Tag: pencabulan

  • Bocah SD Diduga Dicabuli Pegawai Kemenag Banten, Pelaku Tak Kunjung Ditangkap Polisi

    Bocah SD Diduga Dicabuli Pegawai Kemenag Banten, Pelaku Tak Kunjung Ditangkap Polisi

    SERANG, BANPOS – Seorang anak berusia 10 tahun menjadi korban tindak kekerasan seksual, yang diduga dilakukan oleh ayah tirinya berinisial SKM.

    Terduga pelaku diketahui merupakan pegawai di Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Banten.

    Kasus tersebut terungkap berdasarkan penuturan pendamping korban, Uday Suhada, pada Jumat (22/12).

    Uday menceritakan, mulanya ibu korban berinisial E merasa curiga, sebab pada saat mencuci pakaian sesuatu yang janggal pada pakaian putrinya itu.

    Kecurigaan itu semakin menguat, ketika E secara sembunyi-sembunyi melihat isi galeri handphone SKM banyak ditemukan foto-foto tak senonoh.

    E mengaku merasa mengenali bahwa foto tersebut adalah putrinya, berdasarkan pakaian yang dikenakan oleh anak di dalam foto tersebut.

    “E langsung mengetahui bahwa foto dimaksud adalah foto anak keduanya, karena ia mengenali betul pakaian yang dikenakan anaknya,” terang Uday.

    Setelah itu Uday menuturkan, E kemudian melaporkan bukti tersebut kepada saudaranya berinisial U.

    Mendapati kabar tersebut, lantas kemudian U mencoba untuk mengkonfirmasi kebenaran kasus itu kepada korban.

    Setelah dilakukan pendekatan oleh U, korban kemudian mengaku bahwa dirinya benar telah menerima tindak kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah tirinya, SKM.

    Bahkan, berdasarkan pengakuan korban, ia menerima perbuatan keji tersebut sejak dirinya berusia 8 tahun atau sejak duduk di bangku kelas dua Sekolah Dasar.

    “Saat ditanya oleh uwa-nya (paman), korban mengaku bahwa memang ia dilecehkan oleh bapak tirinya itu sejak ia kelas dua SD,” terangnya.

    Uday melanjutkan, korban sebenarnya sudah pernah mengadu ke bibinya, perihal rasa sakit di area kelamin setiap korban buang air kecil.

    Hanya saja, keluhan tersebut dianggap sebagai rasa sakit biasa, dan tidak terlalu ditanggapi.

    “A pernah mengeluhkan kesakitan perih di bagian kelamin setelah ia buang air kecil. Namun, tidak ditanya lebih lanjut karena dianggap hal biasa,” tuturnya.

    Usai kasus terungkap, paman korban bersama dengan anggota keluarga lainnya bersepakat untuk membawa kasus tersebut ke pihak kepolisian.

    Atas kesepakatan itulah kemudian, paman korban bersama E, melaporkan kasus tersebut ke unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Serang pada 14 Desember 2023.

    Meski pihak keluarga telah melaporkan kasus tersebut, dan telah dilakukan visum terhadap korban.

    Namun, pihak keluarga dan pendamping mengaku hingga kini, pihak Polresta Serang belum juga memberikan kabar perihal tindaklanjut atas laporan tersebut.

    Padahal, menurut keterangan E, pihak Polresta Serang sempat menjanjikan kepadanya akan menyampaikan hasil penyelidikan terhadap kasus tersebut selang lima hari berikutnya setelah pelaporan.

    Sementara terduga pelaku, hingga saat ini pun masih bebas berkeliaran tanpa dilakukan proses penahanan terhadapnya oleh pihak kepolisian.

    “Padahal menurut E, pihak Polresta menjanjikan hasilnya akan disampaikan lima hari kemudian,” katanya.

    Sementara itu saat dikonfirmasi, Kepala Unit (Kanit) PPA Polresta Serang, Febby Mufti Ali, membenarkan jika pihak menerima laporan aduan terkait kasus tersebut.

    Febby menjelaskan, pihaknya masih melakukan pendalaman terhadap kasus dugaan kekerasan seksual itu.

