Tag: polres serang kota

  • Penculikan Restorative Justice di Serang Kota

    Penculikan Restorative Justice di Serang Kota

    KEPOLISIAN Resort (Polres) Serang Kota kembali melanjutkan penyidikan kasus pemerkosaan penyandang disabilitas asal Kasemen. Dilanjutkannya penyidikan tersebut setelah adanya rekomendasi atas gelar perkara khusus yang diasistensi langung oleh Bidpropam dan Wasidik Ditreskrimum Polda Banten.

    Untuk diketahui, gelar perkara khusus dilakukan dengan dua tahapan. Tahapan pertama yaitu tahapan yang digelar secara terbuka dan dihadiri oleh insan pers dan pihak pelapor maupun terlapor.
    Sedangkan tahap berikutnya digelar secara internal, dihadiri oleh Bagwasidik Polda Banten, Bidkum Polda Banten, Bidpropam Polda Banten, Kapolres Serang Kota, Wakapolres Serang Kota, Kasi Pengawas, Kasi Propam, Kasikum, Kasatreskrim dan penyidik Satreskrim Polres Serang Kota.

    Gelar perkara khusus tersebut pun akhirnya menghasilkan keputusan bahwa penyidikan terhadap kasus pemerkosaan penyandang disabilitas asal Kecamatan Kasemen yang sempat dihentikan oleh Polres Serang Kota, harus kembali dilanjutkan.

    Kapolres Serang Kota, AKBP Maruli Ahiles Hutapea, melakui Kasatreskrim Polres Serang Kota, AKP David Adhi Kusuma, mengatakan bahwa surat perintah penyidikan lanjutan telah dikeluarkan untuk perkara pemerkosaan tersebut.

    “Benar, sesuai rekomendasi gelar perkara khusus, penyidikan pemerkosaan gadis difabel akan dilanjutkan,” ujar David dalam pers rilis yang diterima BANPOS, kemarin.

    Menurutnya, penghentian penyidikan kasus pemerkosaan penyandang disabilitas tersebut telah menimbulkan gelombang reaksi negatif dari masyarakat. Sehingga, dilanjutkannya penyidikan perkara tersebut diharapkan dapat memenuhi rasa keadilan masyarakat.

    “Guna memenuhi rasa keadilan masyarakat, Penyidik Satreskrim Polres Serang Kota akan menyelesaikan pemberkasan terhadap dua tersangka dalam kasus dugaan pemerkosaan,” tutur David.

    Kembali dilanjutkannya proses penyidikan pada perkara pemerkosaan tersebut dinilai oleh Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) Cabang Serang, sebagai bukti bobroknya penegakkan hukum oleh Polres Serang Kota.

    “Keputusan dilanjutkannya penyidikan kasus pemerkosaan penyandang disabilitas, mengindikasikan bahwa ada yang salah dalam proses penegakkan hukum yang dilakukan oleh Polres Serang Kota. Ini justru membuka kepada publik bagaimana bobroknya penanganan hukum oleh mereka,” ujar Sekretaris Umum HMI MPO Cabang Serang, Ega Mahendra, Sabtu (29/1).

    Ega mengatakan, sejak awal pihaknya sudah merasa aneh dengan keputusan yang diambil oleh Polres Serang Kota, yang menghentikan perkara pemerkosaan penyandang disabilitas dengan dalih restorative justice.

    “Bagi kami ini sudah cacat sejak awal. Karena kok bisa kasus pemerkosaan dilakukan restorative justice. Apalagi posisi perwalian korban pada saat dilakukan perdamaian itu sarat akan kepentingan, karena diwalikan oleh istri dari pelaku,” terangnya.

    Ia menuturkan bahwa pada hasil gelar perkara khusus pun, tidak menyebutkan siapa yang bertanggungjawab pada penghentian penyidikan itu. Padahal seharusnya, jika memang terjadi kekeliruan bahkan pelanggaran terhadap aturan, harus ada yang bertanggungjawab.

    “Aneh, kalau emang ada yang dilanggar, maka siapa yang melanggar itu yang harus dihukum. Tapi dalam pemberitaan yang kami dapatkan, tidak ada yang bertanggungjawab. Kalau gitu, akan ada potensi melanggar kembali,” ungkapnya.

    Selain itu, ia pun mendesak agar motif utama diberhentikannya kasus pemerkosaan tersebut dapat diungkap. Karena menurutnya, tidak mungkin motif pemberhentian kasus tersebut hanya karena alasan kemanusiaan sebagaimana yang beredar.

    “Kami rasa tidak mungkin pemberhentian hanya karena alasan kemanusiaan. Lagi pula setahu kami, kasus yang paling dibenci oleh siapapun adalah kasus pelecehan seksual. Bahkan oleh sesama narapidana pun juga sangat dibenci. Tapi ini kok bisa-bisanya dengan mudah diberhentikan,” katanya.

    Sedikit kilas balik, Ega menuturkan bahwa dalam kurun waktu kepemimpinan Kapolres Serang Kota saat ini, yaitu AKBP Maruli, banyak terjadi tindakan yang dianggap telah melanggar aturan, bahkan mengancam demokrasi.

    “Sebagai contoh, ketika demisioner Ketua Umum HMI MPO Cabang Serang dan pimpinan Komisariat Unbaja periode kemarin ditangkap dan ditahan selama hampir satu hari oleh Satreskrim Polres Serang Kota, hanya karena kami ingin menyambut kedatangan Presiden Joko Widodo,” ujarnya.

    Ia mengatakan bahwa hal tersebut sudah sangat mencederai demokrasi, dan melanggar aturan. Karena menurutnya, dalam Undang-undang nomor 9 tahun 1998 tidak ada larangan untuk menyampaikan aspirasi di hadapan Presiden.

    “Terlebih kami sangat ingat betul, kami tidak berorasi atau unjuk rasa seperti halnya yang biasa dilakukan. Kami hanya ingin membentangkan poster dengan tulisan ayat suci al-Quran, mendoakan beliau (Jokowi) agar menjadi pemimpin yang adil,” katanya.

    Termasuk pada saat akan digelar aksi protes di Markas Polres Serang Kota, dimana pada saat itu anggota dari Polres Serang Kota menghalau massa aksi di persimpangan lampu merah menuju Mapolres.

    “Kan sudah jelas bahwa dalam Undang-undang nomor 9 itu, Markas Kepolisian tidak termasuk tempat yang dilarang untuk menggelar unjuk rasa. Maka dari itu, ini jelas-jelas merupakan bobroknya Kapolres Serang Kota dalam memimpin,” tegasnya.

