Tag: Perampasan lahan

  • Pulau Sangiang Lebih Dahulu Di-Rempang-kan

    Pulau Sangiang Lebih Dahulu Di-Rempang-kan

    SERANG, BANPOS – Permasalahan yang kini tengah dialami oleh masyarakat Pulau Rempang, dinilai senasib dengan yang dialami oleh masyarakat Pulau Sangiang. Sebab, kedua pulau tersebut sama-sama ‘dirampas’ oleh negara, dan diserahkan kepada pihak swasta atas nama investasi.

    Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Pena Masyarakat, Mad Haer Effendy. Kepada BANPOS, pria yang akrab disapa Aeng tersebut mengatakan, peristiwa yang dialami oleh masyarakat Pulau Rempang, setali tiga uang dengan Pulau Sangiang. Masyarakat dipaksa untuk hengkang dari tanah leluhurnya, demi investor.

    “Berbicara kondisi hari ini, tanah Rempang dirampas oleh investor. Dan ini juga sangat dikuatkan oleh keinginan pemerintah, untuk terus memaksa pembangunan investasi terjadi. Ini sama juga kejadiannya dengan di Pulau Sangiang,” ujarnya kepada BANPOS, Senin (18/9).

    Ia menuturkan, pemerintah sejak tahun 1990-an hingga saat ini, terus memaksakan investasi ditanam di pulau yang berada di Selat Sunda tersebut. Padahal menurutnya, rencana investasi yang hendak dilakukan di Pulau Sangiang, tidak sesuai dengan keinginan masyarakat.

    “Kenapa saya bilang kejadian di Rempang dan di Sangiang sama, karena pemerintah tidak melihat dan mendengarkan keinginan masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Padahal di kedua pulau itu bukan pulau tanpa penghuni, ada masyarakat yang sudah lama mendiami di sana,” ungkapnya.

    Seperti yang disampaikan pada edisi Indepth Pulau Sangiang sebelumnya, Aeng menegaskan bahwa Pulau Sangiang memiliki nilai sejarah tersendiri, yang berkaitan dengan Kesultanan Lampung. Pulau tersebut menurutnya, merupakan pemberian dari Sultan Lampung, untuk warga Lampung yang ada di Banten, tepatnya di Desa Cikoneng.

    “Masyarakat pun mengelola, berkehidupan, dari sumber daya alam yang ada di Pulau Sangiang itu. Lalu datang investor yang membatasi kegiatan masyarakat, hingga akhirnya masyarakat tidak bisa berkembang di sana, tidak ada sekolah, tidak ada fasilitas kesehatan. Pemerintah pun tidak melihat ke arah sana,” tuturnya.

    Jangan pelayanan kesehatan dan pendidikan, Aeng menuturkan bahwa pembatasan ruang hidup masyarakat Pulau Sangiang, bahkan sampai pada tidak diberikannya akses listrik oleh pemerintah. Oleh karena itu, Aeng menilai bahwa baik Rempang maupun Sangiang, berbagi nasib yang sama.

    “Keduanya berbagi nasib yang sama, dengan modus perampasan yang sama. Pulau Sangiang dirampas tanahnya dengan pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) kepada investor, sedangkan Pulau Rempang dirampas tanahnya dengan pemberian Hak Guna Usaha (HGU) kepada investor,” terangnya.

    Sehingga, Aeng mengajak kepada masyarakat, untuk juga membantu masyarakat Pulau Sangiang untuk bisa mendapatkan kembali hak mereka di pulau tersebut. Mengingat, saat ini HGB di Pulau Sangiang juga hampir habis, meskipun ada potensi untuk kembali diperpanjang.

    “Kami mengajak masyarakat juga ikut bersolidaritas dengan warga Pulau Sangiang, sebagaimana solidaritas yang diberikan kepada masyarakat Pulau Rempang. Pulau Rempang yang penduduknya banyak saja masih bisa dipaksa untuk hengkang hingga terjadi bentrokan. Apalagi Pulau Sangiang yang hanya tersisa belasan keluarga, akan lebih mudah dilibas,” tegasnya.

