpapar seperti sapi dan kambing dikonsumsi.

    Oleh karenanya, supaya penyakit itu tidak menyebar dan terjadi di Provinsi Banten, Distanak mengambil langkah-langkah antisipasi dengan cara melakukan pengetatan jalur distribusi hewan ternak, khususnya di wilayah perbatasan Provinsi Banten seperti Kota Tangerang dan juga Kabupaten Lebak.

    “Banten akan kami perketat baik di zona masuknya Cilegon, zona masuknya Lebak yang langsung berbatasan juga dengan Provinsi, juga dengan Tangsel dan Kota Tangerang,” kata Kepala Distanak Provinsi Banten, Agus Tauchid pada beberapa waktu lalu.

    Tidak hanya melakukan pengamanan di jalur distribusinya, Agus juga menjelaskan, pihaknya juga akan melakukan pengawasan terhadap kelengkapan dokumen kesehatan hewan yang dikirim ke Provinsi Banten.

    Rencananya, demi menjamin kualitas hewan ternak, Distanak mulai akan memberlakukan penerapan kelengkapan dokumen kesehatan hewan ternak yang dikirim ke Provinsi Banten.

    Nantinya, dokumen kesehatan hewan ternak itu akan menjadi prasyarat yang harus dipenuhi jika ingin masuk ke Provinsi Banten.

    “Pertama, pastikan bukan dari daerah yang rawan antraks. Kedua, kepastian SKKH (Surat Keterangan Kesehatan Hewan, penj) juga menjadi sebuah prasyarat, ya,” katanya.

    Terkait dengan penyakit hewan ternak, Agus menjelaskan dalam sejarahnya, belum pernah sekalipun terjadi penyakit antraks di Provinsi Banten, apalagi hingga menyebabkan korban jiwa akibat penyakit tersebut.

    “Dan Banten dalam sejarahnya untuk antraks, mohon maaf, kita belum ada sejarahnya Banten terpapar sampai kita ada yang meninggal dunia,” terangnya.

    Namun meski begitu, bukan berarti masalah penyakit hewan tersebut bisa disepelekan begitu saja oleh masyarakat dan pemerintah. Oleh karenanya, kewaspadaan tetap harus dilakukan agar penyakit hewan itu benar-benar tidak terjadi di Provinsi Banten.

    “Karena ini menyangkut tidak semata-mata Keswan (Kesehatan Hewan, red) nya, tetapi di sini ada ancaman terhadap nyawa manusia. Banten akan kami perketat baik di zona masuknya Cilegon, zona masuknya Lebak yang langsung berbatasan juga dengan Provinsi, juga dengan Tangsel dan Kota Tangerang,” pungkasnya.

    Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Distan Provinsi Banten, drh. Ari Mardiana menjelaskan, penyakit antraks terjadi bukan disebabkan oleh virus melainkan bakteri.

    “Antraks itu penyebabnya bukan virus ya, tidak seperti PMK. Kalau PMK kan virus, jadi emang tidak ada obatnya, obatnya adalah imunitas tubuh. Kalau antraks mah, karena memang penyebabnya adalah bakteri, sebenarnya kalau penanganannya cepat bisa dilakukan dengan antibiotik gitu pengobatannya,” terangnya.

    Ciri-ciri hewan ternak terinfeksi antraks adalah salah satunya keluar darah dari lubang tubuh, seperti hidung dan juga telinga.

    “Kalau ciri-ciri antraks itu yang paling mencolok adalah ambruk dan keluar darah dari lubang kumlah. Lubang kumlah itu seperti hidung, mulut, dubur, terus telinga, itu yang paling mencirikan. Kalau misalnya sudah dibelek (dipotong) ini yang terkena limpanya,” tandasnya. (MG-01/AZM)

  • Pemberhentian Direksi dan Komisaris Warnai RUPS Jamkrida Banten

    Pemberhentian Direksi dan Komisaris Warnai RUPS Jamkrida Banten

    SERANG, BANPOS – Gelaran Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) Banten di aula Setda Provinsi Banten, KP3B, pada Jumat (7/7/2023) kemarin, menjadi sorotan karena keputusan pemberhentian atau pemecatan jajaran direksi dan komisaris PT Jamkrida Banten oleh Pj Gubernur Banten, Al Muktabar, sebagai pemegang saham pengendali.

    Meskipun laporan kinerja lembaga penjamin plat merah tersebut menunjukkan peningkatan mencetak laba tiga kali lipat dibandingkan laba pada tahun 2021, keputusan pemberhentian tersebut tetap berlangsung.

    Direktur PT Jamkrida Banten, Ahmad Rohendi saat ditemui menyatakan, bahwa pihaknya menghormati keputusan pemegang saham, yaitu Pemerintah Provinsi Banten dan PT BGD. Dimana, dirinya tidak merasa kecewa karena pergantian jajaran direksi dan komisaris merupakan proses yang biasa.

