Tag: penyandang disabilitas

  • Disabilitas di Pandeglang Dirudapaksa Tetangga, Sempat Dinikahi Pelaku, Diceraikan Dalam Sehari

    Disabilitas di Pandeglang Dirudapaksa Tetangga, Sempat Dinikahi Pelaku, Diceraikan Dalam Sehari

    PANDEGLANG, BANPOS – Seorang gadis penyandang disabilitas keterbelakangan mental atau tunagrahita berinisial S (24) warga Kecamatan Koroncong, Kabupaten Pandeglang, menjadi korban kasus kekerasan seksual oleh tetangganya Y hingga hamil 6 bulan.

    Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos) Kabupaten Pandeglang, A. Subhan, mengatakan bahwa saat ini pihaknya sedang melakukan pendampingan terhadap beberapa korban dari beberapa kasus kekerasan seksual di Polres Pandeglang.

    Salah satunya adalah kasus pemerkosaan yang menimpa korban penyandang disabilitas yang saat ini sedang hamil 6 bulan.

    “Korban inisial S ini menurut informasi yang saya dapatkan, dilakukan pencabulan hingga mengakibatkan hamil enam bulan,” kata Subhan saat ditemui di Mapolres Pandeglang, Selasa (16/4).

    Dijelaskannya, dalam kasus kekerasan seksual tersebut, pelakunya merupakan tetangga korban. “Pelakunya tetangga korban berinisial Y,” katanya.

    Sebelum dilaporkan, lanjut Subhan, korban sempat dinikahkan dengan pelaku. Namun, selang satu hari pelaku menceraikannya.

    “Keluarga mengetahui kondisi korban sedang hamil, karena perutnya makin membesar. Dan si pelaku ini memang sempat dinikahkan satu hari,” ucapnya.

    Subhan menambahkan, saat ini keluarga korban melaporkan kasus tersebut ke Polres Pandeglang dan telah mendapatkan pendampingan dari Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A).

    “Kasus ini akhirnya didampingi oleh P2TP2A dan sempat dilakukan visum hari ini (Selasa). Mudah-mudahan kita mengetahui kondisi selanjutnya korban,” jelasnya.

    Subhan mengaku, pihaknya akan fokus melakukan pendampingan untuk pemulihan korban. Sedangkan untuk penanganan hukum akan dilakukan penyidik Polres Pandeglang.

    “Kita lebih kepada pemulihannya nanti, terkait hukumnya koordinasi dengan penyidik Polres Pandeglang,” ucapnya.

    Selain itu, kata Subhan lagi, pihaknya juga akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Sosial (Kemensos) RI. Karena untuk penangan keterbelakangan mental harus profesional dan oleh spesialis.

    “Kalau saya dari pendamping rehabilitasi sosial akan berkoordinasi dengan Kementerian juga, penanganan disabilitas ini kan lebih spesialis. Jadi misalkan disabilitas kita lihat dulu, wajib didampingi profesional,” ungkapnya.

    Terpisah, Kepala UPTD PPA DP2KBP3A Kabupaten Pandeglang, Mila Oktaviani mengatakan, pihaknya saat ini melakukan pendampingan terhadap korban dan memeriksa kesehatan serta janinnya.

    “UPTD PPA menerima pengaduan bahwa ada korban kekerasan seksual, dan mendampingi untuk pemeriksaan visum. Pemeriksaan kesehatan ibu dan janin, pemeriksaan psikologi korban. Korban kita jangkau atau kita jemput saat akan melakukan pemeriksaan,” katanya. (DHE/DZH)

  • Bukan Disabilitas, Polsek Cadasari Sebut Korban Pengeroyokan di Sukajaya Gangguan Jiwa

    Bukan Disabilitas, Polsek Cadasari Sebut Korban Pengeroyokan di Sukajaya Gangguan Jiwa

    SERANG, BANPOS – Kanit Reskrim Polsek Cadasari menyebut remaja korban pengeroyokan yang terjadi di Desa Sukajaya, Anta, bukanlah penyandang disabilitas. Akan tetapi, pihaknya menyebut Anta sebagai orang dengan gangguan kejiawaan (ODGJ).

