Tag: RPJMD Banten

  • Rencana Banten Tanpa Visi Kepala Daerah

    Rencana Banten Tanpa Visi Kepala Daerah

    PEMILU serentak pada tahun 2024 tidak hanya berdampak pada kontestasi pemilihan kepala daerah saja. Namun, bagi daerah yang sudah habis masa jabatan kepala daerah, dan menggunakan Pj kepala daerah, maka Kemendagri memberikan aturan untuk menggunakan Rencana Pembangunan Daerah (RPD) atau RPJMD transisi yang tidak memuat visi kepala daerah.

    Diketahui bahwa dalam waktu 3 tahun kedepan, kepemimpinan di Provinsi Banten akan dipegang oleh seorang Penjabat yang ditunjuk Presiden melalui Kemendagri, yakni sejak tanggal 12 Mei mendatang.

    Pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menyelesaikan validasi rencana pembangunan daerah (RPD) yang akan digunakan oleh Penjabat (Pj) Gubernur Banten dalam bekerja selama dua tahun, dari tanggal 13 Mei 2022 sampai dengan ada gubernur terpilih 2024 mendatang.

    Kepala Bappeda Banten, Mahdani dihubungi melalui pesan tertulisnya, Minggu (13/3) mengungkapkan setelah satu pekan lamanya dilakukan evaluasi Kemendagri atas RDP 2023-2026 usulan dari pemprov, akhirnya Kemendagri menyetujui. Dianggap telah memenuhi aturan.

    “Baru saja RDP selesai divalidasi oleh Kemendagri, dan rencananya minggu depan ditetapkan oleh gubernur (WH),” kata Mahdani.

    Ia menjelaskan, mekanisme penyusunan RDP 2023-2026 sama dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 86 tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah.

    “Yang berbeda visi dan misinya. Kalau dalam RPJMD menggunakan Visi dan Misi Gubernur terpilih. Sedangkan dalam RPD menggunakan Visi dan misi RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah) Banten,” katanya.

    Selain itu, perbedaan lainnya dalam RPJMD dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional(RPJMN) 2019-2022 sebelumnya, program, sasaran program, kegiatan, daerah yang membuat. Namun dalam RPD sesuai dengan Permendagri 050 tahun 2021, mulai dari program, sasaran, kegiatan dan tolok ukur sudah ditetapkan dalam Sistem Informasi Pembangunan Daerah (SIPD).

    “Kalau yang menjadi dasar penyusunan RPD adalah Instruksi Mendagri Nomor 70 tahun 2021 tentang Penyusunan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah Bagi Daerah dengan Masa Jabatan Kepala Daerah Berakhir Pada Tahun 2022,” ujarnya.

    Disinggung mengenai poin-poin apa saja yang ada dalam RPD Banten yang disebut sebagai acuan Penjabat Gubernur Banten dalam bekerja nanti, Mahdani hanya menyebutkan rencana pelaksanaan RPJPD periode lima tahunan.

    “Isi yang paling utama merencanakan pelaksanaan RPJPD periode 5 tahun terakhir RPJPD, 2023-2025. Dan Kewenangan pelaksanaan oleh Pj Gubernur mulai tahun 2023,” ujarnya.

    Berdasarkan dokumen yang didapatkan BANPOS, diketahui bahwa RPD harus memiliki beberapa hal yaitu, Melanjutkan kesinambungan pembangunan sehingga apa yang belum dicapai dalam RPJPD dapat dilanjutkan dalam RPD 2023-2026, kemudian mensinkronkan RPJPN-RPJMN ke dalam RPD 2023-2026, lalu RPD 2023-2026 menjadi acuan penyusunan visi misi Bakal Calon Kepala Daerah dalam Pilkada serentak 2024, Untuk menangani isu-isu aktual yang harus dituntaskan seperti penanganan covid 19, pemulihan ekonomi, dan lain-lain, serta untuk menangani isu-isu lainnya yang harus digali dan ditangani.

    Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil Banten (KMSB) menilai RPD, sebagai pengganti RPJMD masa transisi 2023-2026, seperti luput dari perhatian publik. Padahal, ini merupakan isu strategis yang sangat penting.

    Koordinator Presidium, Koalisi Masyarakat Sipil Banten (KMSB), Uday Suhada, menyebut bahwa pihaknya menangkap masalah itu sebagai bagian dari perhatian KMSB. Pihaknya pun kemudian menyampaikan hasil kajiannya secara langsung ke BAPPEDA Banten, Kamis (10/3)

    “Kami memandang bahwa RPD di masa transisi 2023 hingga 2026, hingga ada Gubernur Definitif nanti merupakan aspek pokok dalam menentukan arah pembangunan,” ujarnya.

    Ia mengatakan, KMSB yang usianya belum genap setahun ini secara marathon menggelar kajian mendalam terkait dengan RPD. Hingga akhirnya RPD tersebut disampaikan kepada Pemprov Banten melalui BAPPEDA.

    “Alhamdulillah hari ini sudah bisa kami sampaikan kepada Pak Kepala Bappeda. Mudah-mudahan memberi kontribusi positif untuk rakyat Banten,” katanya.

    Ditanya terkait bidang yang menjadi fokus perhatian KMSB, Uday menyebutkan ada beberapa hal. KMSB memperkuat perhatian pada kebijakan tentang perlindungan terhadap perempuan dan anak, perlindungan terhadap kelompok disabilitas, masalah pelayanan kesehatan dan pembangunan desa.

    Dalam hal ini Uday mencontohkan perlunya segera dibuat rumah singgah di sekitar RSUD Banten dan Malingping. Hal itu dilakukan agar keluarga pasien tidak kebingungan harus menginap dimana.

    “Banyak saudara-saudara kita yang dari pelosok kebingungan saat harus nginap menemani pasien. Alhamdulillah tiga hari yang lalu Pak Ketua DPRD dan Pak Sekda merespon positif ide itu,” tuturnya.

    Sebanyak 5 delegasi KMSB disambut langsung oleh Kepala Bappeda Banten, Mahdani, Sekban dan 3 Kabidnya. Dalam kesempatan itu, Mahdani menyampaikan apresiasi atas kontribusi pemikiran yang diberikan KMSB.(MUF/RUS/PBN)

    KABUPATEN/ KOTA BERHARAP KEBUTUHAN DIPENUHI

    BEBERAPA isu strategis yang muncul dalam RPD diantaranya adalah, Indeks Pembangunan Manusia mengalami perlambatan pertumbuhan pada tahun 2021, belum optimalnya tingkat kualitas kesehatan masyarakat, belum optimalnya tingkat pendidikan dan kesehatan, tingginya tingkat pengangguran terbuka, pelayanan pemerintah provinsi ke masyarakat masih belum optimal, masih rendahnya pemajuan kebudayaan dan prestasi olahraga, belum efektifnya pemeliharaan ketentraman dan ketertiban umum.

    Permasalahan yang muncul pada akhir periode RPJMD 2017-2022 ini diantaranya adalah, kasus stunting yang masih tinggi, rendahnya angka partisipasi sekolah yang baru mencapai tingkat SMP, masih tingginya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.

    Terkait beberapa hal tersebut, pemerintah kabupaten/ kota berharap agar RPD nanti dapat turut serta mengurangi permasalahan yang ada tersebut.

    Terkait permasalahan stunting di Kabupaten Pandeglang, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pandeglang menyebutkan bahwa Kabupaten Pandeglang telah dijadikan lokus untuk program prioritas Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten.

    Kepala Dinkes Kabupaten Pandeglang, Raden Dewi Setiani mengatakan, Pemprov Banten telah menjadikan Kabupaten Pandeglang untuk menjadi program prioritas Pemprov Banten dalam penanggulangan stunting.

    “Dalam penanggulangan stunting yang menjadi program prioritas Pemprov Banten sudah melakukan beberapa langkah antara lain dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) penanggulangan stunting Banten yang disebut BAGAS,” kata Raden Dewi Setiani kepada BANPOS melalui pesan WhatsApp, Senin (14/3).

