Tag: Provinsi Banten

  • Dituding Mangkrak, Kejati Banten Didesak Proses Dugaan Perampasan Sempadan Pantai

    Dituding Mangkrak, Kejati Banten Didesak Proses Dugaan Perampasan Sempadan Pantai

    LEBAK, BANPOS – Lembaga Lingkar Studi Hukum dan Demokrasi (LSHD) dalam rilisnya melaporkan akan melakukan aksi demonstrasi di gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten terkait pelaporan dugaan kasus penjualan lahan milik negara di Desa Pagelaran, Kecamatan Malingping yang diduga dijual oleh oknum desa kepada perusahaan tambak udang pada tahun 2017 lalu.

    Dalam pernyataannya, Sekjen LSHD, Irwan, menyampaikan rencana aksi yang akan dilaksanakan pada 14 September 2023 nanti bertujuan untuk mendesak Kejati Banten segera memanggil pihak-pihak terlapor dan menetapkannya tersangka.

    “Aksi demonstrasi yang akan kami laksanakan merupakan bentuk desakan kepada pihak Kejari agar segera memanggil pihak-pihak terlapor dugaan penjualan lahan milik negara di Desa Pagelaran, dan diminta segera tetapkan tersangkanya,” terang Irwan, Minggu (10/9).

    Irwan menyebut, pada saat demonstrasi nanti, pihaknya akan menyampaikan hasil kajian LSHD terkait dugaan kasus penjualan lahan sempadan pantai itu sesuai data yang dimilikinya.

    “Akan kami sampaikan hasil kajian LSHD terkait dugaan kasus tersebut, yang menurut kami sudah terjadi pelanggaran hukum di sana sesuai data dan fakta yang ada,” katanya.

    Kata dia, soal laporan kasus tersebut sudah diterima oleh pihak Kejati Banten melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kejati Banten, “Sudah dilaporkan dan diterima laporannya,” jelasnya.

    Sementara, informasi dari tokoh di Desa Pagelaran kepada BANPOS membantah tudingan penjualan lahan milik negara pada sempadan pantai Karangnawing yang dituduhkan dijadikan lahan tambak udang itu.

    “Tak ada penjualan sempadan pantai. Memang pantainya sekarang ada pengikisan
    Tapi lahan sempadan 110 meter itu sampai sekarang masih aman, hanya saat ini itu dipagar dan dikurung. Itu tidak dijual. Kalau yang dipakai tambak itu jelas hasil jual beli resmi dan bukan lahan milik negara,” ujar salah satu tokoh di Desa Pagelaran. (wdo/pbn)

  • Ekstrem Panjang Bikin Waspada

    Ekstrem Panjang Bikin Waspada

    BADAN Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah II memprediksi cuaca ekstrim El Nino akan terus berlangsung hingga awal tahun 2024.

    Tidak hanya itu saja, akibat cuaca ekstrim tersebut, BMKG pun juga memprakirakan Provinsi Banten akan mengalami kekeringan meteorologis hingga akhir Oktober 2023.

    Sebab itu, gubernur dan bupati serta walikota se-Provinsi Banten diminta waspada serta melakukan  antisipasi puncak musim kemarau dan dampak El Nino yang berlangsung masih lama, dan diprediksi hingga tahun depan, 2024.

    Kepala BMKG Wilayah II, Hartanto melalui surat resminya yang dikirim kepada Pj Gubernur Banten serta bupati/walikota se-Banten tertanggal 29 Agustus kemarin mengungkapkan,  berdasarkan monitoring musim kemarau dan dampak El Nino Provinsi Banten

    tahun 2023, berpotensi terjadi kekeringan meteorologis.

    “Bersama ini kami sampaikan bahwa seluruh wilayah Provinsi Banten telah

    memasuki musim kemarau. Fenomena El Nino Intensitas Moderat masih aktif dan

    diprakirakan masih aktif hingga awal tahun 2024. Berkurangnya curah hujan pada musim

    kemarau yang dipengaruhi oleh El Nino Moderat yang berpotensi mengakibatkan kekeringan meteorologis diprakirakan masih berlangsung hingga akhir Oktober 2023,” demikian salah satu poin dalam surat tersebut.

    Hartanto menjelaskan, berdasarkan analisis curah hujan dasarian III Agustus 2023, yakni

    potensi curah hujan rendah dan potensi kekeringan meteorologis.

    “Pertama, potensi curah hujan rendah, yaitu kurang dari 50 mm/dasarian berpeluang terjadi di seluruh Provinsi Banten. Kondisi curah hujan rendah ini dapat mengakibatkan peningkatan peluang terjadinya kebakaran hutan dan lahan atau kekeringan lahan

    pertanian,” katanya.

    Kemudian, potensi terjadinya kekeringan meteorologis pada Dasarian III Agustus 2023 di Provinsi Banten. Ada beberapa kategori, Waspada dan siaga.

    “Untuk waspada terjadi di Kabupaten Pandeglang, meliputi Kecamatan Angsana, Cibaliung, Cibitung, Cimanggu, Karang Tanjung, Koroncong, Mandalawangi, Munjul, Pandeglang, Sumur, Warung Gunung,” ujarnya.

    Kemudian daerah yang masuk kategori waspada lainnya adalah Kabupaten Serang meliputi Kecamatan Anyer, Bandung, Baros, Bojonegara, Cikande, Cikeusal, Cinangka, Kramatwatu, Mancak, Pabuaran, Pamarayan, Petir, Puloampel, Tunjung Teja.

    “Kategori Waspada lagi, Kota Serang  meliputi Kecamatan Baros, Curug, Pabuaran, Taktakan. Kota Tangerang meliputi, Benda, Cibodas, Cipondoh, Tangerang.  Kota Cilegon meliputi Kecamatan Cibeber, Cilegon, Citangkil, Ciwadan, Grogol, Jombang, Pulomerak, Purwakarta,” ujarnya.

    Begitupun dengan  Kabupaten Tangerang meliputi Kecamatan Kosambi, Kronjo, Mauk, Pakuhaji, Pasar Kemis, Sepatan, Sepatan Timur, Sukadiri, Teluknaga masih menurut Hartanto masuk kategori waspada.

    Sementara itu, kategori Siaga berada di Kabupaten Tangerang mepiputi  Kecamatan Balaraja, Cikupa, Gunungkaler, Jayanti, Kemiri, Kresek, Mekarbaru, Rajeg, Sindangjaya, Sukamulya, Tigaraksa.

    “Kategori Siaga lainya berada di Kabupaten Lebak meliputi Kecamatan Banjarsari, Bayah, Cibeber, Cigemblong, Cihara, Cijaku, Cileles, Cilograng, Cirinten, Gunung Kencana, Panggarangan, Warung Gunung.  Kota Tangerang meliputi Kecamatan Batuceper,

    Ciledug, Jati Uwung, Karang Tengah, Karawaci, Periuk, Pinang,” ujarnya.

    Adapun kecamatan di Kabupaten Serang yang masuk kategori Siaga yakni,

    Binuang, Carenang, Ciruas, Kasemen, Kibin, Kragilan, Pontang, Tanara, Tirtayasa,

    Waringinkurung. Sementara di Kabupaten Pandeglang berada di Bojong, Cigeulis, Cikeusik, Jiput, Labuan, Mekar Jaya, Panimbang, Patia, Picung, Sobang, Sukaresmi,” paparnya.

    Dan Kota Serang masuk Siaga adalah  Kecamatan Cipocokjaya, Kasemen, Pontang, Serang, Walantaka. Di Kota Tangerang Selatan ada dua kecamatan yakni,  Pamulang dan Serpong Utara.

    “Sehubungan dengan hal tersebut, kiranya informasi ini bisa dijadikan kewaspadaan

    dan pertimbangan untuk melakukan langkah mitigasi dampak ikutan dari kedua kondisi

    tersebut,” harap Hartanto dalam suratnya.

    Mendapati adanya kabar tersebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Banten, berencana akan memperpanjang rencana pelaksanaan modifikasi cuaca untuk hujan buatan di Provinsi Banten.

    Rencananya pelaksanaan program modifikasi buatan itu dilaksanakan hingga 13 Oktober 2023. Pihak Pemprov Banten mengaku telah melakukan pengajuan kembali kepada pemerintah pusat untuk dapat dilaksanakannya program tersebut.

    “Pak Gubernur sudah menyampaikan surat ke BNPB, pak Gubernur mintakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dilakukan dari tanggal 15 Agustus sampai 13 Oktober 2023,” kata Kepala BPBD Provinsi Banten Nana Suryana kepada BANPOS.

    Namun ia menjelaskan, apabila kekeringan itu masih terus berlangsung, maka bukan tidak mungkin usulan perpanjangan pelaksanaan modifikasi cuaca untuk hujan buatan juga akan terus dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Banten.

    “Kalau lewat Oktober yang dimintakan oleh pak Gubernur ternyata masih mengalami kekeringan di Provinsi Banten, kita nanti melakukan permohonan kembali ke BNPB untuk dilakukan Teknologi Modifikasi Cuaca,” imbuhnya.

    Selain melakukan modifikasi cuaca, Pemprov Banten juga akan terus melakukan penyaluran air bersih kepada masyarakat yang terdampak kekeringan.

    Menyinggung soal penetapan beberapa wilayah di Provinsi Banten masuk dalam status siaga, ia berharap, kondisi kekeringan di Banten dapat segera pulih.

    “Tentu kita berharap level nya kembali ke level satu, yaitu level normal,” harapnya.

    Sementara, BPBD Lebak telah mencatat sudah ada 15 desa yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan air bersih.