    Namun dirinya ingin menekankan, bahwa kinerja Jamkrida Banten di tahun 2022 menunjukan peningkatan dibandingkan tahun 2021.

    “Pada tahun 2021, Jamkrida Banten mencatat laba sebesar Rp 2,6 miliar, sedangkan pada tahun 2022, labanya meningkat menjadi Rp 7,57 miliar. Selain itu, jumlah terjamin juga mengalami peningkatan signifikan dari 169.066 pada tahun 2021 menjadi 231.312 pada tahun 2022,” ujarnya, Senin (10/7).

    Rohendi juga menambahkan bahwa volume penjaminan dan aset Jamkrida Banten mengalami peningkatan. Pada tahun 2021, volume penjaminan mencapai Rp 1,27 triliun, sedangkan pada tahun 2022, angkanya meningkat menjadi Rp 2,12 triliun. Untuk aset, terjadi peningkatan dari Rp 275 miliar pada 2021 menjadi Rp 492 miliar pada 2022.

    Selain memberikan kontribusi berupa dividen kepada Pemerintah Provinsi Banten sebesar Rp 2,5 miliar pada tahun 2022, Jamkrida Banten juga berperan dalam pembangunan dengan menyerap tenaga kerja melalui penjaminan kredit produktif.

    Terdapat 144.672 usaha mikro yang terjamin, dengan asumsi setiap usaha mikro menyerap tiga tenaga kerja, sehingga totalnya mencapai 434.016 tenaga kerja yang terserap.

    Dalam informasi yang diperoleh, jajaran direksi yang diberhentikan meliputi Direktur Utama PT Jamkrida Banten, Hendra Indra Rachman.

    Sementara itu, Direktur PT Jamkrida Banten, Ahmad Rohendi, juga termasuk dalam direksi yang diberhentikan, namun ia akan tetap aktif selama masa transisi sampai ada kepengurusan yang baru, bersama Komisaris Utama PT Jamkrida Banten, Didin Rasyidin Wahyu.

    Adapun komisaris Independen, Irfan Ibrahim, telah menyelesaikan masa jabatannya pada Maret 2023. (RUL)

  • Permahi Soroti Truk Besar Lalu Lalang di Jalan Raya Serang-Rangkasbitung di luar Jam Operasional

    Permahi Soroti Truk Besar Lalu Lalang di Jalan Raya Serang-Rangkasbitung di luar Jam Operasional

    SERANG, BANPOS – Keberadaan truk besar bertonase yang kerap berlalu-lalang di Jalan Raya Serang-Rangkasbitung meskipun bukan jam operasional, disoroti oleh LKBH DPN Permahi.

    Hal tersebut telah melanggar aturan jam operasional truk bertonase besar yang hanya boleh beroperasional pada pukul 22.00 malam hingga pukul 05.00 pagi.

    Sekretaris Direktur LKBH DPN Permahi, Rizki Aulia Rohman, mengatakan bahwa pihaknya setelah mendapatkan informasi dari masyarakat, melakukan peninjauan langsung ke lapangan guna melihat fakta yang terjadi.

    “Fakta yang ditemukan masih saja ditemukan truk-truk yang nekat beroperasi di luar jam 10 malam sampai jam 5 pagi, yang seharusnya bisa tertib demi keselamatan berlalu lintas bagi masyarakat yang sedang berkaktifitas,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (11/7).

    Pihaknya pun meminta kepada pemerintah, baik itu Pemkab Serang, Pemkab Lebak maupun Pemprov Banten, untuk segera menindak tegas truk-truk bertonase besar, yang beroperasi di luar jam operasional.

    “Kami mendorong pihak Dishub Pemkab serang dan Pemkab lebak serta Pemprov Banten untuk menindak tegas apabila masih di temukan truk truk besar yang melewati jalan raya serang rangkas bitung, dengan melakukan penertiban di titik titik tertentu, melakukan koordinasi dengan pihak aparat hukum dalam hal ini kepolisian setempat,” tegasnya.

    Menurutnya, hal itu sangat berkaitan dengan keselamatan masyarakat yang berkendara di sana. Apalagi dari temuan di lapangan, selain tidak tertibnya truk bertonase besar, kondisi jalan dan penerangan pun buruk.

    “Ini juga memberikan risiko yang tinggi penyebab kecelakaan. Kami berharap semua pihak bisa saling berkoordinasi dan menegakkan aturan, serta kesadaran dalam menggunakan jalan dengan memperhatikan hak hak bagi pengguna jalan lainnya,” tandasnya. (DZH)

  • Bendungan Sindangheula: Monumen Minim Manfaat

    Bendungan Sindangheula: Monumen Minim Manfaat

    BENDUNGAN Sindangheula, salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang menjadi andalan pemerintah pusat di Provinsi Banten, saat ini sekadar menjadi monumen saja tanpa adanya kebermanfaatan bagi masyarakat maupun daerah-daerah yang ditarget menerima manfaat, atas bangunan senilai lebih dari Rp480 miliar itu.

