Tag: Polemik sekda

  • Diduga Bohongi Publik, Kepala BKD Banten Digugat ke PTUN

    Diduga Bohongi Publik, Kepala BKD Banten Digugat ke PTUN

    SERANG, BANPOS – Setelah sebelumnya Sekda Banten Al Muktabar yang dinonaktifkan jabatan oleh Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) melakukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Usaha Negara (PTUN) kepada WH. Jumat tanggal 11 Maret kemarin, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Komarudin digugat ke PTUN.

    Gugatan terhadap Komarudin dilakukan oleh Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, dan telah terdaftar di PTUN Serang dengan nomor perkara 22/G/TF/PTUN/2022.

    Dalam siaran persnya Minggu (13/3), Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, Moch Ojat Sudrajat mengungkapkan, jika gugatannya tersebut untuk memberikan efek jera kepada pejabat yang semena-mena dengan melakukan kebohongan publik, terkait polemik Sekda Banten Al Muktabar yang dianggap mengundurkan diri, namun saat ini telah aktif kembali

    “Untuk diketahui gugatan ini tidak ujug–ujug dilakukan oleh kami, kami berpendapat selama ini BKD Provinsi Banten diduga tidak terbuka atau tidak transparan ketika kami mengajukan permohonan informasi publik maupun keberatan, permohonan kami tidak dipenuhi dengan berbagai alasan dan bahkan tidak dijawab,” kata Ojat.

    Ia menjelaskan, Komarudin selaku pejabat publik semestinya tidak memberikan informasi terkait Al Muktabar sepanjang periode Agustus 2021 sampai dengan Januari 2022 kepada masyarakat yang tidak benar, bahkan cenderung menyesatkan. Komarudin diduga melanggar Pasal 7 khususnya ayat 1 dan 2 UU nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

    “Kepala BKD juga kami duga melanggar asas keterbukaan dalam Manajemen PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf ( i ) UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan juga diduga melanggar Asas – Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB) khususnya Asas Keterbukaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 10 ayat (1) huruf (f) UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” ujarnya.

    Dikatakan Ojat, sebelum pihaknya mengajukan gugatan ke Komarudin melalui PTUN Serang, pada Februari lalu telah berkirim surat keberatan kepada Kepala BKD Banten Komarudin, akan tetapi surat itu tidak ditanggapi.

    “Sebelum melakukan gugatan, kami telah mengirimkan surat keberatan yang ditujukan kepada Kepala BKD Provinsi Banten dengan surat nomor : 010/MBI-BKD-II/2022 tanggal 11 Februari 2022 yang dikirimkan melalui POS pada tanggal 13 Februari 2022 dan diterima pada tanggal 14 Februari 2022 dan berdasarkan ketentuan Pasal 77 ayat (4) UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan, Kepala BKD Provinsi Banten mempunyai waktu 10 (sepuluh) hari kerja untuk menyelesaikan keberatan tersebut, maka surat keberatan tersebut jatuh tempo pada tanggal tanggal 1 Maret 2022, akan tetapi sampai dengan tanggal 10 Maret 2022, kami belum pernah menerima tanggapan atas surat keberatan tersebut,” katanya.

    Bahkan katanya, ketertutupan Komarudin selaku pejabat publik dirasakan ketika pihaknya meminta informasi publik. “Analisa kami sebelumnya bahwa Kepala BKD Provinsi Banten memang tidak terbuka karena hal yang sama kami alami, baik sebagai pribadi maupun, sebagai Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, ketika mengirimkan surat permohonan informasi publik ke BKD Banten tidak pernah ada dokumen yang diberikan,” ungkap Ojat.

    Adapun 3 permohonan informasi publik yang informasi publiknya tidak diberikan oleh Komarudin, yakni pertama, permohonan informasi Publik dengan surat nomor : 280/Pri-KIP/XII/2021 tanggal 24 Desember 2021 yang ditujukan kepada PPID Pembantu Badan Kepegawaian Daerah ( BKD ) Provinsi Banten, yang dikirimkan melalui POS pada tanggal 24 Desember 2021 dan diterima pada tanggal 25 Desember 2021, dan kedua, permohonan Informasi Publik dengan surat nomor : 008/Pri-KIP/I/2022 tanggal 14 Januari 2022, yang diterima pada tanggal 17 Januari 2022, ditujukan kepada PPID Pembantu Badan Kepegawaian Daerah ( BKD ) Provinsi Banten saat ini sedang Tahap Keberatan ke SEKDA Banten tertanggal 04 Februari 2022 dan akan jatuh tempo tanggal 25 Maret 2022.

    “Yang ketiga, permohonan Informasi Publik dengan surat nomor : 017/MBI-BKD/II/2022 tanggal 26 Februari 2022, yang diterima pada tanggal 01/02 Maret 2022, ditujukan kepada PPID Pembantu Badan Kepegawaian Daerah ( BKD ) Provinsi Banten saat ini sedang menuju Tahap Keberatan ke SEKDA Banten, yang akan jatuh tempo pada tanggal 21 atau 22 Maret 2022,” ungkapnya.

    Atas sikap yang ditunjukan oleh Komarudin sebagai Kepala BKD, berbanding terbalik dengan penghargaan yang diraih oleh pemprov sebagai salah satu provinsi informatif.

    “Bahwa hal ini membuktikan bahwa Kami memang memandang perlu dan sangat beralasan jika Kami melakukan Gugatan kepada BKD Provinsi Banten, agar tidak diikuti oleh OPD lainnya, mengingat Komisi Informasi Pusat telah menganugerahkan kepada Provinsi Banten sebagai salah satu Provinsi Informatif di Indonesia, selama dua tahun berturut – turut,” ujarnya.

    Adapun gugatan ke PTUN atas Komarudin Ojat menegaskan jika hal tersebut tidak ada sangkut pautnya dengan Sekda Banten Al Muktabar yang saat ini telah menduduki jabatannya kembali.

    “Kami kembali pertegas, tidak ada kaitan pak Al Muktabar baik sebagai pribadi maupun sebagai Sekda Banten dalam atau terjadinya gugatan ini murni atas pertimbangan Kami dari Perkumpulan Maha Bidik Indonesia,” ujarnya.

    Namun yang pasti kata Ojat, gugatan ke TUN, juga sedang mempersiapkan langkah hukum lainnya. “Kami matangkan dan dalam waktu yang tidak lama lagi hal tersebut akan akan wujudkan, masih terhadap Badan Publik yang sama,” katanya sedikit mengancam.

    Kepala BKD Banten, Komarudin hingga berita ini diturunkan, dua nomor telepon genggamnya tidak aktif.

    (RUS/PBN)

  • Usai Polemik Jabatan Sekda, Pemprov Banten Diminta Fokus Kejar Capaian RPJMD

    Usai Polemik Jabatan Sekda, Pemprov Banten Diminta Fokus Kejar Capaian RPJMD

    SERANG, BANPOS – Usai polemik jabatan Sekda Banten, Pengamat Tata Negara, Yhanu Setyawan meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten harus semakin fokus mengejar ketertinggalan pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

    “Harmoni penyelenggaraan pemerintahan diperlukan utk mengejar capaian pembangunan yang tertuang dalam RPJMD dan sebagai peta jalan untuk mewujudkan tujuan dari pembentukan Provinsi Banten,” kata Yhanu Setiawan, Senin (7/3/2022).

    Menurut Yhanu, polemik jabatan Sekda merupakan ujian kedewasaan para pemimpin birokrasi. Ujian itu telah dilalui.

    “Mereka mendapat apresiasi dari masyarakat atas permintaan masing-masing pihak yang berkonflik untuk saling meminta maaf dan berkomitmen untuk sama-sama membangun Banten,” katanya yang juga Dosen di Universitas Lampung (Unila).