    Dewi menjelaskan, di Kabupaten Pandeglang dengan jumlah stunting paling tinggi di 8 kabupaten kota yang ada di Banten menjadi lokus penanggulangan stunting.

    “Kita mempunyai lokus 10 desa dari 8 kecamatan. Lokus ini yang akan diberikan penanganan lebih serius dari Pemprov Banten dan Pemda Kabupaten Pandeglang. Pandeglang sendiri sudah membentuk TPPS dari mulai tingkat kabupaten, kecamatan dan desa,” terangnya.

    Menurutnya, penanggulangan stunting tidak bisa dilakukan hanya oleh Dinkes saja, namun perlu adanya konvergensi antar berbagai OPD yang ada di Kabupaten Pandeglang dibawah koordinator BAPPEDA dan ketua pelaksana BP2KBP3A.

    “Delapan Aksi penanggulangan stunting akan segera dilakukan untuk menurunkan anggukan stunting Kabupaten Pandeglang, 37,8 persen menjadi 14,5 persen di tahun 2024. Kami berharap Pemprov Banten dapat memberikan perhatian lebih untuk Kabupaten Pandeglang dalam menurunkan angka stunting, baik bantuan pembinaan dan anggaran,” jelasnya.

    Terkait dengan rencana pembangunan Provinsi Banten untuk Kesehatan di Kabupaten Pandeglang, Dewi menyebut bahwa Pemprov Banten telah melakukan pembangunan Rumah Sakit Umum (RSU) Labuan.

    “Beberapa minggu lalu tepatnya tanggal 8 Maret 2022 telah di laksanakan peletakan batu pertama pembangunan RSU Labuan, pembangunan RSU Labuan direncanakan 8 bulan akan selesai pada tahun 2023. Dengan adanya pembangunan RSU Labuan ini akan menambah jumlah ketersediaan tempat tidur di Kabupaten Pandeglang untuk dapat melayani masyarakat Pandeglang dalam pelayanan rujukan,” paparnya.

    “Kami berharap rencana selanjutnya untuk pembangunan RSU di Cibaliung akan segera direalisasikan, sehingga untuk wilayah Pandeglang selatan bisa lebih mudah mendapatkan pelayanan rujukan RSUD,” ungkapnya.

    Sementara itu, terkait dengan permasalahan kekerasan terhadap anak dan perempuan, Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Pandeglang, melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) bahwa Pemprov Banten belum mengakomodir untuk pembekalan UPT P2TP2A yang ada di Kabupaten Pandeglang.

    “Saya dan beberapa UPT di kabupaten dan provinsi masih baru. Harapan kami untuk memaksimalkan kinerja UPT P2TP2A diadakan pelatihan terkait penanganan dan pelayanan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak,” kata Kepala UPT P2TP2A DPKBP3A Kabupaten Pandeglang, Sudin kepada BANPOS.

    Menurutnya, dengan diberikannya bekal pelatihan oleh Pemprov Banten, pihaknya juga berharap kekerasan terhadap perempuan dan anak berkurang.

    “Harapan kami, tentu kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat berkurang, dan terlayaninya semua korban kekerasan tersebut,” ungkapnya.

    Sementara, Kepala Bappeda Kabupaten Serang, Rachmat Maulana, berharap di RPJMD transisi, Provinsi Banten tetap memberikan ruang yang cukup bagus dan keberpihakan dalam pembangunan Puspemkab. Sebab, Puspemkab Serang ini menjadi komitmen banyak pihak dan perlu dukungan alokasi anggaran yang diberikan oleh Provinsi Banten ke Kabupaten Serang.

    “Kami berharap ada supporting alokasi anggaran yang diberikan oleh Provinsi Banten ke Kabupaten Serang dalam rangka percepatan pembangunan pusat pemerintahan Kabupaten Serang di Ciruas,” ujarnya.

