Tag: Provinsi Banten

  • Yang Mengganjal Belum Jadi Prioritas

    Yang Mengganjal Belum Jadi Prioritas

    ANGKA putus sekolah (ATS) memang menjadi hal yang mengganjal di era kemerdekaan. Menjadi tugas negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai tanggung jawab yang harus ditunaikan, termasuk oleh pemerintah daerah sebagai salah satu instrument penyelenggara pelayanan negara.

    Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Lebak, Ibnu Wahidin, mengatakan bahwa tingginya ATS di Kabupaten Lebak disebabkan oleh berbagai faktor mulai dari kemiskinan, budaya hingga letak geografis.

    Lanjut Ibnu, kemiskinan yang dimaksud yakni kemiskinan baik secara kemampuan maupun kemauan. Budaya di tengah masyarakat yang menganggap pendidikan formal tidak begitu penting juga menjadi faktor dari beberapa ATS yang ada di Lebak serta luasnya daerah Kabupaten Lebak yang menyebabkan banyak anak harus menempuh jarak yang jauh untuk mencapai sekolah.

    “Dua tiga tahun lalu kan juga terkena covid-19, ini juga jadi faktor penyumbang ATS yang dimana KDRT hingga perceraian yang berimbas kepada anak,” kata Ibnu kepada BANPOS.

    Ibnu menjelaskan, dalam mengurangi angka ATS di Lebak merupakan tugas dari seluruh stakeholder bahkan elemen masyarakat. Salah satunya dalam lokakarya yang mengundang serta mengajak seluruh bagian masyarakat.

    “Kalau hanya diurus oleh Disdik ini akan kesulitan, maka dari itu kita butuh bantuan dan kolaborasi bersama. Saat ini yang kami lakukan misal ada anak putus sekolah di SMP, akan kami arahkan untuk mengejar paket B atau setara SMP,” jelas Ibnu.

    Ia menerangkan, saat ini belum ada anggaran untuk menyelesaikan permasalahan ATS di Lebak. Namun, pihaknya memiliki tekad yang kuat untuk menyelesaikan ATS.

    “Saat ini kita bahas dengan berbagai stakeholder terkait penganggaran harus disediakan dimana apakah dari desa, kecamatan atau tingkat pemda untuk menyelesaikan ATS,” terangnya.

    Ia berharap, seluruh pihak dapat berkomitmen dan konsisten dalam penanganan ATS di Lebak. Jangan sampai ada sektor yang lemah dalam menangani permasalahan ini.

    “Kamis baik dari dinas pendidikan hingga sekolah selalu mengedukasi kepada masyarakat untuk menegaskan bahwa sekolah ini sangat dibutuhkan,” ujarnya.

    Lanjut Ibnu, saat ini pihaknya terus melakukan evaluasi agar dapat menyelesaikan permasalahan kesenjangan dibidang pendidikan baik untuk wilayah perkotaan maupun pedesaan. Menurutnya, belum tentu wilayah kota lebih mudah menanganinya karena dekat dengan pemerintahan, begitu juga sebaliknya.

    “Tentu treatment-nya akan berbeda. Ini semua soal mindset. Harus kita rubah, kita sepakati bareng-bareng bahwa pendidikan itu hal yang utama,” tandasnya.

    Terpisah, Kepala Dindikbud Kota Serang, Tb.Suherman mengatakan bahwa pihaknya bekerjasama dengan USAID untuk menangani program anak tidak sekolah dengan program aje kendor sekolah. Dengan program itu, dia berharap supaya setiap tahun ATS di Kota Serang bisa berkurang.

    “Langkah kedepan, dindik Kota Serang juga akan mengusulkan program tersebut ke Pemerintah Kota Serang agar memiliki dana tersendiri. Selama ini, kita telah bekerjasama dengan USAID dan pendanaanya lewat USAID. Kita tidak mungkin hanya bergantung pada USAID saja, kita juga harus punya kemandirian untuk mengatasi ATS di Kota Serang,” tandasnya.

    Suherman juga menyampaikan, bahwa pihaknya juga akan melakukan pemantauan kepada anak tidak sekolah. Ia juga mengaku telah membentuk tim dalam penanganan hal tersebut.

    “Tentu ini akan dimonitoring jangan sampai mereka tidak sekolah lagi. Oleh karena itu kami terus mengawasi melalui monitoring pengawas di setiap sekolah. Kami sudah membentuk tim yang terdiri dari beberapa kepala OPD ditambah camat dan lurah, intinya semua OPD terkait disini,” tandasnya. 

    Pada bagian lain, Sekretaris Dinas (Sekdis) Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kota Cilegon Suhendi mengatakan berbagai upaya dilakukan untuk menekan angka putus di Kota Cilegon. Dikatakannya, alokasi anggaran untuk penanggulangan anak putus sekolah yakni anggaran untuk layanan akses pendidikan yaitu kegiatan pembangunan unit sekolah baru untuk SMPN 14 dan SMPN 15 Cilegon sebesar  Rp7,9 miliar. Kemudian anggaran untuk pendataan ATS sebesar Rp61,2 juta.

    Lebih lanjut diungkapkan Suhendi bahwa alasan utama di balik angka anak putus sekolah di Kota Baja karena berbagai faktor. Salah satunya adalah faktor kurangnya minat anak untuk sekolah.

    “Selain itu ada faktor ekonomi, faktor lingkungan, faktor komunikasi internal keluarga, dan faktor sosial. Padahal pemerintah sudah menyiapkan juga paket kesetaraan A, B, dan C untuk anak usia sekolah yang tidak sempat pendidikan formal,” terangnya.

    Selain itu, pihaknya juga terus berupaya menekan angka putus sekolah dengan berbagai program yang telah direncanakan. “Penambahan unit sekolah baru untuk jenjang SMP, yaitu pembangunan SMPN 12, SMPN 13, SMPN 14, dan SMPN 15 untuk mempermudah layanan akses. Pemberian dana Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) untuk TK, SD, dan SMP Negeri. Pemberian beasiswa untuk siswa kurang mampu di sekolah swasta. Program Bantuan Biaya Pendidikan untuk Masyarakat atau Beasiswa Full Sarjana,” paparnya.

    Kemudian kata dia, pihaknya selalu beriringan dengan DPRD dalam menekan isu anak putus sekolah di Kota Cilegon. “Dukungan DPRD untuk program BOSDA dan beasiswa untuk siswa kurang mampu,” ujarnya.

    Disini lain, pihaknya selalu mengevaluasi terhadap efektivitas langkah-langkah yang telah diambil dalam menangani anak putus sekolah. “Pelaksanaan program dalam penanganan anak putus sekolah progresnya sudah sesuai dengan perencanaan, output-nya anak putus sekolah di Kota Cilegon jumlahnya semakin kecil,” tuturnya.

    Kemudian kata dia, Dindikbud memiliki program bantuan keuangan atau beasiswa untuk meringankan beban keluarga dalam membiayai pendidikan anak. “Ada, yaitu bantuan beasiswa untuk anak kurang mampu di sekolah swasta, dan BOSDA untuk sekolah negeri,” ungkapnya.

    Dindikbud juga selalu berkomunikasi dengan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pendidikan dan mencegah anak putus sekolah. “Dengan cara sosialisasi dan pendataan anak putus sekolah, melalui bantuan para Penilik dan Pokmas tiap kelurahan. Tujuannya untuk didata dan diarahkan untuk masuk sekolah baik melalui pendidikan formal maupun melalui pendidikan non formal,” ujarnya.

    Kemudian untuk mengatasi tantangan dalam mengurangi anak putus sekolah di daerah perkotaan dan pedesaan, pihaknya terjun ke masyarakat.

