KASEMEN, BANPOS – Ketua DPRD Kota Serang, Budi Rustandi, ngamuk saat tahu ganti rugi yang dibayarkan kepada warga Kampung Kebalen, Kelurahan Banten, atas rumah yang digusur tidak sesuai dengan nilai yang seharusnya dibayarkan.
Berdasarkan penilaian apraisal, setiap satu meter bangunan dinilai sebesar Rp1 juta rupiah. Namun, warga hanya mendapatkan keseluruhan sebesar Rp3.5 juta rupiah untuk bangunan yang digusur tersebut.
Untuk diketahui, penggusuran itu dilakukan oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi Banten dalam rangka revitalisasi Banten Lama.
Saat diwawancara, Budi menegaskan bahwa DPRKP Provinsi Banten telah melakukan tindakan yang tidak manusiawi terhadap warga Kampung Kebalen, dengan membayar ganti rugi penggusuran dengan nilai yang tidak semestinya.
“Setelah saya dengar aspirasi warga di sini. Warga menangis dan ngeluh pembongkaran ini tidak manusiawi. Sangat miris sekali melihat para korban penggusuran ini. Sebab warga mengeluhkan pembongkaran ini semena-mena,” ujar Budi Rustandi saat ditemui di rumah warga yang menolak dibongkar.
Budi mengaku, dirinya tidak menolak adanya revitalisasi yang dilakukan oleh Pemprov Banten. Namun, ia menekankan bahwa revitalisasi yang seharusnya baik untuk masyarakat, jangan dicoreng dengan tindakan yang diluar prikemanusiaan seperti pemaksaan atas tanda tangan.
“Kurang ajar kalau pemerintah memperlakukan warganya begitu. Jelas ada yang tidak beres dengan Perkim Provinsi Banten. Masa warga dipaksa tanda tangan, sementara warganya nangis begini. Saya ke sini bukan menghalangi pembangunan, tapi caranya yang manusiawi lah. Semua bisa dimusyawarahkan,” kata Budi dengan nada tinggi.
Selain itu, ia meminta kepada Pemkot Serang agar dapat dengan cepat merespon suara dari warganya. Budi mengatakan Pemkot Serang maupun pejabat setempat kurang mengayomi masyarakat yang sedang mengalami kesulitan.
“Tugas Pemerintah Kota Serang harus membantu kesulitan masyarakatnya. Saya lihat kasihan banget warga di sini. Dan pejabat daerah di sini untuk tidak arogan mengancam warganya,” tuturnya.
Ia pun heran dengan pihak Pemprov yang melakukan penggusuran sepihak dengan pembayaran yang tidak sesuai, apalagi dengan intimidasi.
“Kayak gini aja deh, kalau menggusur sepihak lalu diintimidasi itu layak apa enggak? Pantas gak diganti Rp3.5 juta per bangunan? Padahal katanya itungan dari apraisalnya per meter itu Rp1 juta rupiah,” jelasnya heran.
Pemkot Serang juga diminta agar dapat membantu warga yang telah kehilangan surat tanahnya. Hal ini agar warga tetap mendapatkan ganti rugi yang sesuai.
“Karena warga ini sudah puluhan tahun tinggal di sini. Masalah surat tanah dan ganti rugi ini harus segera dimusyawarahkan. Jangan semena-mena bongkar. Kasihan warga di sini,” katanya.
Salah seorang warga yang rumahnya dibongkar, Marni, mengaku sudah tinggal puluhan tahun dan memiliki surat tanah. Ganti rugi dari Pemprov Banten dinilai tidak sesuai dengan tempat tinggalnya.
“Silahkan saja pemerintah melakukan penataan tapi saya minta ganti rugi yang layak. Saya di sini sudah tinggal puluhan tahun. Kalau semua diganti cuma Rp3.5 juta, ini gak manuasiawi. Kalau mau ganti yang sesuai lah,” ucapnya sambil menangis.
Ia pun mengaku dirinya pernah diancam apabila tidak mau digusur, maka rumahnya akan dibakar.
“Ini yang yang membuat saya pedih. Saya pernah diancam rumahnya akan dibakar jika menolak,” tandas Mirna. (DZH)