Tag: Reformasi

  • Meski Sudah 25 Tahun Reformasi, Ketum PRIMA: Demokrasi Kapitalistik Dibawah Kendali Oligarki

    Meski Sudah 25 Tahun Reformasi, Ketum PRIMA: Demokrasi Kapitalistik Dibawah Kendali Oligarki

    JAKARTA, BANPOS – Tahun 2023 ini, gerakan reformasi sudah bergulir selama 25 tahun.

    Akan tetapi, meski sudag berjalan seperempat abad, kehidupan demokrasi disebut masih jauh dari cita-cita reformasi.

    Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA), Agus Jabo Priyono, menilai bahwa demokrasi di Indonesia saat ini masih menghambat partisipasi rakyat dalam urusan politik dan kebangsaan.

    Hal itu terbukti dengan dijegalnya PRIMA dan beberapa Partai untuk berpartisipasi dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

    Padahal, kata dia, PRIMA merupakan partainya rakyat biasa yang didirikan dan digerakkan langsung oleh rakyat

    “PRIMA adalah representasi langsung dari rakyat biasa, tapi kami dijegal oleh kepentingan yang merasa terusik eksistensinya, demokrasi kita hanya dinikmati segelintir elit super kaya,” ujar Agus Jabo dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (20/5).

    Agus Jabo menjelaskan, demokrasi yang hanya dinikmati oleh segelintir elit super kaya tersebut berakibat pada penyelenggaraan negara yang tidak bersih dan kesenjangan sosial yang tajam.

    Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), kata Agus, terjadi di setiap tingkatan, dari pusat hingga ke kekuasaan paling bawah.

    Padahal, salah satu tujuan gerakan reformasi adalah Indonesia yang demokratis, terwujudnya kesejahteraan sosial dan terbebas dari praktik KKN yang marak dilakukan oleh Orde Baru saat itu.

    “Dulu, gerakan reformasi itu tujuannya agar demokrasi dapat terwujud, kesejahteraan sosial merata dan Indonesia terbebas dari praktik KKN,” ungkapnya.

    Selain menyinggung persoalan demokrasi dan pemerintahan bersih yang belum terwujud pasca reformasi, Agus Jabo juga menyoroti persoalan kesenjangan sosial di Indonesia yang masih sangat tajam.

    Menurutnya, cita-cita mewujudkan Indonesia yang demokratis bukan hanya terwujudnya demokrasi politik, tetapi juga demokrasi ekonomi atau keadilan sosial, seperti yang diamanatkan dasar negara Pancasila dan Pasal 33 UUD 1945.

    Ia menyayangkan pengelolaan ekonomi dan sumber daya kekayaan bangsa saat ini, belum tegas berorientasi pada penguatan industri nasional dan kemandirian ekonomi.

    “Pengelolaan ekonomi sangat oligarkis dan masih menggunakan warisan kolonial yang sangat imperialistik, yaitu ekstraktivisme,” ucapnya.

    Agus Jabo mengaku akan mendukung setiap usaha pembangunan ekonomi yang diarahkan pada penguatan industrialisasi nasional, dengan mempercepat program hilirisasi atas semua produk sumber daya alam, khususnya tambang, pertanian, kehutanan, energi, perikanan dan lain-lain.

    Menurutnya, industri nasional yang berbasis pada kemandirian ekonomi dan penciptaan lapangan kerja secara penuh akan mengurangi kesenjangan sosial.

    “(Dapat) menghilangkan ketergantungan terhadap modal asing, menjadi negara yang kuat bermartabat, berkepribadian dan demokrasi ekonomi dapat terwujud,” tandasnya. (MUF)

  • Rayakan 25 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Desak Pemerintah Adili Pelaku Pelanggaran HAM

    Rayakan 25 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Desak Pemerintah Adili Pelaku Pelanggaran HAM

    SERANG, BANPOS – Pemerintah didesak untuk serius mengadili para pelaku pelanggaran HAM yang terjadi pada 1998 lalu.

    Desakan itu disampaikan langsung oleh para Aktivis 98 Banten dalam sebuah acara diskusi interaktif yang bertajuk ‘Merawat Ingatan Menolak Lupa 25 Tahun Reformasi’ di UIN Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten pada Rabu (17/5).

    Presidium PENA 98 Banten Sopiyan yang hadir dalam acara tersebut, menuntut pemerintah dapat bergerak secara proaktif menuntaskan masalah pelanggaran HAM yang terjadi pada masa-masa penggulingan Soeharto.

    “Negara harusnya proaktif dalam menuntaskan kasus-kasus pelanggar HAM di era penumbangan Soeharto. Ini menjadi komitmen kami, selaku pelaku sejarah, sebagai bagian dari penuntasan reformasi total,” ujar Sopiyan.

    Senada dengan yang disampaikan oleh Sopiyan, aktivis Forkot yang juga praktisi media Wajid Nuad menilai, jika saja pemerintah dapat bertindak tegas terhadap pelaku pelanggaran HAM 1998, maka bukan tidak mungkin hal itu akan memberikan efek jera terhadap pelaku pelanggaran lainnya, sehingga kejadian serupa tidak akan terjadi di masa mendatang.

    “Kalau negara tegas terhadap pelaku pelanggaran HAM di tahun 1998. Dipastikan tidak ada lagi kasus serupa di masa mendatang. Sehingga ada efek jera,” kata Wajid Nuad.

    Hadir di tempat yang sama, Akademisi Hukum Tata Negara Yhannu Setyawan mengungkapkan, meski negara belum mampu menyeret para pelaku HAM ke pengadilan karena alasan berbagai pertimbangan, namun ia mengatakan bahwa para aktivis akan melakukan perlawanan dengan tidak memberikan tempat bagi para pelaku pelanggaran HAM untuk berkuasa.

    “Walau secara hukum positif, pelaku pelanggar HAM di tahun 1998 masih bebas, dan belum diadili. Mungkin karena banyak pertimbangan. Setidaknya, kami akan melawan supaya pelaku pelanggar HAM tersebut jangan sampai berkuasa di negara ini. Karena seorang pemimpin di negeri ini, tidak boleh memiliki rekam jejak yang berlumuran darah di masa silam,” ungkapnya.

    Sementara itu, aktivis mahasiswa SMGI UIN SMH Banten Syahrizal Shaifana mengaku merasa kagum dan takjub dengan perjuangan para aktivis 98.

    Kendati sudah 25 tahun reformasi, menurut Rizal para aktivis 98 masih kompak dan solid dalam memperjuangkan agenda reformasi total.

    “Perjuangan aktivis 98 menumbangkan rezim menjadi inspirasi tersendiri bagi kami yang masih muda. Sehingga kami bisa belajar untuk konsisten dalam memperjuangkan kepentingan rakyat dan menjaga utuh NKRI,” tandasnya. (MG-01)