    “Benar (ada laporan dugaan pencabulan), sedang kita dalami,” tandasnya. (CR-02)

  • IDI Akui Oknum Dokter Diduga Cabul di Kabupaten Tangerang Anggotanya

    IDI Akui Oknum Dokter Diduga Cabul di Kabupaten Tangerang Anggotanya

    TANGERANG, BANPOS – Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Tangerang, Mohamad Rifki, mengakui bahwa oknum dokter yang diduga telah melakukan tindakan asusila terhadap pasien, merupakan anggotanya.

    “Ya, memang oknum dokter yang ramai di berita itu anggota kita (Ikatan Dokter Indonesia) Kabupaten Tangerang,” ucap Rifki kepada awak media, Selasa (8/8).

    Ia mengaku prihatin dengan peristiwa tindak asusila yang dilakukan oleh oknum dokter tersebut. Namun, dalam hal ini pihaknya pun akan terus mengawal dan mendorong penegak hukum, untuk mengungkap fakta sebenarnya secara terang benderang.

    “Tentu kita kaget dengar kasus ini, tetapi kita juga harus benar-benar bisa membuktikan kenyataannya. Apakah memang bersangkutan sedang menjalankan profesinya sesuai dengan SOP, atau tidak,” katanya.

    Dia juga mengungkapkan, jika nantinya dalam tahapan penyelidikan saat ini terbukti adanya tindakan asusila, maka IDI Kabupaten Tangerang akan memberikan sanksi sesuai dengan aturan yang ada.

    “Ada mekanisme (sanksi) yang berjalan nanti. Biar proses hukumnya berjalan dulu hingga selesai,” ujarnya.

    “Jadi mau itu dokter atau bukan, kalau masalah hukum itu harus diproses. Dan ini masih dugaan. Kalau memang terbukti bersalah, lanjutkan sesuai proses hukum berlaku. Tapi kalau tidak terbukti bersalah, kita harus adil. Nama baik yang bersangkutan harus dijaga,” tambahnya.

    Ia menjelaskan, terkait sanksi di kedokteran menerapkan tiga hal, yakni masalah etik, disiplin, dan hukum. Pihaknya pun akan menunggu hasil proses dari kepolisian terkait kasus tersebut untuk pemberian sanksi.

    “Karena ini masuk dalam masalah hukum jangan sampai kami mengintervensi. Tapi jangan sampai bias juga. Kalau terbukti bersalah kita ada majelis kode etik kedokteran. Nanti ada kajian berikutnya kalau sudah ada kekuatan hukum tetap,” kata dia.

    Sebelumnya, Kepolisian Resor Kota (Polresta) Tangerang tengah menyelidiki kasus dugaan tindakan asusila, yang dilakukan oleh oknum dokter di salah satu klinik di Cikupa, Kabupaten Tangerang pada Minggu (06/08).

    Kasatreskrim Polresta Tangerang, Kompol Arief Nazaruddin Yusuf, menyebutkan bahwa pihaknya saat ini telah memeriksa sejumlah orang, untuk diminta keterangannya terkait kasus dugaan asusila tersebut.

    “Petugas masih melakukan penyelidikan dengan memeriksa saksi untuk mendapatkan keterangan awal atau kronologis peristiwa itu,” ucapnya.

    Menurut dia, meski tengah diselidiki, pihaknya belum bisa memastikan apakah kasus itu bisa naik dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan.

    Karena, kata dia, polisi masih perlu melengkapi pemeriksaan atas bukti-bukti atas dugaan kasus asusila tersebut.

    “Yang pasti kami masih melakukan penyelidikan dan memeriksa saksi-saksi untuk mendapatkan keterangan awal kasus ini,” katanya.

    Ia menjelaskan, sejak Jumat tanggal 4 Agustus 2023 lalu, pihaknya menerima informasi adanya dugaan tindakan asusila atau pelecehan seksual yang dialami seorang perempuan berusia 18 tahun, saat berobat di salah satu klinik di Kabupaten Tangerang.

