Tag: perundungan

  • SMAIT RJ Akhirnya Buka Suara, Pastikan Tidak Ada Perundungan di Lingkungan Sekolah

    SMAIT RJ Akhirnya Buka Suara, Pastikan Tidak Ada Perundungan di Lingkungan Sekolah

    CILEGON, BANPOS – Adanya kabar dugaan perundungan atau bullying yang terjadi di Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu Raudhatul Jannah (SMAIT RJ) Cilegon diklarifikasi pihak sekolah.

    Kepala SMAIT RJ Cilegon, Kiki Maullidina, menepis kabar adanya dugaan bullying yang terjadi terhadap salah satu siswa. Hal ini disampaikan Kiki, seusai menginisiasi mediasi terkait persoalan hilangnya sebuah handphone di lingkungan sekolah.

    Sejak persoalan muncul, pihak RJ mengaku sudah merespon persoalan tersebut. Pemulihan nama baik juga akan dilakukan setelah tahapan penanganan selesai. Upaya wali kelas dan Guru BK beserta psikolog sudah dilakukan, meski wali murid tidak bersedia karena alasan sudah menyiapkan psikolog sendiri.

    “Sebetulnya itu sudah kami respon ya. Memang tidak merespon langsung ke media, akan tetapi kami merespon dengan surat pemberitahuan resmi kepada seluruh warga sekolah, bahwa berita itu tidak benar,” ujar Kiki, di ruang kerjanya, Senin (9/9).

    Karena itu, dia berharap kepada semua wali murid jika menemukan permasalahan apapun terkait dengan putra-putrinya perlu bersikap sabar dan mempercayakan kepada pihak sekolah.

    Kiki mengklaim bahwa pihak sekolah sangat berhati-hati dalam mengurai persoalan anak didiknya, mengingat pihak RJ memiliki sistem dan mekanisme sendiri dalam penanganan kasus.

    “Kami tidak abai, tapi memang kami punya mekanisme sendiri dalam meyelesaikan permasalahan. Dan alhamdulillah, mediasi hari ini yang dihadiri langsung Kepala Dinas DP3AP2KB dan Kepala UPT PPA, Unit Binmas Polsek Cibeber, kedua belah pihak wali murid, saksi wali murid, dan pihak terkait lainnya, semuanya sudah clear,” tambah Kiki.

    Dikatakan Kiki, sekolah tidak ingin gegabah menangani kasus ini karena pihaknya punya sistem dan mekanisme dalam penanganan kasus.

    “Dari awal persoalan muncul sudah direspon, pemulihan nama baik akan diumumkan setelah tahapan penanganan selesai. Hari pertama peserta didik tidak hadir ke sekolah, sudah ada upaya dari sekolah untuk home visit dari wali kelas, guru BK dan psikolog. Namun orangtua menolak dengan alasan ada psikolog lain,” tuturnya.

    Ditempat yang sama, Kepala Divisi Pendidikan Raudhatul Jannah, Endang Hanimah, menambahkan bahwa RJ merupakan sekolah yang sudah berlabel sekolah ramah anak.

    Dimana di dalamnya, pihak sekolah mengupayakan anak-anak didik merasa nyaman dan senang saat belajar di sekolah. Selain itu, RJ juga mengutamakan pendidikan karakter. Karena, dengan pendidikan karakter yang baik, maka nilai akademik dipastikan akan mengikuti.

    “Kalaupun ada kasus-kasus yang terjadi di sekolah, tidak tertutup kemungkinan sebagus apapun sekolah, ada saja sikap-sikap anak yang mungkin perlu kita tangani, dan tidak pernah ada hukuman terhadap anak. Karena kita sudah berlabel Sekolah Ramah Anak,” kata Endang.

    Selain itu, upaya pencegahan sudah dilakukan, seperti parenting, podcast dan program-program anti bullying atau penyadaran terhadap anak yang sudah melakukan kesalahan.

    “Dengan adanya peristiwa ini, mudah-mudahan bisa menjadi pembelajaran. Mungkin kami juga ke depan harus lebih aware lagi, menata kembali hubungan dengan para orang tua yang karakternya memang tidak semua sama,” terang Endang.

    Karena itu dia meyakini, tidak akan terjadi bullying di RJ, dikarenakan hal tersebut menjadi program sekolah yang selalu didengung-dengungkan. Dan mereka para siswa dikelas masing-masing sudah membuat komitmen bahwa tidak boleh ada perilaku kekerasan bullying yang bisa membuat anak-anak merasa tidak nyaman di kelas.

