Tag: Pj Gubernur Banten

  • BPTD dan Dishub Banten Launching Pekan Keselamatan Jalan

    BPTD dan Dishub Banten Launching Pekan Keselamatan Jalan

    CILEGON, BANPOS – Berbarengan dengan upacara peringatan Hari Perhubungan Nasional (Harhubnas) Tahun 2024, Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kelas II Banten bersama Dinas Perhubungan Provinsi Banten, melaunching Pekan Keselamatan Jalan (PKJ) 2024 di Pelabuhan Merak, Kota Cilegon, Selasa (17/9/2024).

    Dengan dipimpin langsung oleh Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar, kegiatan itu dihadiri oleh sejumlah unsur Forkopimda Provinsi Banten.

    Hadir pula para pimpinan korporasi, yang menjadi bagian dari pemangku kepentingan sektor transportasi dan instansi lainnya.

    Pj Gubernur Banten, Al Muktabar mengatakan, dengan digelarnya pekan keselamatan jalan, itu menunjukkan betapa pentingnya keselamatan.

    “Keselamatan ini penting sekali sebagai hal utama, karena di situ aktivitas berjalan dan ter-konektivitas dengan segala tata kehidupan,” ujarnya kepada awak media, Selasa (17/9/2024).

    Menurutnya, konektivitas jalan menjadi alat pendukung dalam pengembangan ekonomi.

    Termasuk hubungan sosial dan juga dapat dijadikan sebagai konektivitas antar wilayah di seluruh Indonesia. “Oleh karenanya kita di provinsi Banten dengan sarana dan prasarana yang ada kita jaga dan komitmen bersama itu untuk terus kita dedikasikan untuk kesejahteraan rakyat,” ungkapnya.

    Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Provinsi Banten, Tri Nurtopo menyampaikan kegiatan pekan keselamatan jalan itu digelar dalam rangka menekan angka kecelakaan di wilayah Provinsi Banten.

    “PKJ itu dilakukan guna menurunkan dan mengurangi kecelakaan di Provinsi Banten, kita melakukan sosialisasi dengan teman-teman sekolah anak SMP dan SMA tentang keselamatan jalan,” ungkapnya.

    Tri berharap dengan melibatkan anak-anak pelajar, diharapkan bisa mengurangi angka kecelakaan di jalan. (LUK)

  • Serang Wajib Ramah Lingkungan

    Serang Wajib Ramah Lingkungan

    SERANG, BANPOS – Perusahaan berat diminta untuk menekan tingkat polusi atau
    pencemaran, dengan menerapkan pola industri hijau yang ramah lingkungan.

    Demikian diungkapkan Pj Gubernur Banten Al Muktabar mendampingi Wakil Presiden RI
    KH Ma'ruf Amin meresmikan pabrik baja PT. Lautan Baja Indonesia (LBI). Pabrik baja ini
    merupakan ekspansi dari PT. Lautan Steel Indonesia di Telagasari pekan lalu.

    Dikatakan Al Muktabar,  para pelaku usaha industri harus bisa menekan emisi hingga
    tingkat zero dengan terus menggiatkan teknologi ramah lingkungan dan pengelolaan alam
    yang baik melalui penghijauan.

    “Baja adalah satu hal penting dalam menggiatkan infrastruktur baik di daerah maupun secara
    nasional,” kata Al Muktabar.

    Oleh karenanya,  produk industri baja di Provinsi Banten harus bisa bersaing dengan yang
    lainnya. Apalagi, kebutuhan baja baik nasional maupun global diperkirakan akan terus
    meningkat.

    “Yang tak kalah penting, produk baja yang dihasilkan harus mengandung produk bahan
    dalam negeri dan mempunyai SNI,” ucapnya.

    Sementara itu, Wapres KH Ma’ruf Amin mengatakan, industri baja berperan vital dalam
    pertumbuhan suatu negara. Ia juga dianggap sangat esensial bagi pengembangan sektor
    industri lainnya seperti industri energi, kontruksi, otomotif dan transportasi serta
    infrastruktur. 

    Di Indonesia industri baja mempunyai peranan penting dalam mendukung pembangunan
    infrastruktur yang saat ini tengah berkembang, seperti pembangunan jalan tol, bandara,
    pelabuhan, jalur rel kereta api, pembangkit listrik, kilang minyak, dan pembangunan IKN.

    “Untuk memenuhi itu, kita harus bisa memproduksi sendiri, jangan sampai impor,” katanya.
    Wapres juga menekankan beberapa hal dalam rangka peningkatan kemandirian industri baja
    nasional. pertama penerapan secara tegas dan konsisten tingkat kandungan produk dalam
    negeri dan wajib SNI.

    “Hal itu dalam rangka mendukung pembangunan nasional dan mewujudkan kemandirian
    dalam negeri. Apalagi dalam beberapa tahun terakhir pemerintah sangat intensif
    mengakselerasi berbagai proyek infrastruktur seperti IKN dan program kendaraan listrik,”
    jelasnya. 

    Ia juga mendorong industri baja nasional menjadi bagian integral dari pertumbuhan ekonomi
    dengan konsep industri hijau, dimana produksinya mengedepankan efisiensi dan efektifitas
    penggunaan sumber daya berkelanjutan.

    “Seraya memanfaatkan sampah sebagai energi alternatif,” ungkapnya. (RUS)

  • Cabai Disebut Penyumbang Inflasi di Provinsi Banten

    Cabai Disebut Penyumbang Inflasi di Provinsi Banten

    SERANG, BANPOS – Cabai dianggap menjadi salah satu komoditas penyumbang meningkatnya laju inflasi di Provinsi Banten. Hal itu disebabkan karena, ketersediaan stok cabai di pasaran dinilai belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.

    Oleh karenanya, Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Banten bersama dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) membuat suatu rencana aksi yang salah satunya adalah gerakan menanam dan memanen cabai di Desa Kadubeureum, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang.

    Gerakan tersebut juga merupakan program Tim Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) yang dilaksanakan pada Jumat (1/9).

    Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar mengatakan bahwa gerakan ini merupakan ikhtiar pemerintah dalam upaya mengatasi masalah inflasi pangan di Provinsi Banten.

    “Kita terus mengikhtiarkannya untuk sedapat mungkin terkendali dengan baik,” ucapnya.

    Sementara itu Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Provinsi Banten, Agus Tauchid menjelaskan penyebab tingginya harga cabai di pasaran adalah karena jumlah pasokan cabai di pasaran yang masih terbatas.

    Ia menyampaikan pada tahun 2022 jumlah produksi cabai di Provinsi Banten mencapai sebesar 6.738 ton, sementara jumlah kebutuhan cabai masyarakat mencapai 45.822 ton per tahun.

    “Tahun 2022 produksi komoditas cabai di Provinsi Banten sebesar 6.738 ton, sedangkan kebutuhan konsumsi cabai penduduk Provinsi Banten per tahun 45.822 ton,” jelas Agus.

    Kemudian disampaikan juga bahwa di tahun ini hingga bulan Agustus, produksi cabai di Provinsi Banten baru mencapai 2.310 ton dengan luas panen sebesar 471 hektar.

    Melihat keadaan tersebut Pemprov Banten melalui Distanak akan menggalakan sejumlah program guna meningkatkan jumlah produksi cabai di Banten, salah satunya adalah dengan membentuk kawasan atau kampung cabai dengan memanfaatkan lahan seluas 40 hektar yang berada di Kabupaten Pandeglang dan juga Kabupaten Serang.

    Melalui pembiayaan dari APBN Tahun Anggaran 2023, diharapkan program tersebut dapat berjalan dan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap cabai.

    Selanjutnya, upaya lain yang akan dilakukan oleh Pemprov Banten adalah dengan mengupayakan panen cabai di empat bulan strategis.

    Empat bulan yang dimaksud adalah Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, dan juga Tahun Baru. Keempat bulan itu dinilai tingkat konsumsi masyarakat terhadap cabai terbilang cukup signifikan.

    Oleh sebab itu Pemprov Banten melalui Distanak akan mengupayakan dengan berbagai macam cara, agar panen raya cabai dapat bertepatan di bulan yang dimaksud.

    “Empat bulan ini tingkat konsumsi tinggi. Nah, kami upayakan pada empat bulan itulah Banten harus panen raya cabe nya sehingga pada angka defisit tidak terlalu kentara,” tuturnya.

    Di sisi lain, Bupati Kabupaten Serang Ratu Tatu Chasanah yang juga hadir dalam acara tersebut merasa aneh jika stok ketersediaan cabai di Provinsi Banten disebut belum mampu mencukupi kebutuhan masyarakat.

    Padahal luas lahan pertanian di Provinsi Banten terbilang masih cukup luas. Bahkan menurutnya dari luas lahan sebesar 146.000 hektar di Kabupaten Serang, sekitar 60 hektarnya di peruntukan untuk pertanian.

    Belum lagi lahan pertanian di wilayah lainnya seperti Kabupaten Lebak dan Pandeglang yang menurutnya, pasti jauh lebih luas daripada itu.

    “Cabai di kita ini kekurangan dipasok dari luar rasanya aneh, karena lahan untuk Lebak, Pandeglang, Kabupaten Serang untuk andalan tiga kabupaten ini saja bisa,” katanya.

    Hanya saja memang, menurut Tatu, pemerintah daerah tidak bisa bergerak sendiri. Perlu adanya kolaborasi antar pihak untuk dapat mengelola lahan tersebut agar masalah ketersediaan pasokan bahan pangan di Provinsi Banten bisa teratasi.

    “Hanya memang ini butuh keroyokan bersama,” tandasnya. (CR-02/AZM)

  • Dosen Untirta Tantang Pj Gubernur Banten Debat Terbuka, Ini Alasannya

    Dosen Untirta Tantang Pj Gubernur Banten Debat Terbuka, Ini Alasannya

    SERANG, BANPOS – Persoalan pengangkatan calon pengawas (Cawas) SMAN, SMKN dan SKhN di Provinsi Banten yang sampai saat ini belum juga tuntas, membuat salah satu Dosen Untirta, Rangga Galura Gumelar, menantang debat terbuka Pj Gubernur Banten, Al Muktabar.

    Rangga yang merupakan dosen pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Untirta ini menegaskan, tantangan debat terbuka itu untuk membuka perspektif secara jernih dan tunas, persoalan Cawas yang hingga saat ini masih bnerlarut-larut.

    “Namun sebelum debat terbuka, Insyaallah saya akan bersilaturahmi dulu ke Pak WH (Wahidin Halim, mantan Gubernur Banten – red) untuk menanyakan mengapa dahulu beliau memberhentikan Pak Al sebagai Sekda Banten,” katanya, Rabu (16/8).

    Rangga meyakini, akan mendapatkan penjelasan obyektif alasan mengapa WH memberhentikan Al Muktabar dari jabatan Sekda Banten, terlepas prosedur yang salah dan peristiwa politik yang mengikuti pemberhentian tersebut.

    “Alasan pemberhentian, peristiwa politik yang mengikutinya serta prosedurnya merupakan hal yang berbeda,” ungkapnya.

    Dirinya pun meyakini bahwa terdapat kekeliruan dalam sikap, kebijakan dan komunikasi dari Pj Gubernur Banten, terkait dengan persoalan Cawas SMA, SMK dan SKh Negeri yang bertele-tele.

    “Karena itu, sekali lagi saya menantang Pj Gubernur Banten untuk debat terbuka, guna membuka perspektif yang lebih clear dan tuntas terhadap masalah Cawas yang berlarut-larut,” tuturnya.

    Dia mengatakan, jika Pj Gubernur Banten tidak merespon tantangannya, ia pun menyarankan agar Al Muktabar lebih baik mengundurkan diri dari jabatannya.

    “Karena kasihan masyarakat Banten jika segala sesuatu persoalan diselesaikan dengan kehebohan lebih dahulu,” terangnya.