    Pasalnya, dari empat manfaat utama yang direncanakan dalam pembangunan bendungan Sindangheula, dinilai hanya satu saja yang terpenuhi. Keempat manfaat tersebut yakni penyedia air irigasi untuk sektor pertanian, penyediaan air baku bagi Kota Serang, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon, pengendalian banjir dan pembangkit listrik tenaga air.

    Dari keempat manfaat itu, hanya penyediaan air irigasi saja yang terpenuhi. Itu pun sedang ‘libur’ manfaatnya, karena bendungan Sindangheula tengah dikeringkan sejak bulan Februari kemarin, sehingga air menjadi surut.

    Salah satu manfaat paling besar dari adanya sebuah bendungan ialah ketersediaan air baku. Sindangheula sendiri diproyeksikan dapat memenuhi kebutuhan air baku tiga kota/kabupaten dengan kemampuan 0,80 meter per kubik.

    Pemprov Banten melalui Dinas Perkim pada tahun 2021, menyambut proyeksi manfaat bendungan Sindangheula dalam memenuhi kebutuhan air baku, dengan membangun instalasi Pengelolaan dan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) lintas Kabupaten/Kota. Anggaran yang digelontorkan mencapai RP17,6 miliar.

    Pemprov Banten pun pada tahun 2019, menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Air Minum. Selain telah memiliki Perda yang mengatur soal SPAM, Pemprov Banten juga rupanya telah menyusun dan menerbitkan sebuah aturan turunan dari Perda tersebut yang mereka sebut sebagai Rencana Induk SPAM.

    Rencana Induk SPAM tertuang di dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 51 Tahun 2022, di dalamnya disebut turut membahas perihal kebijakan strategis perihal pengelolaan air untuk pemenuhan air minum di Banten.

    Bahkan, rencana induk tersebut sudah dilakukan sosialisasi kepada publik dengan dilakukan konsultasi publik oleh Pemprov Banten dengan mengundang sejumlah stakeholder terkait.

    Kendati sudah memiliki seperangkat aturan soal pengelolaan penyediaan air minum, namun hingga saat ini, rupanya Pemprov Banten belum juga melaksanakan program pemanfaatan aliran air di sejumlah bendungan yang ada untuk pemenuhan penyediaan air minum bagi masyarakat.

    Alasannya, karena untuk dapat menyelenggarakan sistem penyediaan air minum, Pemprov Banten menghadapi kendala pembiayaan yang terbilang tidak sedikit jumlahnya. Berdasarkan perhitungan, biaya yang diperlukan mencapai triliunan.

    Untuk dapat menyiasati kendala tersebut, maka pemerintah membuka peluang kerjasama bagi pihak lain melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).

    Kepala Seksi SPAM, Persampahan dan Air Limbah pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Provinsi Banten, Windu Iwan Nugraha, mengatakan bahwa sejak 2018 setidaknya sudah ada sejumlah konsorsium yang telah menyatakan minatnya untuk berperan sebagai pihak pengelola sistem penyediaan air minum.

    “Kerjasama pemerintah itu ada skema KPBU itu bisa, namanya unsolicited dan solicited. Unsolicited itu diprakarsai oleh badan usaha di luar pemerintah. Tahun berapa ya? Saya lupa, tahun 2018 pernah ada pernyataan minat dari konsorsium,” katanya.

    “Seiring berjalannya waktu 2023 ini, barulah mereka menyerahkan pernyataan minat nih ke Provinsi Banten, tadinya mereka ke pusat untuk penyelenggaraan air minum kerjasama. Tapi oleh pusat diserahkan ke Provinsi. Makanya, seiring berjalannya waktu 2018 sampai rentang waktu 2023 ini mereka pernah menyerahkan PRA-FS namanya, PRA FS tentang kerjasama KPBU ini,” terang Windu Iwan Nugraha saat ditemui di ruangannya pada Kamis (6/7).

    Hanya saja meski sudah ada sejumlah investor yang tertarik, namun hingga saat ini, Pemprov Banten belum menentukan siapa nanti yang akan menjadi pihak pengelola, lantaran masih dalam tahap pertimbangan.

    “Lalu 2023 itu, Pra-FS itu ditanggapi oleh Pemerintah Provinsi Banten, ditanggapi dengan banyak revisi-revisi. Mereka nanti akan merevisi Pra-FS itu. Nah itu sudah diserahkan juga. Cuman ini dalam tahap proses evaluasi Pra-FS hasil revisi ini.

    Karena di situ ada skoring-skoring ya, segala macam, kita masih berjalan ini proses identifikasi dan evaluasi Pra-FS nya itu,” ujarnya.