    Kepala Pelaksana Harian BPBD Lebak, Febby Rizki Pratama kepada wartawan mengatakan untuk kekeringan akan terus berlangsung berdasarkan prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG).

    “Kekeringan yang membuat warga kesulitan air bersih diprediksi masih akan bertambah, seiring dengan prediksi BMKG hingga September 2023 mendatang,” katanya baru-baru ini.

    Menurut Febby, dalam mengatasi kondisi tersebut saat ini pihaknya sudah mengirimkan 30 tangki air bersih ke berbagai titik wilayah yang kesulitan untuk mendapatkan air.

    “Dari tanggal 22 Agustus 2023 sudah 90.400 liter atau 15 tangki lebih yang menjangkau 15 desa yang terdampak krisis air bersih. Hingga saat ini sudah lebih 30 tangki,” ungkap Febby.

    Dikatakannya, dari hasil pemetaan BPBD Lebak, ada 16 kecamatan yang merupakan wilayah rawan mengalami kekeringan dan juga krisis air bersih. Namun delapan diantaranya sudah mendapat intervensi dari pemerintah melalui program Pamsimas dan lainnya.

    “Ya kepada masyarakat yang masih memiliki air bersih untuk memanfaatkan sebaik mungkin, agar tidak terjadi krisis air bersih,” ujar Febby.

    Ada pun 16 kecamatan yang sering dilanda kekeringan, menurut pemetaan BPBD Lebak, di antaranya Kecamatan Maja, Curugbitung, Kalanganyar, Cipanas, Bayah, dan Kecamatan Cibadak. Selanjutnya Kecamatan Cimarga, Leuwidamar, Cirinten, Banjarsari, Warunggunung, Bojongmanik, Malingping, Wanasalam, Cihara, dan Kecamatan Cilograng. Sementara delapan kecamatan yang rawan kekeringan parah yakni kecamatan Cimarga, Warunggunung, Sajira, Maja, Cirinten, Curugbitung, Cirinten, Bojongmanik dan Wanasalam.

    Sementara, warga Malingping, Ali mengaku kesulitan air bersih ini terjadi sudah lebih satu bulan lamanya.

    “Sebagian sumur kami sudah pada kering, dan itupun suka rebutan dengan tetangga. Untuk mandi, cuci dan minum warga yang lain sebagian mencari air ke kali yang terdekat. Bahkan yang punya PDAM pun sering gangguan aliran,” ungkapnya.

    Ditambahkannya, untuk saat ini warga harus memanfaatkan air bersih sebaik mungkin agar tidak sampai kehabisan total. “Kalau air sumur buat keperluan masak dan minum. Kalau air sungai itu buat mandi dan nyuci. Ke kita belum ada bantuan air bersih,” terangnya.

    Senada, warga Sajira tepatnya di Desa Paja, Fitri pun mengalami hal sama. “Kekeringan sekarang sangat parah, satu bulan ini kita kesulitan air. Tapi Kemarin kami mendapatkan bantuan air dari BPBD, Alhamdulillah,” katanya.

    Masyarakat di Serang dan Cilegon (Sergon) meminta kepada semua pemerintah daerah, baik bupati maupun walikota agar menerjunkan petugas guna mengecek langsung dilapangan melihat kondisi kekeringan ekstrem saat ini.

    Salah seorang warga Kabupaten Serang, Risna mengungkapkan, kemarau panjang tahun 2023 bukan hanya menyebabkan air sumur kering serta kesehatan warga terganggu, akan tetapi membuat kebutuhan pangan harganya terus melonjak.

    “Kondisi kemarau sekarang semakin sulit. Mungkin ini adalah ujian dari Allah SWT. Kita saat ini dihadapkan kurang air, banyak yang sakit. Ditambah harga-harga kebutuhan naik,” katanya.

    Atas kondisi tersebut Risna berharap Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah mesti sering melakukan kunjungan kerja kelapangan.

    “Kalau memang Ibu Bupati tidak bisa karena sibuk, setidaknya mengirimkan tim ke kampung-kampung. Sehingga tahu secara nyata apa yang dialami warganya,” ujarnya.

    Senada diungkapkan Hendra, ia berharap ada pejabat turun ke kampung-kampung melihat kondisi warganya yang susah karena kondisi cuaca saat ini.

    “Saya warga Cilegon. Berharap Pak Helldy selaku Walikota melihat masyarakatnya yang ada di pelosok-pelosok. Mereka membutuhkan bantuan pangan dan air bersih,” jelasnya.

    Selama ini kata dia, banyak warga yang merasa bingung harus meminta bantuan ke siapa. “Karena hampir semua warga di pelosok Kota Cilegon menghadapi problematika  yang sama. Kalau pak walikota tidak bisa datang, minimal ada orang jajaranya yang melihat langsung,” ujarnya berharap.

    Sementara itu, Kusno warga Kota Serang berharap ada bantuan secara nyata dari Pemkot kepada masyarakat yang saat ini menghadapi kemarau panjang.

    “Hampir semua butuh air bersih. Karena mengandalkan air bawah tanah tidak cukup. Kami  minta ada kepedulian dari Pak Syafrudin selaku Walikota,” ujarnya.

    Stok Beras Aman Hingga Desember 2023

    Meski kemarau panjang dan dampak El Nino, namun potensi produksi padi di Provinsi Banten sampai akhir tahun 2023 masih terjaga cukup baik.

    Demikian disampaikan Kepala Dinas Pertanian (Distan) Banten Agus M Tauchid, Kamis (31/8).

    “Di bulan Agustus ini potensi produksi kita mencapai 242.943 ton, kemudian bulan September 192.140 ton, bulan Oktober 157.503 ton, bulan November 174.151 ton dan bulan Desember 223.869 ton,” katanya.

    Ia menjelaskan, jika dikalkulasi sampai Masa Tanam (MT) II tahun 2023 ini potensi produksi padi Banten mencapai 2.388.432 ton, melebihi dari target yang direncanakan sebanyak 2 juta ton, yang jika dikonversi menjadi beras diperkirakan mencapai 1.510.206 ton.

    Sementara itu, Pj Gubernur Banten, Al Muktabar usai mengikuti Rakornas Pengendalian Inflasi bersama Presiden Jokowi Al mengaku siap menjalankan segala arahan pemerintah pusat dalam rangka pengendalian inflasi.

    “Kami bersama seluruh jajaran Forkopimda, TPID, Pemda serta tim PKK terus menggiatkan itu, dengan peran dan fungsinya masing-masing, seperti penanaman cabai merah serentak yang dalam waktu dekat kita akan melakukan panen raya dan langsung disambung dengan penanaman kembali,” katanya.

    Kemudian, berkenaan dengan stok daging ayam ras pihaknya mengaku terus melakukan koordinasi dengan para pengusaha peternak ayam yang ada di Provinsi Banten untuk memastikan kondisi pasokan di pasaran tetap aman dan terkendali.

    “Kalau untuk beras, meskipun saat ini sedang masa kemarau panjang dan El Nino, tapi beberapa titik sudah melakukan panen raya, bahkan sampai akhir tahun nanti. Sehingga kita bisa pastikan kondisi kebutuhan beras di Provinsi Banten cukup terjaga,” jelasnya.

    Sebelumnya, Presiden Jokowi mengapresiasi atas kinerja seluruh Kepala Daerah baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten dan Kota yang telah bekerja dengan baik sehingga angka inflasi nasional terjaga dengan baik, bahkan menjadi negara terendah angka inflasinya di negara G20.

    Jokowi juga memberikan arahan kepada seluruh Kepala Daerah agar tetap waspada terhadap potensi kenaikan harga sejumlah barang kebutuhan pokok yang dalam meningkatkan angka inflasi seperti cabai merah, daging ayam serta beras.

    “Ini persoalan yang selalu muncul ketika inflasi meningkat, padahal solusinya sangat mudah dan bisa dilakukan oleh seluruh Pemda. Penanaman cabai serentak itu bisa, atau mengundang investor untuk peternakan ayam ras,” kata Jokowi

    Kemudian yang paling penting juga adalah menjaga stok kebutuhan beras. Ini yang paling penting. Dan Alhamdulillah stok kita untuk tahun ini aman, ada sekitar 1,6 juta ton yang biasanya hanya 1,3 juta ton. (MG-01/WDO/RUS/PBN)

  • Sudah 50 Hektare Gambut Terbakar

    Sudah 50 Hektare Gambut Terbakar

    TANGERANG, BANPOS – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten berhasil memadamkan kebakaran di 50 hektare lebih luas lahan gambut di daerahnya itu.

    “Selama bulan Juli – Agustus ini saja kita sudah menangani 47 kasus lahan gambut terbakar dengan total luas lahan mencapai 45 hingga 50 hektare lebih,” kata Kepala BPBD Kabupaten Tangerang Ujat Sudrajat..

    Dia menerangkan kebakaran lahan gambut di wilayah Kabupaten Tangerang tersebar di sembilan kecamatan, di antaranya di Kecamatan Kresek, Gunung Kaler, Kronjo, Sindang Jaya dan lain sebagainya.

    Adapun dugaan penyebab awal kebakaran itu karena adanya unsur kesengajaan dari masyarakat. Namun, guna memastikan dugaan itu benar, pihak berwenang lah yang akan melakukan penyelidikan.

    Dalam upaya melakukan pemadaman kebakaran hutan dan lahan itu, petugas pemadam kebakaran disebutnya, mendapat tantangan tersendiri. Kondisi ini karena wilayah yang terbakar merupakan lahan gambut.

    Kemudian, keadaan lahan yang kering karena minimnya guyuran hujan selama beberapa pekan terakhir, juga membuat lahan kering dan mudah tersulut dan menyebarkan api.