    “Anta (korban) itu tepatnya gangguan jiwa yah, bukan disabilitas. Kami sudah periksa dan bawa ke psikiater, hasilnya itu gangguan jiwa berat,” ujar Kanit Reskrim Polsek Cadasari, Aiptu Aap, saat dihubungi oleh awak media, Kamis (20/8).

    Ia mengungkapkan bahwa pihaknya sudah tiga kali melakukan gelar perkara. Aap menjelaskan, pihaknya susah untuk mengungkapkan kasus yang dialami oleh Anta. Karena menurutnya persoalan yang terjadi pada Anta bukanlah persoalan individu, melainkan persoalan khusus.

    “Kalau antar kampung itu biasanya lebih mudah untuk diungkap karena dapat dimintai keterangan. Sedangkan kasus Anta itu berbeda dari yang biasanya,” katanya.

    Bahkan menurutnya, kasus Anta ini sangat menghabiskan waktu dan tenaga dari pihaknya. Karena dalam proses tersebut, dilakukan secara ekstra.

    “Sampai jam 11 malam, bahkan saya pernah memeriksa orang 1X24 jam karena untuk mencari duduk permasalahan dan ingin mengetahui kejadian sebenarnya,” terangnya.

    Namun hingga saat ini pihaknya masih terus bekerja. Namun apabila kasus ini tidak dapat diselesaikan oleh Polsek Cadasari, maka pihaknya melimpahkan berkas ke Polres Pandeglang untuk dapat ditangani dengan semaksimal mungkin.

    “Perkara ini nantinya akan diambil oleh Polres. Jadi kalau kami belum bisa menemukan titik terang, akan diambil oleh Polres. Karena tenaganya lebih banyak dan profesional,” tandasnya. (DZH)

    Berita sebelumnya: https://banpos.co/2020/07/28/4-bulan-kasus-tunagrahita-diamuk-warga-tak-kunjung-jelas/

  • 4 Bulan Kasus Tunagrahita Diamuk Warga Tak Kunjung Jelas

    4 Bulan Kasus Tunagrahita Diamuk Warga Tak Kunjung Jelas

    PETIR, BANPOS – Kasus penganiayaan terhadap salah satu anak penyandang disabilitas asal Kampung Sanding, Desa Sanding, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang bernama Anta yang terjadi di Desa Sukajaya, Kabupaten Pandeglang, hingga kini tidak kunjung menemukan titik temu.

    Padahal berdasarkan keterangan orang tua korban, peristiwa pengeroyokan tersebut terjadi empat bulan yang lalu atau 25 Maret 2020. Menurut orang tua korban, pihak kepolisian sulit menemukan pelaku lantaran tidak ada warga yang mengaku melakukan pengeroyokan dan tidak ada saksi dalam pengeroyokan itu.

    Ayah korban, Romi Gusmadona, menceritakan kronologis kejadian pengeroyokan tersebut. Pada 25 Maret lalu sekitar pukul 18.00 WIB, Anta meninggalkan kediamannya. Romi mengaku tidak berfikiran negatif dengan perginya Anta dari rumah. Sebab, meskipun disabilitas dengan kategori Down Syndrome, Anta memang sudah terbiasa keluar rumah.

    “Anak saya meskipun Down Syndrome itu tetap bisa bermain keluar. Dia juga bisa untuk beli jajanan sendiri tanpa ditemani. Jadi kami tidak berfikiran macam-macam ketika anak saya keluar rumah, kiranya dia ingin bermain saja atau ke warung tetangga,” ujarnya kepada BANPOS, Senin (27/7).

    Namun sekitar pukul 19.00 WIB, ada salah satu warga yang mengabarkan kepada dirinya bahwa ia melihat Anta sedang berada di sekitar Desa Cikentrung yang lokasinya sekitar 3 kilometer dari tempatnya tinggal.

    “Saya pun akhirnya mendatangi anak saya untuk menjemputnya pulang. Namun ternyata ketika kami datangi, anak saya kabur ke dalam hutan. Memang kalau dalam kondisi hatinya sedang tidak enak, dia tidak mau didekati oleh siapapun, termasuk saya,” terangnya.