    Ia pun mendesak agar Kapolres Serang Kota untuk secara jantan mengakui kesalahan dari para anak buahnya, baik dari kasus penculikan hingga pemberhentian penyidikan kasus pemerkosaan penyandang disabilitas.

    “Tidak ada anak buah yang salah, tapi pimpinannya yang salah. Karena tentu baik tindakan penculikan maupun pemberhentian kasus pemerkosaan itu atas persetujuan Kapolres. Jadi lebih baik minta maaf dan mundur atau silahkan pimpinan baik Polda maupun Polri segera mencopot Kapolres Serang Kota. Dari pada wilayah hukum di bawah Polres Serang Kota ini terus tidak kondusif,” tegasnya.

    Kapolres Serang Kota, AKBP Maruli Ahiles Hutapea, saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon tidak mau merespon banyak mengenai hal tersebut. Ia pun menyuruh agar pihak yang mendesak agar Kapolres meminta maaf dan mengundurkan diri untuk datang ke Polres Serang Kota.

    “Suruh datang ke Polres aja, nanti kita temui. Datang ke Polres nanti dihadapkan pada Kasatreskrim yang bagian penyidikan, nanti tinggal ketemu. Begitu aja. Ini kan atas nama Polres, nah penanganan penyidikan ada di Reskrim, nanti siapa yang mengoordinir silahkan ketemu, biar kami tahu,” katanya.

    Sementara Kabid Humas Polda Banten, Kombes Shinto Silitonga, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp belum kunjung membalas.

    Untuk diketahui, dilaksanakannya gelar perkara khusus oleh Polda Banten atas penghentian penyidikan kasus pemerkosaan disabilitas asal Kasemen, lantaran banyaknya protes yang dilakukan oleh masyarakat dan rekomendasi yang diberikan oleh Kompolnas.

    Juru bicara Kompolnas, Poengky Indarti, mengatakan bahwa Kompolnas akan melakukan klarifikasi terhadap perkara tersebut. Ia pun meminta agar segera dilakukan pemeriksaan terhadap penyidik yang ditugaskan pada perkara itu.

    “Kami merekomendasikan Wassidik dan Propam turun untuk memeriksa penyidik kasus tersebut,” ujar Poengky dalam rilis yang diterima.

    Poengky menilai, kasus perkosaan bukan merupakan delik aduan. Sehingga meskipun pelapor bermaksud mencabut kasus, proses pidananya tetap harus berjalan. Selain itu, restorative justice pun tidak bisa dilakukan untuk kasus pemerkosaan.

    “Alasan restorative justice itu untuk kasus-kasus pidana yang sifatnya ringan. Bukan kasus perkosaan, apalagi terhadap difabel yang wajib dilindungi. Dalam kasus ini, sensitivitas penyidik harus tinggi,” tegas Poengky.

    Ia pun menyayangkan jika penyidik menghentikan penyidikan terhadap dua pelaku dugaan perkosaan, dengan alasan laporan sudah dicabut. Ia menegaskan bahwa polisi memiliki tugas melakukan kontrol sosial dengan melakukan penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan.

    “Alasan pencabutan laporan karena adanya perdamaian dengan cara kesediaan pelaku untuk menikahi korban yang telah hamil 6 bulan juga perlu dikritisi, mengingat pelaku sebelumnya telah tega memerkosa korban. Sehingga aneh jika kemudian menikahkan pelaku pemerkosaan dengan korban,” tuturnya.

    (MUF/ENK)

  • SP3 Kasus Pemerkosaan oleh Polres Serang Kota Langgar Aturan

    SP3 Kasus Pemerkosaan oleh Polres Serang Kota Langgar Aturan

    SERANG, BANPOS – Bidpropam dan Bagian Pengawasan Penyidikan (Bagwasidik) Ditreskrimum Polda Banten menilai, penghentian penyidikan atau SP3 perkara pemerkosaan penyandang disabilitas prematur dan tidak sesuai Peraturan Kepolisian (Perpol). Hal itu mengemuka usai dilaksanakannya pemeriksaan serta audit, atas penanganan perkara pemerkosaan penyandang disabilitas yang dilakukan oleh Satreskrim Polres Serang Kota.

    “Polda Banten sejak Jumat lalu telah melakukan pemeriksaan dan audit penyidikan perkara pemerkosaan gadis difabel, sesuai hasil diskusi dengan Komisioner Kompolnas, Poengki Indarti, juga mendengarkan masukan dari beberapa pihak,” kata Kabidhumas Polda Banten, Kombes Shinto Silitonga, Rabu (26/1).

    Menurut Shinto, Kapolda Banten, Irjen Pol Rudy Heriyanto, menaruh perhatian besar terhadap pendapat para tokoh dan dinamika informasi di media, terkait penanganan perkara pemerkosaan gadis penyandang disabilitas tersebut.

    Menurut Shinto, Kapolda Banten memonitor langsung pelaksanaan pemeriksaan dan audit penyidikan yang dilakukan Polda Banten.

    “Kapolda Banten menginstruksikan kepada tim pemeriksa dan tim audit penyidikan untuk memprioritaskan rasa adil bagi korban dengan mendengarkan masukan dari banyak pihak,” katanya.

    Salah satu temuan signifikan pada pemeriksaan dan audit tersebut adalah, penghentian penyidikan yang dilakukan Satreskrim Polres Serang Kota terlalu prematur dan tidak sesuai dengan Perpol Nomor 8 tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

    “Benar ada permohonan pencabutan laporan polisi sebagai salah satu syarat restorative justice, namun penghentian penyidikan tidak seharusnya dilakukan oleh penyidik, melainkan tetap melanjutkan perkaranya hingga dapat disidangkan ke pengadilan,” jelasnya.

    Guna memenuhi rasa keadilan, Bidpropam dan Bagwasidik Ditreskrimum Polda Banten merekomendasikan agar Polres Serang Kota melakukan gelar perkara khusus terkait keluarnya SP3, dengan asistensi langsung dari Bidpropam dan Bagwasidik Ditreskrimum Polda Banten.

    Gelar tersebut diagendakan akan dilaksanakan di Ruang Gelar Ditreskrimum pada Rabu (26/1) pagi yang diikuti oleh penyidik Satreskrim Polres Serang Kota, Bidpropam Polda Banten bersama dengan fungsi pengawasan dari Inspektorat Polda Banten.