    Katanya, situasi beberapa bulan ke belakang yang relatif terbaca adanya disharmoni, sepatutnya menjadi pelajaran, agar semua pihak kembali bekerja sesuai tugas, fungsi dan  kewenangannya sebagaimana diatur oleh  peraturan perundangan-undangan.

    Rangga Galura Gumelar, Pengamat Komunikasi Media yang juga Dosen FISIP Untira mengatakan, Pemprov Banten perlu memperhatikan aspek komuniasi organasi dan interpersonal dalam menjalankan pemerintahan, komunikasi organisasi yang saling membangun, menguatkan dan menegaskan visi pelayanan kepada masyarakat.

    Sedangkan pada sisi komunikasi interpersonal  agar tidak saling memelintir informasi sehingga tidak mengundang intrepretasi yang berlebihan, bahkan menimbulkan kecurigaan yang berujung saling menjatuhkan.

    Menurut Rangga, saat ini para pejabat di Pemprov, terutama kepala daerah, sekda dan eselon dua agar menyaring informasi dan tidak melempar informasi kepada masyarakat dalam sebuah pendekatan yang dapat menyudutkan pemerintah secara kelembagaan dan secara personal.

    Jangan terjebak pada diksi dan narasi yang di dalamnya memiliki kepentingan pribadi ataupun golongan. Dalam konteks ini sudah saatnya media berperan sebagai implementasi kekuatan kedaulatan rakyat turut membangun dan memberikan informasi positif yang dapat menguatkan peran dan fungsi pemerintahan. 

    “Kegaduhan-kegaduhan yang selama ini terjadi, hendaknya tidak terulang kembali,” kata Rangga.

    PBN/ENK

  • Polemik Belum Usai, SPT Plt Sekda Digugat TUN dan Pidana

    Polemik Belum Usai, SPT Plt Sekda Digugat TUN dan Pidana

    SERANG, BANPOS – Surat Perintah Tugas (SPT) Pelaksana tugas (Plt) Sekda Banten Muhtarom yang dikeluarkan oleh Gubernur Banten pada November 2021, dan telah berakhir pada 24 Februari 2022 lalu, diduga bodong atau kadaluarsa bakal dibawa ke ranah hukum.

    Tak hanya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), namun juga kearah proses pidana, jika dalam pendapat resmi telah terjadi dugaan pemalsuan dokumen dan mengarah kepada kerugian negara.

    Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, Moch Ojat Sudrajat dalam pesan tertulisnya, Senin (28/2) mengungkapkan, pihaknya menemukan kejanggalan dalam SPT Plt Sekda Muhtarom yang ditandatangani oleh WH pada saat persidangan beberapa waktu lalu di PTUN Serang terkait dengan PPID Provinsi Banten.

    “Yang pasti ada langkah hukum yang akan diambil. Apakah TUN (tata usaha negara) atau bahkan jika hasil legal opinion ternyata mengarah Pidana, tentunya akan juga ditempuh,” kata Ojat saat ditanya terkait apakah lembaga yang dipimpinnya akan melakukan gugatan hukum atas produk yang telah dibuat oleh WH dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD).

    Ojat yang juga juru bicara Sekda Banten Al Muktabar ini menjelaskan, kesalahan dalam produk hukum WH diduga bukan hanya berupa SPT Plt Sekda Banten saja, akan tetapi pada sejumlah produk lainnya.

    “Contoh kasus lainnya adalah Keputusan Gubernur (Kepgub) tentang PPID yang sudah direvisi setelah dilakukan gugatan. Dan informasi yang saya pernah diskusikan dengan pihak berkompeten di bidang hukum di Pemprov Banten, ada dua Pergub yang juga akan direvisi setelah kami diskusikan. Ketiganya karena menggunakan dasar hukum yang sudah dicabut,” ujarnya.

    Adapun pihak-pihak lain yang harus mempertanggungjawabkan atas produk hukum dengan acuan aturan bodong tersebut adalah orang yang memberi keterangan dan pembuat.

    “Tentunya diduga yang memberikan keterangan dan yang membuat. Kalau unsur pasal 263/264 Pidana. Dengan pemalsuan dokumen unsurnya yang membuat dan yang menggunakan,” ungkapnya.

    Fakta adanya dugaan bodong dan kebohongan lainya, dalam produk hukum yang dibuat oleh pemprov berupa SPT Plt Sekda tersebut terungkap dalam proses persidangan di PTUN Serang. Dimana dalam keterangan resmi pemprov, terdapat dua dasar hukum.

    “Diduga ada 2 versi SPT Plt Sekda Banten berdasarkan dokumen tertulis yang kami dapatkan,” ujarnya

    Ia menyatakan, berdasarkan Surat Kepala BKD dengan nomor 800/444-BKD/2022 tanggal 3 Februari 2022. Pada poin 2 berbunyi ‘Pengangkatan Plt Sekretaris Daerah Provinsi Banten sudah berdasarkan ketentuan Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 1/SE/I/2021 tanggal 14 Januari 2021 Tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas Dalam Aspek Kepegawaian. Akan tetapi versi yang berbeda disampaikan oleh Kuasa Hukum PPID Provinsi Banten.

    “Dimana dalam Persidangan dalam perkara 76/G/2021/PTUN. SRG, kuasa hukum menyampaikan Bukti dengan kode T-5 berupa Surat Perintah Nomor 800/1889-BKD/2021 ditetapkan tanggal 24 Agustus 2021, dan berdasarkan hasil pengecekan bersama dengan disaksikan Majelis Hakim,” jelasnya.

    Oleh karena itu, pihaknya ingin meminta secara resmi dasar hukum yang disampaikan oleh pihak BKD dan Kuasa Hukum Pemprov Banten. Karena keterangan dalam surat nomor 800/444-BKD/2022 tanggal 3 Februari 2022 yang benar atau keterangan di persidangan (PTUN) yang salah atau sebaliknya?. Dua-dua-nya tentunya punya konsekuensi hukum yang jelas, dan akan ditempuh.

    “Kami sangat ingat jika bukti surat berupa Surat Perintah tersebut menggunakan dasar hukum berupa Surat Edaran Kepala Badan Kepegawaian Nasional nomor 2/SE/VII/2021 tanggal 20 Juli 2019.

    Hal ini sangat menarik untuk dicermati, dengan adanya 2 SPT Sekda Banten yang berbeda maka patut diduga salah satunya telah memberikan keterangan yang tidak sebenarnya,” kata Ojat.

    Ojat juga melihat adanya dugaan unsur kerugian negara yang terjadi dalam pemberian fasilitas Plt Sekda Banten, Muhtarom selama enam bulan, terhitung dari November 2021 sampai dengan akhir Februari 2022. Mulai dari tunjangan jabatan dan dugaan honor-honor lainya.

    “Dalam SE BKN (Surat Edaran Badan Kepegawaian Negara) Nomor 1/SE/I/2021 di halaman 5 angka 9 dinyatakan Plt dan Plh (Pelaksana harian) tidak diberikan tunjangan jabatan sehingga dalam surat perintah tidak dicantumkan besaran tunjangan jabatan struktural. Dan menurut kami, jika tunjangan jabatan saja tidak diberikan, maka fasilitas lainnya apalagi, seperti rumah dinas, mobil dinas termasuk upah pungut,” jelasnya.

    Ditambah lagi berdasarkan pasal 14 ayat 7 UU 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan bahwa Plt dan Plh tidak berwenang mengambil keputusan yang berdampak pada perubahan status HUKUM pada aspek organisasi kepegawaian dan alokasi anggaran.

    Sebelumnya Plt Sekda Banten Muhtarom mengaku tidak mengetahui jika dasar hukum Plt menggunakan acuan yang telah dicabut arau tidak berlaku lagi. Menurutnya ia hanya menjalankan perintah dari atasan (Gubernur WH).