    Tidak hanya itu, belum lama ini, Iwan juga menyebutkan sudah ada pihak lain yang kembali menyatakan minatnya untuk berperan sebagai pihak pengelola sistem penyediaan air minum di Bendungan Sindangheula.

    “Sedangkan di Sindangheula juga ada pernyataan minat baru-baru ini, sekitar bulan Mei kalau tidak salah. Cuman masih kita telaah tanggapannya seperti apa,” imbuhnya.

    Namun yang pasti, ia menyebutkan, setidaknya saat ini sudah ada tiga pihak yang telah mengajukan pernyataan minatnya untuk menjadi pihak penyedia air minum di bendungan Karian dan Sindangheula.

    “Sementara Karian Barat baru satu, Sindangheula itu ada dua kalau gak salah. Kalau yang terakhir saya ikutin sih dari satu yang masuk, ternyata sebelumnya ada lagi katanya satu lagi. Karian Barat satu, di Sindangheula dua kayaknya,” tuturnya.

    Lalu, Iwan juga menjelaskan alasan kenapa skema KPBU yang diambil oleh Pemprov Banten, selain karena menyiasati kendala pembiayaan proyek, juga karena dalam skema tersebut ada pihak yang turut memberikan penjaminan.

    “Nah kenapa KPBU? Karena nanti prosesnya, sebelum terjadi KPBU itu harus ada penjaminan dari pemerintah juga dari pusat terkait dengan penyelenggaraannya itu,” jelasnya.

    Karena saat ini belum ada satupun pihak yang ditunjuk sebagai pihak pengelola dan penyedia air minum, maka juknis yang memuat aturan ketentuan pun juga belum tersedia.

    Oleh karena itu, Iwan mengatakan bahwa saat ini pihaknya tengah fokus menyiapkan segala kebutuhan mengenai proses kerjasama usaha tersebut.

    “Jadi masih dalam tahap persiapan kita ini terkait dengan penyelenggaraan. Karena kalau pun misalkan non KPBU diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi itu dananya luar biasa besar,” katanya.

    Kemudian selain itu, Iwan juga menjelaskan, proses penyelenggaraan kerjasama itu memakan waktu yang cukup lama, lantaran prosedur yang harus ditempuh cukup panjang.

    Namun ia menargetkan proses penentuan pihak penyelenggara program itu akan segera rampung dalam waktu dekat ini, sebab berdasarkan ketentuannya minimal dua tahun proses itu dapat segera rampung.

    “Kita ada, karena proses KPBU itu minimal 2 tahun. Kalau sekarang PRA FS nanti mungkin insya Allah nanti kita pengen kalau sudah ada kelayakan, uji kelayakan dari kita sudah menentukan bahwa ini layak, lari ke FS disitu masih ada proses yang harus kita tempuh untuk menentukan FS itu layak sebagai dokumen,”
    “Nanti maju lagi ke pusat jadi kita juga nanti ada bimbingan lagi dari pusat saling bimbing seperti apa karena untuk menentukan regional itu lumayan bahapannya panjang panjang ya,” ucapnya.

    Oleh karena belum adanya pihak yang ditunjuk sebagai pihak pengelola sistem penyedia air minum baik yang ditangani oleh pemerintah provinsi maupun pusat, maka bendungan yang ada belum bisa digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat.

    “Baik pusat maupun provinsi belum ada air yang mengalir, baik dari bendungan Karian dan Sindangheula,” tandasnya.

    Terpisah, Kepala Bidang Sanitasi Dan Air Minum Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Serang, Ronny Natadipradja mengatakan bahwa terkait dengan Bendungan Sindangheula yang saat ini terbangun, menurutnya baru sebagai tampungan air.

    “Jadi belum difungsikan sebagai penyalur untuk kebutuhan air minum maupun air bersin. Karena memang jaringan-jaringanya belum terbangun. Tapi memang beberapa ada rapat membahas hal tersebut, terhadap pengelolaan dari bendungan tersebut,” ujarnya

    Dirinya mengaku untuk kuota yang didapatkan untuk di Kabupaten Serang hanya mendapatkan sebesar 400 liter per detik dari 1200 liter per detik yang dibagikan ke Kota Serang, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon.

    “Untuk porsi pembagian, provinsi sudah melakukan pembagiannya. Tapi memang, kita ada rencana untuk mengusulkan permohonan tambahan kuota yg sudah dibuatkan provinsi tersebut. Dari kuota yang saat ini sebanyak 400 liter per detik itu kita meminta penambahan jadi 600 liter per detik. Agar nanti masyarakat serang wilayah utara dapat terpenuhi layanan air bersihnya,” ucapnya.

    Menurutnya, hal tersebut wajar dilakukan oleh pihaknya. Mengingat letak dri bendungan tersebut yang masuk dalam wilayah Kabupaten Serang.