    “Gelar perkara khusus merupakan tindak lanjut pengawasan Polda Banten terhadap penghentian penyidikan yang dilakukan oleh Polres Serang Kota, dan ini sesuai dengan Perpol Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif,” ucapnya.

    Sementara hingga pukul 17.52 WIB, saat dihubungi kembali Shinto menuturkan bahwa belum ada hasil dari gelar perkara khusus tersebut. “Kami masih menunggu lembar rekom (rekomendasi-Red) dari Krimum,” tandasnya.

    Sebelumnya diketahui, pembebasan pemerkosa penyandang disabilitas mendapat sorotan dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Lembaga yang salah satu tugasnya mengawasi kinerja Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tersebut menilai bahwa pembebasan pelaku atas dasar restorative justice tidak bisa dibenarkan.

    Bahkan, Kompolnas meminta bagian Pengawasan dan Penyidikan (Wassidik) dan Propam Polda Banten, untuk memeriksa penyidik yang menangani perkara dugaan pemerkosaan penyandang disabilitas tersebut. Apalagi Polres Serang Kota telah mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

    Juru bicara Kompolnas, Poengky Indarti, mengatakan bahwa Kompolnas akan melakukan klarifikasi terhadap perkara tersebut. Ia pun meminta agar segera dilakukan pemeriksaan terhadap penyidik yang ditugaskan pada perkara itu.

    “Kami merekomendasikan Wassidik dan Propam turun untuk memeriksa penyidik kasus tersebut,” ujar Poengky dalam rilis yang diterima.

    Sementara, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Nur’aeni, mengaku miris dan kecewa dengan langkah restorative justice yang dilakukan oleh Polres Serang Kota, atas kasus pemerkosaan disabilitas mental asal Kecamatan Kasemen, Kota Serang.

    Menurut Nur’aeni, restorative justice yang ditempuh oleh Polres Serang Kota sehingga membebaskan para pelaku, sangat bertentangan dengan semangat dari pemerintah pusat dalam mengentaskan masalah kekerasan seksual.

    “DPR dalam paripurna sudah mengetok RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), untuk masuk ke Prolegnas tahun 2022. Namun anehnya, di daerah justru muncul kasus seperti ini. Berarti daerah masih setengah-setengah dalam memandang masalah ini,” ujarnya.

    Politisi perempuan asal Partai Demokrat ini menegaskan, langkah pembebasan pelaku pemerkosaan oleh Polres Serang Kota dapat berdampak pada hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.

    (DZH/PBN)

  • Soal Restorative Justice, Polres Serang Kota Dituding Salah Pikir

    Soal Restorative Justice, Polres Serang Kota Dituding Salah Pikir

    SERANG, BANPOS – Pelepasan dua pelaku pemerkosaan penyandang disabilitas oleh Polres Serang Kota dengan dalih Restorative Justice (RJ) dinilai sebagai kesalahan berpikir. Pasalnya, Restorative Justice hanya berlaku bagi perkara pidana ringan, bukan pidana berat seperti pemerkosaan.

    Berdasarkan rilis yang diterima BANPOS, keluarga korban pemerkosaan gadis difabel mendatangi Polres Serang Kota pada Selasa (18/1). Kedatangannya kali ini dalam rangka mencabut laporan atas kejadian tersebut.

    “Terima kasih kepada Polres Serang Kota yang telah dengan cepat menanggapi laporan, namun kami telah memilih mekanisme mufakat damai dari masing-masing pihak sehingga dengan secara sadar mencabut laporan tersebut ke Polres Serang Kota,” kata pelapor kasus tersebut, Hidayat.

    Sementara itu, bibi korban, Julia Adji Susanti yang merawat korban sejak kecil menyampaikan bahwa pihak keluarga memilih mekanisme permufakatan damai dari masing-masing pihak sehingga dengan secara sadar mencabut laporan ke Polres Serang Kota.

    “Saya mengucapkan terimakasih kepada Kapolres Serang Kota yang telah dengan cepat menangani laporan yang kami sampaikan, kami keluarga telah mencabut laporan karena akan kami selesaikan dengan permufakatan damai,” ujar Julia.

    Selanjutnya Julia mengatakan bahwa SE akan menikahi YA, “Kami telah bermusyawarah dengan keluarga EJ dan SE, dari hasil musyawarah tersebut SE akan menikahi dan menafkahi lahir batin bukan untuk sesaat namun hingga maut yang memisahkan,” kata Julia.

    Sementara itu Kapolres Serang Kota AKBP Maruli Ahiles Hutapea SIK MH melalui Kasatreskrim AKP David Adhi Kusuma SIK.,MH. mengatakan bahwa kasus pemerkosaan gadis difabel telah dicabut laporannya oleh pihak keluarga, atas dasar dari terlapor menempuh jalur Restorative Justice dan hasil musyawarah antara 2 keluarga.

    “Kami telah bertemu dengan kedua pihak, atas dasar keterangan dari keluarga korban, pihak keluarga bersepakat tidak akan melanjutkan permasalahan tersebut, karena keluarga korban atas dasar musyawarah bersama tersangka SE akan menikah dengan YA dan akan menafkahi lahir batin. Kedua tersangka telah ditangguhkan penahanannya,” kata David.

    Menanggapi permasalahan ini, Ketua Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Banten, Rizki Aulia Rohman, mengatakan bahwa Restorative Justice merupakan amanat dari Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

    Menurutnya, aturan tersebut mengamanatkan bahwa perlu dilakukannya penyelesaian tindak pidana yang bersifat ringan, dengan mengedepankan keadilan restoratif yang menekankan pada pemulihan kembali seperti keadaan semula, dan keseimbangan perlindungan dan kepentingan korban dan pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pemidanaan.

    “Ini merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat. Ini merupakan kewenangan yang diberikan pasal 16 dan 18 UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang POLRI dalam rangka menjawab perkembangan kebutuhan hukum masyarakat, dengan tetap memperhatikan norma dan nilai serta kepastian hukum dan kebermanfaatan di masyarakat,” ujarnya, Rabu (19/1).

    Sementara untuk kasus pemerkosaan terhadap disabilitas di Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Rizki menuturkan bahwa perlu dilihat klasifikasi tindak pidananya. Sebab, tidak semua perkara dapat dilakukan langkah Restorative Justice.