    Diberitakan sebelumnya, Pengamat Hukum Tata Negara yang sekaligus Ketua Pusat Kajian Konstitusi Perundang-undangan dan Pemerintahan (PKK) Untirta Serang, Lia Riestadewi mengungkapkan, persoalan adanya tudingan bahwa WH menggunakan SE Kepala BKN untuk menunjuk Muhtarom sebagai Plt Sekda menunjukan bobroknya sistem administrasi pemprov. Lia juga menegaskan, produk hukum yang dibuat oleh kepala daerah bisa dilakukan gugatan oleh masyarakat atau kelompok masyarakat ke pengadilan.

    (RUS/PBN)

  • Soal Polemik Sekda: WH Arogan, Al Muktabar Lamban

    Soal Polemik Sekda: WH Arogan, Al Muktabar Lamban

    SERANG, BANPOS – Pemerintah pusat diminta mengeluarkan teguran kepada Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) lantaran telah menunjuk Muhtarom sebagai Plt Sekda Banten. Padahal sampai saat ini Presiden Jokowi belum memberhentikan Al Muktabar dari jabatan sebagai Sekda definitif. WH dinilai seorang kepala daerah yang semena-mena alias arogan. Akan tetapi disisi lain, lambatnya Al Muktabar dalam mengambil sikap juga dikritisi.

    Pengamat Hukum Tata Negara yang sekaligus Ketua Pusat Kajian Konstitusi Perundang-undangan dan Pemerintahan (PKK) Untirta Serang, Lia Riestadewi, Kamis (17/2) melalui pesan tertulisnya menjelaskan, WH dianggap telah melakukan kesalahan dengan pemerintahan Muhtarom menggantikan Al Muktabar.

    “Gubernur sudah melampaui kewenangannya memposisikan dirinya seperti Presiden dan ini sudah tidak sesuai dengan peraturan Perundang-undangan. Gubernur Banten terlalu arogan untuk mengakui bahwa SK yang telah dikeluarkan-nya salah sehingga Al Muktabar harus melakukan (upaya) gugatan,” kata Lia.

    Ia menjelaskan, pengangkatan Al Muktabar sebagai Sekda Banten berdasarkan Surat Keputusan (SK) Presiden. Demikian pemberhentian atau pemecatan juga harus berdasarkan keputusan dari Presiden. Dan fakta yang ada, WH malah mengeluarkan keputusan pemberhentian sementara Al Muktabar.

    “SK pemberhentian sementara yang dikeluarkan oleh Gubernur itu bertentangan secara hukum karena Gubernur tidak memiliki kewenangan mengeluarkan SK Pemberhentian Sementara. Sekda diangkat oleh Presiden maka yang berhak untuk memberhentikan nya juga Presiden,” terangnya.

    Semestinya, WH berkaca dengan melihat tugas pokok dan fungsinya sebagai seorang kepala daerah, dimana semua tindakan maupun keputusannya telah tertuang dalam aturan hukum berlaku.

    “Gubernur itu hanya wakil Pemerintah Pusat yang seharusnya bertindak karena ada delegasi atau mandat dari Presiden melalui Menteri Dalam Negeri tidak bisa langsung mengambil keputusan dan inisiatif sendiri,” kata Lia.

    Terkait dengan gugatan yang dilakukan Al Muktabar kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang kepada WH, Lia mengaku menyesalkan langkah tersebut karena dianggap lamban. “Langkah yang diambil Pak Muktabar sudah benar tapi sayang nya kenapa baru sekarang setelah berbulan-bulan dan menjadi polemik baru menggugat (ke PTUN),” ujarnya.

    Kendati menyesalkan langkah Al Muktabar yang terkesan lamban, namun sikap tersebut akan memberikan dampak positif bagi seluruh pihak, terutama masyarakat.

    “Kalau bukti dan saksi yang disampaikan Pak Al Muktabar lengkap dan jelas maka PTUN dapat mengabulkan gugatan,” terang Lia.

    Ketika disinggung mengenai apakah kesalahan WH termasuk fatal dan berimbas pada karir politik serta kepercayaan masyarakat, Lia menganggap bahwa kesalahan adalah bentuk kekeliruan yang harus diperbaiki.

    “Menyalahi peraturan itu mau sedikit atau banyak tetap saja salah karena suatu kesalahan itu bukan dilihat dari besar atau kecilnya tetapi dilihat dari tingkat kepatuhan untuk melaksanakan peraturan tersebut,” katanya.

    Sementara itu, pengamat politik Nasional Dedi Kurnia Syah mengatakan, Sekda adalah jabatan administratif yang tugas utamanya menjalankan tata kelola pemerintahan secara tertib, menunjang penuh program kerja kepala daerah.

    “Untuk itu, harmoni Sekda dan Gubernur menjadi niscaya, tidak dapat ditawar. Jika Sekda tidak dapat mendukung penuh kinerja Gubernur, maka akan mengganggu kerja pemerintahan,” kata Dedi.

    Menurut Dedi. apa yang terjadi di Banten menunjukkan ketidakcakapan kerja Sekda. “Dan Gubernur punya hak untuk mendapat pengganti yang lebih baik,” tegasnya.

    Sebab kata Dedi, kenyataannya sikap Al Muktabar yang tidak konsisten dengan pilihan kerjanya di Sekda Banten jelas menunjukkan kelasnya. “Muktabar terbukti gagal membina relasi dengan Gubernur, pun gagal menjalankan tugas dari fungsinya sebagai Sekda,” tutur Dedi.

    Terkait gugatan Al Muktabar ke PTUN untuk membatalkan surat pemberhentian sementara yang dikeluarkan oleh Gubernur Banten Wahidin Halim mengatakan, jika Al Muktabar menginginkan posisi kembali menjadi Sekda, jelas sulit diterima. “Satu sisi Gubernur tentu tidak lagi nyaman, sisi lainnya akan terjadi pertentangan yang justru semakin membebani kinerja pemerintah Banten,” tukasnya.

    Sementara Akademisi dari Universitas Islam (Unis) Syekh Yusuf Tangerang, Adib Miftahul menyayangkan sikap plin-plan dari Al Muktabar yang merupakan ‘panglima’ Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemprov Banten itu.

    Menurut Adib yang juga pengamat politik dari Kajian Politik Nasional (KPN) ini, sikap Al Muktabar menunjukkan sikap tidak bertanggung jawab. Sebab, seorang ASN merupakan orang yang sudah disumpah jabatan untuk siap ditempatkan dimana saja.

    “Kan begini ya, yang melamar jabatan melalui open bidding itu dia sendiri. Mengapa dia yang melamar, dia ingin pindah lagi. Dia sendiri yang melamar ingin jadi Sekda, setelah diangkat kenapa dia ingin pindah kerja ke tempat lain,” katanya kepada wartawan.

    Dijelaskan Adib, permohonan pindah Al Muktabar menunjukkan sikap moral tak bertanggungjawab dan tidak memiliki kesungguhan dalam membangun Banten. “Kalau menurut saya perpindahan dia (Al Muktabar-red) itu disetujui saja. Untuk apa dipertahankan. Justru polemik yang berlarut-larut ini jangan-jangan saya curiga Al Muktabar memang sengaja membuat gaduh. Ini atas pesanan siapa?” katanya.

    (RUS/PBN/ENK)

  • Al Muktabar Dinilai Tak Cakap Jadi Sekda Banten Lagi

    Al Muktabar Dinilai Tak Cakap Jadi Sekda Banten Lagi

    SERANG, BANPOS – Sekretaris Daerah (Sekda) Banten non aktif Al Muktabar akhirnya muncul kembali ke publik, setelah beberapa waktu lama menghilang dari hadapan publik setelah mengajukan surat pindah tugas ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

    Pejabat eselon I yang berasal dari pejabat Widyaiswara Kemendagri tersebut membuat pengakuan, bahwa dirinya tidak pernah mengundurkan diri melainkan meminta pindah dari Banten.