    “Melakukan pendataan anak putus sekolah baik daerah perkotaan maupun di pedesaan untuk mengetahui penyebab putus sekolah. Mengajak/membujuk untuk bersekolah jika ditemukan ada anak putus sekolah ke sekolah formal, maupun non formal. Membangun Unit Sekolah Baru (USB) di wilayah yang belum ada sekolah negerinya, memberikan bantuan operasional sekolah (BOSDA) kemudian memberikan beasiswa untuk siswa kurang mampu di sekolah swasta,” tuturnya.

    Sementara, Sekretaris Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Pandeglang, Sutoto mengakui Pemkab Pandeglang hingga saat ini belum mengalokasikan anggaran untuk penanggulangan anak putus sekolah.

    “Belum ada anggaran secara khusus untuk anak putus sekolah, selama ini penanganan melalui kemitraan dengan Baznas dan donasi perorangan,” kata Sutoto kepada BANPOS, Kamis (17/8).

    Menurutnya, meski data kemendikbud mencatat ribuan anak Pandeglang putus sekolah, berdasarkan data yang tercatat pada Disdikpora, pihaknya belum menerima laporan adanya anak putus sekolah di Kabupaten Pandeglang.

    “Dari pengecekan lapangan tidak ditemukan anak putus sekolah, bahkan sekolah menyampaikan data anak lulus 100 persen dan melanjutkan semua ke sekolah formal dan nonformal,” terangnya.

    Terkait rencana kongkret yang telah diambil atau sedang dikembangkan oleh Disdikpora untuk mengantisipasi atau mengurangi angka anak putus sekolah, Sutoto mengatakan bahwa saat ini sedang dilakukan verifikasi.

    “Sedang dilakukan verifikasi data dengan pendampingan konsultan data USAID Erat supaya akhir Agustus disepakati data kongkrit anak tidak sekolah,” ujarnya.

    Sutoto mengaku, bahwa sinergi antara Disdikpora dengan DPRD Kabupaten Pandeglang dalam menangani isu anak putus sekolah saat ini masih dianggap hal yang biasa.

    “Penanganan anak putus sekolah dianggap hal yang biasa saja belum mendapat perhatian prioritas dari eksekutif dan legislative,” ucapnya.

    Saat ditanya terkait bagaimana evaluasi Disdikpora terhadap efektifitas langkah-langkah yang telah diambil dalam menangani anak putus sekolah, Sutoto mengatakan saat ini masih menunggu verifikasi data.

    “Belum bisa dievaluasi menunggu selesai verifikasi data,” ujarnya lagi.

    Sutoto mengatakan, program bantuan keuangan atau beasiswa untuk meringankan beban keluarga dalam membiayai pendidikan anak, Disdikpora sudah meluncurkan program Prokampus.

    “Sudah diluncurkan Prokampus untuk anak dari keluarga tidak mampu yang mau kuliah, sedangkan untuk penanganan anak SD dan SMP putus sekolah belum ada, masih mengandalkan PIP dari pusat,” jelasnya.

    Dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya Pendidikan dan mencegah anak putus sekolah, Sutoto mengaku bahwa Disdikpora melakukanya melalui sosialisasi.

    “Perluas sosialisasi, ajak ulama dan tokoh masyarakat,” ucapnya.

    Saat ditanya terkait bagaimana Disdikpora mengatasi tantangan dalam mengurangi anak putus sekolah di daerah perkotaan dan pedesaan, Sutoto menyebut guru kurang merespon pendataan anak putus sekolah.

    “Tantangannya guru kurang respon mendata anak putus sekolah dan orang tua tidak melapor jika anaknya tidak sekolah, sehingga kesulitan data untuk penanganannya,” ungkapnya.

    Sementara itu, anggota Komisi 4 DPRD Kabupaten Pandeglang, Rika Kartikasari mengatakan, bahwa di Kabupaten Pandeglang tidak ada anak putus sekolah merupakan hal yang tidak mungkin.

    “Kalau penurunan jumlah angka anak putus sekolah mungkin, tapi kalau tidak ada sama sekali itu nggak mungkin. Karena didaerah selatan masih tampak anak-anak ini masih ada yang tidak sekolah, atau ada anak yang tidak melanjutkan dari SD ke SMP itukan masih ada dan itu masuk kategori putus sekolah,” kata Rika kepada BANPOS.

    Menurutnya, langkah yang telah dilakukan DPRD dalam mengatasi anak putus sekolah, pihaknya lebih mengutamakan alokasi anggaran untuk pendidikan sebesar 20 persen.

    “Jadi kalau kita tetap berfokus pada kewajiban kita untuk anggaran kabupaten itu 20 persen untuk pendidikan, kita utamakan itu. Kalau anggarannya sudah ada, kan tinggal keinginan siswa untuk sekolah. Sedangkan kalau melihat didaerah, kadang-kadang mereka itu punya keinginan untuk sekolah. Kadang mereka beranggapan bahwa sekolah itu gratis, tetap saja Ketika masuk harus ada yang dibayarkan dan itu yang diluar kewenangan anggaran kita,” terangnya.

    “Kalau Pendidikan kita genjot, tapi pemberdayaan masyarakatnya dalam mata pencahariannya tidak meningkat dan tidak berkembang, kemungkinan putus sekolah tetap saja terjadi. Jadi tidak single factor,” sambungnya.

    Saat ditanya apakah DPRD telah menginisiasi kebijakan atau program khusus terkait penanggulangan anak putus sekolah, Rika mengaku bahwa belum menginisiasi.

     “Kalau program khusus belum, misalkan dari Perda itu belum ada, kemudian kalau dari anggaran anggapan kita sebelum ada aspirasi masyarakat dengan ikut program pemerintah pusat bahwa sekolah negeri itu gratis. Maka kita anggap itu sudah salah satu program memutus rantai putus sekolah, ternyata kenyataan di masyarakat tidak demikian,” jelasnya.

    Menurutnya, evaluasi DPRD terhadap efektiftas langkah-langkah yang telah diambil dalam menangani anak putus sekolah, saat ini belum efektif. Sehingga terkait informasi anak putus sekolah merupakan suatu masukan bagi DPRD.  

    “Ini masukan buat kami di Komisi IV, terutama saya pribadi bahwa kita harus fokus di ranah Pendidikan pada anak putus sekolah. Jadi ada prioritas lain yang yang harus kita optimalkan di tahun ini sampai tahun depan di akhir periode kita sebagai anggota dewan,” ujarnya.

    Dalam menangani anak putus sekolah, kata Rika, pihaknya belum memiliki rencana untuk melibatkan komunitas atau organisasi swasta dalam upaya menangani anak putus sekolah.

    “Sejauh ini belum, karena belum ada koordinasi juga. Kita belum tahu NGO yang kira-kiranya bisa berkolaborasi. Kalau ada informasi dari wartawan itu sangat baik, dari kami belum. Kalau kita melihatnya itu dari Dinsos ada Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS), nah LKS ini kadang membentuk juga yayasan pendidikan dalam tanda kutip. Misalnya swasta yang memfasilitasi anak kurang mampu dan anak yatim yang putus sekolah,” paparnya.

    Terkait dengan tantangan spesifik seperti kesenjangan akses pendidikan antara daerah perkotaan dan pedesaan, Rika mengatakan bahwa seharusnya dilakukan saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).

    “Harapan kita awalnya dari PPDB, maksudnya bahwa di lingkungan tersebut ada sekolah dan disitu silahkan masuk. Jadi adanya pemerataan, anak pintar itu tidak selalu sekolah di sekolah favorit dan anak yang tidak diterima disekolah favorit belum tentu dia kurang mampu dalam Pendidikan. Pada kenyataannya kan, mungkin masyarakat Pandeglang masigh beradaptasi dengan pol aini tetap saja kadang dibikin numpang tinggal agar bisa akseske sekolah yang diinginkan,” ungkapnya.(MG02/MYU/LUK/DHE/ENK)

  • Banten Belum Merdesa

    Banten Belum Merdesa

    SEJAK pendiriannya, Provinsi Banten telah diharapkan menjadi wadah bagi perkembangan ekonomi dan sosial di wilayahnya, terutama di Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang. Namun, kenyataannya, kemiskinan masih menjadi isu serius yang menghantui kedua kabupaten tersebut.

