KAIRO, BANPOS – Seorang mahasiswa asal Banten yang berkuliah di Kairo, Mesir, bernama Muhammad Aslam, menjadi korban pengeroyokan sesama mahasiswa Indonesia. Ia dikeroyok sebanyak 15 orang yang merupakan oknum mahasiswa asal Sulawesi.
Peristiwa itu terjadi pada Rabu, 12 Juli lalu pukul 21.45 waktu Kairo. Berdasarkan keterangan tertulis yang diterima BANPOS, peristiwa tersebut bermula dari komentar Aslam terhadap peristiwa pengeroyokan, yang terjadi terhadap temannya.
Aslam menuturkan, dirinya sempat mengomentari InstaStory milik temannya, yang mengaku tidak puas dengan hasil keputusan penyelesaian permasalahan, yang memutuskan untuk menyelesaikan secara kekeluargaan.
“(Komentar tersebut) atas dasar kepedulian terhadap korban pengeroyokan yang dimana korban adalah teman dekat saya,” ujar Aslam dalam keterangan tertulis yang diterima BANPOS, Selasa (25/7).
Ia menuturkan, komentar tersebut sempat diunggah ulang oleh temannya melalui InstaStory, dan sempat ditangkap layar oleh para pelaku hingga menimbulkan kegaduhan.
Kegaduhan tersebut berlangsung hingga Rabu 12 Juli. Bertempat di kediaman Aslam pada pukul 21.45 waktu Kairo, sebanyak 15 orang mendatangi Aslam. Mereka merupakan anggota organisasi kekeluargaan asal Indonesia juga.
Menurut Aslam, ia dikonfrontasi terkait dengan kebenaran komentar, yang sebelumnya telah diunggah ulang oleh temannya. Hal itu pun berakhir dengan pengeroyokan terhadap dirinya.
“Saya dihantam habis-habisan selama kurang lebih 1 jam lamanya, tidak ada dari mereka yang tidak terlibat dalam pengeroyokan ini,” ungkapnya.
Ia menuturkan, akibat dari pengeroyokan tersebut, dirinya mengalami luka-luka di sekujur tubuhnya hasil dari tendangan dan pukulan 15 orang tersebut.
“Saya mengalami luka pukulan dan tendangan pada bagian kepala, hidung, kedua mata hingga pendarahan dalam, telinga bagian kanan, tangan kiri dan kanan dan badan bagian atas,” tuturnya.
Selain kekerasan fisik, dirinya pun mendapat ancaman serta hinaan terhadap asal daerahnya, yakni Banten. Para oknum mahasiswa itu menurutnya, menghina kebudayaan Banten yakni debus.
“Kemudian mereka merampas HP saya dan membuka privasi chat pada WhatsApp saya dan memaksa saya untuk menunjukan akun email pribadi saya, dengan mengancam gerak gerik saya dalam sosial media akan dilacak,” terangnya.
Saat ini, ia mengaku bukan hanya luka fisik saja yang tengah dideritanya, namun juga trauma mental. Bahkan, ia mengaku sampai saat ini, takut bersosial media dan berkegiatan di luar rumah.
“Saya berharap kepada yang berkuasa: KBRI Kairo, PPMI Mesir, Kekeluargaan dan penegak hukum lainnya untuk dapat menyelesaikan kasus ini dengan seadil-adilnya, agar tidak terus terulang kasus yang serupa yang dapat menyebabkan banyak korban,” tandasnya. (DZH)