    Menanggapi hal itu, Pengamat politik Nasional Dedi Kurnia Syah mengatakan, Sekda adalah jabatan administratif yang tugas utamanya menjalankan tata kelola pemerintahan secara tertib, menunjang penuh program kerja kepala daerah.

    “Untuk itu, harmoni Sekda dan Gubernur menjadi niscaya, tidak dapat ditawar. Jika Sekda tidak dapat mendukung penuh kinerja Gubernur, maka akan mengganggu kerja pemerintahan,” kata Dedi,Kamis (27/2/2022)

    Menuruut Dedi. apa yang terjadi di Banten menunjukkan ketidakcakapan kerja Sekda. “Dan Gubernur punya hak untuk mendapat pengganti yang lebih baik,” tegasnya.

    Sebab kata Dedi, kenyataannya sikap Al Muktabar yang tidak konsisten dengan pilihan kerjanya di Sekda Banten jelas menunjukkan kelasnya. “Muktabar terbukti gagal membina relasi dengan Gubernur, pun gagal menjalankan tugas dari fungsinya sebagai Sekda,” tutur Dedi.

    Terkait gugatan Al Muktabar ke PTUN untuk membatalkan surat pemberhentian sementara yang dikeluarkan oleh Gubernur Banten Wahidin Halim mengantakan, jika Al Mukbarar menginginkan posisi kembali menjadi Sekda, jelas sulit diterima. “Satu sisi Gubernur tentu tidak lagi nyaman, sisi lainnya akan terjadi pertentangan yang justru semakin membebani kinerja pemerintah Banten,” tukasnya.

    Sementara Akademisi dari Universitas Islam (Unis) Syeh Yusuf Tangerang, Adib Miftahul menyayangkan sikap plin-plan dari Al Muktabar yang merupakan ‘panglima’ Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemprov Banten itu.

    Menurut Adib yang juga pengamat politik dari Kajian Politik Nasional (KPN) ini, sikap Al Muktabar menunjukkan sikap tidak bertanggung jawab. Sebab, seorang ASN merupakan orang yang sudah disumpah jabatan untuk siap ditempatkan dimana saja.

    “Kan begini ya, yang melamar jabatan melalui open biding itu dia sendiri. Mengapa dia yang melamar, dia ingin pindah lagi. Dia sendiri yang melamar ingin jadi Sekda, setelah diangkat kenapa dia ingin pindah kerja ke tempat lain,” katanya kepada wartawan, Kamis (17/2).

    Dijelaskan Adib, permohonan pindah Al Muktabar menunjukkan sikap moral tak bertanggungjawab dan tidak memiliki kesungguhan dalam membangun Banten. “Kalau menurut saya perpindahan dia (Al Muktabar-red) itu disetujui saja. Untuk apa dipertahankan. Justru polemik yang berlarut-larut ini jangan-jangan saya curiga Al Muktabar memang sengaja membuat gaduh. Ini atas pesanan siapa?” katanya.

    Sebelumnya, Sekda Banten non aktif Al Muktabar melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang, Provinsi Banten atas pemberhentian sementara dirinya selaku Sekda oleh Gubernur Banten Wahidin Halim bulan September 2021 lalu dengan surat gugatan Nomor: 15/G/2022/PTUN.SRG.

    Moch Ojat Sudarajat, mewakili Al Muktabar melalui salah satu media online mengatakan, isi gugatan atau petitum adalah, meminta kepada Gubernur untuk membatalkan surat pemberhetian sementara Al Muktabar dan mengembalikan lagi jabatan Sekda definitf kepada Al Muktabar.

    Alasanya kata Ojat adalah, SK (Surat Keputsan) pengangkatannya sebagai JPT Madya dari presiden berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia Joko Widodo Nomor 52 /TPA tahun 2019 tanggal 27 Mei 2019 hasil dari Seleksi Terbuka (Selter) JPT Madya hingga kini belum dicabat.

    Tak hanya itu, pemberhentiaan sementara dirinya sebagai Sekda oleh Gubernur Banten cacat hukum, dan tidak mengacu kepada Perpres Nomor 3 tahun 2018 tentang Penjabat Sekretaris Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS).

    (ENK)

  • Klaim Dirinya Masih Sekda Definitif, Al Muktabar Gugat WH

    Klaim Dirinya Masih Sekda Definitif, Al Muktabar Gugat WH

    SERANG, BANPOS – Setelah sembunyi cukup lama dan tidak menyatakan sikap tegasnya atas polemik dua sekda Banten, akhirnya Al Muktabar yang masih resmi menjabat Sekda Banten melakukan perlawanan kepada Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Serang, Rabu (16/2).

    Gugatan Al Muktabar kepada WH teregistrasi di PTUN Serang dengan, Perkara Nomor 15/G/2021/PTUN. SRG. Informasi dihimpun BANPOS dari berbagai sumber di KP3B menyebutkan, pokok perkara yang dipermasalahkan Al Muktabar adalah Keputusan Gubernur Banten Nomor 821.2/ KEP.211- BKD/ 2021 tentang Pembebasan Sementara dari Jabatan Sekretaris Daerah, terhitung 23 November 2021.

    “Gubernur Banten (WH), dalam persoalan pemberhentian sementara Al Muktabar dari jabatanya adalah, patut diduga menyalahi aturan perundang-undangan yang berlaku,” kata sumber pegawai di KP3B yang meminta identitasnya dirahasiakan.

    Pelanggaran tersebut dianggapnya sangat fatal dan mendasar, menginggat jabatan Sekda di Provinsi berdasarkan Surat Keputusan (SK) dari Presiden. “Pengangkatan Sekretaris Daerah Provinsi Banten berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 52/ TPA tahun 2019. Tentang pemberhentian dan pengangkatan dari dalam jabatan sebagai Sekda, bukan keputusan gubernur, tetapi harus dari Presiden. Ini yang dilanggar,” terangnya.

    Selain itu adanya reguran lisan maupun tertulis yang disampaikan WH kepada Al Muktabar atas laporan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Komarudin yang menyatakan Al Muktabar mangkir dari pekerjaanya, padahal yang bersangkutan bekerja. “Ada tudingan pelanggaran disiplin pegawai dilakukan Al Muktabar. Ditambah lagi gubernur telah menunjuk Muhtarom yang menjabat sebagai Inspektur Banten menjadi Plt Sekda Banten, yang kemudian Al Muktabar dipaksa membuat surat pengunduran diri oleh Komarudin disaksikan oleh Muhtarom,” katanya.

    Atas prinsip-prinsip kemanusiaan dan peraturan perundang-undangan tersebut Al Muktabar merasa diperlakukan tidak etis, yang kemudian meminta keadilan lantaran harga dirinya direndahkan. “Apa yang terjadi sejak November 2021 hingga sebelum gugatan disampaikan ke PTUN Serang, telah dituangkan dalam isi gugatan, lengkap dengan bukti dan kronologis. Termasuk pernyataan Al Muktabar terkait bahwa Kepala BKD Provinsi Banten memperlihatkan Surat Keputusan Gubernur Banten tentang pemberhentian sementara sebagai Sekda Banten dirumah dinas gubernur,” terangnya.

    Dijelaskan juga dalam gugatan tersebut Al Muktabar menyatakan dirinya tidak pernah mengundurkan diri sebagai Sekda Banten, dan masih bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). “Tidak pernah ada prihal Al Muktabar mengundurkan diri sebagai Sekretaris Daerah Banten. Dia (Al Muktabar) sebagai ASN sangat berdedikasi dan bertanggungjawab, serta menjunjung tinggi Surat Keputusan Presiden tentang pengangkatan sebagai Sekda,” ujarnya.