    Meskipun tujuan pendirian Banten sebagian besar didasarkan pada keberadaan kedua daerah ini, bantuan dan perhatian dari pemerintah provinsi terhadap Lebak dan Pandeglang terlihat kurang memadai. Salah satu contoh yang mencolok adalah pemberian bantuan keuangan yang belum mampu mendongkrak pembangunan.

    Kemiskinan yang masih menghantui Lebak dan Pandeglang menjadi permasalahan utama dalam konteks ini. Tingkat kemiskinan yang tinggi di kedua kabupaten ini mengakibatkan kualitas hidup masyarakat rendah, akses terhadap pendidikan dan layanan kesehatan terbatas, serta peluang ekonomi yang minim.

    Padahal, saat pendirian Provinsi Banten, salah satu alasan kuatnya adalah keberadaan Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang yang seharusnya mendapatkan perhatian khusus untuk pembangunan yang lebih merata.

    Namun, pemerintah provinsi terkesan kurang memberikan perhatian serius terhadap pembangunan di Lebak dan Pandeglang. Alokasi anggaran yang tidak sebanding dengan daerah-daerah yang lebih maju, serta kebijakan yang kurang mendukung pengembangan potensi lokal, semakin memperlebar jurang ketidaksetaraan pembangunan di Provinsi Banten.

    Ketidakmerataan ini juga mencerminkan dalam hal akses terhadap fasilitas pendidikan dan peluang kerja. Masyarakat di Lebak dan Pandeglang sering kali menghadapi tantangan dalam mendapatkan pendidikan berkualitas dan pekerjaan yang layak, yang pada gilirannya berdampak pada peningkatan tingkat kemiskinan.

    Satu tokoh terbentuknya Provinsi Banten Hassan Alaydrus, menyatakan bahwa kondisi Lebak saat ini belum sejalan dengan cita-cita pendirian Provinsi Banten yang digadang-gadang. Hassan mengaku kecewa dengan kondisi Banten, terutama dengan Kabupaten Lebak yang saat ini masih belum bisa maju walaupun sudah menjadi daerah otonomi baru selama 23 tahun.

    Hassan Alaydrus yang kini genap berusia 79 tahun tersebut menegaskan, sampai saat ini Pemerintah Provinsi Banten masih belum mampu dalam mengurus atau mengelola pemerintahan secara baik.

    Menurutnya, hal tersebut terlihat dengan ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola sumberdaya dan potensi-potensi yang ada di Banten.

    “Pemerintah sekarang ga becus, liat aja misalnya ikan mas, belut, itu dari mana (produksi luar. red)? Malah tidak dimaksimalkan. Padahal Banten berdiri untuk kemajuan masyarakat,” kata Hassan saat ditemui BANPOS di kediamannya, Rabu (16/8).

    Hassan menjelaskan, untuk memajukan suatu wilayah harus ditunjang dengan fasilitas pendukung yang memadai mulai dari pendidikan, kesehatan hingga ekonomi.

    “Bagaimana mungkin IPM kita mau naik kalau mereka (Pemprov) tidak bisa memfasilitasi,” tandasnya.

    Tokoh Banten lainnya, Akhmad Jazuli Idris, menyebut, masalah utama di Banten Selatan, khususnya di dua kabupaten yaitu Lebak dan Pandeglang baik sebelum maupun setelah terbentuknya Provinsi Banten adalah kebodohan, kemiskinan dan ketertinggalan.

    Sementara untuk kondisi di Lebak dan Pandeglang, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) ) masih berada di kisaran angka 76, yang menurutnya menunjukkan pendidikan, kesehatan, perekonomian, daya beli masyarakat belum terlalu menggembirakan.

    “Contohnya, rata-rata lama pendidikan di Lebak itu baru 6,8 tahun alias belum tamat SMP’.. Juga tingkat kematian ibu dan Bayi per 1.000 Kelahiran juga masih tinggi. Pengangguran juga masih banyak. Dan saya juga melihat kondisi di Pandeglang juga tidak jauh berbeda dengan kondisi di Lebak,” ujar Jazuli.

    Menurutnya, perlu ada kebijakan afirmatif dari Pemprov Banten menyangkut bantuan Anggaran untuk Lebak dan Pandeglang. selain kreatifitas dari pemerintah kabupaten dalam mencari dan meningkatkan PAD.

    “Kemampuan Keuangan Daerah Lebak dan Pandeglang saat ini beru mencapai 18 Persen. Selebihnya masih menggantungkan diri kepada Dana APBN yaitu dari DAK, DAU, Dana Perimbangan,” ujarnya.

    Dosen STISIP Banten Raya, Ari Supriadi mengatakan, semangat otonomi daerah pada tahun 2000, Banten yang memisahkan diri dari Provinsi Jawa Barat adalah bagaimana untuk mendekatkan pelayanan publik serta pemerataan pembangunan fisik dan non fisik serta peningkatan kesejahteraan masyarakat.

    Namun saat ini terlihat kedua daerah tersebut masih belum merdesa, alias belum menjadi tempat yang layak atau patut, karena masih terjadi ketimpangan.

    “Poin tersebut sangat penting dan mendasar. Pertanyaannya apakah itu sudah tercapai dengan merata?” kata Ari kepada BANPOS, Kamis (17/8).

    Dijelaskannya, mengutip dari data BPS, walaupun Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Banten pada 2022 tumbuh di angka 5,03 persen atau mengalami tren yang positif jika dibandingkan tahun sebelumnya.

    “Namun, angka tersebut juga masih dibawah rata-rata nasional di angka 5,32 persen. Mengambil contoh, LPE Kabupaten Pandeglang pada tahun yang sama secara tren mengalami pertumbuhan di angka 3,24 persen dari sebelumnya 3 persen, namun tentu masih jauh dari rata-rata LPE Banten di angka 5,03 persen dan nasional di angka 5,31 persen,” terangnya.

    Menurutnya, dari salah satu yang dicontohkan tersebut dapat terlihat jika Pemprov Banten maupun Pemkab Pandeglang belum optimal dalam melakukan kebijakan fiskal yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secara merata.

    “Saat ini pertumbuhan ekonomi serta pembangunan infrastruktur cenderung lebih besar ke wilayah yang sudah maju, seperti Tangerang Raya,” ujarnya.

    Mestinya, Pemprov Banten bisa lebih peduli dengan mendorong kebijakan yang mampu menstimulasi pertumbuhan pembangunan, ekonomi dan lainnya di wilayah selatan.

    “Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan menaikkan alokasi bantuan keuangan (bankeu) ke Kabupaten Pandeglang dan Lebak,” ungkapnya.

    Akademisi yang juga salah satu tokoh pendiri Provinsi Banten, Soleh Hidayat menyebut, pembangunan infrastruktur sebagai prioritas pembangunan di wilayah Lebak Selatan yang menjadi tanggung jawab provinsi sudah mulai dirasakan masyarakat di Banten selatan.

    “Seperti keberadaan Jalan Saketi Malingping. Jalan Nasional Simpang-Bayah hingga ke perbatasan Jawa Barat. Itu cukup memuaskan. Dan bukan hanya jalan, termasuk RSUD Malingping untuk melayani kesehatan di ujung selatan Banten. Bahkan kini juga RS Cilograng sudah ada, untuk melayani masyarakat perbatasan dengan Sukabumi. Ini salah satu terobosan besar dari Provinsi Banten,” terang Soleh.

    Menurutnya, pembangunan infrastruktur untuk wilayah Lebak Selatan sudah terasa dalam lima tahun terakhir. Termasuk untuk sarana dan prasarana pendidikan.

    “Untuk pembangunan sekolah juga sudah merata, SMK dan SMA sudah ada di tiap titik pelosok kecamatan Lebak-Pandeglang,” klaimnya.