    Sehingga, kondisi tersebut sangat sulit dilakukan pengendalian dan penanganan atas kebakaran itu.

    “Biasanya itu berawal pembakaran sampah, ditambah saat ini cuaca kemarau jadi gampang merembet,” katanya.

    Ia mengungkapkan, untuk melakukan penanganan terhadap kasus kebakaran itu, pemerintah daerah setempat telah melakukan koordinasi dengan beberapa instansi terkait untuk memberikan imbauan kepada masyarakat tentang pelarangan kegiatan pembakaran lahan atau pun sampah secara sembarangan.
    “Kita minta kepada masyarakat yang mengetahui adanya kebakaran lahan untuk segera melaporkan ke BPBD. Dan jika diketahui ada kegiatan pembakaran lahan agar segera juga melaporkannya ke pihak berwenang,” kata Ujat Sudrajat.(PBN/ANT)

  • Bu Irna dan Bu Iti, Kata Pak Al Pembangunan di Banten Sudah Adil Kok

    Bu Irna dan Bu Iti, Kata Pak Al Pembangunan di Banten Sudah Adil Kok

    SERANG, BANPOS – Pj Gubernur Banten mengaku bahwa prioritas pembangunan Pemprov Banten sudah sesuai dengan kapasitas dan mulai merata. Hal tersebut menanggapi gugatan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang dan Lebak yang merasa pelaksanaan pembangunan di Provinsi Banten, khususnya di wilayah Selatan dengan Utara masih terjadi ketimpangan.

    Mereka menilai, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten lebih menaruh perhatian terhadap pelaksanaan pembangunan di wilayah Utara ketimbang di wilayah Selatan.

    Akibatnya perkembangan pembangunan di wilayah Selatan, Pandeglang dan Lebak, jauh tertinggal bila dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di wilayah Utara seperti Cilegon dan Tangerang Raya.

    Oleh sebab itu Pemkab Pandeglang dan Lebak meminta agar Pemprov Banten dapat berlaku adil serta memberikan perlakuan khusus kepada daerah-daerah di wilayah Selatan agar mereka mampu mengejar ketertinggalan tersebut.

    “Intervensinya harus beda, lex specialis kalau membantu,” kata Bupati Pandeglang Irna Narulita pada Selasa (29/8).

    Salah satu perhatian khusus yang dimaksud adalah menambah jumlah Bantuan Keuangan (Bankeu), karena selama ini menurutnya, jumlah bantuan yang diterima dirasa masih belum mencukupi untuk menuntaskan permasalahan yang terjadi di daerahnya.

    “Kalau Tangerang misalnya Rp20 miliar bantuan keuangan dari Pemprov, lah kita minimal hitungnya Rp100 miliar untuk bisa mengejar ketertinggalan dengan Utara,” imbuhnya.

    Saat dimintai tanggapan perihal penilaian tersebut, Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar mengatakan bahwa, selama ini Pemprov Banten tidak pernah membedakan perhatian antara wilayah Utara dengan Selatan.

    Bahkan, menurutnya saat ini pemerintah justru hadir dalam upaya meningkatkan progres pembangunan di wilayah Selatan, salah satu buktinya adalah beberapa ruas jalan milik kabupaten/kota diambil alih oleh pemerintah provinsi.

    Harapannya dengan kebijakan itu laju pertumbuhan di wilayah Selatan dapat segera terwujud.

    “Ada beberapa ruas jalan yang diambil alih oleh provinsi dan itu bagian dari upaya membuka akses Selatan untuk tumbuh,” katanya kepada BANPOS saat ditemui usai menggelar pelantikan P3K di Lapangan Setda Provinsi Banten pada Rabu (30/8).

    Selain itu, ia juga mengatakan, wilayah Selatan dengan potensi di bidang pertanian nya serta wilayah Utara dengan potensi di sektor industrinya diharapkan mampu saling melengkapi demi terwujudnya pertumbuhan pembangunan di Provinsi Banten.

    “Saling mendukung karena potensi Selatan juga besar dalam rangka potensi agro atau perikanan dan lain-lain,” tuturnya.

    Disinggung soal penambahan jumlah Bantuan Keuangan Provinsi, Al menjelaskan, terkait hal itu harus melihat kemampuan keuangan daerah.

    Karena menurutnya, semua bantuan yang diberikan oleh provinsi sudah disediakan masing-masing porsinya.

    “Itu kan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah ada porsinya,” jelasnya. (MG-01)

  • Ada Aroma Monopsoni Gabah, PT Wilmar Didesak Tutup

    Ada Aroma Monopsoni Gabah, PT Wilmar Didesak Tutup

    SERANG, BANPOS – Sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Komunitas Penggilingan Padi Banten mendesak agar PT Wilmar Padi Indonesia untuk segera ‘gulung tikar’ karena dituding telah melakukan praktik kecurangan monopsoni gabah di Provinsi Banten.

    Tuntutan itu mereka sampaikan saat menggelar aksi di depan PT Wilmar Padi Indonesia yang berlokasi di Desa Terate, Kecamatan Kramatwatu, Kabupaten Serang pada Rabu (30/8).

    Koordinator aksi, Cecep Saifullah mengatakan, keberadaan PT Wilmar Padi Indonesia di tengah masyarakat dirasa merugikan, khususnya bagi masyarakat pelaku usaha penggilingan padi.

    Karena menurutnya, semenjak kehadiran PT Wilmar Padi Indonesia mereka menjadi sulit untuk mendapatkan pasokan gabah dari petani, lantaran seluruhnya sudah dikuasai oleh perusahaan tersebut.

    “Mereka menguasai pasokan gabah, jadi kami pabrik-pabrik kecil tidak mendapatkan gabah,” katanya.

    Selain itu ia juga menuding bahwa PT Wilmar Padi Indonesia telah melanggar kesepakatan bersama dengan para pelaku usaha penggilingan lainnya terkait dengan penetapan harga beli gabah dari petani.

    Perusahaan tersebut membeli gabah dari para petani dengan harga di bawah harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah, yakni sebesar Rp700. Padahal pemerintah telah menetapkan harga gabah dari petani sebesar Rp5.500.

    Dengan kenyataan seperti itu, ia mengatakan, masyarakat pelaku usaha penggilingan padi merasa keberatan karena persaingan pasar yang dinilai nya tidak adil.

    “Saat ini kami penggilingan pabrik kecil tidak mampu bersaing karena mereka perusahaan raksasa,” tuturnya.

    Tidak hanya itu saja, ia juga menuding kenaikan harga beras di pasaran juga disebabkan oleh permainan pasar oleh PT Wilmar.

    “Karena PT Wilmar ini juga mengakibatkan langka dan mahalnya harga beras hingga Rp15 ribu ke atas,” terangnya.

    Oleh sebab itu, Cecep serta masyarakat lainnya mendesak agar PT Wilmar untuk segera tutup dan menghentikan aktivitas operasinya.

    “Maka tuntutan kami adalah menutup sub industri gabah dan beras. Karena mereka industri terpadu, ada banyak pabrik disini,” tegasnya.

    Sementara itu saat dimintai tanggapan mengenai aksi tuntutan masyarakat tersebut, General Manager (GM) PT Wilmar Tenang Sembiring hanya memberikan komentar singkat.

    Ia mengatakan, saat ini pihaknya ingin melakukan audiensi terlebih dahulu dengan pemerintah daerah setempat, agar dapat ditemukan solusi terbaik atas permasalahan yang saat ini tengah dihadapi.

    “Kita sebagai wilmar padi indonesia ingin melakukan mediasi dengan pemerintah daerah setempat agar mediasi ini dapat nanti mendapatkan solusi terbaik demi kebaikan bersama,” katanya.

    Dalam aksi tersebut diperkirakan massa aksi yang hadir mencapai sekitar 1.500 orang.

    Terpisah, Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah menyatakan siap untuk kembali memfasilitasi pertemuan antara PT Wilmar Padi Indonesia dengan para pengusaha penggilingan padi. Sebelumnya, kedua belah pihak pernah bersepakat untuk bisa saling bekerja sama setelah dipertemukan di Pendopo Bupati Serang beberapa bulan lalu.

    “Kita harus duduk bareng lagi, karena awalnya sudah kami pertemukan rapat bersama di Pendopo. Awalnya ada kesepakatan, Wilmar sudah iya, dan Forum Penggilingan Padi juga iya.. Mungkin ada yang tidak dijalankan. Tentu harus ada solusi terbaik kepada kedua belah pihak,” kata Tatu kepada wartawan.

    Tatu mengaku sudah berkomunikasi dengan para pengusaha penggilingan padi maupun pihak Wilmar. “Kami di pemda, tentunya akan melanjutkan memfasilitasi mereka, untuk duduk bersama lagi. Rasanya harusnya ada solusi. Dari awal pertemuan dulu, saya juga menyampaikan. Ini harus win win solution,” tegasnya.

    Saat pertemuan dengan PT Wilmar dan para pengusaha penggilingan padi, Tatu mengaku menyampaikan berbagai pesan. “Saya sampaikan kepada pihak Wilmar. Para pengusaha penggilingan padi ini harus hidup karena forum ini di Kabupaten Serang dibentuk oleh kami. Ini bagian dari masyarakat yang diberi tugas membina para petani. Kami sudah berbagi tugas,” ujar Tatu.

    Pada pertemuan tersebut, kata Tatu, PT Wilmar Padi Indonesia menyepakati memberikan ruang untuk para pengusaha penggilingan padi dalam menjalankan usahanya. “Saya menyampaikan juga ke Wilmar, saya tidak membahas kabupaten kota lain. Saya sudah minta ke Wilmar, dan menyepakati. Jadi saya agak aneh kenapa tidak berjalan,” tandasnya.