    Menurut dia, jumlah pengawas SMAN, SMKN dan Skh di Banten belum ideal. Semestinya, pengawas dan jumlah sekolah satu berbanding 7. Dalam pengertian, setiap satu pengawas, melakukan supervisi 7 sekolah binaan.

    Jika satu pengawas melakukan supervisi lebih dari 7 sekolah, maka Rangga meyakini tugas dan fungsi pengawas kurang optimal dilakukan.

    Selain itu, jam efektif pengawasan hanya 37,5 jam / minggu. Artinya, tidak akan terkejar untuk lebih dari 7 sekolah.

    “Rasio tersebut di atas menjelaskan bahwa satu sekolah hanya terdiri dari satu atau dua pengawas saja dan sekolah tidak akan kosong karena ada asumsi banyak guru jadi pengawas,” jelas Rangga.

    “Apalagi, dari hasil penelusuran sementara ini, terkait formasi dan anggaran untuk menuntaskan pelantikan Cawas yang tersisa sudah ada,” tambah Rangga.

    Adapun timbulnya berbagai isu dari kinerja pengawas eksisting saat ini, seperti pengawas bersifat arogan, seringkali menduplikasi laporan dan menerima ‘amplop’, adalah persoalan yang berbeda.

    “Harus dilihat dulu bagaimana konsep pembinaan yang dilakukan oleh pejabat terkait, seperti mekanisme pelaporan, format pelaporan dan tingkat pengawasan yang optimal. Jika benar terjadi seperti itu, bukan saja pengawas yang harus dievaluasi, tetapi pejabat terkait, diantaranya PJ Gub dan pihak sekolah yang diawasi,” jelasnya.

    Menurut Rangga, Pj Gubernur perlu membangun komunikasi yang positif dan terbuka, jangan sampai mengedepankan prasangka, curiga dan berbagai alibi dalam menuntaskan persoalan.

    “Jika memang tidak akan ada pelantikan, segera jelaskan dengan berbagai dasar argumen yang mendasar dan yuridis, jangan bermain isu,” katanya.

    Begitu pula jika akan dilantik, apa bagian terpenting untuk membangun partisipasi aktif masyarakat untuk bisa ikut mengawasi

    Karena persoalan pendidikan adalah persoalan bersama antara pemerintah dan masyarakat, tidak bisa diselesaikan sendiri secara one man show,” tandasnya. (DZH)

  • Diskusi Publik Fraksi Gerindra Ungkap APBD Banten Habis Untuk Belanja Pegawai

    Diskusi Publik Fraksi Gerindra Ungkap APBD Banten Habis Untuk Belanja Pegawai

    SERANG, BANPOS – APBD Banten tahun anggaran 2023 yang sudah terserap sebanyak 45 persen dari total hampir Rp12 triliun, sebagian besar habis untuk belanja pegawai.

    Hal itu disampaikan oleh anggota Fraksi Partai Gerindra yang juga Ketua Komisi IV DPRD Banten, M Nizar, saat memberikan pemaparan diskusi publik dengan tema ‘Serapan Anggaran Rendah: Apa Dampak dan Resolusinya’ di GSG DPRD Provinsi Banten, Selasa (8/8).

    Ia mengungkapkan, realisasi anggaran sampai dengan akhir bulan Juli lalu, masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari hasil rapat koordinasi komisi-komisi dengan mitra kerjanya.

    “Serapan anggarannya 45 persen, separuhnya belanja pegawai, separuhnya lagi operasional seperti belanja rutin seperti bayar listrik dan lain-lain,” kata Nizar.

    Atas kondisi saat ini, pihaknya meminta kepada semua pihak dan unsur masyarakat agar melakukan perbaikan. Alasanya, perubahan Banten ke arah yang lebih baik tidak hanya dilakukan oleh para wakil rakyat di DPRD.

    “Kondisi Pemprov Banten tidak baik-baik saja. Saya tidak mampu berjalan sendirian, ada 85 orang dan 8 fraksi di DPRD. Dan meminta semua elemen bersama-sama mendorong Banten lebih baik lagi,” ujarnya.

    Kondisi yang dianggapnya tidak baik tersebut, selain kinerja pemprov yang serapannya masih jauh dari harapan, akan berdampak pada kondisi masyarakat. Terbukti Banten menjadi provinsi dengan jumlah pengangguran tertinggi di Indonesia.

    Ditambah lagi, data dari lembaga keuangan, masyarakat Banten saat ini kondisinya banyak terjerat pinjaman online (Pinjol). “Masyarakat Banten terjerat pinjol. Angkanya hampir Rp1 triliun,” katanya.

    Oleh karena itu, perbaikan pembangunan harus dilakukan secara keseluruhan. Evaluasi atas kinerja Pj Gubernur Banten, Al Muktabar, menurutnya harus dilakukan secara bersama-sama.

    “Proses pembangunan ke arah positif harus dilakukan dari semua arah. Kita masih punya waktu sampai 12 Oktober tahun 2023 ini. Kita dorong semuanya, pemerintah kita lebih baik lagi,” tuturnya.

    Tak hanya serapan yang masih rendah, Nizar juga meminta Al Muktabar untuk tidak merombak anggaran 2023 yang telah disepakati bersama serta SOTK.

    “Ini kan Pj Gubernur Banten ibaratnya adalah penunggu rumah. Jadi kalau seorang penunggu itu tidak boleh melakukan perubahan, termasuk merubah SOTK (struktur organisasi tata kerja),” tandasnya.

    Hadir sebagai narasumber diskusi tersebut akademisi UIN SMHB, Zainor Ridho; Ketua Umum BAKOR Banten, Ali Yahya; akademisi Untirta, Firdaus. Diskusi juga dihadiri oleh mahasiswa Banten. (RUS/DZH)

  • Salah e-Katalog

    Salah e-Katalog

    BANTEN, BANPOS – PELAKSANAAN pemilihan penyedia jasa konstruksi melalui e-Katalog yang disebut menjadi penyebab rendahnya serapan anggaran Pemprov Banten, dinilai juga dapat mengarah pada persoalan maladministrasi hingga pidana murni. Sebab, selain kurang terbuka, juga belum ada ketentuan yang jelas berkaitan dengan pelaksanaan tersebut.