    Diberitakan sebelumnya bahwa persoalan tersebut bermula adanya kehilangan sebuah handphone, kemudian munculah kabar dugaan bullying terhadap salah satu siswa yang mana orangtuanya tidak terima, sehingga pihak sekolah dituntut untuk segera menyelesaikan persoalan tersebut. Namun, dengan mediasi yang dilakukan bersama semua pihak terkait, persoalan menjadi terselesaikan sebagaimana harapan sekolah dan wali murid. (LUK)

  • Marak Perundungan di Dunia Pendidikan, Siswa MIN 1 Lebak Diajak Hindari Perundungan

    Marak Perundungan di Dunia Pendidikan, Siswa MIN 1 Lebak Diajak Hindari Perundungan

    LEBAK, BANPOS – Puluhan siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) 1 Lebak diberikan sosialisasi tentang penolakan perundungan atau anti bullying di lingkungan sekolah tersebut.

    Para siswa diajak untuk mengenali hal-hal yang berkaitan dengan bullying. Yang mana, pada usia-usia pelajar seringkali tingkah bullying dilakukan tanpa adanya kesadaran bahwa hal tersebut merupakan jenis bullying antar siswa.

    PKM Kesiswaan MIN 1 Lebak, Andri Fauzi, mengatakan bahwa perundungan atau sering disebut dengan Bullying merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhdap orang lain yang bertujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus.

    Kepada para siswa ia menjelaskan bahwa perundungan dipicu oleh beberapa hal, mulai dari keinginan untuk diperhatikan hingga superioritas atau dorongan untuk menunjukkan kekuasaannya.

    “Individu yang menjadi korban perundungan akan mengalami trauma jangka panjang dan berdampak pada kesehatan mentalnya bahkan dapat bermuara pada perilaku self harm dan suicide,” kata Andri kepada pelajar, Senin (9/9).

    Sementara itu, Kepala Sekolah MIN 1 Lebak, Pipin Bahyudin, mengatakan bahwa tujuan dari sosialisasi bullying ini untuk memberikan pemahaman terhadap peserta didik mengenai bullying dan dampak perilakunya bagi pelaku maupun korban.

    Sosialisasi bullying ini juga diharapkan tidak ada perilaku bullying di lingkungan madrasah, terutama di MIN 1 Lebak, sehingga Peserta didik dapat mengikuti kegiatan pembelajaran teman sebayanya.

    “Kegiatan Sosialisasi anti bullying ini diharapkan dapat membentuk budaya madrasah yang lebih peduli, empati, dan menghargai perbedaan dengan kesadaran dan kerjasama dari semua pihak,” katanya. (MYU)

  • Dugaan Perundungan di SMA IT RJ Cilegon, Pihak Sekolah Diminta Terbuka

    Dugaan Perundungan di SMA IT RJ Cilegon, Pihak Sekolah Diminta Terbuka

    CILEGON, BANPOS – Dugaan perundungan atau bullying yang terjadi di Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu Raudhatul Jannah (SMA IT RJ) Cilegon mendapat sorotan dari Ikatan Mahasiswa Cilegon (IMC).

    Ketua IMC, Arifin Solehudin, kepada BANPOS mengatakan bahwa pihak sekolah harus terbuka dalam menghadapi dugaan perundungan di lingkungan sekolah itu.

    “Kita melihat ini perlu ada keterbukaan dari pihak sekolah, menyikapi informasi yang beredar tentang adanya dugaan perundungan, supaya tidak menjadi informasi yang tidak objektif, karena pihak sekolah tidak mau merespon atau menanggapi soal dugaan tersebut,” katanya.

    Kemudian kata dia, jika dilihat dari laporan yang masuk, maka perlu dipertemukan antara kedua belah pihak yang terlibat, baik pelaku maupun korban.

    “Dari keluarga pelaku ataupun keluarga korban, nah yang perlu mengambil peran tersebut adalah pihak sekolah, artinya kami berharap pihak sekolah tidak menganggap remeh informasi yang beredar ini,” tuturnya.

    Pada prinsipnya, kata dia, sekolah tidak boleh abai, dan jangan sampai ini menjadi preseden buruk bagi sekolahan dan menimbulkan ketakutan bagi murid yang lain ketika menghadapi kejadian yang sama namun enggan melapor ke pihak sekolah.