    Mantan Rektor Untirta dua periode ini pun meminta para wakil rakyat asal dua daerah itu jangan lelah melakukan kontroling. “Untuk wakil rakyat di DPRD Banten dan DPR RI, khususnya dari daerah pemilihan Lebak Pandeglang, tolong jangan lelah untuk terus memperjuangkan aspirasi pembangunan untuk Banten selatan, semua pelaksanaan pembangunan yang sedang dan sudah digarap perlu pengawasan,” katanya.

    Soleh juga menyebut laju ekonomi dan pariwisata di Lebak selatan yang mulai bangkit. Katanya, yang lebih urgen untuk pemerataan adalah soal pemekaran daerah otonomi baru (DOB).

    “Agar pemerataan semakin luas dan terasa serta pelayanan semakin mudah, makanya pemekaran DOB di Banten Selatan perlu segera diwujudkan. Karena dari kemudahan pelayanan itulah awal kesejahteraan rakyat dimulai,” paparnya.

    Menyikapi adanya tuntutan tentang pemerataan pembangunan dan juga Bantuan Keuangan Provinsi untuk Kabupaten Lebak dan Pandeglang yang lebih adil, Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar mengatakan Pemprov Banten terlebih dahulu harus melihat komposisi anggaran yang tersedia.

    Setelahnya, Pemprov Banten akan melakukan pertimbangan terhadap penetapan alokasi anggaran tersebut, apakah akan ada peningkatan jumlah Bankeu di tahun 2024 atau tidak.

    “Nanti pembahasan RAPBD nya akan terus bergulir di proses itulah nanti kita lihat, bagaimana komposisi yang memungkinkan untuk kita kontribusikan kepada Kabupaten/Kota,” kata Al Muktabar kepada BANPOS saat ditemui di Gedung Pendopo Gubernur Banten pada Kamis (17/8).

    Menurut Al, penetapan anggaran itu dirasa penting, sebab melalui program tersebut Pemprov Banten dapat membantu melakukan percepatan pembangunan di kabupaten/kota.

    “Karena prinsipnya itu adalah dalam rangka mengakselerasi kewenangan provinsi yang secara teknis memerlukan bridging (jembatan) kepada kabupaten/kota untuk mempercepat capaian-capaiannya,” ujar Al.

    Sementara itu Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Rina Dewiyanti menyampaikan bahwa secara total, ada kenaikan jumlah alokasi anggaran untuk pelaksanaan program Bankeu Daerah untuk Kabupaten/Kota di tahun anggaran 2024.

    Hanya saja saat disinggung perihal besaran nominal kenaikannya, Rina mengatakan bahwa pihaknya belum bisa menyampaikan hal tersebut. Sebab menurut keterangannya, hal itu dikarenakan saat ini pembahasan mengenai penetapan RAPBD Tahun Anggaran 2024 masih terus bergulir.

    “Kita masih menunggu persetujuan RAPBD nya. Tetapi kalau dari struktur di rancangan awal, kita ada peningkatan untuk secara total jumlah Bantuan Keuangan Provinsi kepada Kabupaten/Kota,” kata Rina.

    Rina juga menjelaskan dalam penyalurannya, tiap daerah menerima bantuan keuangan dengan besaran yang berbeda-berbeda disesuaikan dengan kebutuhannya masing-masing.

    Kebutuhan itu diukur berdasarkan rumus yang ditentukan dari beberapa indikator yang disesuaikan di antaranya seperti luas wilayah, indeks kepadatan penduduk, tingkat kemiskinan, indeks kemahalan konstruksi, dan indikator lainnya.

    Penetapan indikator-indikator itu penting untuk dilakukan, selain karena memperhatikan aspek berkeadilan, juga supaya tidak terjadinya ketimpangan antara satu daerah dengan daerah lainnya dalam upaya penyaluran bantuan keuangan tersebut.

    “Kita harus support dari beberapa hal indikator yang menjadi bagian penilaian terhadap besaran itu, di samping dengan program yang sudah kita salurkan melalui program kegiatan yang ada di OPD teknisnya,” jelasnya.

    Berkaca pada tahun anggaran 2023, Pemprov Banten mengalokasikan anggaran untuk pelaksanaan program penyaluran Bankeu Daerah untuk Kabupaten/Kota sebesar Rp125 miliar.

    Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, dan juga Kabupaten Pandeglang disebut sebagai daerah dengan jumlah penerimaan terbesar sekitar Rp30 miliar.

    Sementara untuk wilayah Tangerang Raya hanya menerima bantuan keuangan sebesar Rp5 miliar di tiap daerahnya.

    “Kalau tidak salah Kabupaten Serang, kemudian Lebak, kemudian Pandeglang sekitar Rp30 miliar, untuk Tangerang Raya Rp5 miliar,” tandasnya. (MYU/DHE/PBN)

  • Dosen Untirta Tantang Pj Gubernur Banten Debat Terbuka, Ini Alasannya

    Dosen Untirta Tantang Pj Gubernur Banten Debat Terbuka, Ini Alasannya

    SERANG, BANPOS – Persoalan pengangkatan calon pengawas (Cawas) SMAN, SMKN dan SKhN di Provinsi Banten yang sampai saat ini belum juga tuntas, membuat salah satu Dosen Untirta, Rangga Galura Gumelar, menantang debat terbuka Pj Gubernur Banten, Al Muktabar.

    Rangga yang merupakan dosen pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Untirta ini menegaskan, tantangan debat terbuka itu untuk membuka perspektif secara jernih dan tunas, persoalan Cawas yang hingga saat ini masih bnerlarut-larut.

    “Namun sebelum debat terbuka, Insyaallah saya akan bersilaturahmi dulu ke Pak WH (Wahidin Halim, mantan Gubernur Banten – red) untuk menanyakan mengapa dahulu beliau memberhentikan Pak Al sebagai Sekda Banten,” katanya, Rabu (16/8).

    Rangga meyakini, akan mendapatkan penjelasan obyektif alasan mengapa WH memberhentikan Al Muktabar dari jabatan Sekda Banten, terlepas prosedur yang salah dan peristiwa politik yang mengikuti pemberhentian tersebut.

    “Alasan pemberhentian, peristiwa politik yang mengikutinya serta prosedurnya merupakan hal yang berbeda,” ungkapnya.

    Dirinya pun meyakini bahwa terdapat kekeliruan dalam sikap, kebijakan dan komunikasi dari Pj Gubernur Banten, terkait dengan persoalan Cawas SMA, SMK dan SKh Negeri yang bertele-tele.

    “Karena itu, sekali lagi saya menantang Pj Gubernur Banten untuk debat terbuka, guna membuka perspektif yang lebih clear dan tuntas terhadap masalah Cawas yang berlarut-larut,” tuturnya.

    Dia mengatakan, jika Pj Gubernur Banten tidak merespon tantangannya, ia pun menyarankan agar Al Muktabar lebih baik mengundurkan diri dari jabatannya.

    “Karena kasihan masyarakat Banten jika segala sesuatu persoalan diselesaikan dengan kehebohan lebih dahulu,” terangnya.

    Menurut dia, jumlah pengawas SMAN, SMKN dan Skh di Banten belum ideal. Semestinya, pengawas dan jumlah sekolah satu berbanding 7. Dalam pengertian, setiap satu pengawas, melakukan supervisi 7 sekolah binaan.

    Jika satu pengawas melakukan supervisi lebih dari 7 sekolah, maka Rangga meyakini tugas dan fungsi pengawas kurang optimal dilakukan.

    Selain itu, jam efektif pengawasan hanya 37,5 jam / minggu. Artinya, tidak akan terkejar untuk lebih dari 7 sekolah.

    “Rasio tersebut di atas menjelaskan bahwa satu sekolah hanya terdiri dari satu atau dua pengawas saja dan sekolah tidak akan kosong karena ada asumsi banyak guru jadi pengawas,” jelas Rangga.