    Demikian disampaikan oleh Ketua Paguyuban Pengusaha Pribumi, F Maulana Sastradijaya. Dalam rilis yang diterima BANPOS, dirinya menyampaikan bahwa terdapat hal yang perlu diperhatikan oleh Pemprov Banten, terkhusus Penjabat Gubernur Banten.

    “Jangan sampai implementasi belanja pengadaan barang/jasa e-katalog hanya memperhatikan hasrat dan hajat kepentingan pribadi atau kelompok, dalam melegitimasi pemilihan calon penyedia berdasarkan like or dislike,” ujarnya.

    Ia mengatakan, intervensi dalam pelaksanaan pemilihan penyedia yang nantinya dilaksanakan melalui e-katalog, akan berpengaruh buruk terhadap tata pemerintahan yang baik dan bersih. Ia menegaskan bahwa pelaksanaan pengadaan harus didasarkan pada kebutuhan, bukan semata-mata pada keinginan.

    “Intervensi dan identifikasi kebutuhan yang seharusnya menjadi dasar pencapaian kegiatan pembangunan menjadi terabaikan. Dalam soal e-purchasing e-katalog kontruksi, kelemahan sistem ini tidak memiliki ukuran yang jelas untuk menentukan siapa yang terpilih menjadi penyedia,” katanya.

    Menurutnya, sistem ini mengurangi unsur kompetisi, karena perusahaan yang belum terdaftar di e-Katalog tidak diperbolehkan untuk dipilih menjadi penyedia. Padahal menurutnya, jika merujuk pada persaingan usaha sehat, perusahaan manapun yang ingin berpartisipasi tidak boleh dirintangi.

    Di sisi lain, ia mengaku bahwa berdasarkan hasil kajian pihaknya, penerapan pengadaan jasa konstruksi melalui e-Katalog harus benar-benar dipelototi oleh lembaga audit pemerintah negara, karena dapat meningkatkan peluang terjadinya korupsi.

    “Implementasi e-purchasing saat ini harus diperketat aturannya tanpa mengabaikan etika ketentuan pengadaan sesuai Perpres 12/21. Peran APIP sepatutnya lebih kritis dalam menyusun peraturan-peraturan dan ketentuan sistem e-purchasing,” tuturnya.

    Menurutnya, ada sejumlah pertanyaan yang muncul dalam pelaksanaan pengadaan jasa konstruksi melalui e-Katalog. Pertama, apakah sudah ada standarisasi sehingga masuk pada pemahaman kesatuan bangunan? Kedua, apakah sudah dilakukan konsolidasi oleh biro dan dinas teknis menyangkut persyaratan teknis dan harga? Ketiga, apakah sistem yang ada sudah mewakil tahapan evaluasi yang diamanatkan peraturan perundangan?

    “Keempat, bagaimana spesifikasi item pekerjaan konstruksi yang dibutuhkan? Kelima, bagaimana harga pada item pekerjaan kosntruksi, melebihi atau dibawah harga HPS? Keenam, mengapa memilih penyedia tersebut? Ketujuh, bagaimana menghitung biaya pelaksanaan SMK3 pada pekerjaan konstruksi? Kedelapan, apakah dalam metode e-purchasing dilakukan mini kompetisi atau hanya negosiasi? Terakhir, bagaimana mekanisme dalam melakukan negosiasi?” tandasnya.

    Sementara itu, Penjabat Gubernur Banten, Al Muktabar, menegaskan bahwa pelaksanaan pengadaan jasa konstruksi melalui e-Katalog, tidak akan mematikan para pengusaha kecil, khususnya pengusaha lokal di Provinsi Banten.

    “Tidak akan itu mematikan pengusaha lokal, tidak akan. Malah lebih fair. Kan SIRUP-nya bisa dikontrol, pekerjaan yang tayang juga bisa dilihat,” ujarnya.

    Menurutnya, pelaksanaan pengadaan jasa konstruksi melalui e-Katalog sudah ada ketentuan dan aturannya. Salah satu tujuannya yakni reformasi birokrasi, dimana pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih cepat.

    “Kan kalau melalui tender, itu bisa 45 hari. Kalau e-Katalog, begitu tayang lalu ada pelamar, nanti diranking dan ada yang cocok, itu langsung. Ini juga dalam rangka saling menjaga kan, mengurangi tatap muka. Jadi kita saling menjaga saja. Meskipun juga memang ada individu yang memiliki niatan menyimpang, bisa saja terjadi. Tapi ini merupakan bagian dari reformasi birokrasi, percepatan pelayanan terhadap masyarakat,” tandasnya.(DZH/ENK)

  • Al: Ini Bentuk Kehati-hatian

    Al: Ini Bentuk Kehati-hatian

    BANTEN, BANPOS – RENDAHNYA serapan anggaran hingga tengah tahun 2023 ini, disebut merupakan bentuk kehati-hatian dari Pemprov Banten, guna mencegah terjadinya tindakan yang keluar dari koridor hukum dan kehabisan anggaran. Di sisi lain, masih rendahnya serapan anggaran juga lantaran beberapa kegiatan merupakan kegiatan pembangunan fisik, yang dapat terserap apabila sudah selesai kegiatannya.

    Hal tersebut disampaikan langsung oleh Penjabat Gubernur Banten, Al Muktabar, saat diwawancara BANPOS. Al menepis isu bahwa mandeknya beberapa kegiatan pembangunan di Provinsi Banten, merupakan ulah dari dirinya. Bahkan, Al menegaskan bahwa tahun 2023 ini merupakan tahun yang murni menjadi tanggungjawabnya.

    Pria yang merupakan Sekda definitif Provinsi Banten ini mengatakan, sejumlah kegiatan yang dilakukan oleh Pemprov Banten di awal tahun 2023, agak terlambat lantaran menunggu hasil audit dari BPK Provinsi Banten. Sebab, beberapa kegiatan di awal tahun itu akan menggunakan anggaran SiLPA tahun 2022.