    Menurut Tatu, dari Wilmar sudah berkomunikasi menawarkan solusi alternatif. “Nah ini harus duduk bersama, saya tidak bisa memutuskan, kita harus duduk bersama, kita carikan titik kesepakatannya. Segera kami pertemukan kembali,” tegasnya. (MG-01/PBN)

  • Kata Bappeda Banten, Gak Ada Tuh Proyek Strategis Daerah

    Kata Bappeda Banten, Gak Ada Tuh Proyek Strategis Daerah

    SERANG, BANPOS – Istilah proyek strategis daerah (PSD) disebut tidak ada oleh BAPPEDA Banten. PSD yang sempat menimbulkan pertanyaan dikarenakan adanya perlakuan pengawalan dan pengamanan (Walpam) dari Kejati Banten .

    Namun, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Banten menyangkal adanya proyek strategis daerah (PSD), menurutnya yang ada adalah Program Prioritas Daerah (PPD).

    Hal itu disampaikan oleh Kepala Bappeda Provinsi Banten, Mahdani saat ditemui oleh BANPOS usai menggelar pertemuan penyusunan Rancangan Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Banten di Swiss-Bellin, Kabupaten Serang pada Selasa (29/8).

    “Bukan program strategis daerah mungkin salah dengar, yang pernah kami lihat itu adalah program prioritas daerah,” katanya.

    Terkait dengan penetapan status, ia menjelaskan bahwa hal itu dilandasi oleh inisiatif pengajuan dari masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD) nya sendiri.

    Pengajuan itu dilakukan karena sejumlah OPD merasa khawatir, jika dalam pelaksanaannya program tersebut mendapati hambatan di lapangan.

    Oleh karenanya, supaya hal itu tidak terjadi, maka mereka melakukan usulan kepada Kepala Daerah agar program tersebut ditetapkan sebagai program prioritas daerah, dan kemudian mendapatkan pendampingan dari Kejaksaan Tinggi (Kejati).

    Sehingga atas hal itulah, tidak semua program milik pemerintah mendapatkan pendampingan dari Kejati, hanya program yang diusulkan prioritas saja yang mendapatkan pendampingan itu.

    “Nggak semua proyek itu dilakukan pendampingan oleh Kejati. Hanya yang prioritas-prioritas saja. Artinya hanya yang OPD memperkirakan kalau gak ada pendampingan gak selesai ,” ujarnya.

    Di samping itu ia juga menjelaskan bahwa, penetapan status program menjadi program prioritas itu tidak harus dilandasi oleh sebuah aturan.

    Cukup hanya berdasarkan usulan karena dikhawatirkan tidak dapat terlaksana, maka program tersebut dapat ditetapkan sebagai program prioritas.

    “Nggak, artinya ini hanya kendala lapangan saja,” tegasnya.

    Disinggung soal apakah penetapan status tersebut harus menempuh proses studi kelayakan, ia mengatakan masalah tersebut diserahkan kepada masing-masing OPD.

    Namun ia mengaku terkait dengan penetapan tersebut, pihaknya tidak tahu-menahu, karena masalah itu kaitannya dengan Kepala Daerah secara langsung.

    “Proyek ini kan sudah masing-masing dari OPD,” tandasnya.(MG-01/PBN)

  • Pembangunan Banten Dinilai Diskriminatif

    Pembangunan Banten Dinilai Diskriminatif

    SERANG, BANPOS – Pelaksanaan pembangunan di Provinsi Banten dinilai masih diskriminatif karena terlalu difokuskan di wilayah Utara, sementara pelaksanaan pembangunan di Selatan cenderung terkesan diabaikan.

    Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang dan Lebak mendesak agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten mampu mewujudkan pembangunan di Selatan yang setara dengan Utara.

    Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Bupati Pandeglang, Irna Narulita saat ditemui usai menghadiri acara pertemuan Kick Off Meeting Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Banten di Hotel Swiss-Bellin, Kabupaten Serang pada Selasa (29/8).

    Padahal untuk dapat membuka potensi pertumbuhan ekonomi yang baru, menurutnya, harus ada pembangunan yang merata di Provinsi Banten.

    “Untuk membuka akses pertumbuhan ekonomi yang baru, ya harus merata,” katanya.

    Oleh karenanya, melihat hal tersebut ia pun turut mempertanyakan komitmen Pemprov Banten dalam upaya melaksanakan pembangunan yang merata di Provinsi Banten.

    “Kalau mau pembangunan terus di Utara mau ngapain?” tanya Irna.

    Berbicara soal potensi investasi, Irna menyampaikan bahwa wilayah Selatan tidak kalah jauh dengan potensi investasi yang dimiliki oleh wilayah di Utara.

    Wilayah Selatan, khususnya Pandeglang, menyimpan banyak potensi investasi di sektor pariwisata yang bisa dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi Banten.

    Bahkan, berdasarkan data yang disampaikannya, potensi pariwisata di Kabupaten Pandeglang mencapai lebih dari 200 obyek pariwisata, salah satunya adalah Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) dan juga Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung.

    “Banten bisa membuat destinasi pariwisata nasional adanya di Pandeglang, karena hampir ada 256 objek wisata di sana yang bisa kita bangun,” tuturnya.

    Melihat banyaknya peluang investasi tersebut, ia pun mendorong Pemprov Banten untuk mampu menggaet para investor, baik berskala nasional maupun internasional untuk mau berinvestasi di Kabupaten Pandeglang.

    Harapannya dengan begitu, maka kesenjangan pembangunan antara Selatan dengan Utara dapat teratasi karena adanya pemerataan pembangunan dan investasi di Provinsi Banten.

    “Investor-investor dimohon ditarik oleh Pemprov Banten untuk mewujudkan kegiatan kawasan industrinya di Selatan, sehingga akan berkembang tuh, tidak ada lagi kesenjangan si kaya dan si miskin antara Utara sama Selatan,” terangnya.

    Senada, Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya juga mendesak Pemprov Banten untuk dapat berlaku adil terhadap wilayah Selatan terkait dengan pemerataan pembangunan.

    Di samping itu ia juga meminta perlakuan khusus dari Pemprov Banten terkait dengan Bantuan Keuangan Pemerintah Provinsi Banten.

    Sebab, jika melihat permasalahan yang terjadi di dua wilayah tersebut, Pandeglang dan Lebak, menurut Iti jumlah bantuan keuangan yang selama ini disalurkan masih terlalu kecil besarannya.

    Ia meminta supaya ada peningkatan jumlah besaran bantuan keuangan untuk Lebak dan Pandeglang, agar kedua wilayah Selatan itu mampu mengejar ketertinggalan dari wilayah Utara Banten.

    “Kami minta dibedakan, karenakan yang menyumbang IPM terendah, LPE terendah di Lebak dan Pandeglang. Jadi, makanya mungkin bankeu intervensi provinsinya lebih besar,” katanya.

    Terlebih lagi menurutnya, tuntutan itu menjadi wajar, sebab selama ini Pandeglang dan Lebak menjadi penyumbang pajak terbesar bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Banten.

    “Kami kan penyumbang pajak terbesar, masa kami sedikit (Bankeu Provinsi nya),” keluh Iti.

    Walikota Tangerang, Arief R Wismansyah menggarisbawahi isu strategis terkait ekonomi, sumber daya manusia, infrastruktur, lingkungan hidup dan upaya yang sudah dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang dalam menanggulanginya.

    Sumber daya manusia, berharap untuk Banten menuju Indonesia Emas yaitu tercapainya peningkatan lama harapan sekolah 12 tahun, tersedianya SDM sesuai dengan kebutuhan kerja, tersedianya sekolah untuk siswa berkebutuhan khusus, dan tersedianya fasilitas kesehatan di Banten untuk penyakit kronis dan berat.

    “Kita ketahui kewenangan SMA/SMK ini kan ada di provinsi, begitu juga madrasah kewenangannya ada di Kementerian Agama. Harapannya kita perlu duduk bersama, berkomunikasi dan berkoordinasi agar cita-cita kita mewujudkan Banten menuju Indonesia Emas dapat terwujud,” jabar Arief.

    Selain itu, Arief juga membahas terkait kemacetan, pengendalian banjir, kebutuhan infrastruktur pengelolaan sampah, pengelolaan sampah yang belum ramah lingkungan dan lain sebagainya. “Jadi dari berbagai upaya yang sudah dilakukan kita berharap sama – sama bisa wujudkan Banten Menuju Indonesia Emas dan tentunya pemerintah pusat dan provinsi bisa terus bersinergi dengan Pemkot Tangerang,” kata Arief.

    Menanggapi tuntutan tersebut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Banten, Mahdani mengakui bahwa memang telah terjadi ketimpangan pembangunan di Banten.

    Hanya saja ia menilai ketimpangan itu seharusnya dapat dijadikan peluang bagi Kabupaten Lebak dan Pandeglang.

    Karena selama ini kedua kabupaten tersebut dikenal sebagai kawasan penghasil produksi pertanian, sehingga nantinya kedepan Kabupaten Lebak dan Pandeglang mampu menjadi pemasok hasil pertanian bagi kawasan-kawasan lainnya di Utara yang tidak memiliki lahan pertanian.

    “Bagaimana kedepan Lebak-Pandeglang bisa menjadi sumber yang mengisi kebutuhan-kebutuhan masyarakat kita yang di Tangerang Raya,” ujarnya.