    Romi pun meminta bantuan kepada adik iparnya serta warga sekitar, untuk mencari Anta. Namun hingga pukul 22.30 WIB, Anta tidak kunjung ditemukan. Akhirnya, Romi beserta adik iparnya pun pulang ke rumah karena ada keperluan kerja.

    “Sebenarnya anak saya itu memang sudah biasa pergi jauh. Pernah ke Petir sendirian, sekitar 2 kilometer jaraknya dari rumah, dan itu bisa pulang sendiri. Kami juga berpikir bahwa toh ini desa tetangga, ada yang kenal dan bisa untuk pulang sendiri juga,” tuturnya.

    Namun pada pukul 02.00 WIB, Romi mendapatkan kabar dari Kepala Desa Sanding, Heri Suherman, bahwa anaknya ditemuka di Desa Sukajaya, Kabupaten Pandeglang. Tanpa pikir panjang, Romi dan Heri pun akhirnya berangkat ke Desa Sukajaya.

    “Saya beserta pak kades akhirnya berangkat ke Desa Sukajaya untuk menjemput anak saya. Tapi ternyata saat kami sudah sampai di lokasi, ternyata anak saya sudah habis babak belur dihakimi oleh warga,” jelasnya.

    Saat ditanya mengapa Anta dikeroyok, warga setempat mengatakan bahwa Anta dicurigai sebagai seorang maling. Namun pada saat ditanya bukti dari tuduhan tersebut, warga tidak bisa membuktikannya.

    “Anak saya anak yang berkebutuhan khusus. Walaupun diteriaki maling oleh warga, itu tidak akan melawan (membantah). Kalaupun dia dihajar habis-habisan, tidak akan melawan. Karena memang anak saya itu yah berkebutuhan khusus,” katanya.

    Romi mengaku telah melakukan pelaporan pada hari yang sama saat anaknya ditemukan dalam kondisi babak belur. Namun hingga saat ini, kasus tersebut masih belum menemukan titik terang. Sebab, tidak ada warga setempat yang mengaku telah melakukan pengeroyokan.

    “Laporan saya buat di Polsek Cadasari pada 26 Maret kemarin. Tapi sampai sekarang belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian. Alasannya tidak ada yang mengaku. Kan gak mungkin juga tersangkanya mengaku, kalau begitu penjara penuh. Memangnya tidak ada cara lain,” tuturnya.

    Romi juga mengatakan bahwa dalam kasus ini, pihaknya tidak mendapatkan pendampingan sama sekali. Ia pun mempertanyakan mengapa dari pihak pemerintah tidak ada yang menurunkan pendampingan hukum bagi Anta dalam menyelesaikan kasus tersebut.

    “Tidak ada. Saya itu hanya ditemani oleh saudara saya yang memang berprofesi sebagai pengacara. Tapi saudara saya itu tidak menjadi kuasa hukum saya, hanya sebatas menemani saja. Saya juga bingung, kenapa dari pemerintah tidak ada yang tahu terkait kejadian ini, padahal dari pemerintah Desa sendiri sudah tahu, tapi kok Pemkab atau Kecamatan seolah-olah tutup mata,” tegasnya.

    Sementara itu, Kanit Reskrim Polsek Cadasari, Aiptu Aap, menerangkan bahwa pihaknya hingga kini masih melakukan pemeriksaan saksi. Bahkan menurutnya, pemeriksaan yang telah dilakukan oleh pihaknya sudah hampir mencapai satu kampung di lokasi kejadian.

    “Belum ada yang mengakui dan saksi yang melihat, bahkan saksi yang didatangkan korban juga keteranganya sama, tidak melihat. Karena datang setelah kejadian,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp.

    Ia pun menerangkan bahwa salah satu saksi yang dibawa oleh pelapor maupun beberapa pihak yang terfoto dalam foto yang beredar, telah dilakukan pemeriksaan. Bahkan pihak kepolisian tidak mengijinkan orang-orang tersebut untuk pulang selama 1×24 jam. Namun tidak ada satu pun pihak yang mau mengaku.