    Diberitakan sebelumnya, kasus perundungan atau bullying tersebut menimpa murid kelas satu atau kelas sepuluh yang dilakukan oleh kakak kelasnya.

    Orang tua korban bullying, yang identitasnya minta dirahasiakan mengatakan anaknya mengalami trauma akibat bullying yang dilakukan oleh teman-teman dan kakak kelasnya. (LUK)

  • Dugaan Perundungan, Manajemen SMA IT RJ Cilegon Klaim Cuma Salah Paham

    Dugaan Perundungan, Manajemen SMA IT RJ Cilegon Klaim Cuma Salah Paham

    CILEGON, BANPOS – Dugaan perundungan yang terjadi di SMA IT Raudhatul Jannah Cilegon, diklaim oleh pihak manajemen sekolah hanya salah paham semata.

    Hal itu berdasarkan pesan edaran yang tersebar pada Minggu (8/9). Edaran yang didapat dari sumber BANPOS itu dikeluarkan oleh pihak manajemen SMAIT Raudhatul Jannah Cilegon.

    Dalam edaran tersebut, pihak sekolah menegaskan bahwa informasi yang diberitakan oleh BANPOS adalah kesalahpahaman.

    “Kami tengah melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menangani hal ini,” tulis edaran tersebut.

    Pihak manajemen sekolah pun mengajak seluruh warga sekolah untuk tetap tenang dan bijak dalam menyikapi informasi yang beredar.

    Mereka meminta agar warga sekolah memastikan selalu mencari informasi dari sumber yang terpercaya, termasuk dari pihak sekolah secara langsung.

    “Pihak sekolah akan memberikan klarifikasi lebih lanjut setelah proses penanganan terhadap isu ini berjalan. Kami berkomitmen untuk menjaga transparansi dan melindungi nama baik sekolah dari segala bentuk pencemaran,” tulis poin terakhir edaran itu.

    BANPOS telah berkali-kali menghubungi Wali Kelas Korban, Desmawati dan Kepala Sekolah SMA IT RJ Cilegon, Kiki Maullidina untuk mengkonfirmasi persoalan perundungan ini. Namun hingga berita ini ditulis, mereka belum menanggapi pertanyaan BANPOS. (LUK/DZH)

  • Dugaan Perundungan Terjadi di SMA IT RJ Cilegon, Pihak Sekolah Dinilai Abai

    Dugaan Perundungan Terjadi di SMA IT RJ Cilegon, Pihak Sekolah Dinilai Abai

    CILEGON, BANPOS – Kasus perundungan atau bullying terjadi di Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu Raudhatul Jannah (SMA IT RJ) Cilegon yang terletak di perumahan Grand Cilegon Residence, RT 04/RW 02, Kelurahan Cibeber, Kecamatan Cibeber, Kota Cilegon.

    Kasus perundungan atau bullying tersebut menimpa murid kelas satu atau kelas sepuluh yang dilakukan oleh kakak kelasnya.

    Orang tua korban bullying, yang identitasnya minta dirahasiakan mengatakan anaknya mengalami trauma akibat bullying yang dilakukan oleh teman-temannya dan kakak kelasnya.

    “Anak saya dituduh mencuri handphone sama kakak kelasnya. Kejadian pada Rabu 28 Agustus ketika anak saya ke kamar mandi sekolah kemudian keluar terus kakak kelasnya mengaku kehilangan handphone nya yang ketinggalan di kamar mandi,” katanya kepada BANPOS, Jumat (6/9/2024).

    Padahal kata dia, anaknya tidak melakukan apa yang dituduhkan oleh siswa kelas tiga atau dua belas tersebut. Bila perlu kata dia, cek CCTV dan buat laporan ke pihak kepolisian terkait kehilangan handphone salah satu murid kelas tiga atau kelas dua belas tersebut untuk membuktikan kebenarannya.

    “Setelah kejadian itu anak saya pulang ke rumah terus diteror sama kakak kelasnya melalui telepon dan video call dengan kata-kata yang tidak pantas,” tuturnya.

    Ia juga sudah meminta kepada pihak sekolah melalui wali kelas dan kepala sekolah untuk mengklarifikasi permasalahan tersebut, namun pihak sekolah terkesan abai tidak merespon fitnah dan perundungan atau bullying yang menimpa anaknya.