    “Perlu digarisbawahi sesuai pasal 5, perlu adanya klasifikasi yang tetap memperhatikan apakah tindak pidana tersebut dapat di RJ atau tidak. Seperti tindakan pidana ringan, tidak menimbulkan kegaduhan atau keresahan serta penolakan di masyarakat, tidak berdampak konflik sosial,” terangnya.

    Selain itu, tindak pidana yang tidak bisa dilakukan langkah Restorative Justice adalah tindak pidana terorisme dan separatisme, radikalisme, tindak pidana korupsi, mengancam keamanan negara, tindak pidana terhadap nyawa orang dan tindak pidana narkoba serta bukan residivis.

    Dalam pemerkosaan terhadap penyandang disabilitas, ia menuturkan bahwa memang dalam KUHP tidak mengatur terkait dengan pemerkosaan. Yang ada ialah kasus pencabulan, dan jarang dapat dilakukan langkah Restorative Justice.

    “Biasanya jarang bisa dilakukan langkah Restorative Justice. Karena kan kasus asusila itu tidak bisa diganti dengan materil kerugiannya,” jelasnya.

    Sementara itu, Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) Kota Serang yang sempat berusaha mengunjungi korban bersama dengan Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Banten, mengaku heran dengan kondisi ini.

    Mide Formateur HMI MPO Cabang Serang, Ega Mahendra, mengatakan bahwa diputuskannya langkah Restorative Justice terhadap perkara pemerkosaan penyandang disabilitas, merupakan salah berpikir dari Polres Serang Kota atas konsep Restorative Justice.

    “Kalau kasus pemerkosaan ini bisa dilakukan Restorative Justice cukup dengan keterangan bahwa pelaku siap menikahi korban, tentu akan banyak kasus pemerkosaan-pemerkosaan lainnya. Tinggal kuat-kuatan relasi dan harta kalau seperti itu. Jelas ini merupakan salah pikir terkait Restorative Justice,” ujarnya.

    Di sisi lain, pelaku pemerkosaan terdiri dari dua orang. Salah satu klausul perdamaian yang disebut merupakan keinginan dari pihak keluarga, mewajibkan pelaku untuk menikahi korban serta menafkahi lahir batin hingga akhir hayatnya.

    “Menurut saya ini aneh, karena dari dua orang ini, siapa yang akan menikahi? Atas dasar apa dia yang harus menikahi? Keduanya kan sama-sama pelaku. Tidak mungkin keduanya menikahi korban. Artinya, kalau hanya satu orang yang akan menikahi, mengapa pelaku lainnya dibebaskan. Ini jelas tidak adil,” tegasnya.

    Selain itu menurutnya, secara aturan Islam pun dilarang untuk menikahi wanita yang tengah hamil di luar pernikahan. Sebab, hal itu akan terjadi bias nasab, meskipun jika sudah jelas siapa ayah kandungnya tetap tidak bisa dinasabkan kepada sang ayah.

    “Apalagi berdasarkan informasi yang perwakilan kami dapatkan pada saat turun ke lapangan, ternyata pernikahan korban dengan pelaku tidak dihadiri oleh Wali dari korban. Jelas ini merupakan bentuk permainan terhadap agama dan hukum,” ungkapnya.

    Pernikahan yang terjadi antara korban dan salah satu pelaku pun dikhawatirkan oleh pihaknya, malah menambah permasalahan yang dialami korban. Sebab, bisa saja korban mengalami trauma terhadap pelaku, dan dipaksa untuk tinggal serumah dengan ikatan pernikahan yang ia anggap sebagai paksaan.

    “Kalau dinikahkan, apa enggak ada ketakutan bahwa si korban malah akan tersiksa lahiriah dan batiniyah. Justru korban akan tertekan dinikahkan dengan salah satu pelaku, karna korban dinikahkan bukan dengan orang yang dia sukai, justru yang dia benci saat ini,” ucapnya.

    Maka dari itu, ia pun mendesak agar negara, khususnya Pemerintah Kota Serang, untuk turun tangan mengambil alih hak asuh korban, dan dijadikan sebagai tanggungan negara. Karena, pihak keluarga korban pun sangat sulit untuk dipercaya, mengingat salah satu pelaku merupakan paman korban, dan yang mewakili korban merupakan bibi dari korban yang diduga istri pelaku.

    “Korban ini tengah hamil enam bulan. Ini seharusnya menjadi tanggungan negara, agar dirawat oleh Pemerintah Kota Serang karena pihak keluarga pun tidak bisa menjaganya. Supaya korban memiliki rasa aman dan kenyamanan pada dirinya, sebagai proses pemulihan atas kejadian itu,” ungkapnya.

    Ia pun mendesak Polres Serang Kota untuk mencabut keputusan Restorative Justice yang dibuat, dan membuka kembali penyelidikan kasus tersebut. Sebab tanpa laporan pun, kasus pemerkosaan tetap bisa diselidiki oleh Kepolisian lantaran bukan delik aduan.

    “Kami mendesak Polres Serang Kota untuk menindak kasus kejahatan seksual ini dengan tuntas dan pelaku harus dihukum, jangan sampai dibiarkan begitu saja. Ini adalah delik biasa, maka dari itu walaupun tidak ada laporan, polisi harus menindak pelaku kejahatan tersebut. Jangan biarkan predator seksual berkeliaran,” tandasnya.(DZH/PBN)

  • Lepas Tersangka Pemerkosaan, Polres Serang Kota Dikecam

    Lepas Tersangka Pemerkosaan, Polres Serang Kota Dikecam

    SERANG, BANPOS – Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Banten, mengecam pembebasan dua orang terduga pelaku tindak pidana perkosaan terhadap gadis difabel mental berusia 21 tahun di Kota Serang oleh Polres Serang Kota. Kedua pelaku tersebut, sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka dan sempat ditahan di Mapolres Serang Kota, beberapa waktu lalu.

    Koordinator Presidium KMS Banten, Uday Suhada, mengungkapkan bahwa pembebasan pelaku sebagai tindakan pembiaran dan impunitas terhadap pelaku. Sehingga membuka peluang bagi pelaku untuk mengulangi kekerasan seksual yang sama, pada korban atau orang lain.

    “Kerentanan kondisi korban dan keluarga seharusnya menjadi pertimbangan untuk menyelesaiakan proses hukum kasus tersebut,” ujarnya, Selasa (18/1).

    Ia mengungkapkan, praktek mediasi dalam kasus perkosaan yang dilakukan kepolisian, menyalahi prosedur asas keadilan di mata hukum, dan mencederai pelaksaan Undang-undang nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Saat ini, pemulihan dan rasa aman korban menjadi hal yang penting untuk terus diupayakan.