    “Karena pertama, bendungan sindangheula itu posisinya ada di Kabupaten Serang. Jadi wajar kalau kita mendapatkan porsi yang lebih. Kedua, banyak juga masyarakat Kabupaten Serang masih butuh layanan air bersih tersebut,” ungkapnya.

    Dalam hal operasional, dirinya mengatakan bahwasanya yang ia pahami BBWSC3 bekerjasama dengan provinsi untuk pemeliharaannya.

    “Jadi untuk wilayah bendunganya sendiri termasuk operasional pintu-pintunya itu dilakukan oleh balai besar kalau provinsi yang melakukan pemeliharaan di wilayah bendungannya. Sedangkan kita diberikan wilayah pengelolaan di daerah lahan parkir, kemudian di daerah lahan yang sudah dibebaskan. Tapi tidak menjadi bagian badan bendung untuk bisa dipergunakan,” katanya.

    Ia juga menjelaskan, bahwa pemerintah Kabupaten Serang tidak dilibatkan secara langsung terhadap pengelolaan dari bendungan tersebut.

    “Tapi itu juga harus dibuatkan permohonan usulan dan berkoordinasi dengan pihak balai besar. Jadi daerah tidak dilibatkan secara langsung terhadap pengelolaan bendungannya. Karena bendungannya sendiri dibangun dari dana pusat,” jelasnya.

    Sementara itu, salah satu warga setempat mengatakan bahwa secara kebermanfaatan, memang bendungan Sindangheula belum dirasakan sampai saat ini. Kecuali, untuk dijadikan sebagai tempat memancing saja.

    “Kalau untuk irigasi, sawah-sawah yang ada di atas enggak dapet tuh airnya. Terus kalau berbicara kebermanfaatan lainnya seperti pengelolaan air, pipanya aja kan belum ada. Jadi ya kami anggap ini sebenarnya hanya monumen saja tanpa ada manfaat urgen lainnya,” tandas dia.

    Pihak BBWSC3 melalui Hadian, mengaku akan memberikan jawaban secara tertulis terkait dengan beberapa pertanyaan pemanfaatan air baku bendungan Sindangheula yang disampaikan oleh BANPOS. Ia mengaku bahwa jawaban dari Kepala BBWSC3 sudah dikonsep, namun hingga berita ini ditulis jawaban pertanyaan itu tidak kunjung diberikan. (MG-01/CR-01/DZH)

  • Kata Al Muktabar, Informasi Publik OPD di Pemprov Banten Harus Terbuka

    Kata Al Muktabar, Informasi Publik OPD di Pemprov Banten Harus Terbuka

    SERANG, BANPOS – Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar, menegaskan bahwa keterbukaan informasi publik merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemprov Banten.

    Apalagi menurut Al, pada 10 Juli besok akan dilakukan monitoring dan evaluasi lembaga publik oleh Komisi Informasi (KI) Provinsi Banten.

    Hal itu disampaikan oleh Al, usai menerima kunjungan Ketua Komisi Informasi Pusat, Donny Yoesgiantoro dan Wakil Ketua Komisi Informasi Provinsi Banten, Hilman, di Pendopo Gubernur Banten, Jumat (7/7).

    “Menjadi perhatian bersama kita tentang informasi publik ini. Dalam waktu dekat Komisi Informasi Provinsi Banten melakukan monev tentang perkembangan informasi publik kita,” kata Al Muktabar.

    Ia mengatakan, keterbukaan informasi publik merupakan satu keharusan. Oleh karena itu, Pemprov Banten mendukung penuh apa yang akan menjadi langkah-langkah teknis terhadap monev itu.

    “Tahun lalu 17 dari 42 lembaga organisasi kita sudah informatif dan terus akan kita perbaiki,” katanya.

    Al Muktabar mengatakan, pihaknya akan terus menjalin komunikasi dan koordinasi terkait penawaran Provinsi Banten, sebagai lokasi Rakernas Komisi Informasi Tahun 2023.

    Sementara Ketua Komisi Informasi Pusat, Donny Yoesgiantoro, mengatakan bahwa untuk pelaksanaan Rakernas Komisi Informasi Tahun 2023, ada beberapa alternatif yang kini mengerucut pada dua tempat, salah satunya Provinsi Banten.

    “Pertimbangannya, Provinsi Banten dengan Ibu Kota DKI Jakarta. Kemudian pesertanya seluruh Indonesia, Bandara Soekarno Hatta lokasinya di Provinsi Banten. Jadi dengan itu, kami mengharapkan apa yang disampaikan Pak Penjabat Gubernur adalah keputusan terbaik,” katanya.

    Terkait Monitoring dan Evaluasi (monev) Keterbukaan Informasi di Provinsi Banten, Wakil Ketua Komisi Informasi Provinsi Banten, Hilman, berharap pada tahun 2023 semua organisasi perangkat daerah dan lembaga publik bersikap informatif.