    “Dari keterangan awal, korban datang bersama suaminya hendak berobat pada Jumat (4/8). Adapun terduga pelaku pelecehan seksual diduga seorang dokter,” ujarnya.

    Kemudian setibanya di klinik, korban yang mengeluhkan sakit di bagian perut dan bagian reproduksi kemudian mendapatkan penanganan medis. Pada saat mendapatkan penanganan medis itulah, diduga korban mengalami pelecehan seksual oleh oknum dokter yang menanganinya.

    “Setelah itu, korban bersama suaminya melaporkan kejadian itu ke Satreskrim Polresta Tangerang,” ungkap Arief. (DZH/ANT)

  • Tidak Kuat Menahan Nafsu, Warga Pamarayan Rudapaksa Anak Dibawah Umur

    Tidak Kuat Menahan Nafsu, Warga Pamarayan Rudapaksa Anak Dibawah Umur

    SERANG, BANPOS – Satreskrim Polres Serang Tangkap Pelaku cabul terhadap anak dibawah umur, pelaku NU (28) warga Desa Pudar, Kecamatan Pamarayan, Kabupaten Serang, tega memperkosa sepupunya saat tengah tidur.

    Buruh serabutan ini diringkus personil Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) dibantu Tim Reserse Mobile (Resmob) Polres Serang di rumah kerabatnya di wilayah Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang, pada Selasa (27/06) malam.

    Wakapolres Serang, Kompol Rifki Seftirian menjelaskan kasus rudapaksa yang menimpa gadis berusia 14 tahun ini terjadi pada Kamis (01/06) sekitar pukul 15.00.

    Pada sore hari itu, korban sedang tidur di kamarnya di Desa Pudar.

    “Karena di rumah hanya ada korban, tersangka masuk ke dalam kamar lalu menggerayangi tubuh sepupunya yang sedang terbaring di atas tempat tidur,” ungkap Rifki, rabu (28/06).

    Merasa tubuhnya ada menggerayangi, seketika korban terbangun dan mencoba menghindar ke sudut tempat tidur.

    Namun tersangka yang tidak menahan birahi mengejar lalu membekap dan mengancam agar tidak melawan.

    “Lantaran takut akan ancaman, korban hanya bisa menangis saat sepupunya melampiaskan nafsu bejadnya. Usai melampiaskan nafsun bejadnya, tersangka kembali mengancam agar peristiwa tersebut tidak dilaporkan ke orangtuanya,” kata Rifki.

    Rifki juga menerangkan, setelah kejadian tersebut korban merasakan sakit di bagian sensitivenya. Karena tidak kuat, korban menceritakan kepada orangtuanya.

    Mendapat laporan dari anaknya, pihak keluarga tidak menerima dan melaporkan kasus tersebut ke Mapolres Serang pada kamis (15/06).

    “Mengetahui dirinya telah dilaporkan, tersangka mencoba melarikan diri dengan bersembunyi di rumah kerabat lainnya di daerah Kresek, Tangerang,” terang Rifki.

    Berbekal dari laporan serta hasil visum, personil Unit PPA dibantu Tim Resmob segera memburu tersangka di rumahnya namun tidak berhasil ditemukan.

    Setelah mendapat informasi jika tersangka ada di Tangerang, tim gabungan yang dipimpin Ipda Iwan Rudini langsung bergerak.

    “Tersangka berhasil ditangkap di Rumah Kerabatnya sekitar pukul 21.00 wib dan kemudian dibawa ke Mapolres Serang untuk dilakukan pemeriksaan,” jelasnya.

    Kepada petugas, NU yang diketahui sudah beristri dan memiliki satu anak ini mengaku khilaf dan tidak kuat menahan nafsu saat melihat tubuh adik sepupunya saat terbaring di kamarnya.

    “Saya khilaf karena tidak tahan melihat tubuh adik sepupu yang terbaring tidur di kamar. Kebetulan di rumah sedang tidak ada orang lain jadi terdorong ingin melampiaskan nafsu,” ungkap NU.