    Oleh karenanya, melihat potensi tersebut maka Pemprov Banten berencana akan mengembangkan potensi pertanian di wilayah Selatan menjadi jauh lebih modern dan maju.

    “Di sana ditekan sektor pertanian yang modern sehingga bisa memenuhi kebutuhan Tangerang Raya,” tandasnya.

    Pj Gubernur Banten, Al Muktabar yang hadir memberikan arahan sekaligus membuka kegiatan kick off meeting penyusunan RPJPD Provinsi Banten tahun 2025-2045 dan launching Banten Development Forum. “Masukan-masukan dari seluruh kepala daerah se-Provinsi Banten, kami harapkan bisa terus memajukan Provinsi Banten untuk Indonesia Emas,” ucap Al Muktabar. (MG-01/DHE/PBN)

  • Damha Gantikan Helena Pimpin Kejari Pandeglang

    Damha Gantikan Helena Pimpin Kejari Pandeglang

    PANDEGLANG, BANPOS – Damha menjabat Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pandeglang menggantikan Helena Oktavianne. Hal ini terungkap saat acara pisah sambut Kepala Kejari Pandeglang di Pendopo, Senin (28/8).

    Damha sebelumnya menjabat Kejari Kabupaten Gunung Sitoli, Provinsi Sumatera Utara, dan Helena Oktavianne dipindah tugaskan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Jambi menjabat sebagai Asisten Pengawasan (Awas) .

    Bupati Pandeglang, Irna Narulita mengucapkan terimakasih kepada Helena Oktavianne yang kurang lebih menjabat Kajari Pandeglang selama 1,6 tahun.

    “Saya selaku Bupati mengucapkan banyak terimakasih, karena Pemerintah Daerah Pandeglang banyak dibantu diantaranya penyelesaian aset dan piutang pajak,” kata Irna saat memberikan sambutan.

    “Selamat bertugas ditempat yang baru untuk Ibu Helena, tetap sukses dan amanah. Selamat datang kepada Bapak Damha, kami siap bekerjasama dalam melaksanakan tugas dari apa yang telah dibangun oleh pejabat yang sebelumnya,” katanya.

    Helena Oktavianne mengatakan, banyak kenangan manis saat tugas di Pandeglang. Walaupun dirinya sudah pindah ke provinsi lain,akan tetapi tetap terbuka untuk seluruh pejabat Pandeglang dalam hal koordinasi.

    “Walaupun kami sudah tidak disini, tetap kami merasa dekat dengan Pemerintah Daerah Pandeglang,” katanya.

    Sementara itu, Kajari Pandeglang yang baru dilantik Damha mengatakan, sebelum dilantik sebagai Kajari Pandeglang, dirinya menjabat Kajari Gunung Sitoli di Pulau Nias.

    “Kami asli dari Palembang, tapi tugas di Provinsi Banten bukan hal yang baru dan ini merupakan yang ketiga kalinya,” katanya.

    Damha mengaku, dirinya memang paling lama bertugas di Kejaksaan Agung (Kejagung). Namun pada tahun 2002 -2006 , 2012 – 2014 pernah bertugas di Provinsi Banten, sehingga sempat berdomisili di Serang Banten.

    “Tahun 2019 kami ditugaskan ke Kejati Kalimantan Barat, selanjutnya ke Gunung Sitoli dan sekarang mendapatkan amanah menjabat Kajari Pandeglang,” terangnya.

    Menurutnya, sebagai Kajari yang baru, ia meminta kerjasamanya kepada seluruh pejabat di Kabupaten Pandeglang agar dapat melaksanakan tugas dengan baik.

    “Jika ada hal yang perlu didiskusikan kami siap, karena tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan niat baik. Saya mohon dukungan, apa yang sudah dirintis oleh Ibu Helena semua hal positif kita akan meneruskan,” ungkapnya.(dhe/pbn)

  • Pemerintah Belum Maksimal Dalam Penanganan Kekeringan

    Pemerintah Belum Maksimal Dalam Penanganan Kekeringan

    MESKI pemerintah daerah telah menyiapkan sejumlah program antisipasi dan mitigasi terkait bencana kekeringan dan gagal panen, namun usaha tersebut dinilai masih belum maksimal dan masih harus ditingkatkan.

    Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi Banten Oong Syahroni menilai, langkah-langkah antisipasi yang dilakukan oleh Pemprov Banten terhadap sejumlah lahan pertanian di Banten masih terbilang belum begitu optimal.

    ”Sejauh ini program itu ada tetapi belum optimal,” ucapnya saat ditemui oleh BANPOS di ruangannya pada Kamis (24/8).

    Kurang optimalnya pelaksanaan program mitigasi itu menurutnya, disebabkan oleh masih rendahnya anggaran yang disediakan oleh Pemerintah Provinsi Banten.

    Anggaran yang disediakan selama ini hanya berkisar di angka 3,2 persen dari total APBD. Idealnya menurut Oong, anggaran untuk penanganan masalah di sektor pertanian berkisar di angka 6-7 persen dari total APBD.

    ”Anggaran sektor pertanian ini minimal di kisaran 6 persen sampai 7 persen,” tuturnya.

    Oleh karena itu di pembahasan perubahan APBD tahun ini, Komisi II DPRD Provinsi Banten akan mendorong adanya peningkatan anggaran untuk pelaksanaan program di sektor pertanian.

    ”Tentunya kita di hak budgeting, kita akan berusaha menambah alokasi anggaran untuk beberapa kegiatan yang menurut kita penting,” tandasnya.

    Anggota dewan sekaligus Ketua Komisi II DPRD Kota Cilegon Faturohmi, mengaku telah mendorong sejumlah instansi pemerintah untuk mengentaskan krisis air bersih di wilayah perbukitan di Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon. Menurutnya, DPRD selalu intens membahas persoalan tersebut dalam setiap rapat bersama organisasi perangkat daerah.

    Sementara menyikapi kondisi krisis air bersih yang terjadi di Lingkungan Cipala, Kelurahan Lebak Gede, Kecamatan Pulomerak, Faturohmi meminta PDAM ataupun OPD lain untuk segera mengirimkan bantuan demi memenuhi kebutuhan air bersih di wilayah perbukitan tersebut. “Jadi memang setiap rapat soal itu jadi pembahasan kami, kalau menyikapi kondisi di Cipala kami meminta PDAM untuk segera mengirimkan bantuan air bersih bagi warga di sana,” ujar Faturohmi.

    Dia menyampaikan, bantuan air bersih memang disediakan oleh pemerintah melalui PT Krakatau Tirta Industri yang memasok air untuk PT Indonesia Power di Suralaya. Meski begitu, diakuinya, ada beberapa kendala sehingga memperlambat penyaluran bantuan kepada warga. “Memang ada mobil tangka yang disediakan pemerintah untuk menyalurkan air bersih, tapi mungkin kemarin ada kendala,” terang Politisi Partai Gerindra ini.

    Faturohmi berujar, problematika kekurangan air bersih memang bersifat klasik sehingga perlu ada tindakan nyata dari pemerintah untuk mengentaskan persoalan tersebut. Ia juga kembali menegaskan, bahwa hal tersebut sering menjadi pembahasan saat rapat bersama OPD. “Ini sebenarnya masalah klasik yang dari dulu sudah ada, jadi perlu ketegasan pemerintah dalam mengentaskan persoalan ini,” katanya.

    Kepala Distan Banten, Agus M Tauchid, mengungkapkan, untuk menanggulangi semakin meluasnya kerugian akibat kekeringan yang saat ini terjadi, Distanak telah menyiapkan sejumlah program pengentasan masalah, salah satu di antaranya adalah program AUTP atau asuransi usaha tanaman padi.

    Program asuransi tersebut diperuntukkan bagi petani yang lahan pertaniannya mengalami gagal panen akibat musim kemarau seperti saat ini.

    Berdasarkan penuturannya, para petani dibebankan premi sebesar Rp36 ribu per hektar per musim. Dari premi yang dibayarkan itu para petani mendapatkan klaim asuransi sebesar Rp6 juta.

    ”Kalau yang 20 hektar yang berat masuk ke dalam AUTP (asuransi usaha tanaman padi) mereka mendapat klaim asuransi satu hektar Rp6 juta,” jelasnya.

    Hanya saja dalam pelaksanaannya, tidak semua petani di Provinsi Banten bersedia untuk ikut bergabung ke dalam program tersebut.

    Oleh karenanya, perlu dilakukan edukasi secara terus menerus kepada para petani tentang betapa pentingnya tergabung dalam program asuransi petani. Dengan begitu, menurutnya, kerugian akibat dampak kekeringan dapat diminimalisir.

    ”Melihat potret gambaran ini kalau seandainya mereka masuk kepada AUTP, ya mungkin dengan berita acara dan sebagainya, tingkat kerugian bisa ditekan,” terangnya.

    Selain menyiapkan program asuransi, Distanak Provinsi Banten juga memberlakukan program-program lainnya seperti pemberian bibit gratis, bantuan pompanisasi, hingga pembuatan sumur bor.

    ”Melalui APBD perubahan ingin memberikan bantuan sumur pantek atau sumur bor,” tandasnya.

    Selain itu, lanjutnya, Distan Provinsi Banten juga telah memiliki Petugas Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) yang tersebar di seluruh Kecamatan di Provinsi Banten. Dimana posisi mereka sebagai garda terdepan dalam menerima dan memberikan laporan daerah mana saja yang terjadi bencana kekeringan maupun banjir.

    “Mereka selalu melaporkan secara rutin kepada kami ketika terjadi bencana kekeringan atau banjir di wilayah binaannya masing-masing,” ucapnya.

