Usulan perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) menjadi 9 tahun semata-mata untuk menjaga stabilitas dalam Pemerintahan desa. Sebab, tak jarang ditemui, pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) menimbulkan gesekan sosial di tengah-tengah masyarakat.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi mengatakan, perubahan masa jabatan kades itu ada dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. “Dengan mempersingkat periode pemilihan kepala desa, diharapkan gesekan sosial dapat dihindari,” kata Achmad Baidowi, kemarin.
Pria yang akrab disapa Awiek ini menjelaskan, secara kumulatif, masa jabatan kades tidak berubah dari sebelumnya 6 tahun dan dapat dipilih 3 kali berturut-turut atau tidak berturut-turut. Sementara di pasal perubahan, menjadi 9 tahun dan dapat dipilih dua kali. Jadi yang diubah cuma periodisasinya, mengurangi jumlah kontestasi pemilihannya.
“Kalau sebelumnya, 1 periode 6 tahun, maksimal 3 periode, berarti 6 kali 3 sama dengan 18. Sementara di revisi, kami usulkan 9 tahun, maksimal 2 periode. Berarti 9 kali 2 sama dengan 18,” ungkap politisi Fraksi Partai Persatuan Pembangunan tersebut.
Awiek berpendapat, semakin banyak Pilkades, semakin banyak dampak yang ditimbulkan. Untuk itu, DPR berupaya meminimalisir gesekan sosial di lapangan melalui pengurangan jumlah periode masa jabatan kepala desa. “Dua kali Pilkades, tentu situasi akan lebih stabil daripada tiga kali pemilihan,” ungkapnya.
Anggota Komisi VI DPR ini menambahkan, selain mengubah masa jabatan kades, revisi UU Desa akan menaikkan anggaran dana desa menjadi 20 persen dari dana Transfer ke Daerah Dana Desa atau TKDD. Diharapkan, kenaikan ini dimanfaatkan untuk pembangunan desa maupun peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia.
“Supaya masyarakat desa bisa lebih bagus. Secara ekonomi, secara pendidikan, dan juga infrastrukturnya juga lebih baik,” pungkasnya.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR Mardani Ali Sera menegaskan, revisi UU Desa ini bukan untuk kepala desa, melainkan untuk memajukan seluruh masyarakat desa dan seluruh potensi desa. “Esensi revisi Undang-Undang Desa ini adalah untuk memperkuat desa, yaitu memberikan hak kedaulatan kepada masyarakat untuk membangun desanya sendiri,” tegasnya.
Sehingga maksud dari revisi ini berfokus pada membangun desa. Maka dari itu, dia mengajak semua masyarakat mencermati dengan seksama poin-poin di revisi UU Desa ini agar tidak ditunggangi untuk kepentingan politik tertentu. Revisi ini benar-benar untuk kemajuan seluruh masyarakat desa.
Dia bilang, ada banyak poin yang bisa dielaborasi termasuk bagaimana memandang desa itu tidak seragam. “Bagaimana dana desa tidak cuma buat infrastruktur fisik, tapi juga buat infrastruktur akal dan nurani, sumber daya manusia. Termasuk di antaranya menjaga agar tidak hanya membangun desa tapi desa yang membangun,” lanjut politisi Fraksi PKS ini.
Mardani berharap, RUU inisiatif DPR yang sudah diserahkan kepada pemerintah nantinya dapat dikaji dengan seksama secara teknokratis baik itu berbasis yuridis, filosofis, sosiologis, psikologis, dan ekologis. “Jadi betul-betul membuat revisi undang-undang desa ini menjadi hadiah kita buat desa,” katanya. (PBN/RMID)