    Tak hanya itu, pihaknya juga berharap RPJMD transisi Pemprov Banten tetap selaras dengan isu-isu strategis yang ada di Kabupaten Serang, terutama kaitannya dengan peningkatan IPM, akses kesehatan, pendidikan. Tak hanya itu, pihaknya kini tengah berusaha mengurangi tingkat pengangguran di Kabupaten Serang dan peningkatan infrastruktur.

    “Untuk infrastruktur, terutama akses-akses atau simpul-simpul yang bertemu wilayah perbatasan dan jembatan-jembatan serta akses jalan yang menjadi kewenangan Provinsi Banten yang berada di wilayah Kabupaten Serang agar dapat ditingkatkan,” jelasnya.

    Sejumlah harapan lainnya pun disampaikan olehnya dalam rangka transisi RPJMD Provinsi Banten ke depan. Sebab, menurutnya ada banyak program di Kabupaten Serang yang perlu dilakukan kerjasama secara intens bersama dengan Provinsi Banten.

    Pertama, pengalihan jalan-jalan Kabupaten Serang menjadi jalan-jalan Provinsi. Pihaknya melihat, nampaknya belum secara keseluruhan Pemda Kabupaten Serang mengalihkan jalan menjadi jalan-jalan Provinsi.

    “Ini menjadi penting buat kami Pemda Kabupaten Serang, karena kita berharap bukan pemeliharaan, kedepan menjadi tanggung jawab Provinsi Banten,” ucapnya.

    Kedua adalah kolaborasi penanganan rutilahu atau rumah tidak layak huni di Kabupaten Serang. Karena jumlah Rutilahu di Kabupaten Serang banyak, pihaknya berharap Provinsi Banten bisa mendukung dan menambah kuota penanganan Rutilahu di Pemprov Banten.

    “Sampai hari ini memang ada (perbantuan), tapi mungkin jumlahnya kami berharap lebih ditambah,” katanya.

    Ketiga, terkait dengan infrastruktur jembatan. Terutama jembatan-jembatan gantung yang sebagai penghubung antara Kabupaten Serang dengan kabupaten lain, contohnya dengan Kabupaten Tangerang.

    “Ada beberapa jembatan yang terhubung dan kita berharap diambil alih oleh Provinsi Banten, karena itu kan lintas antara kabupaten dan kota dan dianggarkan oleh Pemprov Banten,” tuturnya.

    Untuk permasalahan stunting, kekerasan perempuan dan anak, menurutnya menjadi topik yang hangat. Karena permasalahan tersebut sifatnya lintas Provinsi, lintas Kabupaten, lintas OPD, terutama di DKBP3A.

    “Ini menjadi topic, kita berharap saling support dan saling dukung lebih intens. Karena memang kasus-kasus yang terjadi nampaknya fenomena Dinkes, kami tidak mengetahui takaran info di bawahnya Seperti apa, kami berharap kondisi-kondisi tersebut ada support dari Provinsi Banten di Kabupaten Serang,” tandasnya.

    Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lebak Virgojanti berharap, RPD Banten nanti akan dapat sesuai dengan rencana dan mendukung upaya pemerintah kabupaten Lebak untuk terus melakukan pencegahan dan penanganan kekerdilan (stunting) pada anak balita.

    Menurut Virgo, jumlah kasus anak bertubuh pendek maupun sangat pendek di Kabupaten Lebak tercatat masih tinggi. Namun pihaknya optimis dengan adanya Peraturan Bupati tentang kekerdilan yang tetap mengacu standar yang diberikan oleh pemerintah pusat untuk pencegahan dan penanganan masalah kekerdilan akan menurun.

    Ia mengaku, pihaknya (Bappeda) itu hanya melakukan perencanaan secara umum dan secara teknis pelaksanaan itu berada di masing-masing organisasi perangkat daerah (OPD) atau SKPD. Dikatakan, kasus stunting sendiri merupakan permasalah yang cukup kompleks, sehingga dalam penanganannya tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, namun harus dilakukan seluruh pihak berkoordinasi dan bekerja sama untuk penanganan stunting guna mewujudkan SDM yang unggul.