    Sementara itu, Al Muktabar dalam siaran persnya membenarkan atas gugatannya kepada WH yang dilayangkan melalui PTUN. Al Muktabar juga menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat terkait polemik Sekda Banten.

    “Sebelumnya saya menghaturkan permohonan maaf kepada publik, khususnya masyarakat banten terkait dengan jabatan Sekretaris Daerah Provinsi Banten yang selama ini telah bergulir di masyarakat, terpublikasi melalui berbagai media,” katanya.

    Al Muktabar juga mengaku tidak pernah menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Sekda Banten, seperti ditudingkan oleh WH.

    “Hal mendasar yang perlu saya sampaikan pada kesempatan ini adalah, bahwa saya tidak pernah mengajukan surat pengunduran diri sebagai sekda provinsi banten. Mengundurkan diri adalah hal yang tidak mungkin saya lakukan, karena saya tidak mau lari dari tanggungjawab selaku aparatur sipil negara. Saya menjunjung tinggi surat keputusan bapak presiden tentang pengangkatan saya sebagai Sekda Provinsi Banten. Mandat tersebut saya laksanakan dengan sebaik-baiknya, dan tentu sebagai manusia biasa, saya memiliki berbagai kekurangan,” ujarnya.

    Namun dirinya mengakui pada bulan Agustus tahun 2021 lalu, menyampaikan surat resmi kepada permohonan pindah tugas ke tempat asal di Kemendagri, Jakarta. Namun sayangnya, Al Muktabar tak merinci alasan kepindahanya tersebut.

    “Dengan berbagai pertimbangan yang sangat berat dan mohon maaf fakta-fakta tersebut belum dapat saya sampaikan pada kesempatan ini. Sebagai bentuk penghormatan dan dedikasi saya kepada pimpinan, maka pada tanggal 22 Agustus tahun 2021 saya mengajukan permohonan pindah atau kembali ke kementerian dalam negeri. Dengan surat tersebut dimaksudkan agar saya masih dapat bertugas untuk menyelesaikan tanggung jawab saya sebagai sekda, sambil menunggu proses lebih lanjut. Akan tetapi surat tersebut disalahartikan, sehingga disebut surat pengunduran diri, saya harus katakan ini tidak benar, surat pindah dan surat pengunduran diri adalah dua hal yang berbeda sesuai peraturan perundangan,” ungkap Al Muktabar.

    Selanjutnya pada 24 Agustus 2021 pimpinan menunjuk Plt Sekda Banten, Muhtarom. Bagi Al Muktabar hal itu merupakan sebuah pelanggaran.

    “Dengan basis surat perintah tugas (plt sekda), ini banyak mengundang perdebatan publik, sementara sekda definitifnya dengan dasar surat keputusan presiden masih ada. Dengan telah ditunjuknya Plt sekda, maka saya tidak dapat lagi menjalankan tugas pokok dan fungsi sebagai sekda. Dalam peristiwa ini, kembali lagi untuk menghormati jalan pikir pimpinan, saya mengajukan cuti tahunan, terhitung 1 September 2021 dan setelah cuti saya melapor untuk kembali aktif sebagai ASN, dan ada berbagai hambatan yang secara lebih detail belum dapat disampaikan pada kesempatan terbatas ini,” terang Al Muktabar.

    Adapun jabatan Plt Sekda Banten akan berakhir pada tanggal 24 Februari 2022 mendatang. Al muktabar mengaku masih mengklaim dirinya sebagai Sekda Banten devinitif.

    “Saya menjamin tidak ada kekosongan jabatan Sekda Provinsi Banten, karena surat keputusan bapak presiden terhadap sekda devinitif sampai hari ini masih berlaku,” kata al Muktabar.

    Plt Kepala Biro Hukum Banten, Hadi hingga berita ini diturunkan tidak merespon pesan tertulis dan telpon BANPOS.

    Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Banten, Barhum dihubungi melalui telpon genggamnya, mengatakan langkah Al Muktabar yang melaporkan WH ke PTUN merupakan catatan negatif di pemerintahan.

    “Kalau Al Muktabar ini merasa sakit hati, dan melakukan gugatan misalnya ke PTUN, ini kan bisa jadi preseden buruk. Makanya sekali lagi , gubernur segera sampaikan kepada publik, biar persoalan sekda ini tak menghambat kepentingan masyarakat kedepannya,” katanya.

    Oleh karena itu poitis PDI P ini meminta Al Muktabar dan WH menyampaikan kepada masyarakat atas polemik jabatan Sekda yang diisi oleh dua orang.

    “Selama ini masyarakat dibuat bingung dengan adanya dua sekda. Saya pribadi sampai sekarang belum mendapatkan kejelasan pasti maupun mendapatkan penjelasan langsung dari Pak Al Muktabar dan Pak Wahidin selaku gubernur, kenapa ada Plt Sekda, sementara Sekda Devinitifnya masih ada. Iya kita kan tahu kalau Pak Al Muktabar itu diangkat berdasarkan SK Presiden, dan sampai sekarang saya tahu persis SK Pemberhentian Sekda (Al Muktabar) belum ada, dan sekarang Pak Gubernur menunjuk Pak Muhtarom sebagai Plt Sekda Banten,” katanya.

    Ia menjelaskan, secara de jure atau pada prinsipnya, Sekda Banten yang masih resmi adalah Al Muktabar, sementara de facto atau pada prakteknya, WH telah menunjuk Muhtarom sebagai Plt. “Saya tidak berpihak pada siapapun. Hanya ingin ada kejelasan saja. Banyak sekali masyarakat bertanya ke saya menyampaikan apa yang saya tahu. Makanya saya minta agar Pak Al Muktabar dan Pak Gubernur menyampaikan pendapat maupun alasanya,” katanya.

    Diakuinya, akibat adanya polemik dua sekda ini suasana pemerintahan terlihat terganggu. “Saya tidak mau karena persoalan jabatan sekda menganggu kepentingan masyarakat. Proses pembangunan jadi terhambat. Apalagi saya mendapat informasi kalau Mendagri (Tito Carnavian) berkirim surat ke gubernur (WH) agar menempatkan kembali Pak Al Muktabar sebagai Sekda Banten, tapi sampai sekarang belum dijawab oleh gubernur. Kalau memang informasi itu benar adanya kenapa bisa seperti ini,” ungkapnya.

    Barhum berharap dengan adanya keterbukaan WH maupun Al Muktabar atas jabatan Sekda Banten, proses penyelenggaraan pemerintahan berjalan sesuai peraturan perundang-undangan berlaku. “Kalau memang Al Muktabar sudah resmi tidak lagi sebagai sekda dan penunjukan Plt Sekda Banten (Muhtarom) sampaikan kepada publik oleh gubernur apa saja aturan yang membenarkan itu, sampaikan saja ke masyarakat. Kalau benar, tentu saya juga akan mendukung langkah gubernur,” jelasnya.

    Namun jika langkah WH menunjuk Muhtarom sebagai Plt salah , dan berujung pada upaya gugatan oleh Al Muktabar, maka hal tersebut sangat disesalkan.

    Sementara itu, Gubernur Banten WH mengungkapkan ada dua alasan dirinya menyetujui pengunduran Al Muktabar, meskipun sampai saat ini Presiden Jokowi belum mengeluarkan SK tentang Pemecatan Al Muktabar sebagai Sekda Banten, Pernyataan WH tersebut diungkapkan pada tayangan BANTENPodcast di Youtube berdurasi 36 menit 23 detik dengan pembawa acara Akademisi dari Untirta Serang, Ikhsan Ahmad.