    “Semua sudah diperiksa bahkan saya tidak pulangkan selama 1×24 jam. Tapi tetep belum menerangkan tentang pemukulan. Kalau sudah ada yang bisa ditahan, saya tahan bos. Karena perkara ini cukup menguras energi, siang-malam kami di sana. Karena kalau kami panggil (pihak terkait) kadang-kadang datangnya susah, karena ketakutan (dengan) alasan kerja dan lain-lain,” ungkapnya.

    Ditanya terkait indikasi adanya intimidasi agar tidak ada yang berbicara, Aap mengaku masih belum melihat hal tersebut. Hanya saja, pihaknya melihat adanya indikasi solidaritas antar warga meskipun masih belum pasti.

    Selain itu, di tempat tinggal mereka saat itu sedang marak kejadian pencurian karena banyaknya PHK akibat Covid-19. Kebetulan pada saat itu pukul 02.00 WIB dini hari ada seorang yakni Anta yang masuk ke kampung dan tidak dikenali oleh warga setempat sehingga dikira akan mencuri.

    “Tapi sampai saat ini tetap masih saya dalami dan saya sudah dua kali gelar (perkara) di Polres. Sampai saat ini kami masih melaksanakan arahan dan petunjuk dari Polres, jangan sampai kami salah menentukan orang. Langkah berikutnya setelah semua arahan dari Polres kami kerjakan, nanti kami akan gelar (perkara) lagi,” tandasnya. (DZH)

  • Sekarang, Penyandang Disabilitas Bisa Nyalon Jadi Walikota Serang

    Sekarang, Penyandang Disabilitas Bisa Nyalon Jadi Walikota Serang

    SERANG, BANPOS – Hak politik penyandang Disabilitas saat ini semakin terjamin setelah adanya Perda Penyandang Disabilitas. Bahkan, bukan hanya untuk memilih dalam Pemilu, melainkan juga dipilih. Sehingga kedepannya, tidak menutup kemungkinan adanya penyandang disabilitas yang menjadi Walikota dan Wakil Walikota Serang.

    “Kini mereka para penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan kita. Mereka juga memiliki hak politiknya, bahkan bisa mencalonkan menjadi Walikota, Dewan, bahkan Gubernur,” ujar Walikota Serang, Syafrudin, saat ditemui di DPRD Kota Serang, kemarin.

    Syafrudin juga mengatakan bahwa para penyandang disabilitas pun dijamin hak lainnya, seperti hidup, bebas dari stigma, kesehatan, kesejahteraan sosial, hidup mandiri dan dilibatkan oleh masyarakat, konsesi, pendidikan, hingga bebas dari tindakan diskriminasi, penelantaran, penyiksaan, serta eksploitasi.

    “Termasuk dengan fasilitas bangunan gedung. Saat ini memang belum bersahabat dengan mereka, tapi ke depan akan kami fasilitasi, sehingga mereka dapat menikmati gedung yang ada di Kota Serang,” tuturnya.

    Penyusunan Perda Penyandang Disabilitas, lanjut Syafrudin, merupakan langkah dalam mewujudkan penghormatan, pemajuan, perlindungan, pemenuhan hak asasi manusia (HAM), serta kebebasan dasar penyandang disabilitas secara penuh dan setara.

    “Ini juga sebagai bentuk mewujudkan taraf kehidupan penyandang disabilitas yang lebih berkualitas, adil, sejahtera lahir batin, mandiri, dan bermartabat,” katanya.

    Di tempat yang sama, Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Ratu Ria Maryana, mengatakan bahwa adanya Perda Penyandang Disabilitas merupakan salah satu bentuk perhatian Pemda Kota Serang, sehingga segala hak penyandang disabilitas dapat disamaratakan dengan dengan masyarakat pada umumnya.

    “Mereka penyandang disabilitas memiliki hak yang sama dengan kita, maka dari itu kita juga harus mendukung dan membantu mereka agar mendapatkan hak yang dimilikinya,” ujarnya.