    Lebih lanjut, Rifki mengatakan, akibat dari perbuatannya tersebut, tersangka tersangka  dijerat Pasal 81 Ayat (1) dan ayat (2) Jo Pasal 82 Ayat (1) UU RI No.17 Tahun 2016

    “Ancaman hukuman maksimal 15 tahun  penjara,” kata Rifki. (CR-01)

  • Duh! Pelajar Asal Cikande Diamankan Saat Cabuli Pacar

    Duh! Pelajar Asal Cikande Diamankan Saat Cabuli Pacar

    SERANG, BANPOS – Seorang pelajar asal Kecamatan Cikande, Kabupaten Serang, ED (14) diamankan keluarga korban saat mencabuli sang pacar yang merupakan tetangganya.

    ED digrebeg dan diserahkan pihak keluarga korban kepada petugas kepolisian melalui Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Serang.

    Kasatreskrim Polres Serang, AKP Dedi Mirza, menjelaskan bahwa kasus dugaan pencabulan itu terjadi pada Minggu (2/4) sekitar pukul 00:30 WIB. Awalnya, korban yang berusia 15 tahun tengah tertidur seorang diri, lalu didatangi ED yang masuk melalui pintu kamar yang tak terkunci.

    “Ruang tidur korban seperti bedeng-bedeng rumah kontrakan, di sebelahnya bedengan yang ditempati kakak korban,” ungkapnya yang didampingi oleh Kanit PPA, Ipda Wawan Setiawan Rabu (5/4).

    Ia pun menerangkan, di dalam kamar, ED memaksa korban yang tidur sendirian untuk melayani nafsu bejatnya, namun, korban berusaha berontak. Saat tengah mencabuli pacarnya, kakak korban yang mendengar suara gaduh keluar kamar dan mengintip dari jendela kamarnya.

    “Melihat adiknya dicabuli, kakak korban langsung mendobrak pintu kamar adiknya tersebut, dan langsung menangkap ED yang tidak bisa berkutik,” terang Dedi Mirza.

    Tak terima dengan perbuatannya, ED kemudian digelandang ke Mapolres Serang untuk diproses secara hukum. Sementara, korban yang masih kondisi trauma dibawa ke rumah sakit untuk melakukan visum.

    “Setelah melakukan pemeriksaan disertai hasil visum dan hasil gelar perkara, ED ditetapkan sebagai anak pelaku (tersangka, red) dan dilakukan penahanan di Mapolres Serang,” ujarnya.

    Dedi menyampaikan bahwa ED akan dijerat Pasal 81 Ayat (1) dan Ayat (2) Jo Pasal 82 Ayat (1) UU RI No 17 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.

    “Untuk ancaman hukuman pidananya, minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara,” tandasnya. (MUF)

  • Dalam Sebulan, Ada 16 Kasus Pelecehan Anak di Lebak

    Dalam Sebulan, Ada 16 Kasus Pelecehan Anak di Lebak

    LEBAK, BANPOS – Unit Pelaksana Tugas Daerah (UPTD) Penanganan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Lebak, mencatat sebanyak 16 kasus kekerasan pada anak di Kabupaten Lebak selama Januari 2022. Dari jumlah tersebut didominasi pelecehan seksual, bahkan perlakuan keji itu dilakukan oleh orang terdekat korban.

    Kepala UPTD PPA Kabupaten Lebak, Puji Astuti kepada wartawan, Kamis (17/2) mengatakan, kasus kekerasan tidak hanya pada anak melainkan pada kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Jadi, kurun sebulan (Januari 2022) total ada 20 kekerasan anak dan KDRT.

    “Kasus kekerasan anak dan perempuan di Lebak dalam satu bulan sudah tercatat ada 20 kasus. Dari jumlah itu terdapat 16 kasus pelecehan seksual menimpa anak dan 4 kasus kekerasan pada perempuan,” katanya.

    Dari 28 kecamatan yang ada di Kabupaten Lebak, Puji mengatakan kasus kekerasan itu banyak terjadi di wilayah pedesaan dibanding perkotaan. Hal itu, seiring dengan perkembangan zaman oleh media sosial serta ekonomi yang sekarang ini membuat masyarakat kerap meluapkan emosinya.