    “Semua pihak harus terlibat, karena stunting itu sendiri bukan hanya masalah kesehatan saja, namun juga pendidikan dan kesejahteraan warga itu sendiri. Maka dalam penanganannya perlu ada koordinasi dari seluruh pihak mulai dari perencanaan, penganggaran, dan penanganan di tingkat Kabupaten hingga tingkat Desa,” katanya

    “Secara teknis ranahnya berada di OPD terkait. Kami yakin melalui Perbup itu dipastikan angka kasus kekerdilan anak di Kabupaten Lebak bisa terus menurun drastis,” imbuhnya.

    Virgo menambahkan, Pemerintah Kabupaten Lebak tentu berharap, Rencana Pembangunan Daerah Provinsi Banten yang akan menjadi RPJMD transisi selama Gubernur Banten dijabat Pelaksana Tugas (Plt), tetap berjalan dengan baik sesuai rencana.(CR-01/DHE/LUK/PBN)

  • Usai Polemik Jabatan Sekda, Pemprov Banten Diminta Fokus Kejar Capaian RPJMD

    Usai Polemik Jabatan Sekda, Pemprov Banten Diminta Fokus Kejar Capaian RPJMD

    SERANG, BANPOS – Usai polemik jabatan Sekda Banten, Pengamat Tata Negara, Yhanu Setyawan meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten harus semakin fokus mengejar ketertinggalan pencapaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

    “Harmoni penyelenggaraan pemerintahan diperlukan utk mengejar capaian pembangunan yang tertuang dalam RPJMD dan sebagai peta jalan untuk mewujudkan tujuan dari pembentukan Provinsi Banten,” kata Yhanu Setiawan, Senin (7/3/2022).

    Menurut Yhanu, polemik jabatan Sekda merupakan ujian kedewasaan para pemimpin birokrasi. Ujian itu telah dilalui.

    “Mereka mendapat apresiasi dari masyarakat atas permintaan masing-masing pihak yang berkonflik untuk saling meminta maaf dan berkomitmen untuk sama-sama membangun Banten,” katanya yang juga Dosen di Universitas Lampung (Unila).

    Katanya, situasi beberapa bulan ke belakang yang relatif terbaca adanya disharmoni, sepatutnya menjadi pelajaran, agar semua pihak kembali bekerja sesuai tugas, fungsi dan  kewenangannya sebagaimana diatur oleh  peraturan perundangan-undangan.

    Rangga Galura Gumelar, Pengamat Komunikasi Media yang juga Dosen FISIP Untira mengatakan, Pemprov Banten perlu memperhatikan aspek komuniasi organasi dan interpersonal dalam menjalankan pemerintahan, komunikasi organisasi yang saling membangun, menguatkan dan menegaskan visi pelayanan kepada masyarakat.

    Sedangkan pada sisi komunikasi interpersonal  agar tidak saling memelintir informasi sehingga tidak mengundang intrepretasi yang berlebihan, bahkan menimbulkan kecurigaan yang berujung saling menjatuhkan.

    Menurut Rangga, saat ini para pejabat di Pemprov, terutama kepala daerah, sekda dan eselon dua agar menyaring informasi dan tidak melempar informasi kepada masyarakat dalam sebuah pendekatan yang dapat menyudutkan pemerintah secara kelembagaan dan secara personal.

    Jangan terjebak pada diksi dan narasi yang di dalamnya memiliki kepentingan pribadi ataupun golongan. Dalam konteks ini sudah saatnya media berperan sebagai implementasi kekuatan kedaulatan rakyat turut membangun dan memberikan informasi positif yang dapat menguatkan peran dan fungsi pemerintahan. 

    “Kegaduhan-kegaduhan yang selama ini terjadi, hendaknya tidak terulang kembali,” kata Rangga.