    “Karena kan SiLPA itu merupakan fresh money ready kita kan. Karena semua anggaran kita itu kan sebenarnya perencanaan, harus sembari kami mencari gitu. Jadi agar tidak tekor kas daerah, kami mengatur ritme pembiayaan,” ujarnya.

    Menurutnya, hal itu lah yang pada akhirnya membuat Pemprov Banten melalui Pj Sekda pada saat itu, Moch Tranggono, mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang pada intinya menahan sejumlah pembiayaan kegiatan. Namun, Al menegaskan bahwa hal tersebut bukan berarti menghapuskan secara mutlak kegiatan-kegiatan tersebut.

    “Jadi bukan meng-cut secara an sich sebuah program berjalan atau tidak berjalan. Tapi dalam rangka menyeimbangkan cash flow pendapatan dan pembiayaan. Lalu dalam perkembangannya kan nggak ada yang kita cut programnya,” ungkap dia.

    Terkait dengan SE yang dikeluarkan oleh Pj Sekda pada saat itu, Al menuturkan bahwa tanpa dilakukan pembatalan, dengan sendirinya akan batal. Sebab, tidak ada yang melaksanakan SE tersebut, sehingga bisa dikatakan tidak ada.

    “Kan tidak dioperasionalkan. Prinsipnya bahwa agenda itu yang penting tidak menghambat pembangunan, dan peruntukkan yang disusun dulu untuk mengantisipasi cash flow. Karena pendapatan belum progresif, jadi hanya ada SiLPA. Jadi pembatalannya bukan soal lisan atau tidak, karena tidak dilaksanakan maka dengan sendirinya tidak ada,” tegasnya.

    Ia menuturkan, saat ini sejumlah program berjalan sebagai biasa. Hanya saja memang, ada sejumlah reviu yang tengah dilakukan terhadap sejumlah program yang akan dilaksanakan, dan mungkin akan dilaksanakan pergeseran dan masuk pada anggaran perubahan.

    “Jadi enggak ada itu yang cut, konsolidasi yang mengatakan ini tidak boleh itu tidak boleh. Jadi dia lebih kepada pengaturan cash flow pendapatan dan pembiayaan,” terangnya.

    Menurutnya, hal tersebut wajar terjadi, lantaran tahun lalu Indonesia, khususnya Banten, masih dilanda pandemi Covid-19. Sehingga, terdapat kekhawatiran anjloknya pendapatan daerah karena masih lemahnya kondisi ekonomi.

    “Sehingga kita mengantisipasi dalam rangka keberhati-hatian kita. Karena kalau gagal bayar, itu bisa bahaya. Bisa dituntut kita, karena sudah proses kontrak dan segala macam. Kalau mereka menggugat wanprestasi, kan repot. Jadi itu lebih pada langkah kehati-hatian,” katanya.

    Di sisi lain, Al Muktabar juga mengaku jika dirinya kerap melakukan komunikasi non-formal dengan para anggota DPRD Provinsi Banten, terkait dengan kondisi pembangunan. Menurutnya, dia berhasil melakukan komunikasi yang baik mengenai hal tersebut dengan para anggota DPRD.

    Al Muktabar mengatakan, secara teori, idealnya terdapat rentang jarak antara pembiayaan dan pendapatan sebesar lima hingga delapan persen dalam pengelolaan kas daerah. Hal tersebut agar terdapat dana cadangan apabila terjadi hal-hal di luar perencanaan.

    “Kita kan tidak tahu apabila tiba-tiba ada kecelakaan, bencana, masa kita harus mengutang. Jadi saya jaga betul kas itu. Kalau saya sih merasa itu sudah sangat tipis antara lima sampai delapan persen. Biasanya kan di atas 10 persen. Tapi tidak apa-apa lah, untuk menjaga penyelenggaraan pemerintah daerah. Tidak ada maksud apa-apa,” tuturnya.

    Mengenai rendahnya serapan anggaran pada sejumlah OPD, termasuk PUPR, lantaran fokus kegiatannya adalah pembangunan fisik. Sehingga, serapan akan terjadi apabila proyek pembangunannya sudah selesai dilakukan oleh kontraktor.

    Sementara terkait dengan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP), Al mengaku bahwa terdapat beberapa hal administratif yang harus diperbaiki, sehingga kegiatan masih belum dapat dieksekusi. Hal tersebut agar tidak menabrak aturan hukum yang berlaku, dalam melaksanakan kegiatan.

    “Di Perkim itu ada agenda yang kita melakukan pendampingan dengan kejaksaan, sehingga ada beberapa yang harus diperbaiki struktur administrasinya. Jadi nanti akan masuk ke skema perubahan. Tidak masalah, nanti kan masih ada waktu untuk pelaksanaannya,” terang Al.

    Ia pun membantah isu bahwa dirinya memberikan perintah untuk tidak melaksanakan pembangunan, meskipun OPD sudah siap untuk melaksanakan kegiatan pembangunan. Sebab, apabila secara administrasi pelaksanaan kegiatan itu sudah tertib, maka pembangunan dapat segera dilaksanakan.

    “Kan yang dilalui tadi masih ada skema yang tidak bisa diupayakan administrasinya, kalau belum dilakukan perubahan. Jadi bukan soal setop atau lanjut. Misalkan di Perkim ada kegiatan dengan nilai X. Nah di dalam nilai itu kan ada komponen-komponen yang harus diperbaiki secara administratif. Yang sudah sesuai mah jalan, tidak ada masalah,” ujarnya.

    Al mengaku, hal tersebut dia ketahui lantaran dirinya selalu melakukan reviu terhadap dokumen pembangunan yang akan dilaksanakan oleh OPD. Dia melakukan satu per satu, agar tidak ada kesalahan fatal yang dapat berakibat hukum.

    “Program itu mulai dari perencanaan, proses pelaksanaan, dan pertanggungjawabannya nanti itu harus benar-benar inheren. Kalau ada yang memungkinkan ada kemungkinan mens rea di awal, itu yang harus diperbaiki. Kalau ternyata proses perbaikannya itu tidak bisa dilakukan karena ada di batang tubuh anggaran, maka bisa dilakukan perencanaan ulang melalui mekanisme APBD perubahan. Saya reviu satu-satu. Kita harus berhati-hati, harus berikhtiar agar pemerintahan ini bersih,” jelasnya.