    “Jadi dari 20 kasus itu kekerasan dilakukan bapak tiri, saudaranya, tokoh, bapak kandung, temannya, dan ada juga teman yang kenal dari media sosial seperti itu. Yang jelas faktor dari kekerasan semuanya itu dari faktor ekonomi, setelah saya turun ke lapangan menyelidiki,” ungkapnya.

    Sementara untuk korban KDRT yang sendirian saat ini didominasi oleh usia 18-23 tahun. Namun, Puji menyayangkan banyak kasus tersebut tidak tertangani akibat tidak melaporkan kejadian kepada aparat penegak hukum.

    “Mereka yang tidak tertangani, karena mereka tidak melaporkannya. Kalau mereka sudah melapor kepada pihak kita atau polisi pasti tertangani,” jelasnya.

    Selama tahun 2021 Puji mengatakan, kasus kekerasan pada anak dan perempuan terdapat sebanyak 86 kasus.

    “Ada 86 kasus didominasi kejahatan seksual. Itu pun sebagian kita tangani dan sebagian tidak, karena mereka tidak melaporkan kejadian tersebut,” tandasnya.

    (CR-01/PBN)

  • Buntut Pencabulan Santriwati di Padarincang, Ponpes Nyaris Dibakar Massa

    Buntut Pencabulan Santriwati di Padarincang, Ponpes Nyaris Dibakar Massa

    SERANG, BANPOS – Ratusan santri di Kecamatan Padarincang menggeruduk Pondok Pesantren (Ponpes) S untuk mencari JM, Ketua Yayasan yang diduga telah mencabuli 15 santriwati. Bahkan ratusan santri tersebut sempat hampir membakar dan menghancurkan ponpes itu, namun dicegah oleh pihak kepolisian.

    Kedatangan mereka itu untuk menangkap JM yang hingga kini belum tertangkap oleh pihak Kepolisian. Terlebih, JM dinilai telah menodai citra ulama di Padarincang dan nama baik pesantren.

    Ucon, salah satu santri di Padarincang mengaku merasa dirugikan dengan perlakuan JM yang tidak mencerminkan sebagai pimpinan ponpes. Menurutnya, para warga mendatangi pesantren karena tidak sabar ingin menangkap pelaku. 

    “Sebenarnya kami ingin kejelasan kapan pelaku ditangkap. Karena laporan dari keluarga korban sudah ke polisi. Tapi sampai saat ini pelaku belum juga ditangkap,” ujarnya saat ditemui di lokasi, Selasa (28/7).

    Ia menerangkan, gerakan ini secara spontan dilakukan para santri dan tidak dikomandoi. Mereka merasa citra santri dan ulama di Padarincang telah tercoreng buruk dengan adanya aksi bejat yang dilakukan JM, sehingga secara spontan mendatangi Ponpes S.

    “Para santri hanya ingin membersihkan nama baik ulama di Padarincang dengan menangkap pelaku. Banyak, sampai ratusan para santri yang menggeruduk,” terangnya.

    Ia menjelaskan, santri dan warga hanya menuntut agar pelaku cepat dibui untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

    “Kami hanya ingin pelaku ditangkap, tidak ada yang lain. Tangkap segera pelaku oleh polisi. Pelaku ada yang bawa kabur,” jelasnya.

    Sementara itu, Kapolsek Padarincang, AKP Undang Juamra, mengatakan bahwa pihaknya masih terus berusaha menenangkan warga. Pihaknya tidak bisa mengabulkan tuntutan warga karena kasus itu saat ini sedang ditangani Polres Serang Kota.

    “Yang mendatangi Ponpes ini sekitar 200 massa. Saat ini kasus tersebut kan sedang ditangani unit PPA Polres Serang Kota. Kami disini hanya menenangkan massa,” ujarnya kepada BANPOS.

    Selain itu, ia mengatakan bahwa ponpes tersebut saat ini sudah disterilkan. Para santri yang sebelumnya berada di ponpes sudah dipulangkan karena mempertimbangkan faktor keamanan.