    “Dalam penanganan kasus ini seharusnya kepolisian berkoordinasi dengan lembaga pendamping dan/atau bantuan hukum untuk memastikan korban dan keluarga mendapatkan pendampingan dalam proses hukum,” ungkapnya.

    Uday menegaskan, kepolisian juga seharusnya mendukung hadirnya alat bukti tambahan, bukan malah membebaskan tersangka dan memfasilitasi perdamaian.

    “Pembebasan tersangka menjadi teror bagi korban dan keluarga korban, dan pembiaran penegakan hukum sehingga korban tetap terintimidasi dan tidak mendapat keadilan,” tandasnya.

    Ia menyebut bahwa tindak pidana perkosaan sebagaimana diatur dalam Pasal 285 KUHP merupakan delik biasa dan bukan delik aduan. Karena itu, pihak Kepolisian dalam hal ini penyidik, tetap berkewajiban untuk melanjutkan proses perkara perkosaan tersebut tanpa adanya persetujuan dari pelapor atau korban. Oleh karena itu, KMS Banten menuntut kepada Polres Serang Kota dan LPAI serta P2TP2A.

    “Kami menuntut kepada Polres Kota Serang untuk melanjutkan perkara dan menahan dua orang pelaku tersebut yang merupakan delik biasa sesuai pasal 285 KUHP, kami juga menuntut LPAI dan P2TP2A Kota Serang memberikan hak pemulihan dan rasa aman bagi korban dan keluarga korban akibat kasus pemerkosaan tersebut,” tandasnya.

    Presidium KMS Banten lainnya, Hunainah, mengungkapkan bahwa dirinya merasa sangat prihatin dengan kondisi lingkungan yang hanya bungkam akan keadaan. Hari Selasa tanggal 18 Januari, ia berkesempatan untuk berkunjung ke rumah korban.

    Namun, ia mengaku kecewa dengan pihak-pihak yang lebih banyak bungkam, ketimbang mengungkapkan kronologi kejadian. Bahkan, Ketua RT, bibi korban, bahkan korban sekalipun diungsikan oleh sang bibi bernama Titin.

    “Sangat sedikit informasi yang kami dapatkan, padahal, kalau saja masyarakat terbuka dengan hal ini, sangat diyakini bahwa kedepan akan meminimalisir korban kekerasan seksual,” katanya.

    Ia bersama dengan pendamping dari DP3AKB Kota Serang dan LPA Kota Serang, akan melanjutkan proses hukum dengan disertai bukti-bukti dan hukum yang berlaku. Ia juga menyayangkan adanya pernikahan yang dilangsungkan pada Senin malam, oleh salah seorang ustadz setempat, yang dimana pernikahan tersebut lemah hukum baik hukum syariat maupun hukum negara.

    “Saya diberi informasi bahwa semalam (kemarin, red), korban dinikahkan oleh ustadz, ini sangat tidak bisa diterima. Karena kami memikirkan perasaan korban, masa mau disatukan dengan pelaku yang besar kemungkinan membuatnya trauma,” ucapnya.

    Bahkan, pihaknya tidak akan berhenti sampai kunjungan hari itu saja. Secara persuasif, bersama tim lainnya, ia berupaya mengorek informasi lebih lanjut, untuk memperkuat bukti kepada pihak kepolisian.

    “Seharusnya pihak kepolisian juga menilai bagaimana seharusnya penanganan kasus perkosaan ini ditangani, saya juga menyayangkan kepada oknum yang terlibat dalam keberlangsungan pernikahan antara korban dengan tersangka. Kami akan mengawal kasus ini hingga tuntas, agar tidak ada lagi korban kekerasan kepada perempuan, terlebih ini dalam kondisi difabel,” tandasnya.

    Dosen Pidana Fakultas Hukum UNPAM, Halimah Humayrah Tuanaya, menyebutkan bahwa Polres Serang Kota keliru telah membebaskan dua tersangka perkosaan. Ia menyampaikan, perkosaan merupakan delik murni, bukan delik aduan.

    “Jadi meskipun pelapor mencabut laporannya, polisi wajib terus melanjutkan proses hukumnya,” tegasnya.

    “Ironis apabila Polres Serang Kota tidak melanjutkan proses hukum kejahatan perkosaan itu, lantaran pelapor sudah mencabut laporannya. Justru seharusnya dilakukan penyelidikan lebih lanjut terkait hal apa yang melatarbelakangi pelapor mencabut laporannya, apakah pelapor mengalami tekanan, ancaman, dan lain sebagainya,” jelas Halimah.

    Ia mengatakan, korban yang saat ini telah dinikahkan dengan pelaku perkosaan. Hal itu tidak dapat dipandang sederhana sebagai bentuk pemulihan situasi pasca terjadinya tindak pidana.

    “Restorative justice tidak diterapkan dengan tujuan memposisikan korban untuk menjadi korban kedua kalinya,” ucapnya.

    Perkawinan idealnya dilaksanakan atas dasar kehendak dari kedua belah pihak, dengan tujuan untuk kebahagiaan bersama. Ia mempertanyakan, apakah perkawinan antara pelaku dan korban perkosaan adalah perkawinan yang dikehendaki korban atau bukan.

    “Saya berharap, Polres Serang Kota segera melakukan korkesi atas kekeliruannya, dan melanjutkan proses hukum atas peristiwa tersebut,” tandasnya.

    Kepala DP3AKB Kota Serang, Anton Gunawan, mengatakan bahwa pihaknya memang mengurus kasus pemerkosaan yang menimpa seorang penyandang disabilitas asal Kasemen. Namun menurutnya, DP3AKB Kota Serang hanya mengurus terkait dengan korbannya saja, tidak masuk ke ranah hukum.

    “Kami ini mengembalikan kondisi korban dari dampak pemerkosaan itu. Apalagi kan sekarang sedang hamil yah. Makanya kami membantu dari sisi psikologisnya. Supaya jangan sampai dia sudah menjadi korban, lalu malah tertekan secara psikologis dan depresi,” ujarnya.

    Berdasarkan hasil identifikasi dari tim psikiater, diketahui bahwa meskipun korban secara fisik berumur 21 tahun, akan tetapi secara mental masih berumur lima tahun. “Memang secara mental teridentifikasi masih berumur lima tahun,” ucapnya.