    Hal tersebut dilakukan menurut Al, lantaran pelaksanaan pembangunan tahun 2023 ini, murni merupakan tanggung jawab dirinya. Sebab, dari proses perencanaan pada tahun 2022 hingga pelaksanaan pada tahun 2023, merupakan hasil pekerjaannya.

    “Pada tahun 2022 kan 2021 penganggarannya, saya lagi diberhentikan. Maka saya bertanggung jawab penuh pada tahun ini,” tegasnya.

    Mengenai tudingan dari DPRD Provinsi Banten bahwa dirinya tidak disiplin anggaran, menurutnya hal tersebut sah-sah saja disampaikan oleh pihak DPRD. Pasalnya, DPRD memang memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan kontrol terhadap jalannya roda pemerintahan. Termasuk ancaman bahwa DPRD akan melakukan tindakan tegas kepadanya, atas sejumlah permasalahan itu.

    “Jadi apa yang disampaikan beliau kepada saya, itu memang koridornya. Kan kita diskusi, dialog, biasa itu. Dan saya tidak anti kritik, kalau ada salah ya saya siap perbaiki. Apalagi Pemerintahan Daerah itu kan DPRD dan Pemprov Banten. Jadi kita saling koreksi tidak apa-apa, akan saya perbaiki dan konsultasi. Saya tidak pernah membela diri, karena saya bisa menjelaskan,” katanya. (DZH/ENK)

  • Serapan Minim Kinerja Rendah

    Serapan Minim Kinerja Rendah

    BANTEN, BANPOS – MEMASUKI Juli 2023, realisasi program pembangunan di Provinsi Banten dituding masih rendah. Realisasi belanja publik yang bersentuhan dengan masyarakat justru minim. Berbagai kendala membuat selama tujuh bulan terakhir anggaran yang dikeluarkan Pemprov Banten hanya sebatas membiayai operasional pemerintahan saja.

    Ketua Komisi IV DPRD Banten, Muhammad Nizar membenarkan masih rendahnya belanja publik yang digelontorkan Pemprov Banten hingga memasuki triwulan ketiga 2023. Dari hasil evaluasi yang digelar bersama organisasi perangkat daerah (OPD), diketahui secara keseluruhan penyerapan anggaran baru berkisar di angka 40 persen.

    Berdasarkan penuturannya, sebelum dilaksanakan pembahasan dokumen Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS), sejumlah komisi di DPRD Banten menggelar rapat bersama OPD yang menjadi mitra kerjanya. Dari hasi evaluasi tersebut didapati kenyataan bahwa serapan anggaran OPD selama ini, sebagian besar hanya dihabiskan untuk belanja operasional seperti belanja pegawai dan juga Tunjangan Kinerja (Tukin) pegawai.

    ”Yang didapat di dalam laporan teman-teman seluruh Komisi itu karena ternyata serapan anggaran ini rendah. Kalau pun angkanya mencapai 40 persen-45 persen itu lebih banyak kepada serapan belanja pegawai,” terang Nizar kepada BANPOS pada Kamis (3/8).

    Anggota Fraksi Partai Gerindra itu menjelaskan, penyebab dari banyaknya program pembangunan di Provinsi Banten mandeg adalah karena adanya kebijakan pembatasan yang dilakukan oleh Pemprov Banten.

    ”Karena diatur ini boleh jalan, ini nggak boleh jalan. Seharusnya kan ini nggak boleh gitu. Ketika sudah menjadi Perda APBD, kan semua OPD kan punya time schedule-nya target serapan anggaran kan ada setiap OPD itu,” ucapnya.

    Oleh sebab itu, agar masalah ini tidak terulang kembali, maka DPRD menginginkan agar dalam penyusunan dokumen KUA PPAS ini mereka dapat dilibatkan sejak awal perencanaan. Tujuannya supaya dapat sama-sama mengawasi dalam pelaksanaannya, dan tidak hanya dianggap sebagai tukang stampel bagi Pemprov Banten.

    ”Inikan mencerminkan eksekutif ternyata hanya butuh stampel aja, dan teman-teman ya nggak mau lah kalau stempel doang. Ngapain kita sahkan KUA PPAS kalau ternyata nanti berubah lagi,” tegasnya.

    Menurut Nizar, pihak eksekutif di Pemporov Banten selama ini kerap mengabaikan keterlibatan dewan dalam penyusunan dokumen perencanaan anggaran dan program pembangunan di Provinsi Banten. Dia mengaku tak pernah dilibatkan dalam penyusunan dokumen tersebut bahkan sejak dalam proses perencanaan. Akibatnya, saat ini dalam proses pembahasan penetapan dokumen KUA dan PPAS bersama Tim Badan Anggaran (Banggar), pertemuan pembahasan dokumen perencanaan itu berjalan buntu.

    ”Apa yang dilakukan ini kan seolah-olah tidak menganggap DPRD itu bagian dari penyelenggara pemerintah. Padahal undang-undang menyampaikan bahwa pemerintah daerah adalah Gubernur dan DPRD, begitu kira-kira,” kata Muhammad Nizar.

    Selain tidak dilibatkan dalam proses pembahasan perencanaan program dan anggaran, muncul sebuah kesan di lingkungan anggota dewan bahwa, DPRD hanya sebatas sebagai tukang stampel bagi Pemprov Banten.

    ”Kemudian teman-teman mengkritisi, refleksi ke 2023. Loh ini apa-apaan? Buat kebijakan umum anggaran ini bagus, tapi kok pada kenyataannya ketika kita refleksi 2023 yang TAPD pemeritah, eksekutif menyusun sendiri kita seolah-olah diminat stampelnya doang selaku DPRD karena undang-undang mengatur begitu, kok bisa seenaknya menjalankan anggaran ini,” imbuhnya.