    “Pukul 12 siang tadi massa datang ke Ponpes S. Massa yang datang itu ada dari Padarincang, Ciomas, Cinangka dan lainnya. Ponpes sudah kami sterilkan, santri yang tadinya masih ada sudah dipulangkan,” ungkapnya.

    Berdasarkan pantauan di lokasi, kondisi Pondok Pesantren dijaga ketat oleh pihak kepolisian. Bangunan pondok pun telah dipasang garis polisi. Akibat kejadian tersebut, satu bangunan pondok yang terbuat dari bambu bilik rusak diamuk massa.

    Selain itu, hingga berita ini ditulis ratusan massa masih bertahan di sekitar Ponpes. Sesekali massa melantunkan dzikir dan salawat bersama. Beberapa kali juga terdengar teriakan untuk merobohkan Ponpes itu. (DZH)

  • Ngaku Akan Kasih ‘Ilmu’, Belasan Santriwati Diduga Dirogol Ketua Yayasan

    Ngaku Akan Kasih ‘Ilmu’, Belasan Santriwati Diduga Dirogol Ketua Yayasan

    SERANG, BANPOS – Belasan santriwati mengalami pencabulan oleh ketua Yayasan salafi di Kecamatan Mancak, Kabupaten Serang. Modus yang dilakukan oleh ketua yayasan  itu yakni akan diberikan ‘ilmu’ berupa wiridan, namun harus ditebus dengan hubungan badan.

    Salah seorang perwakilan korban, Anton Daeng Harahap, mengatakan untuk saat ini hanya ada empat korban yang mau melaporkan perbuatan pelaku yang berinisial JMJ. Keempat korban tersebut yakni DA, MA, YH, ES. Semua korban itu merupakan warga Kecamatan Mancak, Kabupaten Serang.

    Anton mengatakan, para korban pencabulan tersebut berusia antara 14 tahun hingga 20 tahun yang sudah menjadi santriwati di pesantren tersebut baik kurang dari satu tahun maupun lebih dari satu tahun.

    “Ada yang sudah dicabuli satu kali dan ada juga yang sudah dua kali,” katanya kepada awak media saat ditemui di Polres Serang Kota, Senin (27/7).

    Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa untuk santriwati yang dicabuli oleh JMJ diluar dari empat korban yang sudah melapor, rata-rata berasal dari Kecamatan Anyer, Mancak, Padarincang serta ada yang berasal dari Kabupaten Pandeglang.

    Akan tetapi, Anton enggan memaparkan nama maupun inisial korban, karena sudah berjanji kepada korban dan keluarga korban untuk tidak memberitahukan nama korban.

    Berdasarkan penuturan dari para korban, pelaku sudah lama melakukan aksinya. Namun para korban tidak mau melaporkan perbuatan pelaku, dikarenakan mendapatkan ancaman.

    Jika korban melaporkan hal tersebut kepada orang lain, maka pelaku akan melakukan teluh atau guna-guna. “Dipeluk dan disuruh buka pakaian, disuruh memeluk pelaku,” kata menggambarkan aksi tersebut kepada awak media.

    Selain itu, pelaku tidak pernah mengajar di pesanteren tersebut, akan tetapi pelaku mencari anak didik dengan cara menyuruh orang lain sejak tahun 2012. “Yang mengajar santri-santri disana,” ucapnya.

    Selain itu, Anton menerangkan bahwa pelaku sudah mempunyai tiga orang istri yang juga merupakan korban dari aksi pencabulan yang dilakukan oleh pelaku.

    Salah satu orang tua korban berinisial SY mengatakan bahwa anaknya sudah menjadi santri di pesantren pelaku kurang lebih satu tahun lamanya. Akan tetapi, anaknya tidak pernah mau menceritakan kejadian pencabulan tersebut. Ia mengatahui hal tersebut karena adanya laporan dari PPTP2A.