    “Saya sudah minta pihak sekolah untuk mengklarifikasi kejadian itu, karena dampaknya anak saya terus diteror, di bullying oleh kakak kelasnya dan teman-temannya,” ujarnya.

    Dikatakannya, akibat terus-menerus mendapatkan perlakuan perundungan atau bullying, anaknya hampir seminggu tidak masuk sekolah.

    “Terakhir Senin (4/9/2024) sekolah pulang-pulang nangis karena di kantin di bullying dikatain maling handphone sama kakak kelasnya. Terus teman deketnya juga nelepon bilang katanya dicariin sama kakak kelasnya dibilang maling,” terangnya.

    Ia pun akan menempuh jalur hukum apabila pihak sekolah tidak ada itikad baik terhadap anaknya.

    “Sampai sekarang pihak sekolah juga tidak menanyakan keadaan anak saya tidak datang ke rumah. Parah ini pihak sekolah padahal sekolah elite giliran bayaran nomor satu,” tegasnya.

    Ia pun meminta pihak sekolah menegaskan lewat pengumuman bahwa anaknya yang menjadi korban tidak terbukti apa yang dituduhkan. Pihak sekolah jangan sibuk terus mencari handphone, tapi korban fitnah dibiarkan.

    “Pihak sekolah terkesan menyepelekan korban bully, tidak cepat penanganannya. Sekolah SMA RJ tidak melindungi siswanya dalam hal ini terkesan berat sebelah,” tandasnya.

    BANPOS (Banten Pos) sudah menghubungi Wali Kelas Korban, Desmawati dan Kepala Sekolah SMA IT RJ Cilegon, Kiki Maullidina untuk mengkonfirmasi persoalan bullying ini. Namun hingga berita ini ditulis, mereka belum menanggapi pertanyaan BANPOS. (LUK)

  • Perundungan Akar dari Tawuran

    Perundungan Akar dari Tawuran

    LEBAK, BANPOS – Tindak perundungan atau bullying yang kerap kali dilakukan oleh anak-anak usia pelajar, menjadi indikasi utama awal mula terjadinya tindak kenakalan remaja berupa tawuran antar pelajar. Terlebih, sejumlah tindakan yang masuk ke dalam kategori perundungan, masih diwajarkan oleh sebagian masyarakat.

    Hal tersebut disampaikan oleh Anggota Unit PPA Polres Lebak, Anggi Tiara Puspita, saat memberikan
    sosialisasi kepada siswa SMK Mizkiyatur Azkia, Rangkasbitung pada Senin (25/9).

    "Tawuran sendiri dimulai dari bullying, baik itu antara senior dengan junior di sekolah masing-masing,

    hingga antar sekolah yang mengakibatkan terjadinya kekerasan tersebut," kata Anggi.

    Ia menjelaskan, bullying dan pengaruh gengsi menjadi faktor utama pada terjadinya tawuran antar
    pelajar. Selain itu, rivalitas antar sekolah yang terbentuk dan krisis identitas dari setiap siswa,
    mengakibatkan mudahnya pelajar terjerumus dalam lingkungan tersebut.

    "Tawuran sendiri bisa dikenakan pidana dengan acamana pidana lima sampai 12 tahun," tandasnya.

    Sementara itu, JFT Bidang PA DP3AP2KB, Nina Septiana, mengatakan bahwa bullying yang terjadi di usia
    pelajar dikarenakan minimnya pemahaman bahwa bullying adalah salah satu akar kekerasan, yang dapat
    menumbuhkan kekerasan lainnya.

    "Sayangnya bullying ini masih diwajarkan oleh masyarakat karena sudah menjadi kebiasaan turun-
    temurun. Dan lebih parahnya, kadang baik pelaku maupun korban tidak sadar bahwa sedang melakukan
    dan mendapatkan bully," kata Nina kepada BANPOS.

    Ia menjelaskan, pihaknya senantiasa berupaya mensosialisasikan jenis-jenis kekerasan mulai dari Fisik,
    Seksual hingga kekerasan verbal disetiap elemen masyarakat.

    Bagi pelajar, lanjut Nina, pihaknya rutin melakukan sosialisasi dan penyuluhan ke tiap-tiap sekolah.
    Salain itu, dari banyaknya sekolah di Kabupaten Lebak, hampir 50 persen sekolah telah menyatakan diri
    sebagai sekolah ramah anak.