    Akbiat tidak pernah dilibatkan dalam proses penyusunan perencanaannya, Nizar mengaku selama ini dalam setiap pembahasan penetapan dokumen perencanaan, mereka hanya menerima matanya saja dokumen tersebut.

    Sehingga, menurutnya banyak dari anggota dewan tidak begitu paham mengenai program dan besaran anggaran yang dimuat di dalam dokumen perencanaan itu.

    ”Biasanya kita sudah terima matang, ini Dinas Dinkes sekian triliun, Dindik sekian triliun, programnya apa-apa kan kita nggak paham, mereka menyusun sendiri,” sesalnya.

    Terpisah, anggota dewan dari Fraksi PKS Juhaeni M Rois menilai kinerja Pj Gubernur Banten Al Muktabar dalam mengawal pembangunan di Provinsi Banten terkesan buruk. Bahkan menurutnya, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Banten itu kerap kali mengeluarkan kebijakan yang ambigu dan sulit dimengerti oleh pihak lain.

    ”Kebijakan (Al Muktabar) ambigu,” katanya.

    Saat ditanya soal SE Pj Sekda tentang Optimalisasi Anggaran yang diduga menjadi penyebab rendahnya serapan anggaran di Pemrov Banten, ia menjelaskan, surat edaran yang ditandatangani oleh Moch Tranggono ( Pj Sekda Banten lama), adalah produk Al Muktabar. Mengingat surat tersebut sebelum dikeluarkan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Pj Gubernur Banten.

    “SE Pj Sekda Banten yang katanya sudah dibatalkan, itu tidak ada pembatalan karena itu disampaikan secara lisan ke pimpinan. Dan Pj Gubernur selaku penanggung jawab pertama soal anggaran, jadi tidak mungkin Pj Sekda Banten mengeluarkan surat itu tanpa persetujuan Pj Gubernur. Pj Gubernur cuci tangan,” ungkapnya.

    Adapun kebijakan sistem E-katalog secara keseluruhan proyek atau 100 persen yang dilakukan Al Muktabar, lanjut Juhaeni, patut dicurigai. Karena pemerintahan daerah seperti Tangerang Selatan (Tangsel) dan Kota Bekasi yang merupakan daerah dengan pengelolaan anggaran terbaik tidak melakukan E-katalog secara 100 persen.

    “E-katalog dipaksakan 100 persen. Kita melakukan juga pengkajian terhadap wilayah- wilayah lain, misalnya paling tinggi Tangsel, juara satu, Bekasi juara 3 nggak ada 100 persen E- katalog, ada OPD tidak siap, tapi beberapa OPD sudah ready, sudah oke,” bebernya.

    “Kita nggak tahu ada apa dibalik semua ini, sehingga tidak bisa dilaksanakan. Dan SE Pj Sekda itu ilegal, APBD sudah diketok, kemudian Kemendagri melakukan evaluasi, tinggal pelaksanaan ada SE. Kalau ada perubahan tinggal dibahas dengan DPRD, jangan seperti uang itu milik nenek moyangnya sendiri,” imbuhnya.

    Dan yang menjadi miris lagi, kata Juheni, akibat kebijakan tersebut, Dinas PUPR banyak proyek yang ditahan atau di-pending. Tidak bisa dilaksanakan di APBD murni tahun 2023 ini.

    “Bahasanya optimalisasi, tapi hold (tahan), PUPR saja Rp126 miliar yang di-hold, banyak pembangunan masyarakat tidak dilaksanakan. Pj Gubernur tidak disiplin anggaran. Kalau tidak ada kebijakan yang signifikan, karena ini desakan masyarakat ke kita, sudah reses dua kali, tapi PJ Gubernur masih begitu lihat saja nanti, DPRD akan melakukan tindakan tegas, mekanismenya kita lihat perkembangan, seluruh fraksi sudah setuju, bahwa APBD harus dilaksanakan,” kata Juhaeni dengan nada ancaman.

    Sementara itu, PATTIRO Banten pun juga turut menyoroti perihal rendahnya kinerja serapan anggaran Pemerintah Provinsi Banten di tahun ini. Deputi PATTIRO Banten Amin Rohani menilai, kinerja serapan anggaran yang buruk akan berpengaruh pula pada kualitas pelaksanaan pembangunan.

    Oleh karenanya, ia menekankan kepada Pj Gubernur Banten untuk melakukan evaluasi kepada pejabat yang dinilainya tidak konsisten dalam pelaksanaan program yang disusunnya itu.

    ”PJ gubernur harus evaluasi pejabat yg tidak konsisten dalam pengawalan belanja modal/ publik di Banten. Resiko belanja publik yang tidak terserap mengakibatkan pembangunan di Banten terhambat dan target rencana yang ditetapkan tidak efektif,” kata Amin.

    Kemudian ia juga menjelaskan bahwa, biasanya jika pelaksanaan penyerapan anggaran program tidak dilaksanakan dengan baik di awal periode, maka dalam pelaksanaan program tersebut akan terkesan ugal-ugalan.

    ”Jika serapan rendah belanja modal di awal, akan mengakibatkan OPD akan mengejar serapan di triwulan selanjutnya dan terjadi penumpukan program ataupun kegiatan pembangunan,” tuturnya.

    Sehingga, akibat hal tersebut, maka nantinya kualitas yang dihasilkan dalam pelaksanaan program itu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

    ”Kualitas output akan cenderung diabaikan dan hanya mengejar serapan. Kebiasaan seperti ini selalu terjadi setiap tahun perlu ada gebrakan dari PJ gubernur untuk mengatasi ketidakdisiplinan dari OPD di Banten,” tandasnya.(MG-01/ENK)

  • Program PSU Mandek Bikin DPRD Banten Bingung

    Program PSU Mandek Bikin DPRD Banten Bingung

    SERANG, BANPOS – Kinerja Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Provinsi Banten menuai sorotan dari Komisi IV DPRD Banten.

    Pasalnya, menurut Ketua Komisi IV DPRD Banten Muhammad Nizar, ada sekitar seribu program peningkatan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) di tahun 2023 tidak ada satupun yang terlaksana.