    Anton menuturkan bahwa pihaknya tidak mengetahui bahwa korban telah dibawa pergi oleh bibinya. Ia pun tidak mengetahui apakah bibi yang membawa pergi korban merupakan istri dari salah satu pelaku atau bukan.

    “Nah kami belum mendapatkan laporannya. Namun jika memang si korban ini mau dibawa oleh keluarga, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Asalkan korban tidak malah bertambah depresi. Memang ini sangat dilematis juga yah,” ungkapnya.

    Termasuk pula terkait dengan telah dicabutnya laporan tindak pemerkosaan terhadap korban. Anton mengaku bahwa hal itu dia ketahui dari pemberitaan media, namun belum mendapatkan keterangan secara resmi.

    “Apakah yang bersangkutan dan pelaku ada penyelesaian secara kekeluargaan, karena memang sudah di ranah hukum maka kami tidak bisa melakukan intervensi. Saat ini kami akan lebih fokus pada penanganan korban,” terangnya.

    Anton menuturkan, pihaknya bisa saja mengambil langkah untuk menjadikan korban sebagai tanggungan negara, dengan merawatnya di rumah aman. Namun, pihaknya masih harus mencari tahu lebih dalam mengenai kondisi dari korban dan penilaian dari psikolog.

    “Kami ke keluarganya sudah menyampaikan seperti itu. Kami siap menangani (merawat) korban. Kalau hasil nanti dari psikolog dan hasil informasi yang kami cari dari RT dan warga sekitar, jika diperlukan untuk melakukan perawatan oleh kami, maka kami ada rumah aman untuk merawat korban,” jelasnya. (DZH/MUF/PBN)

  • Diduga Hilang Kendali, Dua Kendaraan Bermotor Terlibat Kecelakaan

    Diduga Hilang Kendali, Dua Kendaraan Bermotor Terlibat Kecelakaan

    SERANG, BANPOS – Kecelakaan lalu lintas (Lakalantas) antara dua sepeda motor terjadi di Jalan Raya Serang-Petir KM 04, Cipocok Jaya, Kota Serang. Kecelakaan yang terjadi pada Rabu (30/6) malam itu diduga akibat hilangnya kendali saat kendaraan melaju cepat.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun BANPOS di lokasi kejadian, sepeda motor Mio Soul bernopol A 5651 BW melintas di Jalan Raya Serang-Petir dari arah Kota Serang.

    Motor tersebut tidak mengurangi kecepatannya ketika berada di depan gang masuk SMAN 6 Kota Serang yang saat itu sedang ramai.

    Disaat yang sama, pengendara motor Honda Scoopy bernopol A 5946 CZ yang keluar dari gang hendak masuk ke jalan Raya Serang-Petir. Pada saat itu lah sepeda motor Mio Soul menghantam bagian kanan belakang sepeda motor Honda Scoopy.

    Pengendara motor asal Timbang yang menjadi korban, Tohiri mengatakan, saat itu pengendara motor Scoopy yang juga kakak iparnya sudah masuk jalan raya. Namun tiba-tiba saja ditabrak dari belakang pengendara lain.

    “Waktu pulang saya ngikutin kakak ipar dari belakang, tiba-tiba dari arah Serang pengendara motor udah kenceng banget, saking kencangnya gak sempat ngrem. Akhirnya yang nabrak motornya rusak parah. Kalau yang ditabraknya hanya rusak dibagian kanan body motor,” katanya.

    Penabrak bernama Edi Gunandi berumur 21 tahun warga Kp. Cinagar Rt 01 RW 05 Kelurahan Banjarsari mengalami luka sobek dibagian dagu dan pelipis, serta bagian dada akibat benturan keras.

    Akibat kejadian tersebut, sambung Tohiri, kakak iparnya mengalami luka ringan dibagian kaki kanan. Untungnya tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan tersebut. Setelah terjadi kecelakaan, pihak keluarga penabrak motor pun datang. Saat ini kecelakaan tersebut ditangani oleh Satlantas Polres Serang Kota. (MG-01)

  • 4 Orang Ditangkap Polisi, Identitas Pentolan Kelompok Pemuda Bersajam Terkuak

    4 Orang Ditangkap Polisi, Identitas Pentolan Kelompok Pemuda Bersajam Terkuak

    SERANG, BANPOS – Pihak Kepolisian berhasil mengidentifikasi dua ‘pentolan’ kelompok pemuda bersenjata tajam (Sajam) yang melakukan pemblokiran lampu merah Ciceri. Hal itu setelah dua pasang muda-mudi berhasil ditangkap di Ciruas.

    Demikian disampaikan oleh Kabid Humas Polda Banten, Kombes Pol Edy Sumardi. Ia mengatakan bahwa pihaknya berhasil mengidentifikasi nama kelompok beserta pentolan dari kelompok tersebut.

    “Personel dari Polres Serang yang diperbantukan dalam penyelidikan viral teror sekelompok pemuda bersenjata tajam, berhasil mengidentifikasi nama kelompok maupun pentolan yang tertangkap layar ada dalam video tersebut,” ujarnya, Minggu (7/3).

    Menurutnya, identifikasi terhadap para pelaku dalam video teror tersebut terkuak setelah Tim Resmob dari Polres Serang mengamankan 2 pasangan muda-mudi pada Minggu dini hari. Edi menyebut bahwa kelompok bersenjata tajam yang ada dalam video diduga All Star Serang Timur. Sedangkan dua pentolan yang terekam dalam video yaitu ES dan RO.

    “Sudah diamankan 2 pasangan muda-mudi dan saat ini masih menjalani pemeriksaan intensif di Mapolsek Ciruas, Polres Serang. Dari keempat muda-mudi ini sudah didapat identitas kelompok maupun pentolannya,” terangnya

    Edi menjelaskan, dalam pemeriksaan yang dilakukan, keempat remaja ini mengakui sebagai teman dekat dari ES dan RO yang disebut sebagai orang yang berpengaruh di kelompok All Star Serang Timur. Para remaja ini pun menyebut bahwa kedua pentolan itu merupakan warga Kecamatan Ciruas dan kerap nongkrong di sebuah rumah makan.