    Dengan disahkannya Perda Penyandang Disabilitas ini, maka tugas panitia khusus (Pansus) sudah selesai dan resmi dibubarkan. Ia pun mengapresiasi Pansus dan para penyandang disabilitas yang telah bekerja keras untuk merealisasikan Perda ini.

    “Terimakasih kepada pansus yang telah membuatkan perda penyandang disabilitas ini, semoga dengan ini dapat membantu mereka, mulai dari gedung ramah penyandang disabilitas dan lain sebagainya,” tandasnya. (DZH)

  • Perusahaan Harus Sediakan Kuota untuk Penyandang Disabilitas

    Perusahaan Harus Sediakan Kuota untuk Penyandang Disabilitas

    SERANG, BANPOS – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Serang mengingatkan kepada perusahaan-perusahaan di Kabupaten Serang berkaitan dengan ada aturan untuk menyiapkan kuota khusus bagi pelamar penyandang disabilitas.

    Hal itu berdasarkan Undang Undang No 8 tahun 2016, dalam bab Penyandang Disablitas di pasal 53 ayat 1, Pemerintah, Pemda, BUMN dan BUMD, wajib mempekerjakan paling sedikit dua persen dan perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1 persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja.

    Meskipun demikian, Kepala Disnakertrans Kabupaten Serang, R Setiawan mengakui jika sosialisasi secara langsung belum dilakukan. Hal itu disebabkan tidak ada alokasi anggaran untuk sosialisasi.

    “Terkait sosialisasi secara langsung, kami terbentur anggaran. Insyaallah ke depan akan kami sosialisasikan secara sereminial atau acara khusus,” ujar R Setiawan saat ditemui di ruang kerjanya.

    Namun, lanjut Setiawan, kalau untuk pelatihan di Balai Latihan Kerja Indonesia (BLKI) yang ada di Serang, sudah disediakan khusus untuk penyandang disabilitas.

    “Di BLKI sudah diberikan ruang, jadi ada kuota khusus untuk penyandang disabilitas, yaitu jurusan listrik. Kemarin ada satu kelas, sementara satu kelas ada sekitar 16 orang,” ungkapnya.

    Setiawan menegaskan, sebenarnya kuota untuk penyandang disabilitas di setiap perusahaan itu ada. Namun, karena kurangnya pemahaman akan hal tersebut, sehingga belum melihat penyandang disabilitas membuat kartu kuning.

    “Padahal setiap perusahaan mewajibkan harus ada kartu kuning bagi pelamar kerja. Setiap penerimaan kuotanya ada, tetapi sepertinya tidak pernah terisi,” tandasnya.

    Sebelumnya Kepala Bidang Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Kabid Binapenta) pada Disnakertrans Kabupaten Serang, Ugun Gunawan mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan dalam pelayanan bagi pencaker penyandang disabilitas. Disebutkan, pelayanannya hampir sama dengan masyarakat lainnya, tidak ada perbedaan khusus antara pencaker penyandang disabilitas maupun yang non disabilitas sekalipun.

    “Sekarang sudah enak kok, sudah mudah. Mulai dari online registrasi atau pendaftaran, artinya pembuatan AK1 ini dari rumah pun sudah bisa diakses. Sehingga datang ke Disnaker tinggal cetak saja,” ujarnya.

    Kalaupun misalnya ada kesulitan untuk mendaftar secara daring, kata dia, Disnakertrans menyediakan tiga unit komputer untuk membantu masyarakat dari daerah yang mengalami kesulitan untuk mendaftar secara daring.

    “Jadi insyaAllah kita berinovasi, supaya pelayanan pada Dinas ini, jangan sampai masyarakat yang jauh-jauh datang kesini, pulang lagi dengan hampa,” tuturnya.

    Saat itu, Ugun mengaku bahwa pencaker penyandang disabilitas sudah diserahkan ke pihak Pemerintah Provinsi Banten. Sehingga pihaknya hanya memfasilitasi pembuatan kartu kuning.

    “Selama saya memantau, ada memang penyandang disabilitas yang datang ke sini untuk mencetak kartu kuning. Alhamdulillah kami mengupayakan untuk dapat melayani masyarakat Kabupaten Serang,” katanya.(MUF)