    “Apalagi, dari hasil penelusuran sementara ini, terkait formasi dan anggaran untuk menuntaskan pelantikan Cawas yang tersisa sudah ada,” tambah Rangga.

    Adapun timbulnya berbagai isu dari kinerja pengawas eksisting saat ini, seperti pengawas bersifat arogan, seringkali menduplikasi laporan dan menerima ‘amplop’, adalah persoalan yang berbeda.

    “Harus dilihat dulu bagaimana konsep pembinaan yang dilakukan oleh pejabat terkait, seperti mekanisme pelaporan, format pelaporan dan tingkat pengawasan yang optimal. Jika benar terjadi seperti itu, bukan saja pengawas yang harus dievaluasi, tetapi pejabat terkait, diantaranya PJ Gub dan pihak sekolah yang diawasi,” jelasnya.

    Menurut Rangga, Pj Gubernur perlu membangun komunikasi yang positif dan terbuka, jangan sampai mengedepankan prasangka, curiga dan berbagai alibi dalam menuntaskan persoalan.

    “Jika memang tidak akan ada pelantikan, segera jelaskan dengan berbagai dasar argumen yang mendasar dan yuridis, jangan bermain isu,” katanya.

    Begitu pula jika akan dilantik, apa bagian terpenting untuk membangun partisipasi aktif masyarakat untuk bisa ikut mengawasi

    Karena persoalan pendidikan adalah persoalan bersama antara pemerintah dan masyarakat, tidak bisa diselesaikan sendiri secara one man show,” tandasnya. (DZH)

  • Pemprov Banten Antisipasi El Nino

    Pemprov Banten Antisipasi El Nino

    SERANG, BANPOS – Prediksi terjadinya cuaca ekstrim El Nino, mendapat perhatian serius. Sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) di lingkungan Pemprov Banten mulai mempersiapkan langkah strategis untuk mengantisipasi dampak dari el Nino. Masyarakat pun dimintai mewaspadai sejumlah penyakit yang mungkin muncul mengiringi fenomena alam itu.  

    Sejumlah OPD di Pemprov Banten telah menyusun langkah strategis untuk mengantisipasi dampak El Nino yang diprediksi mengalami puncaknya pada bulan Agustus hingga Oktober 2023. Di antara fokus perhatian adalah ketersediaan air bersih untuk masyarakat  dan pompanisasi untuk keberlanjutan produksi padi.

    Hal itu disampaikan Kepala Pelaksana BPBD Banten Nana Suryana, akhir pekan lalu. Ia menjelaskan, sejumlah dampak yang mungkin terjadi akibat fenomena El Nino, diantara kekeringan air, kebakaran hutan dan lainnya. Sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut, Pj Gubernur Banten Al Muktabar telah mengarahkan OPD terkait untuk melaksanakan langkah-langkah strategis yang terdapat pada rencana aksi yang telah ditentukan.

    “Semua pihak terlibat dalam mengantisipasi akibat fenomena El Nino,  seperti TNI/Polri, Kementerian PUPR, Kementerian Pertanian, BMKG, serta unsur Organisasi Perangkat Daerah Dinas Pertanian, Dinsos, Dinas ESDM, Dinas PUPR, BPBD, Dinas PRKP dan instansi-instansi terkait lainnya,” katanya.

    Selanjutnya, terkait dengan kekurangan air bersih, pihaknya telah menyiapkan sejumlah sarana prasarana seperti 10 armada yang digunakan untuk mendistribusikan air bersih ke sejumlah wilayah yang mengalami kekeringan sehingga dapat membantu masyarakat.

    “Untuk mobil angkutan air bersih, Provinsi Banten memiliki 10 unit dan setidaknya di setiap kabupaten/kota juga memiliki 10 sampai 25 unit, mudah-mudahan itu dapat dioptimalkan,” jelasnya.

    Tidak hanya itu, kata Nana, pihaknya juga telah melakukan koordinasi dengan Disperindag Banten untuk berkomunikasi dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki armada pengangkut air bersih untuk membantu dalam pendistribusian ke wilayah yang mengalami kekurangan air bersih.

    “Kita juga berkoordinasi dengan Disperindag Provinsi Banten untuk meminta perusahaan swasta yang memiliki angkutan itu agar dapat membantu akibat dampak kekeringan,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, ujar Nana, pihaknya juga telah menyiapkan sistem pompanisasi untuk mengantisipasi dampak kekeringan di wilayah persawahan.

    “Kita juga menyiapkan pompanisasi, baik itu di BPBD Provinsi atau Kabupaten/Kota yang biasa kita gunakan itu saat banjir, pada saat ini kita bisa gunakan untuk menyedot air dari sumber yang nantinya dapat mengairi persawahan,” pungkasnya. 

    Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten Ati Pramudji Hastuti memperingatkan kepada masyarakat untuk mewaspadai dampak cuaca ekstrim El Nino terhadap kesehatan tubuh. Menurutnya, cuaca ekstrim El Nino selain memberikan dampak terhadap kekeringan lahan, juga turut memberikan dampak terhadap kesehatan masyarakat.

    Salah satu penyakit yang berpotensi ditimbulkan oleh akibat terjadinya cuaca ekstrim tersebut adalah infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA.

    “El Nino ini biasanya yang sering terjadi di masyarakat adalah penyakit ISPA,” kata Ati.

    Oleh karenanya, Ati menyarankan, demi menghindari penyakit tersebut masyarakat diminta untuk dapat berperilaku hidup bersih dan sehat. Salah satunya adalah dengan rutin mengkonsumsi makan makanan yang bergizi, serta rutin minum air mineral sebanyak delapan gelas per hari.

    “Salah satu bentuk ketahanan daya tahan tubuh yang dihasilkan manusia itu adalah dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi. Kemudian yang kedua adalah bagaimana harus banyak minum air putih minimal 8 gelas per hari,” himbaunya.

    Di samping rutin mengkonsumsi makanan yang bergizi, masyarakat pun dihimbau untuk dapat mengimbanginya dengan aktif berolahraga, seminimalnya 30 menit per hari.

    “Kemudian kita harus melakukan aktivitas fisik, olahraga itu minimal 30 menit per hari. Kemudian juga istirahat yang cukup,” imbuhnya.

    Di samping dapat menyebabkan penyakit infeksi saluran pernapasan, Ati juga mengatakan, di cuaca ekstrim seperti saat ini berpotensi memunculkan penyakit lain yang menyerang kulit.

    Ati menjelaskan, di kondisi kering seperti saat ini, umumnya penyakit kulit terjadi diakibatkan oleh sengatan matahari yang berlebih.

    “Karena di cuaca ekstrim, ini menyebabkan peningkatan terhadap penyakit dermatitis. Dan juga akibat tersengat sinar matahari,” terangnya.

    Oleh sebab itu, demi dapat menghindari terjadinya serangan penyakit kulit yang diakibatkan oleh cuaca ekstrim El Nino, Kadinkes Banten itu pun menyarankan kepada masyarakat untuk rutin menggunakan lotion kulit.

    Lotion yang disarankan adalah lotion yang mengandung anti sinar UV serta kandungan SPF 50 demi menjaga kulit dari situasi kering seperti saat ini terjadi.

    “Oleh karena nya jangan lupa pakai lotion dengan anti sinar UV nya yang kalau bisa dengan SPF yang 50. Kalau di atas 50 hati-hati harus konsultasikan dengan dokter,” tandasnya. (MG-01/RUS/ENK)

  • DPP Badak Banten Lantik dan Kukuhkan Pengurus Baru

    DPP Badak Banten Lantik dan Kukuhkan Pengurus Baru

    SERANG, BANPOS – Pengurus DPP Badak Banten periode 2023-2028 secara resmi dilantik di salah satu hotel di Kota Serang pada Sabtu, (12/8).