    Ikhsan dengan santai menanyakan kepada WH tentang pokok persoalan yang mengakibatkan Al Muktabar mundur. Pertanyaan tersebut dilontarkan Ikhsan menginggat selama ini masyarakat masih bertanya-tanya.

    “Sampai kemarin, Pak Al Muktabar tidak mau memindahkan status kepegawaian ke pemprov (dari Kemendagri),” kata WH menjawab peranyaan Ikhsan.

    Dikatakan WH, status kepegawaian itulah yang menjadi alasan pertamanya. Karena dengan tidak mau berpindah sebagai pegawai pemprov, komimtmen Al Muktabar untuk memajukan Provinsi Banten diragukan.

    “Saya menilai ada pertanggungjawaban moral. Kalau seorang yang sudah menyatakan diri. Disumpah menjadi pegawai (ASN) dimanapun, dimana ia berada konsekwensinya harus dipindahkan (status kepegawaian). Apalagi dia (Al Muktabar) disini jabatanya tinggi, harus menunjukan dan memberikan contoh kepada staf maupun yang lainnya. Karena itu suatu keharusan sebagai pegawai. Kalau memang Pak Al memiliki keinginan yang kuat dan termotivasi bahwa dia siap untuk mengabdikan ke Banten, selesaikan. persoalan ini (status kepegawaian) ujarnya.

    Dari sikap keras kepala Al Muktabar yang tetap keukeuh menjadi pegawai Kemendagri, dengan sumber gaji dari APBN dan Tunjangan Kinerja (Tukin) dari APBD Banten ini diakui WH sidah dipantaunya selama dua tahun lebih.

    “Tunjangan disini, gaji dari sana (pusat). Ini kan bukan masalah tunjangan dan gaji tapi pada soal komitmen. Dia tidak mau memindahkan status kepegawaian disini karena saya melihat secara psikologis, apa dia (Al Muktabar) bersungguh-sungguh. Apa betul-betul ingin mendedikasikan, mengabdikan dirinya untuk Banten. Apakah kalau soal tunjangan disini, apakah hanya ingin mencari tunjangan. Ini yang menjadi banyak pertanyaan saya. Saya ikhlaskan diri saya untuk masyarakat, saya korbankan waktu dan tenaga saya secara otomatis, saya tinggalkan dari DPR RI menjadi gubernur,” ungkapnya.

    Dan alasan kedua yang diungkapkan oleh WH, adalah, Al Muktabar dalam bekerja sangat lamabat, ditambah tidak mendukung program-progam dirinya sebagai gubernur.

    “Kinerja. Masalah kinerja sangat terjadi pelambatan pada pelayanan administrasi, baik dalam pengelola keputusan maupun suporting dalam keputusan kepala daerah (gubernur). Ini 2 hal ini,” katanya.

    Namun sebenarnya lanjut WH, ada banyak alasan yang membuat dirinya tak nyaman bekerja dengan Al Muktabar. Akan tetapi pihaknya tak ingin menympaikan secara detail lagi.

    “Tapi banyak hal yang tidak bisa saya sampaikan. Tapi dua hal ini menjadi catatan saya. Itu saja masyarakat bisa menilai secara objektif . Dan saya sebagai User, tentunya ini menjadi persoalan,” ujarnya.

    (RUS/ENK)

  • Kalau Bisa Tanpa Sekda, Mungkin Banten Tetap OK Tanpa Gubernur

    Kalau Bisa Tanpa Sekda, Mungkin Banten Tetap OK Tanpa Gubernur

    SERANG, BANPOS – Pernyataan Kepala BKD Provinsi Banten, Komarudin, yang menyatakan bahwa tanpa adanya Sekda, birokrasi di Banten tetap bisa berjalan dinilai dapat berimbas pada pembangunan opini public. Salah satunya adalah bahwa tanpa gubernur pun, Pemprov Banten tetap bisa berjalan.

    Hal itu disampaikan oleh Anggota DPRD Provinsi Banten, M. Nizar. Ia menyesalkan pernyataan dari Komarudin, yang melontarkan rencana itu. Nizar pun mendesak agar Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH), mengklarifikasi pernyataan tersebut.

    “Pertama, saya menginginkan agar pak WH me-review kembali atas apa yang disampaikan oleh Kepala BKD, pak WH harus melakukan tinjauan. Karena, BKD itu adalah tolok ukur untuk Reformasi Birokrasi di Banten,” ujar Nizar kepada awak media, Selasa (15/2).

    Menurutnya, pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang ngawur dan tidak mendasar. Ia pun sangat menyayangkan pernyataan itu.

    “Kami sangat menyayangkan apa yang disampaikan oleh Komarudin, bahwa statemen yang disampaikan kalau tanpa Sekda saja, birokrasi bisa jalan. Ini kan logika yang ngawur,” ungkapnya.

    Bahkan, Nizar menuturkan bahwa pernyataan yang disampaikan oleh Komarudin, berpotensi membangun opini publik bahwa tanpa Gubernur pun, Pemprov Banten dapat tetap berjalan.

    “Kalau kita mau bilang begitu, kita sama saja dengan melogikakan bahwa tanpa gubernur, provinsi juga bisa jalan. Karena ada kepala-kepala OPD yang akan menjalankan semua roda pemerintahan. Jadi seharusnya dia berbicara terkait dengan norma dan aturan yang ada,” tandasnya.

    Sebelumnya, Kepala BKD Provinsi Banten, Komarudin, mengatakan bahwa Pemprov Banten memutuskan untuk mengosongkan jabatan Sekda, karena berlarut-larutnya proses pemberhentian Al Muktabar dari jabatan Sekda di Kemendagri.

    Padahal, sudah hampir enam bulan sejak Al Muktabar mengajukan cuti yang diiringi dengan permohonan pindah tugas dari Pemprov Banten ke Kemendagri.

    “Setelah berakhirnya masa jabatan Plt Sekda akhir bulan ini, pemprov berencana akan mengosongkan jabatan Sekda hingga adanya Pj Gubernur nantinya,” ujar Komarudin, Senin (14/2).

    Menurut Komarudin, alasan dikosongkannya jabatan Sekda bukan hanya karena belum jelasnya pemberhentian Al Muktabar, namun juga untuk menghindari adanya kritikan dari berbagai kalangan terkait penunjukan Plt Sekda.

    Menurut Komarudin, pengosongan jabatan Sekda itu pun tidak akan berimbas pada jalannya roda pemerintahan. “Toh dengan adanya Plt Sekda juga tidak bisa menjadi ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintahan Daerah),” ucapnya. (DZH/ENK)

  • Berencana Kosongkan Jabatan Sekda Banten, Komarudin Catat Sejarah Buruk

    Berencana Kosongkan Jabatan Sekda Banten, Komarudin Catat Sejarah Buruk

    SERANG, BANPOS – Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Banten, Komarudin, dinilai telah mencatat sejarah sebagai satu-satunya BKD yang melakukan pengosongan jabatan Sekretaris Daerah (Sekda). Sebab sejauh ini di Indonesia, baik di Kota/Kabupaten maupun Provinsi, tidak ada Kepala BKD yang pernah melakukan pengosongan jabatan Sekda kecuali Komarudin.

    Hal itu menyusul rencana pengosongan jabatan Sekda Provinsi Banten, akibat habisnya masa jabatan Pelaksana Tugas Sekda Provinsi Banten, Muhtarom, pada akhir Februari ini, yang disampaikan oleh Kepala BKD Provinsi Banten, Komarudin.