    Upaya pemulihan sawah atau padi yang sudah ditanam lanjut Agus membuahkan hasil. “Periode Mei sampai Juni saja,  sawah masyarakat terdampak kekringan yang dapat dipulihkan sebanyak 649 hektar dan yang panen 29 hektar.

    “Upaya ini terus kami dengan pemerintah kabupaten/kota dan seluruh jajaran agar sawah terdampak dapat dipulihkan,” jelas Agus.

    Kepala Pelaksana BPBD Banten Nana Suryana mengaku  telah menyusun langkah strategis untuk mengantisipasi dampak El Nino yang diprediksi mengalami puncaknya pada bulan Agustus hingga Oktober 2023. “Di antara fokus perhatian adalah ketersediaan air bersih untuk masyarakat  dan pompanisasi untuk keberlanjutan produksi padi,” katanya.

    Nana menuturkan sejumlah dampak yang mungkin terjadi akibat fenomena El Nino, diantara kekeringan air, kebakaran hutan dan lainnya. Sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut, Bapak Pj Gubernur Banten telah mengarahkan OPD terkait untuk melaksanakan langkah-langkah strategis yang terdapat pada rencana aksi yang telah ditentukan.

    “Semua pihak terlibat dalam mengantisipasi akibat fenomena El Nino,  seperti TNI/Polri, Kementerian PUPR, Kementerian Pertanian, BMKG, serta unsur Organisasi Perangkat Daerah Dinas Pertanian, Dinsos, Dinas ESDM, Dinas PUPR, BPBD, Dinas PRKP dan instansi-instansi terkait lainnya,” katanya.

    Selanjutnya, terkait dengan kekurangan air bersih, pihaknya telah menyiapkan sejumlah sarana prasarana seperti 10 armada yang digunakan untuk mendistribusikan air bersih ke sejumlah wilayah yang mengalami kekeringan sehingga dapat membantu masyarakat.

    “Untuk mobil angkutan air bersih, Provinsi Banten memiliki 10 unit dan setidaknya di setiap Kabupaten/Kota juga memiliki 10 sampai dengan 25 unit, mudah-mudahan itu dapat dioptimalkan,” jelasnya.

    Tidak hanya itu, pihaknya juga telah melakukan koordinasi dengan Disperindag Banten untuk berkomunikasi dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki armada pengangkut air bersih untuk membantu dalam pendistribusian ke wilayah yang mengalami kekurangan air bersih.

    “Kita juga berkoordinasi dengan Disperindag Provinsi Banten untuk meminta perusahaan swasta yang memiliki angkutan itu agar dapat membantu akibat dampak kekeringan,” imbuhnya.

    Pihaknya juga telah menyiapkan sistem pompanisasi untuk mengantisipasi dampak kekeringan di wilayah persawahan.

    “Kita juga menyiapkan pompanisasi, baik itu di BPBD Provinsi atau Kabupaten/Kota yang biasa kita gunakan itu saat banjir, pada saat ini kita bisa gunakan untuk menyedot air dari sumber yang nantinya dapat mengairi persawahan,” tuturnya.

    Kabid Pertanian dan Penyuluhan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Serang, Andriyani mengungkapkan, upaya yang pihaknya lakukan, selain melakukan pemetaan atau mapping atau identifikasi yang menyeluruh secara terus menerus, juga melakukan beberapa penyelesaian permasalahan.

    “Misal, apabila gagal panen seperti itu, maka kita mengajukan gagal panen karena kekeringan yang tidak bisa disematkan. Lalu kita usulkan adanya bantuan benih untuk musim yang akan datang. Kemudian bilamana ada daerah-daerah yang airnya mencukupi, maka dilakukan percepatan tanam,” ujarnya.

    Kemudian, bilamana sumber airnya ada dan bisa dilakukan upaya-upaya atau sebagai solusi permasalahan pihaknya juga melakukan pengeboran untuk menyiapkan pompa air.

    “Itu beberapa yang sedang kami lakukan. Kemudian sedang kami terus-menerus konsolidasikan di lapangan bersama penyuluh dan POPT. Kemudian yang akan kita lakukan adalah kita mencoba ke BPPTH (balai perbenihan tanaman hutan) atau Dinas Pertanian Provinsi Banten untuk memohon bantuan benih untuk mengganti panen yang gagal. Di musim kedua sekitar bulan Mei, Juni Atau Agustus, ini untuk penanamannya berikutnya sudah ada benih. Dengan catatan sudah musim hujan.” ucapnya.

    Dengan luas tanam Kota Serang, yakni seluas 3000 hektar dan yang terkena puso sekitar 18 hektar. Menurutnya, hal tersebut hanya sepersekian persen saja dari total keseluruhan dan tidak akan begitu berdampak besar terkait ketersediaan pangan.

    “Insyaallah tidak mempengaruhi ketersedian pangan. Karena banyak yang sudah panen,” tandasnya.

    Fungsikan Bendungan Sindangheula

    Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Hasan Basri mengungkapkan bahwa terkait dengan efek dari El Nino, yakni kekeringan dan bahkan sampai adanya gagal panen, hal tersebut di luar dari kuasa manusia.

    “Karena ini kan alam, tapi semoga kedepan bisa lebih baik. Kalau pun ada peran dari pemerintah daerah, terutama dinas pertanian, ini aga sulit partisipasinya karena ini alam,” ungkapnya, Kamis (24/8).

    Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa disaat timbulnya masalah kekeringan seperti saat ini. Seharusnya bendungan Sindangheula bisa dipergunakan untuk kebaikan masyarakat.

    “Yang lain mungkin kita juga berharap, Bendungan Sindangheula bisa segera dipergunakan agar terlihat perannya. Mestinya itu juga bisa ada manfaatnya untuk masyarakat kota serang. Terutama disaat kekeringan seperti ini. Agar bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Karena kan sepanjang Kali Cibanten ini melintasi Kota Serang. Ketika disana dibendung, manfaat untuk Kota Serang apa. Terutama saat kering seperti ini,” tandasnya.

    Namun demikian, dirinya menuturkan bahwa memang saat ini dalam pengelolaan air juga masih dirasa belum maksimal. Secara teknologi memang El Nino ini terprediksi, karena terkait perubahan iklim dan lainnya.

    Hasan juga menyayangkan terkait proyek perbaikan irigasi yang saat ini dikerjakan pada saat musim yang panas ini. Pasalnya, hal tersebut membuat aliran air yang ada di irigasi tidak tersalurkan karena di bendung.

    “Sehingga mestinya jadwal perbaikan irigasi dan sebagainya menyesuaikan. Tidak pas kalau sekarang pas kering-keringnya malah perbaikan, sehingga akibatnya kemana-mana,” ujarnya. (MG-01/CR-01/MYU/RUS/LUK/DZH/PBN)

  • Kekeringan, Petani ‘Liburan’ Panen

    Kekeringan, Petani ‘Liburan’ Panen

    PROVINSI Banten saat ini menjadi salah satu wilayah yang secara perlahan turut mengalami dampak kekeringan akibat terjadinya cuaca ekstrim El Nino. Hal itu terbukti di mana saat ini wilayah Provinsi Banten ditetapkan status darurat air bersih dan kekeringan.

    Berdasarkan data dari Dinas Pertanian (Distan) Banten, sampai dengan 21 Agustus kemarin, kondisi kekeringan di lapangan yang terdampak sekitar 1.438 hektar.

    Paling banyak yang terdampak di Lebak, Pandeglang dan Kabupaten Serang.

    Kepala Distan Banten, Agus M Tauchid Kamis (24/8) menyebutkan dari 1.438 hektar  luas lahan pertanian padi, tidak semuanya mengalami puso atau gagal panen. “Ada yang kekeringan ringan, sedang, berat dan puso,” kata Agus.

    Ia menjelaskan, dari kriteria kerusakan lahan sawah, untuk rusak sedang sebanyak 1.143 hektar,  sedang 253,5 hektar, berat  22 hektar dan puso 20 hektar. “Kami terus melakukan koordinasi dengan pemerintah kabupaten/kota, dan mencoba melakukan pemulihan bagi sawah masyarakat agar tidak  rusak maupun puso,” katanya.

    Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Lebak, Rahmat mengatakan, data terbaru yang diterima oleh pihaknya dari POPT Provinsi Banten terhadap kondisi Puso atau gagal panen di Kabupaten Lebak yakni seluas satu hektar lahan.

    “Kalau ancaman (puso) pasti ada, karena banyak wilayah yang kekeringan di kondisi sekarang. Tapi untuk yang bisa mengeluarkan data kan dari POPT, yang resmi kami terima kemarin seluas satu hektar,” kata Rahmat kepada BANPOS.

    Rahmat menjelaskan, pihaknya telah menghimbau kepada masyarakat terutama petani sedari jauh hari sebelum fenomena kekeringan terjadi guna mengantisipasi adanya gagal panen.

    “Sejak bulan Mei lalu kita sudah menghimbau ke masing-masing BPP untuk menyampaikan bahwa antisipasi sedini mungkin harus dilakukan seperti menanam padi tahan kekeringan, melakukan pemanfaatan air dengan baik,” jelasnya.

    Ia menerangkan, dirinya telah mengajukan bantuan pompa kepada Pemerintah Provinsi dan mendapatkan bantuan dari Pemerintah Pusat untuk petani yang mengalami kekeringan.

    “Kita belum tau ya turun (bantuan) kapan, yang jelas kita sudah mengajukan dan mendapatkan informasinya,” ujarnya.

    “Yang jelas, sampai saat ini kita harus bisa memanfaatkan sumber air yang ada terlebih dahulu untuk mengantisipasi terjadinya gagal panen,” tandas Rahmat.