    Pelantikan dan pengukuhan Pengurus DPP Badak Banten dilakukan oleh Dewan Pertimbangan DPP Badak Banten, Yoyon Sujana.

    Ketua umum DPP Badak Banten, Tb. Ai Syamsuri, mengatakan bahwa ke depan, pihaknya harus memiliki program kerja, baik program jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.

    “Tapi yang kita hadapi sekarang yaitu terkait masalah kesekretariatan dan kedua merapihkan kepengurusan, baik di tingkat DPW, DPD, DPC atau yang lainnya, supaya organisisi ini makin maju,” katanya kepada awak media.

    Ia juga optimistis pasca pengurus DPP Badak Banten dilantik, semua anggota mendukung dan bisa bekerjasama untuk mengembangkan dan memajukan ormas ini ke depannya.

    Sementara itu, Sekejen DPP Badak Banten, Hilman Sony Permana, menyampaikan bahwa kedepan pihaknya akan menjalankan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) untuk merumuskan program-program yang akan dijalankan untuk 5 tahun ke depan.

    “Salah satunya itu yang selama ini tertunda, kita akan melaksanakan Diklat yang sempat tertunda karena Covid-19 dan Insyallah dipengurusan ini kita akan segera diklat,” ujarnya.

    Yang kedua, terkait dengan e-KTA atau KTA online, di mana program tersebut adalah program Ketua Umum ketika pencalonan.

    “Mudah-mudahan bisa dimaksimalkan, e-KTA ini gratis bagi seluruh anggota Badak Banten tanpa biaya sepeser pun,“ ujarnya.

    Yang ketiga, pihaknya juga akan melaksanakn diskusi-diskusi publik yang bertujuan untuk menyikapi problematika yang terjadi di masyarakt.

    “Mudah-mudahan bisa terlaksana di periode ini, mohon doanya,” tandasnya. (ZIK/DZH)

  • DPRD Sebut Kinerja Pemprov Banten Kurang Optimal Hadapi El Nino

    DPRD Sebut Kinerja Pemprov Banten Kurang Optimal Hadapi El Nino

    SERANG, BANPOS – Komisi II DPRD Banten menilai penanganan antisipasi el nino di Provinsi Banten dirasa kurang optimal. Hal itu diungkapkan langsung oleh sekretaris Komisi II DPRD Banten, Oong Syahroni saat ditemui di ruangannya pada Rabu (9/8).

    “Berdasarkan hasil evaluasi dari Komisi II penanganannya (el nino) belum optimal,” kata Oong Syahroni.

    Oong juga menyebutkan bahwa sejumlah lahan pertanian di Provinsi Banten berpotensi mengalami gagal panen yang terbilang cukup tinggi, akibat dari dampak terjadinya cuaca ekstrem tersebut.

    Oleh karenanya, politisi asal partai Gerindra itu pun meminta kepada seluruh pihak yang terkait khususnya Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) untuk dapat lebih menggiatkan kembali program penanganan permasalahan el nino.

    Salah satu upaya antisipasi yang bisa dilakukan, menurut Oong, dalam rangka mengatasi gagal panen akibat dampak el nino adalah dengan cara penyaluran program asuransi petani oleh Pemprov Banten.

    “Beberapa daerah punya potensi untuk gagal panen begitu tinggi, dan itu juga perlu diantisipasi juga dengan beberapa upaya di antara nya adalah asuransi pertanian, atau bantuan bibit untuk ditanam kembali ketika musim tanam tiba,”

    “Hal-hal ini yang segera harus dilakukan oleh dinas terkait, agar masyarakat petani bisa dibantu,” ucap Oong.

    Politisi asal Kabupaten Lebak itu juga mengaku, pada beberapa kesempatan dirinya sempat mendapati sejumlah keluhan dari para petani yang mengaku, lahan pertaniannya mengalami gagal panen akibat dari dampak el nino.

    Kemudian, ia juga tidak menampik jika Pemprov Banten telah melakukan berbagai macam upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut. Namun lagi-lagi, Oong melihatnya hal itu belum sepenuhnya optimal dilaksanakan.

    Kedepannya, dari hasil evaluasi tersebut ia meminta agar lebih dipersiapkan kembali langkah-langkah konkrit penanganan el nino oleh Pemprov Banten, jika di tahun mendatang kembali terjadi.

    “Beberapa kegiatan sudah dilakukan oleh Dinas Pertanian, mungkin dengan adanya pinjam pakai pompa air milik Dinas Pertanian, kemarin ada program pipanisasi dari sumber air pegunungan itu salah satu solusi yang sudah dilakukan,”

    “Walaupun sejauh ini, kami Komisi II menilai belum optimal. Maka kedepan menjadi catatan kita semua, ketika el nino ini memang sudah bisa diprediksi, langkah-langkah konkrit untuk antisipasinya dapat dilakukan jauh-jauh hari sebelumnya,” jelasnya.

    Di samping itu, Oong juga menyoroti perihal kebijakan anggaran penanganan masalah di sektor pertanian dirasa belum begitu memadai.

    Akibatnya, karena anggaran yang ada belum begitu memadai, turut berdampak pula pada pelaksanaan program yang berkaitan dengan optimalisasi sektor pertanian.

    “Sejauh yang saya tahu sebagai pimpinan Komisi II, anggaran sektor pertanian masih belum sesuai, belum ideal. Makanya saya melihat beberapa kegiatan yang seharusnya tersupport belum bisa disupport karena keterbatasan anggaran,” ungkapnya.

    Oong mengungkapkan, selama ini, anggaran yang dialokasikan oleh Pemprov Banten untuk pelaksanaan program di sektor pertanian berada di bawah angka 4,5 persen dari total APBD Provinsi Banten.

    Menurut Oong, idealnya anggaran untuk sektor pertanian di kisaran angka enam sampai tujuh persen.

    “Kalau dari postur APBD kita yang Rp11,5 triliun untuk anggaran sektor pertanian, khususnya yang ada di bawah mitra Komisi II itu masih di bawah 4,5 persen jadi belum ideal sekali,”

    “Untuk Banten sepertinya di enam sampai tujuh persen itu sudah ideal,” tandasnya.

    Dinas Pertanian Provinsi Banten menyediakan pinjaman pompa untuk membantu petani mengairi sawah selama musim kemarau, yang tahun ini lebih kering dari biasanya karena ada fenomena El Nino.

    “Kami mengecek langsung ke daerah Cikeusik, Kabupaten Pandeglang, dan kami telah meminjamkan pompa air untuk membantu para petani mengairi sawah,” kata Kepala Dinas Pertanian Provinsi Banten Agus M Tauchid di Serang, Rabu.

    Ia menyampaikan bahwa layanan peminjaman pompa disediakan untuk membantu petani mengalirkan air dari Sungai Cibaliung ke sawah mereka.

    Sebelum layanan peminjaman pompa dijalankan, ia mengatakan, Dinas Pertanian menurunkan tim untuk memetakan jarak lokasi sawah dengan sungai.

    “Semoga hal tersebut dapat membantu para petani,” katanya.

    Kepala Bidang Pengendalian dan Penanggulangan Bencana Pertanian Dinas Pertanian Provinsi Banten Saiful Bahri Maemun mengatakan bahwa dinas sudah memetakan daerah-daerah yang rawan mengalami kekeringan dan banjir.

    “Dengan basis data itu, kita bisa lebih mudah melakukan pemetaan dalam rangka mengantisipasi dampak El Nino,” katanya.

    Menurut dia, Dinas Pertanian Provinsi Banten juga menugaskan Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) yang tersebar di seluruh kecamatan untuk melaporkan kejadian kekeringan maupun banjir di wilayah kerja mereka.

    “Mereka selalu melaporkan secara rutin kepada kami ketika terjadi bencana kekeringan atau banjir di wilayah binaannya masing-masing,” katanya.

    Berdasarkan data Gerakan Pengendalian Dampak Iklim Dinas Pertanian Provinsi Banten, lahan yang terdampak kekeringan di Provinsi Banten sejak Juli hingga 7 Agustus 2023 luasnya mencapai 639 hektare.