    Komarudin menyatakan, pilihan Pemprov Banten untuk mengosongkan jabatan Sekda, karena berlarut-larutnya proses pemberhentian Al Muktabar dari jabatan Sekda di Kemendagri. Padahal, sudah hampir enam bulan sejak Al Muktabar mengajukan cuti yang diiringi dengan permohonan pindah tugas dari Pemprov Banten ke Kemendagri.

    “Setelah berakhirnya masa jabatan Plt Sekda akhir bulan ini, pemprov berencana akan mengosongkan jabatan Sekda hingga adanya Pj Gubernur nantinya,” ujar Komarudin, Senin (14/2).

    Menurut Komarudin, alasan dikosongkannya jabatan Sekda bukan hanya karena belum jelasnya pemberhentian Al Muktabar, namun juga untuk menghindari adanya kritikan dari berbagai kalangan terkait penunjukan Plt Sekda.

    Menurut Komarudin, pengosongan jabatan Sekda itu pun tidak akan berimbas pada jalannya roda pemerintahan. “Toh dengan adanya Plt Sekda juga tidak bisa menjadi ketua TAPD (Tim Anggaran Pemerintahan Daerah),” ucapnya.

    Pernyataan Komarudin pun menuai kritik dari publik hingga akademisi. Mereka menilai bahwa Komarudin tidak taat aturan, bahkan terkesan bodoh jika mengosongkan jabatan Sekda.

    Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, Moch Ojat Sudrajat S, mengatakan bahwa pernyataan Komarudin terkait rencana pengosongan jabatan Sekda, diduga merupakan pernyataan karena frustasi dan emosional.

    “Aturan perundang-undangan jelas mengatur dan mengantisipasi terkait jabatan Sekda baik di Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Aturan dimaksud adalah Perpres 3 Tahun 2018 Jo Permendagri 91 Tahun 2019,” ujarnya.

    Ia pun mempertanyakan landasan hukum yang mana yang digunakan oleh Komarudin, dalam statemennya terkait pengosongan jabatan Sekda. Menurutnya, hal itu menambah statement blunder yang disampaikan oleh pimpinan OPD yang mengurus bagian kepegawaian itu.

    “Padahal saat ini Sekda Banten yang legitimate, yakni yang memegang SK Presiden yang jelas belum dicabut malah dibilang hilang. Jika hilang, tentunya harus ada dokumen pendukung yang menguatkan argumen hilang tersebut,” tegasnya.

    Statemen Komarudin tersebut pun torehan baru dalam catatan sejarah kepegawaian Indonesia. Sebab, baru kali ini ada Kepala BKD yang berani mengambil kebijakan untuk mengosongkan jabatan Sekda.

    “Dan Kepala BKD Provinsi Banten akan dicatat dalam sejarah di Indonesia, sebagai pejabat yang menyampaikan statement yang menurut kami blunder,” ungkapnya.

    Akademisi Untirta, Ikhsan Ahmad, mengatakan bahwa sampai saat ini, Komarudin terus menerus mempertontonkan kebodohan kepada masyarakat. Menurutnya, pernyataan untuk mengosongkan jabatan Sekda merupakan pernyataan yang niretika.

    “Ini sebuah ketidaktahuan terhadap aturan perundangan dan ketidakmampuan menata fungsi dan peran birokrasi secara baik. Apa dasar kewenangan kepala BKD mengatakan hal tersebut, karena kewenangan mengosongkan jabatan Sekda adalah kewenangan Presiden melalui Mendagri,” ujarnya.

    Menurut Ikhsan, kalaupun itu merupakan sebuah usulan, semestinya memang atas dasar perintah atau usulan Gubernur, untuk disampaikan kepada Mendagri. Ia pun aneh dengan dasar hukum yang digunakan oleh Komarudin, dalam menghilangkan otoritas Sekda yang memiliki peran dan tanggung jawab strategis dalam struktur pemerintahan.

    “Bagaimana bisa menghilangkan otoritas dan kewenangan Presiden yang mengangkat sekda dan apa dasar aturannya mengosongkan jabatan Sekda yang secara definitif masih ada,” ucapnya.

    Ia menegaskan, Sekda yang memegang SK Presiden, yakni Al Muktabar, masih dan belum dicabut atau diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden hingga saat ini. Ia pun menegaskan bahwa sebaiknya, yang dikosongkan ialah jabatan Kepala BKD yang terus membuat kegaduhan.

    “Sebaiknya Gubernur mengosongkan jabatan Kepala BKD karena selalu membuat gaduh dan tidak paham aturan sehingga menjadi beban buat Gubernur dan Pemprov Banten,” tandasnya.

    (RUS/DZH/PBN)

  • Soal Polemik Sekda Banten, Komarudin Dituding Bohongi Publik

    Soal Polemik Sekda Banten, Komarudin Dituding Bohongi Publik

    SERANG, BANPOS – Perkumpulan Maha Bidik Indonesia hari ini akan secara resmi mengajukan surat keberatan kepada Gubernur dan BKD Provinsi Banten. Hal itu dilakukan lantaran Kepala BKD Provinsi Banten, Komarudin, dinilai telah melakukan pembohongan publik atas polemik Sekretaris Daerah (Sekda).

    Ketua Perkumpulan Maha Bidik Indonesia, Moch Ojat Sudrajat S, mengatakan bahwa pada 24 Februari mendatang merupakan genap enam bulan polemik Sekda mencuat. Hal itu pun menandakan berakhirnya ‘rezim’ Muhtarom sebagai Plt. Sekda Banten.

    “Bahwa selama enam bulan tersebut, polemik tentang posisi Sekda terus bergulir, bahkan sudah ada gugatan di PTUN terkait produk hukum berupa Surat Keputusan Tim Pertimbangan PPID Provinsi Banten, dimana Sekda Provinsi Banten adalah salah seorang anggotanya,” ujar Ojat dalam rilis yang diterima BANPOS, Minggu (13/2).

    Jelang puncak polemik Sekda tersebut, pihaknya pun akan secara resmi melayangkan surat keberatan kepada BKD Provinsi Banten, atas dugaan telah memberikan keterangan yang diduga membohongi publik.

    “Bukan tanpa sebab, Perkumpulan Maha Bidik Indonesia mendasarkan pada jejak digital (pernyataan Komarudin) yang didapatkan berdasarkan pemberitaan di media massa berubah–ubah dan tidak konsisten,” ucapnya.

    Adapun sejumlah pernyataan yang disebut telah membohongi publik yakni pada 24 Agustus 2021, Komarudin mengatakan bahwa Muhtarom ditunjuk sebagai Plt. Sekda Banten lantaran adanya kekosongan jabatan, imbas mundurnya Al Muktabar.

    “Tanggal 5 Oktober 2021, berdasarkan pemberitaan di mediaonline “BN”, Kepala BKD Banten mengatakan bahwa mantan Sekda Banten jadi Staf di BKD, sambil menunggu proses perpindahan dari Pemprov Banten ke Kemendagri,” katanya.

    Selanjutnya, pada 6 Oktober 2021, Komarudin membantah pernyataannya sendiri di salah satu media online, dan mengatakan bahwa status kepegawaian Al Muktabar di Kemendagri, bukan staf di BKD Provinsi Banten.

    Lalu pada 25 Oktober 2021, berdasarkan pemberitaan media online lainnya, Komarudin mengatakan bahwa Sekda Banten resmi kembali ke Kemendagri, dan membenarkan bahwa Al Muktabar mengundurkan diri. Surat permohonan pengunduran dirinya pun telah disetujui dan diterima oleh pusat.

    “Tanggal 28 November 2021, berdasarkan pemberitaan di mediaonline “IP”, Kepala BKD Provinsi Banten mengatakan Al Muktabar resmi dipecat dari Sekretaris Daerah Provinsi Banten setelah tiga kali menjalani proses pemeriksaan sidang indisipliner dan dicecar 15 pertanyaan, dan akhirnya Al Muktabar resmi diberhentikan dari jabatan Eselon satu Pemprov Banten, Jum’at (26/11/2021) malam,” tuturnya.