    Sementara itu, Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kabupaten Serang, Anas Dwi Satya, mengatakan bahwa saat ini, Pemkab Serang tengah mengkaji terkait dengan perpanjangan izin pengelolaan Pulau Sangiang, oleh investor.

    “Pulau Sangiang masih dalam proses. Perizinannya masih kita analisa dulu, karena kan banyak, bukan pariwisata saja ya, tapi dari berbagai sektor juga harus bisa menganalisa, karena keterkaitannya dengan masalah-masalah di masyarakat,” ujarnya.

    Anas mengaku bahwa untuk Pulau Sangiang, ia sangat berharap pulau tersebut dapat berkembang menjadi destinasi wisata yang lebih baik lagi. Sebab hal itu akan menimbulkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sehingga pembangunan di berbagai sektor dapat dilakukan.

    “Tapi kan ditinjau dari sisi lain (sosial) harus diperhatikan juga. Untuk perizinannya nanti dikaji dulu di Dinas Perizinan, karena masih banyak tahapan,” tandasnya.(DZH/PBN)

  • Advokasi Kepada Warga, Aktivis Minta Pemerintah Selesaikan Dugaan Mafia Tanah

    Advokasi Kepada Warga, Aktivis Minta Pemerintah Selesaikan Dugaan Mafia Tanah

    LEBAK, BANPOS – Aktivis Perkumpulan Pemuda Pejuang Keadilan, Harda Belly, melakukan aksi advokasi kepada warga Desa Jayasari, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak yang tanahnya diduga dirampas oleh eks Bupati Jayabaya.

    Menurut Harda, penyerobotan lahan warga merupakan tindakan penjajahan yang harus mendapat atensi dari pemerintah dan aparat penegak hukum.

    “Saya dari Pemuda Pejuang Keadilan hanya ingin menyampaikan keluhan masyarakat Jayasari yang tanahnya di rampas oleh mantan bupati Lebak, Jayabaya,” kata Harda dalam keterangannya kepada BANPOS, Rabu (28/6).

    Harda meminta Presiden Joko Widodo, Menkopol Hukam Mahfud MD dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo untuk memberikan atensi dan menuntaskan kasus dugaan adanya mafia tanah yang ada di kabupaten Lebak.

    “Kasian masyarakat, mereka berjuang untuk merebut kembali hak mereka yang dirampas. Karena itu Pak Jokowi, Pak Mahfud dan Pak Sigit harus hadir untuk membela dan memberikan solusi kepada mereka yang merasa dijajah di negerinya sendiri,” ujarnya.

    Harda menjelaskan, berdasarkan hasil advokasi serta membuka ruang diakusi dengan masyarakat sekitar, masyarakat sudah melaporkan kasus ini kepada aparat kepolisian Polda Banten dan Mabes Polri, namun tidak ada tindak lanjut yang jelas.

    “Buktikan kalau keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia itu ada. Perjuangan masyarakat Jayasari akan sia-sia kalau tidak ada perhatian dari aparat penegak hukum,” tegas Harda.

    “Mereka sudah melaporkan kajadian Polda bahkan ke Mabes Polri tapi mereka seperti tidak dihiraukan, bahkan orang yang di laporkan seperti kebal hukum,” lanjutnya.

    Harda berharap hak tanah masyarakat dikembalikan dan diganti rugi atas pengerusakan yang terjadi selama ini.

    “Semoga konflik agraria ini bisa segera selesai dan mafia tanah segera di bumi hanguskan di Lebak, kami menagih janji pemerintah yang akan menuntaskan masalah konflik agraria dan tidak memberikan ruang kepada mafia tanah,” terangnya.

    “Yang jelas tuntutan masyarakat hanya ingin hak tanah mereka dikembalikan dan harus ganti rugi atas pengrusakan yang terjadi, serta tegakkan hukum seadil- adiknya jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” tandasnya. (MYU)