    Perinciannya, kekeringan ringan terjadi pada 605 hektare lahan, kekeringan sedang terjadi pada 30 hektare lahan, kekeringan berat terjadi pada empat hektare lahan.(MG-01/ANT/PBN)

  • Puluhan Ribu Hektar Lahan Hutan di Banten Dikelola Masyarakat

    Puluhan Ribu Hektar Lahan Hutan di Banten Dikelola Masyarakat

    SERANG, BANPOS – Puluhan ribu hektar hutan milik PT Perhutani rencananya akan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Demikian disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Banten, Wawan Gunawan, Selasa (8/8/2023).

    “DLHK Banten  nantinya menggandeng lembaga masyarakat di sekitar hutan (LMDH) untuk pemanfaatan dan pengelolaan hutan milik Perhutani yang keseluruhan luasnya di Banten sekitar 78 ribu hektare,” katanya.

    “Di kawasan hutan dengan pengelolaan khusus, nah itu di Banten ada sekitar 39 ribu hektare yang nanti dikelola oleh masyarakat, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan,” sambungnya.

    Masih dikatakan Wawan, mengatakan, lahan yang dikelola PT Perhutani di Banten sekarang ini sekitar 79 ribu hektare. Dengan peraturan yang ada sekarang ini ada lahan yang dikelola LMDH.

    Sedangkan kawasan hutan dengan pengelolaan khusus di Banten ada sekitar 39 ribu hektare yang nanti dikelola oleh masyarakat, dalam upaya upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

    “Masyarakat perlu dibantu, nanti bisa dikerjasamakan dengan investor, BUMD, BLUD atau lembaga apapun yang bisa membantu masyarakat,” katanya.

    Menurutnya, pengelolaan tersebut bisa perorangan atau kelompok. Sedangkan jenis tanaman yang bisa ditanam adalah yang sesuai dengan kondisi lahan dan kebiasaan masyarakat sekitar serta lahan tersebut juga bisa jadi edukasi wisata. “Bisa saja taban jengkol, pete alpukat, durian dan jenis lainnya,” kata Wawan.

    Wawan mengatakan, program tersebut akan dilaksanakan tahun ini dan pihaknya saat ini sedang melakukan pemetaan.

    “Lokasinya ada di Kabupaten Lebak, Pandeglang dan sebagian di Kabupaten Serang. Nanti modelnya kerja sama cukup dengan pihak dinas kaki saja,” terangnya. (RUS/AZM)

  • Bayang-bayang ISPA di Puncak El Nino

    Bayang-bayang ISPA di Puncak El Nino

    SERANG, BANPOS – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak fenomena iklim El Nino yang akan memicu cuaca panas ekstrem di Indonesia pada Agustus hingga  September 2023.

    Pejabat Madya Pengamat Meteorologi dan Geofisika (PMG), BMKG Stasiun Geofisika Klas 1 Tangerang Maria Evi Trianasari dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/8) memprakirakan puncak kemarau kering 2023, terjadi pada Agustus hingga awal September.

    “Fenomena ini berpotensi mengganggu ketahanan pangan nasional, karena adanya ancaman gagal panen pada lahan pertanian tadah hujan,” kata Maria Evi.

    Ia menjelaskan, indeks El Nino pada Juli 2023, mencapai level moderate. Sementara Indian Ocean Dipole (IOD) sudah memasuki level index yang positif. Fenomena El Nino dan IOD positif saling menguatkan, sehingga musim kemarau 2023 menjadi lebih kering dan curah hujan pada kategori rendah hingga sangat rendah.

    Ia menjelaskan El Nino merupakan fenomena pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normal yang terjadi di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur.

    Pemanasan SML ini mengakibatkan bergesernya potensi pertumbuhan awan dari wilayah Indonesia ke wilayah Samudra Pasifik tengah dan timur.

    Sedangkan IOD adalah fenomena penyimpangan SML di Samudra Hindia, penyimpangan SML ini dapat menyebabkan berubahnya pergerakan atmosfer atau massa udara.

    “Fenomena El Nino ini menyebabkan kekeringan, sehingga diperlukan antisipasi. Selain itu, fenomena IOD menyebabkan berkurangnya curah hujan, sehingga menjadi kekeringan yang lebih kering dibanding tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya.

    Dalam dua fenomena ini, kata Maria, nilai positifnya ialah potensi panen garam akan meningkat, potensi tangkapan ikan juga akan meningkat, serta meningkatnya produksi padi pada lahan rawa lebak. Sedangkan negatifnya, terjadi kekeringan sumber daya air bersih, berpotensi gagal panen dan meningkatnya risiko kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

    “Masyarakat diimbau untuk bisa menghemat penggunaan air dalam aktivitas sehari-hari, serta menampung hujan yang masih mungkin turun sebagai cadangan air dan cegah karhutla. Selain itu, melakukan update informasi melalui BMKG, baik terkait cuaca, El Nino atau IOD,” katanya.

    Terpisah, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan, Dinkes Kabupaten Lebak, Firman Rahmatullah mengatakan, dengan adanya fenomena El Nino yang dapat membuat Kekeringan di sejumlah daerah, masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).

    Ia menjelaskan, masyarakat harus menjaga produksi ketahanan pangan dan air bersih agar tetap stabil dan terjaga dengan baik.

    “Sepanjang ketahanan pangan dan air bersih melimpah, kita bisa menjaga dan tidak menurunkan imunitas tubuh demi mencegah terkena ISPA,” kata Firman, Selasa (8/8).

    Ia menerangkan, pada tahun 2022, di Lebak terdapat 10 ribu masyarakat terjangkit ISPA. Meski tidak ada korban jiwa, lanjut Firman, kasus penyakit ISPA di Kabupaten Lebak masuk kategori tertinggi dibandingkankan dengan 10 jenis penyakit lainnya.

    Firman berharap, masyarakat senantiasa mengutamakan budaya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan dapat menjaga kebersihan lingkungan dengan menggunakan air bersih.

    “Kami meyakini dengan PHBS, menjaga kebersihan lingkungan dan mengkonsumsi pangan yang bergizi tidak mudah terserang ISPA,” tandasnya.

    Sementara itu, Kepala Puskesmas Cisimeut, Dede Hardiansyah, mengatakan bahwa penderita ISPA mampu diatasi dengan mengoptimalkan penyuluhan dan promosi kesehatan untuk pencegahan penyakit menular maupun penyakit tidak menular.

    “Kami setiap hari kerja menerjunkan petugas ke desa-desa untuk melakukan penyuluhan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,” katanya. (MYU/DZH/RUS/PBN)

  • Proyek Dindikbud Dituding Jadi Penyebab APBD Banten Mandek

    Proyek Dindikbud Dituding Jadi Penyebab APBD Banten Mandek

    SERANG, BANPOS – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Banten pada tahun 2024 mendatang mengusulkan anggaran puluhan miliar untuk membangun sekolah bertingkat di Kota Serang. Dan usulan tersebut menjadi penyebab proyek 2023 tidak bisa dilaksanakan.

    Informasi dihimpun BANPOS, Selasa (8/8) proyek di sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang telah di refocusing di tahun 2023, penyebabnya adanya usulan dari Dindikbud yang akan membangun Gedung bertingkat SMAN 2 Kota Serang.

    “Refocusing berdasarkan SE Pj Sekda tentang Optimalisasi Anggaran pada APBD Banten tahun 2023 ini memang sudah dibatalkan oleh PJ Gubernur Banten, tapi pada praktIknya program yang kemarin masuk dalam refocusing tetap ditahan, dan kabarnya akan menjadi SiLPA (sisa lebih penggunaan anggaran). Dan dana itu disiapkan untuk membangun Gedung bertingkat SMKN 2 Kota Serang,” kata salah sumber  di KP3B Curug Kota Serang yang enggan disebutkan namanya.