    “Ada yang melaporkan dari PPTP2A, disitulah saya tau,” tandasnya. (DZH/AZM)

  • Tersangka Pencabulan di Samsat Malingping Hanya Satu Orang Dianggap Tidak Fair

    Tersangka Pencabulan di Samsat Malingping Hanya Satu Orang Dianggap Tidak Fair

    Ilustrasi pelecehan seksual.
    MALINGPING, BANPOS -Sejumlah pihak terus mendorong agar kepolisian mengusut tuntas kasus pelecehan seksual yang diawali pemberian pil diduga jenis koplo dan minuman keras kepada korban inisial Sr siswi SMK swasta yang tengah magang di Kantor Samsat Malingping beberapa waktu lalu. Dalam hal ini, polisi Malingping hanya menetapkan satu tersangka Nd, pegawai honorer Samsat Malingping. Padahal, diduga masih ada oknum lain yang terlibat dan layak untuk dijadikan tersangka, namun tidak dilakukan pemeriksaan. Salah satunya yang menjadi sorotan di Lebak selatan adalah Fm, oknum PNS yang bekerja di Puskesmas Malingping.

    Berdasarkan pengakuan korban Sr, selain disuguhi miras oleh tersangka Nd, dirinya pun meminum obat ukuran kecil warna pink sebanyak tiga butir. Obat yang diduga jenis pil koplo tersebut menurut korban, diberikan oleh oknum Fm pegawai puskesmas itu di rumah kontrakan tempat korban Sr diperlakukan cabul oleh tersangka, yakni diremas-remas payudara beberapa kali.

    Teja Kelana, Sekretaris Generasi Anti Narkotika Nasional (GANN) DPC Lebak meminta aparat kepolisian untuk mengembangkan kasus tersebut. Menurutnya, tidak mungkin terjadi kasus pelecehan seksual kalau tidak ada pemberian obat dan miras.

    Dari DPC GANN LEBAK meminta kepada pihak aparat untuk terus mengembangkan kasus ini. Tidak akan terjadi pelecehan seksual jika tidak ada tempat, miras dan obat. Untuk itu, saya yakini ada pelaku lain yang terlibat, termasuk pemilik obat (Fm),” tutur Tb Teja Kelana kepada wartawan, Kamis (17/10).

    Pihaknya berjanji bahwa akan terus mengawal proses hukum kasus dugaan pelecehan seksual kepada anak di bawah umur yang saat ini telah dilimpahkan dari Polsek Malingping ke Polres Lebak itu.

    Sementara Koordinator Jaringan Advokasi hak Perempuan dan Anak, Wahyudi mengaku menyayangkan dan prihatin melihat penanganan kasus ini. Pihaknya yakin bahwa perbuatan amoral ini diduga bukan hanya dilakukan oleh oleh satu orang saja, melainkan ada oknum yang membantu.

    “Ini harus diperiksa juga obatnya itu obat apa, asalnya dari mana. Penyidik mempunyai hak untuk itu, dengan kata lain bisa saja menetapkan tersangka lainnya dari hasil pengembangan,” terangnya.

    Dijelaskan Wahyudi, sesuai dengan pasal 55 KUHP ayat 1 poin 1 (1), yang dapat dipidana sebagai pelaku tindak pidana menurutnya antara lain mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan (pidana).

    “Kalau hanya ditetapkan satu tersangka ini tidak fair karena ada yang membantu dalam melakukan perbuatan tersebut, sudah selayaknya yang ikut membantu juga di jadikan tersangka sehingga memenuhi rasa keadilan,” tandasnya.

    Terpisah, Ketua KNPI Malingping, Hida Nurhidayat kepada BANPOS meminta kepolisian untuk terus mengungkap kasus tersebut secara rinci dan berkeadilan. Hal ini untuk mencegah preseden buruk terhadap lembaga kepolisian.

    “Kalau menyimak isi pemberitaan media massa, jelas diduga pelaku itu lebih dari satu orang yang terlibat. Dalam hal ini masyarakat hanya ikut mengamati praktek pengembangan pemeriksaan yang tengah dijalankan aparat saat ini. Dan kita hanya memantau sejauh mana keadilan diterapkan,” papar Hida.(WDO)