    “Dari informasi ini, Tim Resmob masih melakukan pengejaran terhadap kedua pelaku. Mudah-mudahan keduanya dengan cepat bisa diamankan dan diketahui motif dari aksi teror dalam video itu,” tandasnya. (DZH)

  • Soal Video Pemuda Pamer Sajam, Ombudsman Minta Pelaku Segera Ditangkap

    Soal Video Pemuda Pamer Sajam, Ombudsman Minta Pelaku Segera Ditangkap

    SERANG, BANPOS – Beredarnya video sekelompok pemuda yang memamerkan senjata tajam (Sajam) di lampu merah Ciceri, Kota Serang, hingga memblokade jalan disoroti oleh Ombudsman Banten. Ombudsman mendorong agar aparat yang berwenang dapat menangkap pelaku dan meningkatkan pengamanan Kamtibmas.

    Kepala Ombudsman Banten, Dedy Irsan, mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh sekelompok pemuda itu telah menimbulkan keresahan di masyarakat. Sehingga, pihaknya pun mendorong kepada aparat Kepolisian untuk meningkatkan pengamanan dan patroli, khususnya di malam hari.

    “(Patroli dilakukan) dengan melibatkan TNI dan juga satpol PP, agar dapat menciptakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang kondusif. Agar seluruh lapisan masyarakat dapat beraktifitas dengan tenang tanpa ada gangguan kamtibmas,” ujarnya dalam rilis yang diterima BANPOS, Minggu (7/3).

    Dedy pun menuturkan bahwa pihaknya mendukung upaya upaya yang dilakukan Polri serta stake holder lainnya seperti TNI dan Satpol PP, untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan publiknya termasuk menciptakan kamtibmas yang kondusif.

    “Semoga para pelaku yang meresahkan masyarakat dapat segera ditangkap untuk ditindak sesuai aturan hukum yang berlaku atau dilakukan upaya pembinaan jika masih status pelajar atau dibawah umur,” katanya.

    Menurutnya, persoalan tersebut tidak hanya menjadi tanggung jawab pihak Kepolisian semata, tetapi peran guru di sekolah dalam mendidik dan mengajar anak-anak didiknya, menjadi perhatian yang sangat penting.

    “Serta orang tua juga bertanggungjawab untuk melakukan pengawasan dan bimbingan yang ketat kepada anak-anaknya, agar tidak sampai terjerumus melakukan tindakan pelanggaran dan kriminal yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain,” ucapnya.

    Kepada pihak Kepolisian dan Satgas Covid-19, Dedy meminta agar dapat melakukan pembubaran kerumunan-kerumunan yang terjadi di Banten.

    “Baik siang apalagi pada malam hari yang sudah melewati jam 20.00 WIB. Sehingga diharapkan dapat mempersempit ruang gerak untuk melalukan tindakan tindakan yang meresahkan masyarakat,” tandasnya.

    Sebelumnya diberitakan, selain video yang beredar, terdapat pula pesan berantai yang beredar di kalangan masyarakat dan juga mahasiswa, yang memberikan peringatan untuk tidak keluar dari rumah atau indekos di atas pukul 23.00 WIB. Sebab, telah terjadi pembacokan terhadap 9 orang yang diduga dilakukan oleh kelompok yang sama dalam video.

    “Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh. Mohon perhatian untuk yg domisil serang dan sekitaran kampus jika tidak ada kepentingan tolong jangan keluar di atas jam 11 yah. Mau itu cari makan atau ke angkringan. Malem tadi temen gua ada yg kena bacok. Baru tadi malem rame geng entah darimana. Tolong sekira nya ada yg pulang malam dari kampus atau kosan temen. Mending nginep yah, soalnya temen gua 9 orang kena. Sekedar informasi buat keselamatan kalian bagi yang belum tau,” tulis pesan berantai tersebut.

    Kasatreskrim Polres Serang Kota, AKP Mochamad Nandar, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan penyelidikan mengenai video yang beredar.

    “Iya sedang kami lidik dan antisipasi,” ujar Nandar saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Sabtu (6/3) malam.

    Sementara terkait dengan informasi adanya pembacokan yang diduga dilakukan oleh kelompok tersebut hingga menimbulkan 9 korban, Nandar mengaku tidak ada laporan mengenai hal itu.

    “Untuk sementara tidak ada laporan terkena bacok,” tandasnya. (DZH)

  • Puluhan Pemuda Pamer Sajam di Ciceri-Kota Serang, 9 Orang Kena Bacok?

    Puluhan Pemuda Pamer Sajam di Ciceri-Kota Serang, 9 Orang Kena Bacok?

    SERANG, BANPOS – Beredar video puluhan pemuda membawa berbagai senjata tajam memblokir perempatan lampu merah Ciceri. Informasi yang beredar, kejadian tersebut divideokan antara Jumat (5/3) atau Sabtu (6/3) dini hari.

    Selain itu, beredar pula pesan berantai di kalangan masyarakat dan juga mahasiswa, yang memberikan peringatan untuk tidak keluar dari rumah atau indekos di atas pukul 23.00 WIB. Sebab, disebutkan telah terjadi pembacokan terhadap 9 orang yang diduga dilakukan oleh kelompok yang sama dalam video.

    “Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh. Mohon perhatian untuk yg domisil serang dan sekitaran kampus jika tidak ada kepentingan tolong jangan keluar di atas jam 11 yah. Mau itu cari makan atau ke angkringan. Malem tadi temen gua ada yg kena bacok. Baru tadi malem rame geng entah darimana. Tolong sekira nya ada yg pulang malam dari kampus atau kosan temen. Mending nginep yah, soalnya temen gua 9 orang kena. Sekedar informasi buat keselamatan kalian bagi yang belum tau,” tulis pesan berantai tersebut.

    Kasatreskrim Polres Serang Kota, AKP Mochamad Nandar, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan penyelidikan mengenai video yang beredar.

    “Iya sedang kami lidik dan antisipasi,” ujar Nandar saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Sabtu (6/3) malam.

    Sementara terkait dengan informasi adanya pembacokan yang diduga dilakukan oleh kelompok tersebut hingga menimbulkan 9 korban, Nandar mengaku tidak ada laporan mengenai hal itu.

    “Untuk sementara tidak ada laporan terkena bacok,” tandasnya. (DZH)

  • Setelah Eksekutif dan Legislatif, Giliran Kepolisian Dioncog Mahasiswa

    Setelah Eksekutif dan Legislatif, Giliran Kepolisian Dioncog Mahasiswa

    SERANG, BANPOS – Setelah beberapa kali mahasiswa melakukan aksi demonstrasi yang menyasar lembaga eksekutif maupun legislatif untuk menolak Omnibus Law, sekarang giliran instansi Kepolisian yang menjadi sasaran aksi.