    Sementara pada 1 Desember 2021, berdasarkan pemberitaan yang ada, Komarudin mengatakan bahwa pemberhentian Sekda Banten dari Presiden tinggal menghitung hari, dan membenarkan pemberhentian Al Muktabar berdasarkan hasil sidang disiplin berdasarkan PP 94 Tahun 2021.

    Lalu pada 29 Januari 2022, Komarudin mengakui pihaknya memaknai permohonan pindah yang diajukan Al Muktabar sebagai pengunduran diri. Komarudin juga menjelaskan, dasar hukum penunjukan Plt Sekda Banten adalah SPT Gubernur Banten.

    “Tanggal 31 Januari 2022, berdasarkan pemberitaan di Banten Pos, Kepala BKD Provinsi Banten membantah semua statement sebelumnya dengan menyatakan Pemprov Banten masih mengakui Al Muktabar sebagai Sekda Provinsi Banten, dan ditunjuknya Muhtarom sebagai Plt Sekda Banten bukan Pejabat (Pj),” terangnya.

    Menurutnya berdasarkan jejak digital tersebut, Komarudin terlihat tidak konsisten dalam perkara polemik Sekda tersebut. Sehingga pihaknya menduga telah terjadi pembohongan publik.

    “Untuk itu kami resmi mengirimkan surat keberatan ke BKD Provinsi Banten atas Tindakan Factual berupa Memberikan Keterangan Yang berubah Ubah dan dugaan telah melakukan Pembohongan Publik,” katanya.

    Selain itu, pihaknya juga menyurati Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH), atas diterbitkannya Surat Perintah Tugas (SPT) kepada Muhtarom sebagai Plt. Sekda Banten.

    “Bahwa selain ke BKD Provinsi Banten, Kami pun mengirimkan surat Keberatan ke Gubernur Banten atas penerbitan SPT dalam mengangkat Plt Sekda Provinsi Banten dari semenjak Agustus 2021,” jelasnya.

    Sementara itu, Kepala BKD Provinsi Banten, Komarudin, saat ingin dikonfirmasi oleh BANPOS melalui sambungan telepon, tidak kunjung merespon.(DZH/ENK)

  • Pemprov Masih Akui Al Muktabar Sebagai Sekda

    Pemprov Masih Akui Al Muktabar Sebagai Sekda

    KEPALA BKD Provinsi Banten, Komarudin, mengatakan bahwa ditunjuknya Muhtarom sebagai Plt. Sekda dan bukan Pj. Sekda lantaran sebenarnya Al Muktabar hanya berhalangan tugas sementara saja, tidak berhalangan tetap.

    “Plt atau Plh sesuai dengan Perka BKN itu ditunjuk ketika pejabat definitifnya berhalangan menjalankan tugas, artinya tidak menjalankan tugas. Tidak menjalankan tugas itu banyak macem, bisa karena tugas luar, sakit atau cuti dan lain sebagainya. Itu lah yang melatarbelakangi kenapa dipilih Plt,” ujarnya.

    Sedangkan untuk Pj, diangkat apabila Sekda definitifnya berhalangan tetap. Sebab, Al Muktabar hanya berhalangan tugas sementara waktu dan lebih dari beberapa hari sehingga ditunjuk Plt Sekda. “(Al Muktabar) berhalangan sementara,” terangnya.

    Ditanya terkait dengan Al Muktabar berhalangan sementara hingga berapa lama, Komarudin justru meminta BANPOS untuk menanyakan langsung kepada Al Muktabar, kapan dia akan mulai bekerja kembali sebagai Sekda Banten.

    “Ya tanya ke pak Al, saya tidak tahu. Tanya ke pak Al Muktabar sampai kapan tidak masuk kerjanya. Kan tidak menjalankan tugas dia,” ungkapnya.

    Menurutnya, pengangkatan Muhtarom sebagai Plt Sekda berdasarkan pada fakta bahwa Al Muktabar berhalangan sementara untuk menjalankan tugasnya. Sehingga, diambil langkah untuk menunjuk Plt Sekda.

    “Kan faktanya tidak ada, sedangkan fungsi pemerintahan harus berjalan. Aturannya memang bisa ditunjuk Plt dan Plh, masa harus dibiarkan,” katanya.

    Ia mengatakan, secara aturan Plt Sekda dapat menjabat hingga tiga bulan dan bisa diperpanjang. Apalagi secara fakta, Al Muktabar sebagai Sekda definitif tidak pernah melaksanakan tugasnya pasca mengambil cuti.

    “TIga bulan bisa diperpanjang. Tapi masalahnya ketika yang pejabat definitif enggak masuk kerja terus bagaimana. Kenapa yang ditanya tidak yang tidak pernah masuk kerja, kenapa Pemprov Banten terus yang ditanya,” ucapnya.

    Dari surat cuti yang diajukan oleh Al Muktabar, Komarudin menuturkan bahwa Al Muktabar hanya mengajukan cuti selama 24 hari. Namun setelahnya, Al Muktabar tidak kunjung kembali menjalankan tugas dia.

    “Awalnya begitu (jabatan Plt Sekda hanya 24 hari). Namun ya itu, karena tidak hadir maka diteruskan,” terangnya.

    Dikonfirmasi terkait beberapa pernyataan dari Pemprov Banten, termasuk Komarudin sendiri, yang menyatakan bahwa Al Muktabar sudah dipindahtugaskan menjadi staf biasa di BKD, ia membantahnya.

    Komarudin menegaskan bahwa Al Muktabar tidak dipindahtugaskan ke bagian manapun, lantaran kewenangan mengganti atau memindahtugaskan Sekda merupakan kewenangan dari Presiden, bukan Gubernur.

    “Enggak itu, enggak ada ditempatkan sebagai staf BKD. Yang mengangkat dan memberhentikan itu presiden, maka penempatannya ya presiden lagi,” katanya.

    Untuk diketahui, pada Oktober 2021 lalu, Komarudin sempat menyatakan kepada beberapa media bahwa Al Muktabar kini ditempatkan sebagai staf biasa di BKD, sembari menunggu kejelasan pemindahan tugas dirinya.

    Untuk diketahui, pada Oktober 2021 lalu, Komarudin sempat menyatakan kepada beberapa media bahwa Al Muktabar kini ditempatkan sebagai staf biasa di BKD, sembari menunggu kejelasan pemindahan tugas dirinya.

    Menurut Komarudin, pihaknya telah mencoba menghubungi Al Muktabar agar kembali bekerja sebagai Sekda. Akan tetapi beberapa kali coba dihubungi, Al Muktabar tidak kunjung merespon Komarudin.

    “Dihubungi enggak menjawab, gimana. Harusnya media tuh yang menanya,” ucapnya.

    Sementara terkait dengan kebenaran di balik isu pengunduran diri Al Muktabar sebagai Sekda Banten, Komarudin enggan membenarkan maupun menyalahkan. Sebab, hal itu merupakan hak pribadi Al Muktabar.

    “Kalau soal pengunduran diri atau hal yang lain, silahkan tanya ke pak Al ya. Karena kan itu hak pribadi beliau. Kalau surat-surat yang sifatnya pribadi itu sebenarnya saya tidak boleh buka, lebih tepatnya silahkan tanya ke sana, ke Al Muktabar,” ujarnya.

    Komarudin pun mengakui bahwa secara de jure, Al Muktabar merupakan Sekda definitif Provinsi Banten. Kendati demikian secara de facto, Al Muktabar tidak menjalankan tugas-tugasnya sebagai seorang Sekda.

    (DZH/PBN)