PETIR, BANPOS – Kasus penganiayaan terhadap salah satu anak penyandang disabilitas asal Kampung Sanding, Desa Sanding, Kecamatan Petir, Kabupaten Serang bernama Anta yang terjadi di Desa Sukajaya, Kabupaten Pandeglang, hingga kini tidak kunjung menemukan titik temu.
Padahal berdasarkan keterangan orang tua korban, peristiwa pengeroyokan tersebut terjadi empat bulan yang lalu atau 25 Maret 2020. Menurut orang tua korban, pihak kepolisian sulit menemukan pelaku lantaran tidak ada warga yang mengaku melakukan pengeroyokan dan tidak ada saksi dalam pengeroyokan itu.
Ayah korban, Romi Gusmadona, menceritakan kronologis kejadian pengeroyokan tersebut. Pada 25 Maret lalu sekitar pukul 18.00 WIB, Anta meninggalkan kediamannya. Romi mengaku tidak berfikiran negatif dengan perginya Anta dari rumah. Sebab, meskipun disabilitas dengan kategori Down Syndrome, Anta memang sudah terbiasa keluar rumah.
“Anak saya meskipun Down Syndrome itu tetap bisa bermain keluar. Dia juga bisa untuk beli jajanan sendiri tanpa ditemani. Jadi kami tidak berfikiran macam-macam ketika anak saya keluar rumah, kiranya dia ingin bermain saja atau ke warung tetangga,” ujarnya kepada BANPOS, Senin (27/7).
Namun sekitar pukul 19.00 WIB, ada salah satu warga yang mengabarkan kepada dirinya bahwa ia melihat Anta sedang berada di sekitar Desa Cikentrung yang lokasinya sekitar 3 kilometer dari tempatnya tinggal.
“Saya pun akhirnya mendatangi anak saya untuk menjemputnya pulang. Namun ternyata ketika kami datangi, anak saya kabur ke dalam hutan. Memang kalau dalam kondisi hatinya sedang tidak enak, dia tidak mau didekati oleh siapapun, termasuk saya,” terangnya.
Romi pun meminta bantuan kepada adik iparnya serta warga sekitar, untuk mencari Anta. Namun hingga pukul 22.30 WIB, Anta tidak kunjung ditemukan. Akhirnya, Romi beserta adik iparnya pun pulang ke rumah karena ada keperluan kerja.
“Sebenarnya anak saya itu memang sudah biasa pergi jauh. Pernah ke Petir sendirian, sekitar 2 kilometer jaraknya dari rumah, dan itu bisa pulang sendiri. Kami juga berpikir bahwa toh ini desa tetangga, ada yang kenal dan bisa untuk pulang sendiri juga,” tuturnya.
Namun pada pukul 02.00 WIB, Romi mendapatkan kabar dari Kepala Desa Sanding, Heri Suherman, bahwa anaknya ditemuka di Desa Sukajaya, Kabupaten Pandeglang. Tanpa pikir panjang, Romi dan Heri pun akhirnya berangkat ke Desa Sukajaya.
“Saya beserta pak kades akhirnya berangkat ke Desa Sukajaya untuk menjemput anak saya. Tapi ternyata saat kami sudah sampai di lokasi, ternyata anak saya sudah habis babak belur dihakimi oleh warga,” jelasnya.
Saat ditanya mengapa Anta dikeroyok, warga setempat mengatakan bahwa Anta dicurigai sebagai seorang maling. Namun pada saat ditanya bukti dari tuduhan tersebut, warga tidak bisa membuktikannya.
“Anak saya anak yang berkebutuhan khusus. Walaupun diteriaki maling oleh warga, itu tidak akan melawan (membantah). Kalaupun dia dihajar habis-habisan, tidak akan melawan. Karena memang anak saya itu yah berkebutuhan khusus,” katanya.
Romi mengaku telah melakukan pelaporan pada hari yang sama saat anaknya ditemukan dalam kondisi babak belur. Namun hingga saat ini, kasus tersebut masih belum menemukan titik terang. Sebab, tidak ada warga setempat yang mengaku telah melakukan pengeroyokan.
“Laporan saya buat di Polsek Cadasari pada 26 Maret kemarin. Tapi sampai sekarang belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kepolisian. Alasannya tidak ada yang mengaku. Kan gak mungkin juga tersangkanya mengaku, kalau begitu penjara penuh. Memangnya tidak ada cara lain,” tuturnya.
Romi juga mengatakan bahwa dalam kasus ini, pihaknya tidak mendapatkan pendampingan sama sekali. Ia pun mempertanyakan mengapa dari pihak pemerintah tidak ada yang menurunkan pendampingan hukum bagi Anta dalam menyelesaikan kasus tersebut.
“Tidak ada. Saya itu hanya ditemani oleh saudara saya yang memang berprofesi sebagai pengacara. Tapi saudara saya itu tidak menjadi kuasa hukum saya, hanya sebatas menemani saja. Saya juga bingung, kenapa dari pemerintah tidak ada yang tahu terkait kejadian ini, padahal dari pemerintah Desa sendiri sudah tahu, tapi kok Pemkab atau Kecamatan seolah-olah tutup mata,” tegasnya.
Sementara itu, Kanit Reskrim Polsek Cadasari, Aiptu Aap, menerangkan bahwa pihaknya hingga kini masih melakukan pemeriksaan saksi. Bahkan menurutnya, pemeriksaan yang telah dilakukan oleh pihaknya sudah hampir mencapai satu kampung di lokasi kejadian.
“Belum ada yang mengakui dan saksi yang melihat, bahkan saksi yang didatangkan korban juga keteranganya sama, tidak melihat. Karena datang setelah kejadian,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp.
Ia pun menerangkan bahwa salah satu saksi yang dibawa oleh pelapor maupun beberapa pihak yang terfoto dalam foto yang beredar, telah dilakukan pemeriksaan. Bahkan pihak kepolisian tidak mengijinkan orang-orang tersebut untuk pulang selama 1×24 jam. Namun tidak ada satu pun pihak yang mau mengaku.
“Semua sudah diperiksa bahkan saya tidak pulangkan selama 1×24 jam. Tapi tetep belum menerangkan tentang pemukulan. Kalau sudah ada yang bisa ditahan, saya tahan bos. Karena perkara ini cukup menguras energi, siang-malam kami di sana. Karena kalau kami panggil (pihak terkait) kadang-kadang datangnya susah, karena ketakutan (dengan) alasan kerja dan lain-lain,” ungkapnya.
Ditanya terkait indikasi adanya intimidasi agar tidak ada yang berbicara, Aap mengaku masih belum melihat hal tersebut. Hanya saja, pihaknya melihat adanya indikasi solidaritas antar warga meskipun masih belum pasti.
Selain itu, di tempat tinggal mereka saat itu sedang marak kejadian pencurian karena banyaknya PHK akibat Covid-19. Kebetulan pada saat itu pukul 02.00 WIB dini hari ada seorang yakni Anta yang masuk ke kampung dan tidak dikenali oleh warga setempat sehingga dikira akan mencuri.
“Tapi sampai saat ini tetap masih saya dalami dan saya sudah dua kali gelar (perkara) di Polres. Sampai saat ini kami masih melaksanakan arahan dan petunjuk dari Polres, jangan sampai kami salah menentukan orang. Langkah berikutnya setelah semua arahan dari Polres kami kerjakan, nanti kami akan gelar (perkara) lagi,” tandasnya. (DZH)