    "Tentunya ini harus menjadi ikhtiar kita bersama dalam membenahi permasalahan bullying terutama
    terhadap anak," tandasnya. (MYU/DZH)

  • Permendikbudristek PPKSP Hadirkan Rasa Aman dari Kekerasan

    Permendikbudristek PPKSP Hadirkan Rasa Aman dari Kekerasan

    JAKARTA, BANPOS – “Saya sebagai orang tua kini tak ragu lagi menyampaikan ke anak saya. Nak, kamu pergi ke sekolah, belajarlah yang senang, bangun pertemanan yang sehat, dan kalau ada apa-apa bisa cerita ya,” ungkap Hana Ristami, yang kedua putri dan putranya duduk di bangku SD dan SMP.

    Pernyataan Hana yang juga seorang Fasilitator Ibu Penggerak bukan tanpa alasan. Ia adalah bagian dari sedemikian banyak orang tua yang sebelumnya kerap merasa khawatir tentang situasi dan kondisi sekolah yang masih rentan terjadi kekerasan.

    Kecemasan serupa juga dialami Mona Ratuliu, seorang artis dan ibu dari empat anak, “Saya merasa sangat miris dengan maraknya pemberitaan tentang tindak kekerasan yang justru terjadi di sekolah.”

    Sebuah fakta menunjukkan bahwa berdasarkan hasil Asesmen Nasional tahun 2022, 1 dari 3 peserta didik berpotensi mengalami perundungan dan kekerasan seksual serta 1 dari 4 peserta didik mengalami hukuman fisik.

    Padahal, kita tahu sekolah semestinya menjadi tempat yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi anak-anak dalam menuntut ilmu.

    Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pun bertanggung jawab untuk dapat melindungi anak-anak bangsa dalam memperoleh hak pendidikan yang aman dan nyaman sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang.

    Dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 yang baru diluncurkan awal Agustus lalu, tindakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan atau PPKSP diatur secara menyeluruh sehingga memberikan kejelasan apa saja yang termasuk dalam tindakan kekerasan.

    Hadirnya Permendikbudristek PPKSP sekaligus menjadi jawaban atas kekhawatiran yang dirasakan para orang tua mengenai maraknya kekerasan di lingkungan pendidikan.

    Dalam implementasi PPKSP, sekolah dan Pemerintah Daerah diamanatkan untuk membuat Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) dan Satuan Tugas yang bertanggungjawab memastikan adanya tindakan pencegahan dan penanganan yang mumpuni dilakukan di sekolah maupun daerah masing-masing.

    Dengan adanya tindak PPKSP yang jelas, diharapkan bisa menjawab kekhawatiran masyarakat tentang situasi dan kondisi sekolah yang masih rentan terjadi kekerasan.

    “Saya berharap Permendikbudristek ini bisa membawa perubahan besar terhadap keamanan di satuan pendidikan sehingga orang tua bisa tenang melepaskan anak-anaknya untuk mengenyam pendidikan demi masa depan yang lebih baik,” timpal Mona Ratuliu.

    Kendati baru diluncurkan bulan lalu, sejatinya Permendikbudristek PPKSP telah melewati proses yang sangat panjang. Dalam beberapa tahun terakhir, Kemendikbudristek melibatkan hingga 5 kementerian dan 3 lembaga untuk meluncurkan sebuah regulasi yang menyeluruh demi melindungi seluruh warga satuan pendidikan dari kekerasan.

    Dibandingkan regulasi sebelumnya yaitu Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan, Permendikbudristek PPKSP ini memperkuat aturan mengenai adanya berbagai bentuk dan jenis kekerasan.

    Perluasan perlindungan tidak hanya pada peserta didik tetapi juga pada pendidik dan tenaga kependidikan, serta adanya mekanisme yang jelas untuk sekolah dan pemerintah daerah, sehingga masyarakat bisa ikut mengawal pelaksanaan PPKSP tersebut.

    Permendikbudristek ini telah mampu membangkitkan kesadaran bagi siapapun untuk gerak bersama menghapus kekerasan di satuan pendidikan. Bahwasanya, tidak boleh ada lagi kekerasan dalam bentuk apapun apalagi sampai menjadi ancaman bagi warga satuan pendidikan dalam melaksanakan proses pembelajaran.

    “Yang perlu kita pahami bersama adalah bagaimana kita bisa menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, kebinekaan, aman, nyaman, dan menyenangkan agar terwujud cita-cita Merdeka Belajar,” kata Betty Nuraini, seorang guru yang juga menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi).