    Bahkan katanya, anggaran yang disiapkan bukan hanya puluhan miliar, akan tetapi mendekati diangka Rp100 miliar.

    “Gedungnya akan lebih megah dan besar dari SMAN 1 Kota Serang. Dana itu sekaligus untuk mebel. Tapi angka itu bisa berubah, masih dalam penghitungan oleh Dindikbud,” ujarnya.

    Sumber tersebut menyatakan, pembangunan Gedung bertingkat SMKN 2 Kota Serang, selain untuk menampung siswa setiap tahun dalam penerimaan siswa didik baru, sekaligus untuk penataan Kota Serang sebagai Ibu Kota Provinsi Banten.

    “Biar Kota Serang terlihat lebih tertata dan menarik lagi. Makanya Gedung SMKN 2 Kota Serang dibuat lebih mewah dari sekolah-sekolah tingkat SMA Negeri yang ada di Provinsi Banten. Kalau dilihat dari perencanaan programnya, memang gedungnya mewah sekali,” ujarnya.

    Meski usulan dari Dindikbud belum final dan disetujui oleh Pj Gubernur Banten Al Muktabar dan DPRD, akan tetapi mereka sangat meyakini bahwa program akan berjalan sesuai harapan.

    “Kalau dilihat dari gestur (sikap) pejabat Dindikbud, Gedung bertingkat SMAN 2 Kota Serang akan terwujud,” ujarnya.

    Namun, ada beberapa OPD di Pemprov Banten, menolak dan menentang usulan Dindikbud, lantaran saat ini Pemprov Banten membutuhkan dana lebih dari Rp750 miliar untuk sukses Pemilu dan Pilkada 2024.

    “Uang APBD Banten ini tahun ini dan tahun depan tersedot untuk anggaran kepemiluan. Makanya ada satu atau dua OPD yang benar-benar menolak usulan dari Dindikbud. Apalagi ada bidang tanah baru yang akan dibeli nantinya dalam pengembangan Gedung SMAN 2 Kota Serang,” ujarnya.

    Sementara itu, Dewan Provinsi Banten didesak oleh beberapa kalangan untuk mengeluarkan hak interpelasinya berkaitan dengan koreksi terhadap kinerja anggaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten yang dinilai kurang memuaskan. Bahkan, tidak hanya desakan untuk mengeluarkan hak interpelasi, melainkan juga didesak untuk mengeluarkan pernyataan mosi tidak percaya terhadap kinerja Pemprov Banten.

    Desakan itu muncul salah satunya datang dari akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Zainor Ridho saat menghadiri acara diskusi publik bertajuk ‘Serapan Anggaran Rendah: Apa Dampak dan Resolusinya,” yang diselenggarakan oleh Fraksi Partai Gerindra pada Selasa (8/8).

    Dalam catatanya, Ridho menjelaskan, alasan mengapa kinerja Pemprov Banten rendah, karena hal itu disebabkan oleh adanya ketidak sinkronan antara visi dengan pemerintah daerah itu sendiri, atau yang ia sebut dengan disorientasi birokrasi.

    “Setelah kita membaca apa yang berkembang saat ini di Provinsi Banten, itu yang disebut menurut saya adalah disorientasi birokrasi. Jangan-jangan birokrasinya itu tidak jalan karena tidak satu visi dengan siapa? Dengan pemerintah daerah,” kata Zainor Ridho dalam pertemuan tersebut.

    Tidak hanya disebabkan oleh disorientasi birokrasi, akademisi UIN Banten itu juga menilai, buruknya kinerja Pemprov Banten selama ini disebabkan oleh terjadinya disorientasi institusional.

    “Selain ada disorientasi birokrasi, menurut saya juga terpenting itu adalah ternyata setelah kita lihat ada distorsi institusional. Kenapa SKPD tidak berjalan? Sudah diberikan anggaran ternyata anggarannya tidak dimanfaatkan begitu baik,” imbuhnya.

    Oleh karenanya, melihat realitas tersebut maka, menurutnya sudah seharusnya anggota DPRD Provinsi Banten mengeluarkan hak interpelasinya untuk mengoreksi kinerja Pemprov Banten selama ini.

    “Maka DPRD sebagai salah satu suprastruktur negara punya peran penting untuk melakukan hak angket, kedua interpelasi, tiga bahkan bisa menginterpelasi terhadap eksekutif kenapa itu anggaran bisa lambat,” ucapnya.

    Sementara itu, tokoh masyarakat Banten Ali Yahya yang juga hadir dalam acara tersebut bahkan mengusulkan agar, Dewan Provinsi Banten mengeluarkan pernyataan mosi tidak percaya kepada pemerintahan Pj Gubernur Banten Al Muktabar.

    Karena menurut pria yang juga menjabat sebagai Ketua BAKOR Banten itu menilai, kebijakan Al Muktabar yang kerap membatasi OPD melakukan penyerapan anggaran sama saja telah melanggar Peraturan Daerah (Perda) yang sudah disepakati bersama.

    “Kalau orang yang dipilih itukan di-impeach namanya kan, nah itu mekanismenya panjang. Kalau ini mosi tidak percaya, kasih sama DPRD itu kepada Pemerintah Pusat, kepada Presiden. Karena inikan istilahnya sudah melanggar Peraturan Daerah, APBD itu kan Peraturan Daerah,” kata Ali Yahya saat ditemui usai menghadiri acara.

    Di samping itu, dorongan itu juga sebagai bentuk tantangan kepada dewan Provinsi Banten agar tidak melulu mengeluh, namun tidak melakukan aksi nyata.

    “Kita dorong berani gak DPRD, jangan ngeluh diluar tapi tidak bisa action, apalagi satu lingkup,” tandasnya. (MG-01/RUS/PBN)

  • Sulit Banget Ketemu Pejabat Publik, Guru-guru Ini Akhirnya Curhat ke Sultan Banten

    Sulit Banget Ketemu Pejabat Publik, Guru-guru Ini Akhirnya Curhat ke Sultan Banten

    SERANG, BANPOS – Sejumlah guru yang tergabung dalam Forum Guru Lulus Passing Grade Seluruh Indonesia (FGHNLPGSI), mendatangani Sultan Banten ke-18, Ratu Bagus (Rtb) Hendra Bambang Wisanggeni.

    Kedatangan mereka ke Sultan Banten itu untuk curhat terkait dengan kelakuan para pejabat publik di Provinsi Banten, yang sulit banget untuk ditemui. Padahal, para guru tersebut ingin mempertanyakan nasib mereka sebagai kelompok prioritas satu (P1).

    Para guru tersebut selain curhat, juga meminta tolong kepada Sultan Banten agar dapat difasilitasi untuk dipertemukan dengan kepala daerah atau pejabat terkait. Diketahui, pertemuan itu berlangsung di Kawasan Kesultanan Banten pada Sabtu (5/8) kemarin.

    Ketua FGHNLPGSI, Heti Kustrianingsih, mengatakan bahwa pihaknya memohon arahan dari sultan Banten untuk dijembatani bertemu dengan kepala daerah.

    “Kami meminta tolong dengan Sultan Banten agar bisa bertemu dengan Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar dan Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah,” ujar Heti, Senin (7/8).

    Heti mengaku bahwa selain meminta untuk difasilitasi bertemu dengan pejabat publik, dalam pertemuan tersebut pihaknya juga menceritakan semua keluhan yang dirasakan guru P1 di Banten.

    “Kami menceritakan semua masalah guru P1 yang belum terakomodasi menjadi PPPK,” katanya.

    Dia pun berharap, pertemuan dengan Sultan Banten dapat menumbuhkan semangat serta harapan bagi para guru P1, mengenai nasib mereka ke depannya.

    “Mudah-mudahan dapat bertemu dengan pemangku kebijakan serta formasi PPPK untuk guru P1 bertambah,” tandas Heti. (DZH)