    “PSU di Perkim sekitar seribu an, satu pun (di tahun 2023) belum terlaksana,” kata Muhammad Nizar saat ditemui pada Jumat (28/7).

    Saat ditanya mengapa sejumlah program PSU itu tidak terlaksana di tahun ini? Ketua Komisi IV itu pun mengaku bahwa pihaknya tidak mengetahui, kendala apa yang dihadapi oleh DPRKP Banten.

    Padahal secara mekanisme, semuanya sudah ditempuh dengan baik oleh DPRKP Banten dalam upaya pelaksanaan program tersebut.

    “Karena di dinas Perkim pun secara normatif sudah clear semua. Makanya kan saya bilang, ini apa problemnya? Jangan menghambat pembangunan, kalau seandainya ini tidak dilaksanakan berarti tidak menjalankan APBD berarti tidak melaksanakan Perda,” ucapnya.

    Sejauh ini, alih-alih melakukan upaya penyerapan realisasi anggaran untuk pelaksanaan program, DPRKP Banten hanya melaksanakan penyerapan anggaran untuk gaji para pegawainya sebesar kurang lebih 14 persen.

    “Nah saya tanya, apa yang jalan itu? Yang jalan itu hanya gaji udah, operasional. Ya kan ini harus kita tindak lanjuti, kita follow up,” ujar Nizar.

    Nizar menilai, masalah ini terjadi diakibatkan oleh diubahnya metode teknis oleh Pj Gubernur Banten, Al Muktabar. Sehingga atas hal itulah kemudian, turut berpengaruh juga pada pelaksanaan program tersebut.

    “PJ hari ini menginginkan konsolidasi, ingin ada metode yang dirubah. Karena kemarin PL (penunjukkan langsung), dia menginginkan ini gak boleh ada PL. Kenapa ada PL, dan sebagainya,” terangnya.

    Anggota Fraksi Partai Gerindra itu pun secara tegas menyatakan bahwa Pj Gubernur menghambat proses pembangunan di Provinsi Banten, akibat dari pemberlakuan kebijakannya itu.

    “Kalau ini tidak dilaksanakan, artinya Pj Gubernur menghambat pembangunan, tidak peduli terhadap jeritan rakyat bawah, dan melakukan pelanggaran terkait dengan Perda. Karena tidak menjalankan Perda APBD,” tegasnya.

    Oleh karenanya, usai menggelar rapat dengan para anggota Komisi IV DPRD Banten, Nizar berencana akan mengirimkan nota kesimpulan kepada pimpinan dewan, agar permasalahan tersebut dapat segera ditanggapi oleh Pemprov Banten.

    “Karena apapun ceritanya, inikan sudah melalui mekanisme dan proses yang panjang. Ada KUA, sampai ditetapkan dalam sebuah peraturan daerah kan,” tandasnya. (MG-01/PBN)

  • Banten Kirim Atlet Pelajar Disabilitas ke Peparpenas Palembang

    Banten Kirim Atlet Pelajar Disabilitas ke Peparpenas Palembang

    SERANG, BANPOS – Provinsi Banten mengirim sebanyak 20 atlet pelajar penyandang disabilitas yang akan bertanding pada ajang Pekan Paralimpik Pelajar Nasional (Peparpenas) X tahun 2023 di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (28/7).

    Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Ahmad Syaukani mengatakan, kegiatan Peparpenas merupakan satu upaya memberikan ruang untuk para pelajar disabilitas, dalam mendapatkan kesempatan yang sama dengan pelajar yang normal seusianya.

    “Melalui kegiatan ini juga kita memberikan upaya peningkatan peran serta para pemuda-pemudi disabilitas dalam pembangunan nasional,” ujar Ahmad Syaukani, saat pelepasan menuju Peparpenas X tahun 2023 di Palembang, Sumatera Selatan, oleh Pj Gubernur Banten Al Muktabar.

    Ahmad Syaukani menyampaikan bahwa kontingen Provinsi Banten pada pekan olahraga ini berjumlah 46 orang. Jumlah tersebut antara lain terdiri dari 20 orang atlet, 16 orang pelatih, 8 orang official, 2 orang petugas medis dan 2 orang tim aju.

    Ia menyebut, 20 atlet yang berpartisipasi dalam Peparpenas tahun 2023 ini terdiri dari perwakilan siswa dan siswi sekolah luar biasa (SLB) se-Provinsi Banten.

    Para atlet ini juga merupakan para juara dari kejuaraan Pekan Paralimpik Pelajar Daerah (Peparpeda) se-Provinsi Banten, yang telah dilaksanakan sebelumnya.

    “Dari kejuaraan itu, para juara kita bina. Apabila usianya memenuhi syarat kita akan kirim ke tingkat nasional seperti sekarang ini,” terangnya.

    Adapun cabang olahraga (cabor) yang diikuti oleh Kontingen Provinsi Banten sebanyak 6 cabor yang terdiri dari atletik sebanyak 8 orang, bulu tangkis 1 orang, catur 2 orang, renang 3 orang, tenis meja 3 orang dan bocia 3 orang.

    Ahmad Syaukani menginformasikan bahwa Peparpenas ini dilaksanakan mulai tanggal 29 Juli sampai 5 Agustus 2023.

    “Kami berharap dengan pembinaan pelatihan yang kita terus optimalkan mampu memberikan prestasi yang baik untuk para atlet terutama untuk Provinsi Banten ini kita juga usahakan tahun ini masuk ke 10 besar,” tandasnya.

    Sementara itu, Penjabat (Pj) Gubernur Banten, Al Muktabar meminta para atlet Peparpenas kontingen Banten terus memegang teguh pada kata ‘hambatan bukan halangan”.

    Sehingga, kata dia, para atlet bisa menjadikan hambatan menjadi sebuah peluang untuk terus berprestasi.

    “Pada dasarnya kita semua memiliki kelebihan dan kekurangan. Tentunya kita perlu upaya maksimal untuk mengubah semua itu menjadi hal yang bernilai positif,” ucapnya. (MUF/AZM)