    Kabid Pertanian dan Penyuluhan Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Serang, Andriyani mengungkapkan bahwa menurutnya gagal panen karena dampak El Nino memang benar adanya. Terkait hal tersebut, Pemerintah Kota Serang sudah mengeluarkan surat edaran pada beberapa waktu yang lalu menjelang adanya el Nino. Kemudian dengan berjalannya waktu sekitar hampir tiga bulan, dampak El Nino semakin terasa dengan adanya musim yang semakin kering atau panas.

    “Ya, memang karena dampak El Nino ya. Jadi pemerintah kan harus melakukan beberapa upaya baik upaya preventif atau antisipasi. Kebetulan juga dengan adanya beberapa laporan dari petugas pengendali organisme pengganggu tanaman (POPT). kami dalam hal kekeringan kemudian Puso,  kategori-kategori dampak negatif itu memang sudah ada petugasnya tersendiri yang bisa memverifikasi atau memastikan bahwa ini kekeringan kategori berat, ringan atau sedang, atau bahkan puso sekalipun,” ujarnya, Kamis (24/8).

    Ia juga menjelaskan, selain karena efek El Nino, juga dampak dari adanya perbaikan saluran irigasi. Karena di wilayah Kasemen, sumber airnya berasal dari Pamarayan Barat.

    “Kebetulan adanya pengerjaan perbaikan dari pusat Karena itu adalah wilayah Pusat dan dipicu juga oleh level debit air di Bendungan Pamarayan yang semakin menurun jadi memang pasokan-pasokan air juga mengalami penurunan. Jadi saya kira, dampak El Nino ini berdampak dari beberapa aspek, baik pasokan air dari irigasi menurun karena level air dari bendungan menurun,” jelasnya.

    Dirinya menerangkan bahwa memang ada beberapa daerah di Kota Serang yang laporannya masuk. Akan tetapi, laporan yang ada sifatnya dinamis. Saat ini data yang sudah terkumpul ada sekitar 85 hektar yang mengalami kekeringan, dengan kategori ringan. Dirinya mengatakan, bahwa data tersebut merupakan data dua tiga hari yang lalu.

    “Kemudian ada yang Puso 18 hektar, kemudian yang masuk pada kategori berat, itu kalau nggak salah ada enam sampai tujuh hektar. Kalau tidak lihat kategori, itu ada lebih dari 100 hektar,” terangnya.

    Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Pandeglang, M Nasir membantah adanya petani yang gagal panen. Karena menurutnya pihak dinas sebelumnya sudah melakukan antisipasi dampak el Nino.

    “Nggak ada, belum ada laporan gagal panen. Kita kan dari awal sudah antisipasi, yang namanya dampak kekeringan atau el Nino yang diperkirakan pada bulan September-Oktober dan sampai hari ini tidak ada yang melaporkan. Karena yang pertama daerah kita sudah panen, tradisi kita kalau musim kemarau kan menanam palawija seperti di Kecamatan Sobang dan Panimbang,” katanya.

    Menurutnya, agar produksi padi tidak menurun. Pemerintah pusat telah menurunkan program Gerakan Nasional (Gernas) el-nino seluas 500 ribu hektar se-Indonesia.

    “Kita saat ini diminta seluas 5 ribu hektar dari hasil koordinasi dan sekarang sedang kita persiapkan penetapan Calon Petani Calon Lokasi (CPCL),” terangnya.

    Untuk Kabupaten Pandeglang, saat ini telah diintervensi oleh Kementerian Pertanian untuk bibit dan pupuknya. “Intervensinya mempercepat masa tanam, untuk daerah-daerah yang memungkinkan. Kedua untuk daerah Peningkatan Indeks Pertanaman (PIP), yang tadinya dua kali kita cepat suruh tanam cepat jangan menunggu,” ujarnya.

    Nasir menambahkan, untuk lahan yang belum ditanami padi lagi dan membutuhkan air. Jika ada sumber airnya difasilitasi dengan alkon untuk mengairi areal sawahnya.

    “Untuk mempercepat masa tanam, nanti difasilitasi seperti sumur pantek, pompa atau alkon. Seperti di Kecamatan Picung, kan ada sumber air dan lahannya belum ditanam kita suruh percepat tanam,” ucapnya.

    Menanggapi petani yang gagal panen, Nasir mengatakan bahwa petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) Provinsi Banten, hingga saat ini belum memberikan laporan.

    “Seperti di Margagiri, disana kan ada petugas POPT. Petugas POPT belum ada laporan, kalau ada laporan kan pasti sudah masuk karena dia memiliki kewenangan yang menyatakan bahwa kena puso atau rusak berat atau sedang. Kalau seperti itu di Pagelaran segera mengusulkan untuk sumur pantek atau pompa,” pungkasnya.

    Tapi, jika tidak bisa diselamatkan berarti masuk padi rusak dan yang menyatakan puso dan gagal panen itu petugas POPT Provinsi Banten.

    “Jadi yang menyatakan puso itu dari POPT, bukan penyuluh atau dinas. Jika faktanya ada yang gagal panen, agar segera berkoordinasi kalau kita bisa bantu bila ada sumber air usahakan agar tanaman itu bisa diselamatkan. Dari awal sudah disampaikan agar melihat kondisi, jangan dipaksakan tanam padi jika tidak air,” pungkasnya.

    “Mungkin petani itu tidak masuk kelompok bisa saja, saya kira kalau petani yang lain itu kan sudah paham.Kalau tidak ada sumber air jangan dipaksa tanam padi, kalau ada sumber air mungkin kita bisa bantu menyediakan alkon,” ungkapnya.

    Pengakuan beberapa Kordinator Wilayah (Korwil) Balai Penyuluh Pertanian (BPP) di beberapa kecamatan Baksel mengaku musim kemarau El Nino tidak terlalu berdampak kuat.

    Tampak salah satu kondisi persawahan yang mati fungsi akibat terdampak kekeringan di Desa Cilangkahan Kecamatan Malingping. Kamis (24/08)

    Seperti halnya, Korwil BPP Kecamatan Panggarangan, Rahmat Saehu kepada BANPOS menyebut dari luas lahan 2.677 Hektar lahan sawah yang ada di Panggarangan sebagian besar untuk lahan pertanian di wilayah kerjanya sudah panen belum lama ini. “Untuk di Panggarangan tak ada kendala, kebetulan pas masuk musim kemarau sudah panen pas masuk awal bulan. Paling kita menghadapi musim ke depan aja, jadi El Nino di kita belum berdampak besar,” ujarnya.

    Hal senada juga dikemukakan Korwil BPP Kecamatan Cibeber, Nopa yang menjelaskan untuk di Cibeber dampak kekeringan tidak terlalu berdampak, dikarenakan selain petani sedang dan sudah pada panen, petani setempat juga terikat dengan sistem adat.

    “Untuk di Cibeber mah kita saat ini sedang memulai panen serempak. Jadi tak ada masalah. Karena kita di sini sesuai aturan adat tanam padinya setahun cuma sekali. Jadi petani disini belum merasakan dampak, apalagi kebanyakan lahan pertanian di sini berada di ketinggian, jadi aman pa,” ungkap Nopa.

    Terpisah, Kepala Bidang Bina Usaha dan Perlindungan Tanaman, Distan Lebak, Irwas mengatakan dalam menghadapi fenomena el nino, Distan Lebak mengaku telah mengeluarkan Surat Edaran kepada semua Korwil BPP Se Kabupaten Lebak,

    “Untuk menghadapi el Nino pada Tanggal 12 Mei lalu kita sudah mengeluarkan surat edaran. Yang intinya mengantisipasi dampak el nino dengan melakukan percepatan tanam di wilayah yang masih tersedia sumber air,” ujarnya.

    Selain itu, semua Korwil diminta menggunakan varietas yang tahan kekeringan. “Dengan cara melakukan pemeliharaan terhadap saluran irigasi, pipanisasi dan embung, melakukan gilir air yang dikelola oleh P3A, serta menginventarisasi wilayah-wilayah yang rawan terjadinya kekeringan serta ketersediaan sumber air,” terangnya.

    “Berdasarkan data yang kami peroleh dari Koordinator POPT Kabupaten Lebak, sampai dengan tanggal laporan 15 Agustus 2023 per 21 Agustus 2023 telah terjadi kekeringan dengan luasan mencapai 153 hektar, yang terdiri dari kategori ringan seluas 93 hektare, sedang seluas 32 hektar, berat seluas 5 hektar dan puso seluas 1 hektar,” jelas Irwas.

    Atas kasus tersebut, Distan telah berkoordinasi dengan BPTPH Provinsi Banten untuk melakukan gerakan penanganan kekeringan serta permohonan bantuan pompa. Adapun mengenai kalkulasi capaian hasil panen di tahun ini sebenarnya di Lebak sudah termasuk lebih.

    “Jadi sampai dengan Bulan Juli 2023 produksi padi di Kabupaten Lebak sebanyak 422.522 Ton, Gabah Kering Panen atau setara 221.850 Ton beras.  Apabila Kebutuhan beras perkapita pertahun sebesar 101,6 Kilogram, produksi beras itu masih termasuk surplus selama 11 bulan terakhir ini,” paparnya.

    Sementara, akibat kemarau yang terjadi beberapa bulan terakhir, petani di Desa Margagiri, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pandeglang mengaku mengalami gagal panen karena kurangnya pasokan air.

    Salah seorang petani di Desa Margagiri, Mamah mengaku padi yang ditanamnya tiga bulan yang lalu, saat ini kondisinya tidak bisa dipanen karena kurangnya pasokan air.