    Senada, harapan yang sama juga terlontar dari pengakuan Agen Perubahan Roots Anti Perundungan dari SMP Negeri 1 Jayapura Cheril Hutajulu. Sebagai siswa yang notabene masih usia anak, perlu mendapatkan perlindungan atas haknya sebagai diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945.

    “Karena kami sebagai siswa yang masih anak-anak perlu dilindungi haknya. Kami berharap dengan adanya peraturan terkait pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah ini semua anak bisa belajar dengan aman dan nyaman,” ungkap Cheril.

    Zaki Tasnim, Pelajar SMA Negeri 1 Cianjur yang didapuk sebagai Agen Perubahan Roots Anti Perundungan menggantungkan harapan yang tinggi terhadap implementasi kebijakan Permendikbudristek PPKSP. Sehingga demikian, seluruh warga satuan pendidikan akan merasa aman dari tindakan kekerasan.

    “Agar siswa dapat belajar dengan aman, nyaman, dan menyenangkan. Mari bersama hentikan kekerasan sekarang juga!” pungkas Zaki.(*)

  • Selama Tidak Fisik, Tindak Perundungan Antar Pelajar di Lebak Masih Dianggap Wajar

    Selama Tidak Fisik, Tindak Perundungan Antar Pelajar di Lebak Masih Dianggap Wajar

    LEBAK, BANPOS – Kekerasan Verbal atau lebih dikenal dengan sebutan perundungan atau bullying, masih marak terjadi di seluruh kalangan masyarakat tanpa melihat kategori, gender atau bahkan usia.

    Namun, sebagian besar tindakan bullying, terjadi di usia pelajar. Seperti yang terjadi di Kabupaten Lebak, BANPOS mendapatkan pengakuan dari sejumlah pelajar pada tingkat SMA sederajat dan SMP sederajat.

    Diketahui, 10 dari 15 siswa yang BANPOS tanyai mengaku menjadi korban bullying, sementara 5 lainnya menjadi pelaku setelah mengalami tindak bullying di sekolahnya.

    “Biasa aja itu mah kalau di sekolah kita diledek-ledekan, biasanya ga ada yang nangis sih. Kalau nangis juga kita berhenti sendiri karena takut dimarahi guru,” kata salah satu pelajar dari salah satu sekolah favorit di Lebak, Rabu (9/8).

    Bahkan, para orang tua pun mewajarkan tindak bullying di sekolah lantaran menganggap hal tersebut merupakan interaksi biasa terhadap sesama teman sejawat.

    “Dari kakek neneknya sekolah juga ledek-ledekan mah udah biasa sih, kecuali kalau anak saya terluka atau bahkan sampai gak mau sekolah, ini baru kita laporin ke guru,” terang salah satu orang tua siswa.

    Menanggapi hal tersebut, Kabid PA pada DP3AP2KB Lebak melalui JFT, Nina Septiana, mengatakan bahwa bullying sering terjadi tanpa ada kesadaran baik dari pelaku maupun korban, bahwa apa yang dilakukan adalah sebuah tindakan kekerasan.

    “Karena memang sudah menjadi kebiasaan turun temurun ya dikalangan masyarakat, yang memang mewajarkan hal seperti ini,” ujar Nina kepada BANPOS saat ditemui di ruang kerjanya.

    Ia membenarkan bahwa perilaku bullying sering terjadi di lingkungan sekolah, baik oleh sesama siswa hingga bahkan tanpa disadari ada pula guru yang melakukan tindakan serupa kepada muridnya.

    “Itu tadi, karena tidak sadar bahwa kekerasan verbal juga dapat melukai psikis (mental). Mereka taunya kekerasan itu hanya fisik,” jelasnya.

    Nina menerangkan, pihaknya senantiasa berupaya mensosialisasikan jenis-jenis kekerasan mulai dari fisik, seksual hingga kekerasan verbal di setiap elemen masyarakat.

    Bagi pelajar, lanjut Nina, pihaknya rutin melakukan sosialisasi dan penyuluhan ke tiap-tiap sekolah. Selain itu, dari banyaknya sekolah di Kabupaten Lebak, hampir 50 persen sekolah telah menyatakan diri sebagai sekolah ramah anak.

    “Tentunya ini harus menjadi ikhtiar kita bersama dalam membenahi permasalahan bullying terutama terhadap anak,” tandasnya. (MYU/DZH)