    Hal tersebut setelah puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Sekolah Mahasiswa Progresif (Sempro) bersama Keluarga Mahasiswa Lebak (Kumala), menggelar unjuk rasa di depan Mapolres Serang Kota, Jumat (6/11).

    Mereka menuntut pihak Kepolisian untuk menghentikan tindakan represifitas dan kriminalisasi terhadap massa aksi penolakan Omnibus Law di seluruh Indonesia.

    Dalam aksinya, mereka melakukan long march mulai dari UIN SMH Banten menuju Polres Serang Kota. Mereka juga membawa puluhan poster berisikan kecaman dan tuntutan, serta menggelar teatrikal.

    Koordinator Kota Sempro, D.N Afief, menyebutkan bahwa tercatat setidaknya sebanyak 7.045 massa aksi yang ditangkap sepanjang gelombang aksi penolakan Omnibus Law di seluruh Indonesia. Sebanyak 14 diantaranya merupakan massa aksi dari Geger Banten yang telah ditetapkan sebagai tersangka.

    “Selain ditetapkan sebagai tersangka tanpa proses hukum yang jelas, banyak
    diantaranya yang mengalami luka-luka selama proses pemeriksaan berlangsung, dan mayoritas yang ditangkap tersebut mengalami intimidasi berupa tidak diperbolehkannya mendapatkan hak pendampingan hukum selama proses pemeriksaan berlangsung,” ujarnya.

    Menurutnya, sepanjang aksi demonstrasi penolakan terhadap Omnibus Law, pihaknya mencatat fakta-fakta tindakan penangkapan sewenang-wenang atas dalih pengamanan, dan tindak kekerasan-brutalitas aparat dalam penanganan aksi.

    Ia mengatakan bahwa banyak terjadi penangkapan dan represifitas terhadap para pelajar dan mahasiswa yang mengikuti aksi demonstrasi menolak UU Omnibus Law.

    “Bahkan tidak sedikit yang mengalami penyiksaan setelah ditangkap oleh aparat kepolisian. Tindakan-tindakan aparat kepolisian di atas merupakan bentuk tindak pelanggaran HAM yang acap kali dilakukan oleh petugas Kepolisian saat menjalankan tugas-tugasnya,” jelasnya.

    Ia juga menyebut adanya penggunaan kewenangan yang tidak semestinya (abuse of power) dan penggunaan kekuatan yang berlebih oleh aparat kepolisian, sehingga menimbulkan korban di kalangan warga masyarakat sipil yang terus terjadi dan berulang.

    Ia mengatakan, upaya-upaya pembungkaman tersebut juga merupakan pembatasan berpendapat, berkumpul dan berekspresi. Menurutnya, hal itu dilakukan dengan tujuan untuk melemahkan gerakan rakyat, meredam perlawanan rakyat.

    “Kami bersama gerakan rakyat lainnya mengecam seluruh pengurangan hak kebebasan bersuara, berkumpul dan berkekspresi serta brutalitas aparat,” tegasnya.

    Selain itu, dalam aksinya mereka juga menuntut agar Kepolisian membebaskan seluruh massa aksi penolakan Omnibus Law yang masih ditahan di seluruh Indonesia.

    Mereka juga mendesak agar pihak kepolisian menyetop tindakan kekerasan dan kriminalisasi terhadap pelajar dan mahasiswa massa aksi penolakan Omnibuslaw di seluruh
    Indonesia.

    “Selanjutnya, bebaskan kawan Bias Maulana (massa aksi Geger Banten) yang masih ditahan di Polda Banten. Cabut status tersangka massa aksi Geger Banten tanpa syarat,” katanya. (MUF)

  • Terdesak Kebutuhan Hidup, Pemuda Pengangguran Asal Pabuaran Jualan Sabu

    Terdesak Kebutuhan Hidup, Pemuda Pengangguran Asal Pabuaran Jualan Sabu

    SERANG, BANPOS – Kepepet karena tak memiliki pekerjaan, seorang warga Desa/Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang nekad menjual sabu. Namun baru dua bulan menggeluti bisnis terlarang ini, tersangka PB (26) dicokok personil Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Serang Kota di sebuah kebun tak jauh dari rumahnya saat sedang menunggu konsumennya.

    Dari tersangka yang pengangguran ini, polisi berhasil mengamankan barang bukti 1 paket sabu yang akan dijual serta 1 unit handphone yang digunakan sebagai alat transaksi. Bersama barang buktinya, tersangka PB langsung digelandang ke Mapolres Serang Kota untuk dilakukan pemeriksaan.

    Kasat Narkoba Polres Serang Kota, Iptu Shilton mengatakan penangkapan tersangka pengedar narkoba berawal dari informasi masyarakat bahwa kerap terjadi transaksi narkoba pada malam hari di pinggiran jalan di Desa Pabuaran. Dari informasi itu, personil Unit 2 langsung diterjunkan untuk melakukan penyelidikan.

    “Setelah mendapat informasi, kami langsung tugaskan beberapa personil Unit 2 untuk melakukan penyelidikan dan berhasil mengidentifikasi tersangka pengedar,” terang Iptu Shilton didampingi Kanit 2 Ipda M Nurul Anwar Huda di kantornya, Jumat (11/9/2020).

    Pada Rabu (9/9/2020) sekitar pukul 22.00, petugas kembali melakukan pengintaian dan mendapati tersangka duduk duduk di pinggir jalan sedang menunggu pelanggannya. Tak mau buruannya lepas, petugas segera melakukan penangkapan. Tersangka sempat kabur ke arah perkebunan namun berhasil ditangkap dan langsung digelandang ke mapolres.

    Dalam pemeriksaan, pria lajang ini mengakui pada saat penangkapan dirinya sedang menunggu konsumennya. Tersangka PB juga mengaku sudah 2 bulan menekuni bisnis haram ini. Keuntungan dari usaha ini digunakan untuk biaya kebutuhan sehari-hari karena tidak memiliki pekerjaan. Selain untuk dijual, tersangka juga menggunakan barang haram tersebut.

    “Sejak bulan Agustus kemarin saya menjalankan bisnis ini karena tak punya kerjaan. Untuk sabu saya beli dari orang yang mengaku warga Kota Serang tapi tidak tahu alamat pastinya karena hanya ketemu di jalanan saja. Keuntungan dari menjual sabu, saya gunakan untuk keperluan sehari-hari,” akunya kepada petugas. (RED)