    “Seperti inilah kondisi padi di sawah saya yang gagal panen, karena kurangnya pasokan air akibat kemarau,” kata Mamah kepada BANPOS seraya menunjukan tanaman padi yang gagal dipanen.

    Salah seorang petani di Desa Margagiri, Mamah, saat menunjukkan padi hasil panennya.

    Mamah menjelaskan, sebelumnya ia tidak menyangka kemarau yang terjadi saat ini begitu parah. Sehingga tanaman padinya mengering dan tidak bisa dipanen.

    “Saya kira kemaraunya tidak separah ini, sehingga membuat tanaman padi tidak bisa dipanen. Bahkan kondisi tanah sawah saya menjadi kering dan belah-belah,” jelasnya.

    Menurutnya, untuk menunggu musim tanam kembali, ia ingin sekali menanam tanaman yang lain. Namun tidak ada yang membantunya, karena suaminya sudah tidak ada.

    “Dulu sebelum suami saya meninggal sih suka menanam tanaman lain seperti sayuran atau semangka, akan tetapi sekarang sudah tidak sehingga tidak ada yang membantu saya,” terangnya

    Namun begitu, lanjut Mamah, meskipun ia bisa menanam tanaman yang lain, belum tentu juga bisa dipanen sesuai keinginan. Mengingat, petani lain yang menanam semangka juga gagal panen.

    “Lahan yang disebelah juga yang ditanami semangka gagal panen, karena kemarau sekarang begitu parah. Meskipun ada air juga rasanya asin, sehingga dapat merusak tanaman,” ungkapnya.

    Oleh karena itu, kata Mamah, meskipun gagal panen, namun ia membiarkan sawahnya tidak ditanami tanaman lain.

    “Mau bagaimana lagi, dengan kondisi seperti ini saya biarkan saja sawah saya tidak ditanami tanaman lain sambil menunggu musim penghujan,” pungkasnya.

    Terpisah, petani semangka, Daming mengaku bahwa pada musim tanam tahun ini merugi hingga puluhan juta akibat kemarau yang terjadi.

    “Akibat kemarau, tanaman semangka saya tidak tumbuh dengan sempurna, sehingga gagal panen dan merugi puluhan juta,” katanya.

    Menurutnya, dari lahan seluas 1,5 hektar ini, untuk modal tanamnya saja sebesar Rp 60 juta. Sedangkan hasilnya panennya tidak sebanding dengan modal yaitu sebesar Rp 20 juta.

    “Modal tanamnya saja Rp 60 juta, hasilnya cuma Rp 20 juta. Jadi ruginya itu sebesar Rp 40 juta. Itu juga belum termasuk tenaga,” jelasnya.

    Daming mengaku, gagal panen semangka akibat kurangnya pasokan air, sehingga semangka tersebut tidak tumbuh dengan sempurna.

    “Kemarau sekarang ini begitu parah tidak seperti pada tahun sebelumnya, bahkan sumur yang kita buat juga sudah ada yang kering,” ungkapnya.

    Seorang petani di Malingping, Rijal mengaku sudah tidak ke sawah lagi karena sawahnya kering kerontang. “Mau ke sawah gimana, sawahnya juga kering. Irigasinya juga tak ada airnya. Paling nanti aja kalau musim hujan. Harusnya saat ini kita masuk panen kedua, ini mah liburan paceklik,” keluhnya. Kamis (24/8).

    Pantauan BANPOS di lapangan, petani hortikultura warga Bayah, Didin mengatakan saat ini tanaman tidak bisa tumbuh, lahan pertanian kering kerontang. Menurutnya dampak kekeringan ini menyebabkan lahan garapannya  lebih empat bulan mati fungsi.

    “Ini jelas berdampak. Lahan saya sudah lebih 4 bulan nganggur, kering tak ada air. Jangankan untuk sawah, di Bayah ini air untuk kebutuhan sehari-hari aja susah. Nunggu bantuan pemerintah gak ada, katanya harus punya kartu tani, ribet. Upaya dari dinas untuk menghadapi kekeringan ini belum ada yang terlihat nyata,” kata Didin.

    Salah satu petani asal Kecamatan Sajira, Rohman mengaku dirinya tak berdaya menghadapi kekeringan yang terjadi di area persawahannya. Hingga saat ini ia masih mengharapkan datangnya hujan untuk membantu mengairi lahan yang ia tanam.

    “Lebih sering ngelamun aja sekarang mah, petani lain juga sama bingung jadinya,” kata Rohman kepada BANPOS.

    Hal senada diungkapkan oleh Umam, petani asal Kecamatan Cibadak. Ia mengaku saat ini saluran air kecil yang biasanya dijadikan media pengairan sawahnya tidak mengaliri air sama sekali.

    Ia menjelaskan, belasan hektar sawah milik keluarganya terancam gagal panen karena jauh dari sumber air.

    “Kalau lihat yang banyak duit mah mereka bisa pake airnya sendiri kan enak. Kita mah cuma bisa liatin aja,” papar Umam.

    Warga lingkungan Puji, Kelurahan Terumbu, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Sahlabi (52) mengungkapkan bahwasannya sawah yang ditanami padi olehnya alami gagal panen.

    Dirinya menuturkan bahwa lahan miliknya dan beberapa lahan milik warga lain yang ada di lingkungannya gagal panen akibat irigasi yang tidak lancar.

    “Iya gagal panen, sawah saya yang gagal panen luasnya 8000 meter persegi. Tapi kalau di total dengan milik yang lain di sekitar 2 hektar,” tuturnya.

    ”Yang lain juga ada yang bisa dipanen, tapi hasilnya sedikit. Ini akibat irigasi yang tidak lancar,” tandasnya.

    Terpisah, sejumlah Ibu Rumah Tangga (IRT) warga RW 05, Lingkungan Cipala, Kelurahan Lebak Gede, Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon, harus naik turun bukit serta masuk ke hutan demi mendapatkan air bersih untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

    Berdasarkan hasil pantauan pada Senin 21 Agustus 2023, ibu-ibu warga setempat terpantau antre menunggu giliran untuk memenuhi jerigen yang dibawanya untuk di isi air dari sumber mata air yang mulai mengering.

    Tak hanya berkumpul di satu tempat, mereka juga kerap masuk hutan untuk mencari alternatif sumber air bersih. Tak jarang, ada warga yang mencuci dan mandi di lokasi tersebut.

    Untuk mendapatkan air, warga di lokasi ini memanfaatkan sumur resapan dari aliran sungai yang telah mengering karena kemarau panjang. Selain itu, sepanjang jalan di lokasi ini terpantau jerigen tempat mengisi air yang berjejer.

    Warga yang mengalami kekeringan, harus rela antre demi mendapatkan pasokan air.

    Salah seorang ibu rumah tangga, Asti yang tengah mengantre di lokasi ini menyampaikan, sudah satu bulan terakhir kondisi krisis air bersih dirasakan di lingkungannya. Apabila sumur tersebut kering, Asti terpaksa harus membeli air bersih di tempat lain. Kata dia, warga tidak bisa langsung mengambil air di lokasi sumur kecil itu. Sebab, warga harus menunggu terlebih dahulu agar air sumur penuh sebelum diambil. Hal ini tentunya memperlambat proses pengisian air bersih. “Kalau di sini harus giliran,” tutur Asti.

    Hal senada juga diungkapkan warga lainnya Santeni. Dia bilang, warga yang mengambil air juga bisa sampai tengah malam. Itu dilakukan guna memenuhi kebutuhan untuk mandi, memasak, hingga minum. “Iya sampai malam, ya giliran itu sampai pagi,” ujarnya.

    Dia mengungkapkan, bantuan memang ada namun tidak mencukupi untuk kebutuhan masyarakat. “Ada bantuan tiga hari sekali jatahnya, itupun tidak memenuhi cuma meringankan aja dari sumur,” terangnya.

    Diketahui, sebagian wilayah permukiman penduduk di area perbukitan di Kecamatan Pulomerak dan Kecamatan Grogol serta Kecamatan Purwakarta, menjadi langganan krisis air bersih saat musim kemarau tiba. Apabila tak ada sumber air yang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, warga terpaksa harus mengeluarkan uang tambahan untuk membeli air di lokasi lain.

    Terpisah, Kokom Sunesih warga Warunghuni Desa Hegarmanah, Panggarangan mengaku sudah hampir sebulan kawasan di desanya kekurangan air bersih. “Kami mah saat ini butuh bantuan air bersih pak. Sudah hampir sebulan di sini kesusahan air. Tolong kami minta bantuan air bersih pak,” ungkapnya.

    Sementara itu, warga RT 15 Kampung Sukajadi  Desa Cemplang Kecamatan Ciomas,  Nono mengaku saat ini warga yang ada di wilayahnya sudah  krisis air bersih.

    “Sudah satu bulan ini masyarakat Kampung Sukajadi di RT 15 sudah kekurangan air bersih,” ujarnya.

    Seorang ibu rumah tangga harus rela turun ke bawah sumur untuk mendapatkan air di tengah kekeringan yang melanda.

    Ia mengaku hingga saat ini belum ada bantuan dari pemerintah, memberikan air bersih. “Kami sekeluarga kalau mau mandi harus pergi k sumber air yang jaraknya lumayan dari rumah,” katanya.

    Air untuk mandi yang digunakan warga jumlahnya sedikit, sehingga air digunakan berkali-kali. “Saya dan keluarga kalau mandi itu airnya tidak dibuang. Jadi kalau habis mandi airnya ditampung lagi, dan dipakai lagi buat mandi,” ujarnya. (MG-01/CR-01/MYU/RUS/LUK/DZH/PBN)