    “Monev mulai dilaksanakan pada hari Senin 10 Juli 2023,” kata Hilman. (DZH/ANT)

  • DPRD Kabupaten Pandeglang dan Lebak Harap Perbaikan Kinerja Pemda, Soal Penilaian dari Kemendagri

    DPRD Kabupaten Pandeglang dan Lebak Harap Perbaikan Kinerja Pemda, Soal Penilaian dari Kemendagri

    PANDEGLANG, BANPOS – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memberi nilai capaian rendah terhadap Pemkab Pandeglang dan Pemkab Lebak.

    Penilaian itu harus jadi bahan untuk mengevaluasi diri bagi kedua pemerintahan agar pembangunan bisa berjalan sebagaimana mestinya.

    Sebelumnya, penilaian Kemendagri disampaikan Kepala Subdirektorat Evaluasi Kinerja Wilayah III Pada Direktorat Evaluasi Kinerja dan Peningkatan Kapasitas Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Imelda, Rabu (5/7).

    Pernyatan disampaikan dalam agenda evaluasi penyelenggara pemerintah daerah bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten pada Rabu (5/7).

    Menanggapi penilaian itu, kemarin Ketua Komisi I DPRD Pandeglang, Endang Sumantri mengatakan, bahwa Kemendagri tidak menyebutkan secara spesifik dari 126 indikator yang digunakan dalam memberikan penilaian tersebut.

    Menurutnya, indikator itu seharusnya bisa dijelaskan agar kemudian lembaga legislatf di daerah bisa melakukan fungsi kontrolnya.

    “Kami sebagai dewan bisa mengontrol, mana saja yang harus dibenahi dan nantinya akan kami sampaikan kepada pemerintah daerah. Karena kami juga warga dan bagian dari pemerintahan juga,” kata Endang kepada BANPOS melalui selulernya, Kamis (6/7).

    Menurutnya, jika evaluasi penilaian tersebut benar, pihaknya tetap akan menyampaikannya kepada pemerintah daerah untuk segera dibenahi agar kedepan kinerjanya lebih baik lagi.

    “Kinerja yang baik itu merupakan suatu keharusan, Ketika mendapatkan penilaian seperti ini dari Kemendagri maka harus secepatnya melakukan evaluasi dan pembenahan,” terang legislator dari Fraksi Partai Demokrat itu.

    Oleh karena itu, lanjut Endang, dengan mendapatkan penilaian kinerja rendah tersebut, tentunya menjadi tanggung jawab semuanya mulai dari masyarakat, OPD dan lainnya.

    “Kedepannya pemerintah daerah harus berinovasi, namun hal itu harus juga didukung oleh anggaran yang memadai. Jadi pada prinsipnya, pemerintah daerah kedapan harus melakukan pembenahan,” ungkapnya.

    Sementara itu, anggota Komisi I DPRD Pandeglang dari Fraksi Partai Gerindra, Erin Fabiana mengatakan, dengan adanya penilaian kinerja rendah dari Kemendagri tersebut, pemerintah daerah harus melakukan evaluasi dan membutuhkan langkah-langkah yang harus dilakukan.

    “Seharusnya ini jadi bahan evaluasi bagi pemerintah daerah, bagaimana caranya bisa keluar zona tersebut. Capaian kinerja itu kan butuh langkah-langkah, ini kuncinya ada di pimpinan,” katanya.

    Menurutnya, jika selalu tertinggal tentunya membutuhkan pemimpin yang membuat terobosan dan harus melakukan lompatan-lompatan serta melakukan evaluasi.

    “Jadi harus melakukan evaluasi, salahnya dimana dan jangan sampai tahun depan terjadi lagi seperti in ikan sehrusnya seperti itu. Butuh kesadaran kolektif agar Pandeglang bangkit dari ketertinggalan. Kalau setelah dievaluasi masih tidak ada perubahan, berarti ada yang salah,” ungkapnya.

    Tanggapan juga disampaikan Wakil Ketua DPRD Lebak, Ucuy Mashuri Sajim. Dia mengatakan bahwa hasil evaluasi terhadap Pemkab Lebak bukan penilaian terhadap kinerja individu. Ia berharap, hasil tersebut dapat menjadi gambaran untuk meningkatkan kinerja Pemkab Lebak di kemudian hari.

    “Pada prinsipnya secara pribadi ini bisa jadi bahan evaluasi ke depan, kinerja pemerintah ini sistem, bukan orang per orang, Mudah-mudahan ke depan hasil evaluasi ini bisa jadi motivasi agar kinerja pemerintah kedepan bisa lebih baik lagi,” ujar Ucuy.

    Sehari sebelumnya, Kepala Subdirektorat Evaluasi Kinerja Wilayah III Pada Direktorat Evaluasi Kinerja dan Peningkatan Kapasitas Daerah Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, Imelda menjelaskan, setidaknya ada sekitar 126 indikator yang digunakan untuk menilai capaian kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah.

