SERANG, BANPOS – Pendataan anak tidak sekolah atau putus sekolah ternyata masih belum maksimal, hal ini terlihat dari adanya perbedaan data yang cukup signifikan antara pihak kecamatan dengan tingkat kota.
Camat Taktakan, Mamat Rahmat, menjelaskan, sebelumnya yang dipaparkan Kadis Dindik Kota Serang, Tb.Suherman yang menyebut terdapat 133 siswa putus sekolah di Kota Serang sedikit berbeda dengan data yang dimiliki oleh pihaknya. Per tanggal 26 juli 2023, di Kecamatan Taktakan sudah terdata sebanyak 167 anak yang putus sekolah.
“Sebetulnya data yang sebelumnya itu baru sebagian, karena di Taktakan sendiri ada sebanyak 167 anak tidak sekolah,” jelasnya, Minggu (30/7).
Ia juga menyampaikan bahwa sampai saat ini pihaknya masih melakukan pendataan anak tidak sekolah di Kecamatan Taktakan. Karena menurutnya, di Kecamatan Taktakan masih banyak anak yang tidak sekolah namun belum terdata.
“Memang updatenya masih terus kita dilakukan. Jadi sebetulnya masih banyak anak-anak yang tidak sekolah dan saat ini masih belum terdata semua,” ujarnya.
Selain itu menurutnya, pemahaman masyarakat yang masih cenderung berfikir praktis, sempit dan instant (pragmatis). Ternyata berdampak juga pada bidang pendidikan.
Dimana pola berpikir pragmatis tersebut mengakibatkan angka anak putus sekolah semakin meningkat. Pasalnya, orang yang mempunyai sifat pragmatis selalu menginginkan segala sesuatu yang dikerjakan atau yang diharapkan segera tercapai tanpa mau berfikir panjang dan tanpa melalui proses yang lama.
Mamat mengatakan bahwa sesuai amanat UUD 1945 pasal 31 ayat 2 yang mana kewajiban mendapatkan pendidikan yang layak untuk anak adalah kewajiban orang tua dan pemerintah. Oleh karenanya, ia sangat mendukung program ‘aje kendor sekolah’ di Kota Serang.
Rahmat menjelaskan, bahwa warga di Kecamatan Taktakan saat ini masih cenderung memiliki pemahaman pragmatis yang membuatnya enggan untuk melanjutkan sekolah.
“Banyak alasan warga Taktakan yang putus sekolah, diantaranya biaya dan pemahaman pragmatisme, yaitu mencari penghidupan dan bekerja di usia dini,” jelasnya.
Dalam mengatasi hal tersebut, dirinya berkoordinasi dengan para RT RW, Lurah dan para kader posyandu untuk dapat memberikan edukasi tentang pentingnya pendidikan
“Maka peran Lurah, RT RW dan kader posyandu untuk mendata dan mengedukasi tentang pentingnya pendidikan sangat diperlukan,” ujarnya.
Rahmat menuturkan, dalam mengurangi angka putus sekolah di Kota Serang khususnya di Kecamatan Taktakan, dirinya akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar anak-anak yang saat ini putus sekolah bisa kembali melanjutkan pendidikannya.
“Karena ini sangat penting, jadi dalam waktu dekat, kita akan lakukan sosialisasi kepada masyarakat sekaligus mendata anak-anak yang putus sekolah, agar anak yang putus sekolah dapat melanjutkan pendidikannya. Ke depan, kita juga akan ada kegiatan penyaluran bantuan untuk kegiatan pembelajaran,” tandasnya.
Terpisah, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang, Banten, melalui Dinas Pendidikan dan Olahraga menyebutkan sekitar 700 anak di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) drop out atau putus sekolah.
“Dari total kisaran 49 ribu siswa di tingkat SMP, ada sekitar 700 anak atau 1,5 persen mengalami drop out,” kata Sekretaris Dinas Pendidikan dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Pandeglang Sutoto saat di konfirmasi di Pandeglang, Jumat (28/7).
Atas kondisi tersebut, dia menyebutkan Pemkab Pandeglang tengah berupaya menyusun rancangan peraturan bupati (perbup) yang akan mengatur penanganan dan solusi untuk mengatasi anak-anak putus sekolah itu.
“Saat ini Pemkab Pandeglang sedang menyusun draf peraturan bupati yaitu gerakan sarerea lulus sekolah,” katanya.
Ia menyebutkan gerakan itu dibentuk oleh beberapa Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait untuk mengatasi permasalahan putus sekolah dan menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif serta mendukung bagi seluruh siswa di Pandeglang.
“Nanti akan dibentuk dengan beberapa OPD terkait, seperti Dinas Sosial dan dinas yang menangani perlindungan anak serta dengan Baznas sebagai kemitraan dan Dinas Pendidikan sebagai leading sector,” kata Sutoto.
Ia menyebutkan penyebab anak drop out mayoritas faktor sosial budaya, antara lain dibully, korban pelecehan seksual, serta ajakan pindah ke pesantren salafi dan madrasah.
Pemkab Pandeglang berkomitmen untuk meningkatkan kualitas dan aksesibilitas pendidikan bagi semua anak di daerah tersebut.
“Bekerja sama antara pemerintah daerah, sekolah, orang tua, dan seluruh pihak terkait, diharapkan masalah ini dapat dikurangi dan setiap anak mendapatkan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas serta berkelanjutan,” ujar Sutoto. (MG-02/ANT/PBN)