    Namun dari sejumlah indikator tersebut, Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang dianggap belum mencukupi.

    “Capaian kinerja yang masih rendah adalah Lebak dan Pandeglang,” terangnya saat ditemui oleh awak media di Gedung Pendopo Provinsi Banten.

    Melihat hasil penilaian evaluasi tersebut, Imelda berharap, Pemprov Banten dapat segera mengambil langkah cepat untuk melakukan pembenahan. Tujuannya agar, kinerja pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota dapat terus meningkat.

    “Kami berharap untuk Pj Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah provinsi Banten bisa melaksanakan peningkatan capaian kinerja di kabupaten/kota,” ujarnya.(DHE/MYU/ENK)

  • Daging Ayam hingga Jagung Jadi Penyumbang Inflasi di Provinsi Banten

    Daging Ayam hingga Jagung Jadi Penyumbang Inflasi di Provinsi Banten

    SERANG, BANPOS – Pemprov Banten mengklaim tingkat inflasi di Provinsi Banten mampu dikendalikan secara baik. Hal itu dapat dibuktikan dengan menurunnya tren inflasi Provinsi Banten di setiap bulannya.

    Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Pj Gubernur Banten Al Muktabar, usai menggelar pertemuan rapat secara daring bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) membahas tingkat inflasi pada Selasa (4/7).

    Al Muktabar menyebutkan jika di bulan Mei 2023 tingkat inflasi di Provinsi Banten sempat menginjak di angka 3,67 persen, kini di bulan Juni 2023 kondisinya sudah menurun di kisaran angka 3,15 persen.

    Melihat hasil itu Al Muktabar menilai capaian itu cukup baik, sebab jika melihat rata-rata nasional sebesar 4 persen, maka Provinsi Banten berada di bawah nilai rata-rata tersebut.

    “Secara umum nasional perkembangan inflasi kan cukup terkendali ya sudah di kepala 4 dan kita sendiri di kepala 3,15 yang bulan Mei kita di 3,67, dan April kita di 3,77. Jadi tren membaiknya ada,” terangnya kepada awak media di Gedung Pendopo Provinsi Banten.

    Tidak seperti sebelumnya, kendati mengalami penurunan, namun secara peringkat rupanya Provinsi Banten terlempar jauh dari peringkat 10 besar wilayah dengan tingkat inflasi terendah.

    Berdasarkan data yang disajikan dalam pertemuan tersebut, Provinsi Banten menempati urutan ke 15 sebagai provinsi dengan tingkat inflasi terendah, berada satu tingkat di bawah Provinsi Bali dengan tingkat inflasi sekitar 3,08 persen.

    Kemudian selain itu dalam upaya pengendalian inflasi, daging ayam ras dan telur disebut mengalami harga yang fluktuatif, namun cenderung masih melambung tinggi di pasaran.

    Lalu, dijelaskan juga bahwa penyebab dari kenaikan harga dua komoditas itu dipicu oleh naiknya harga jagung yang tak lain merupakan bahan dasar pakan unggas.

    Pasokan jagung yang ada disebut-sebut belum mampu memenuhi kebutuhan produksi pakan ternak di dalam negeri, maka dari itu kenaikan harga pakan ternak terjadi.

    Oleh karenanya karena harga daging ayam dan telur masih cenderung melambung tinggi, maka Pemprov Banten tengah berupaya untuk melakukan pengendalian harga terhadap kedua komoditas itu.

    “Demikian kita akan terus mengupayakan penekanan-penekanan terhadap komoditi-komoditi yang sudah teridentifikasi tadi, kayak umpamanya daging ayam ras, telur, kemudian bawang putih,” jelasnya.

    Salah satu upaya pengendalian harga yang akan dilakukan oleh Pemprov Banten adalah dengan cara menggelar operasi pasar.

    “Maka dalam keadaan itu kita mencoba untuk bila dalam minggu-minggu ini masih fluktuasi nya tinggi kita mempersiapkan operasi pasar,” katanya.

    Tidak hanya menangani masalah di tingkat konsumen, Pemprov Banten juga mengaku akan berusaha mencari jalan keluar untuk mengatasi masalah kelangkaan jagung guna memenuhi stok bahan produksi pakan ternak.

    Caranya, selain memberikan bantuan bibit dan kebutuhan pertanian lainnya, hal lain yang akan diupayakan adalah dengan meyakinkan masyarakat bahwa menanam jagung merupakan hal yang dapat membawa keuntungan.

    “Kita akan meyakinkan ke masyarakat bahwa menanam jagung itu adalah komoditi yang menguntungkan. Dan masyarakat juga banyak yang meminati menanam jagung,” pungkasnya. (MG-01/AZM)

  • Realisasi APBD Pemprov Banten Kembali Jadi Sorotan

    Realisasi APBD Pemprov Banten Kembali Jadi Sorotan

    SERANG, BANPOS – Usai mendapatkan sorotan dari anggota Dewan Provinsi Banten, Pemprov Banten kini kembali menuai sorotan dari aktivis Jaringan Nurani Rakyat (JANUR) Banten, Ade Yunus.

    Ade Yunus menilai Pemprov Banten belum mampu memaksimalkan penyerapan anggaran APBD tahun ini. Sebab berdasarkan catatannya, hingga Semester I tahun ini serapan anggaran belanja Pemprov Banten hanya berkisar di angka 27,62 persen dari target yang ditetapkan.

    Melihat kenyataan itu, ia menyarankan kepada Pemprov Banten untuk segera melakukan pembenahan, agar sisa anggaran yang ada dapat terserap secara optimal.

    “Persentase Realisasi Belanja Barang dan Jasa APBD Provinsi Banten hingga akhir Juni 2023 hanya terealisasi 27,62 % atau hanya 1 Triliun dari target 3,8 triliun, bahkan secara persentase angka tersebut masih dibawah Belanja Pegawai yang mencapai 38,28%, maka tentu harus segera berbenah bukan beretorika mencari apologi pembenaran,” tegasnya kepada BANPOS pada Selasa (4/7).

    Ade Yunus menambahkan bahwa belanja daerah harus berorientasi hasil, karena hanya dengan realisasi yang maksimal, maka akan mendorong pergerakan perekonomian di lingkungan masyarakat.

    Selain itu, tidak hanya menyoroti perihal serapan anggarannya yang dianggap masih rendah, ia juga turut mengkritisi perihal realisasi pendapatan Pemprov Banten yang sama rendahnya dengan serapan belanja daerah.

    Kendati realisasi pendapatan daerah di Semester I tercatat sebesar 42,78 persen atau sekitar Rp3,6 Triliun, Pemprov Banten seharusnya mampu memaksimalkan kembali realisasi pendapatan itu.

    Sebab menurutnya investasi di Provinsi Banten tengah mengalami pertumbuhan tinggi, oleh sebab itu Pemprov Banten didesak harus mampu memaksimalkan celah potensi tersebut.

    “Padahal tren perekonomian dan investasi sedang tumbuh baik, maka mestinya Pendapatan Asli Daerah dapat digenjot secara maksimal hingga pertengahan tahun ini,” tambahnya.

    Ia kemudian membandingkan dengan tren realisasi pendapatan Pemprov Banten dari tahun-tahun yang dinilainya tidak konsisten.

    “Kita bisa lihat di tahun 2019 misalnya realisasi belanjanya mencapai 89,53 persen, lalu tahun 2020 itu tertinggi sampai di angka 94,90 persen, turun lagi pada tahun 2021 di akhir masa transisi menjadi 77,96 persen lalu 2022 hanya naik sedikit menjadi 82,94 persen,” tandasnya.

    Meski begitu, hal yang harus dipikirkan oleh Pemprov Banten adalah upaya memaksimalkan realisasi penyerapan belanja daerah. Pasalnya, hal itu lah yang justru manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.

    “Yang dibutuhkan rakyat adalah realisasi penggunaan anggaran agar segera dapat dirasakan langsung oleh masyarakat, bukan sekedar retorika kata-kata, silahkan buktikan kita tunggu hasilnya di akhir tahun nanti,” pungkasnya.

    Sebelumnya, terkait dengan serapan anggaran belanja daerah, Pj Gubernur Banten Al Muktabar menyebutkan bahwa serapan anggaran belanja daerah Provinsi Banten sudah mencapai di kisaran angka 32 persen.

    Bahkan menurutnya dengan capaian itu, upaya Pemprov Banten patut untuk diapresiasi lantaran mampu masuk ke dalam lima besar sebagai daerah dengan serapan anggarannya tertinggi se nasional.

    ”Serapan anggaran ada kan 32 persen. Kita (penyerapan anggaran) di atas nasional ya. Jadi nasional itu rata-rata 30 berapa gitu ya, kita masuk lima besar lah. Kalau tidak salah kemarin sempat terlempar ke nomor 12, kalau tidak salah saya cek,” terangnya pada Senin (3/7) kemarin.

    Kemudian menjawab tudingan terkait realisasi pendapatan yang dianggap masih rendah, Al Muktabar menjelaskan, justru hasil yang saat ini berhasil diraih sudah cukup baik.

    “Begitu juga pendapatan. Pendapatan juga space nya bagus di 8 persen sampai 10 persen. Jadi kalau belanjanya lebih banyak dari pendapatan kan nanti malah dibilangin ngutang lagi,”

    “Jadi kan harus kita jaga itu kedekatan antara pendapatan dan pembelanjaan. Dan pendapatan harus lebih tinggi, kita kalau tidak salah kemarin itu di 8 persen kalau tidak salah ya, kurang lebih gitu ya jaraknya dan itu ideal sampai 10 persen,” tandasnya.(MG-01/PBN)