    PBN/ENK

  • Misi Mustahil WH-AA Tuntaskan RPJMD

    Misi Mustahil WH-AA Tuntaskan RPJMD

    SERANG, BANPOS – Janji akan menyelesaikan target rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) Provinsi Banten selama 4 bulan terakhir ini disebut sebagai misi yang mustahil. Hal ini dikarenakan, banyak target RPJMD periode Wahidin Halim (WH) dan Andika Hazrumy (AA) yang tidak akan mencapai target pada 4 bulan terakhir masa jabatan. Namun, Wakil Gubernur Banten menyatakan optimistis dan akan fokus mengejar PR RPJMD tersebut.

    Direktur Eksekutif Pusat Studi dan Informasi Regional (PATTIRO) Banten, Angga Andrias menyatakan, tahun 2022 banyak sekali Pekerjaan Rumah bagi Pemprov Banten, diantaranya adalah angka IPM sejak tahun 2020 belum dapat mencapai target, target tahun 2020 sebesar 72,75 namun berdasarkan data BPS realisasi hanya sebesar 72,45. Begitupun pada tahun 2021 yang realisasinya hanya sebesar 72,72.

    “Dalam intervensi Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), sejak tahun 2018 LPE Provinsi Banten selalu tidak mencapai target. Pada tahun 2019, realisasi LPE hanya mencapai 5,29 dan pada masa pandemi di tahun 2020 LPE Provinsi Banten terjun bebas di angka -3,38,” papar Angga, Rabu (18/1).

    Situasi Banten saat ini juga menjadi persoalan bagi Pemprov Banten sendiri, yakni belum optimalnya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), diantaranya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mengalami perlambatan pertumbuhan, yaitu dibawah rata-rata nasional (naiknya 0,35 persen) sedangkan Provinsi Banten hanya naik sebesar 0,03 persen.

    “Kesenjangan distribusi pendapatan yang diukur dengan, Gini Ratio masih fluktuatif, data Maret 2021 menunjukkan angka 0,365. Gini Ratio di daerah perkotaan pada Maret 2021 tercatat sebesar 0,369 naik sebesar 0,008 poin dibanding Gini Ratio September 2020 yang sebesar 0,361,” terangnya.

    Angga menunjukkan data lainnya yaitu, angka kemiskinan bulan September 2020 sebesar 6,63 persen, mengalami peningkatan sebesar 0,71 poin dibanding periode sebelumnya (Maret 2020) yang sebesar 5,92 persen, dan mengalami peningkatan sebesar 0,03 poin menjadi sebesar 6,66 persen pada bulan Maret 2021.

    “Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2021 sebesar 8,98 persen, turun 1,66 persen poin dibandingkan dengan Agustus 2020, namun merupakan peringkat 3 tertinggi secara nasional setelah Kepulauan Riau dan Jawa Barat, serta masih lebih tinggi dari rata-rata nasional yang sebesar 6.49 persen,” ujarnya.

    Pertumbuhan ekonomi juga belum bisa optimal, dalam kontribusi sektor unggulan daerah, mengalami penurunan PDRB Provinsi Banten dari 661.651,64 pada Tahun 2019 menjadi 626.437,44 pada Tahun 2020.

    Terbatasnya daya dukung lingkungan dan belum optimalnya ketahanan iklim dan pengendalian emisi GRK serta belum optimalnya mitigasi resiko bencana seperti penurunan kualitas air, udara, air laut, akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan hal ini dilihat berdasarkan Kondisi kualitas lingkungan hidup berada pada kriteria sedang (50-70). Dan belum optimalnya mitigasi, kesiapsiagaan, dan tanggap darurat bencana.

    “Dalam pemetaan permasalahan Reformasi Birokrasi, komitmen pemprov Banten dalam menerapkan reformasi birokrasi juga tidak berjalan mulus, dari seluruh Indikator mengindikasikan masalah dan tidak tercapai mengingat tidak ada yang terkategori baik dengan indeks > 3,00,” paparnya.

    Disparitas antar Kabupaten/ Kota khususnya wilayah selatan dan utara juga masih tinggi. Disparitas antar wilayah utara dan selatan Banten tercermin dari PDRB perkapita. Dalam 5 tahun terakhir Kab. Pandeglang dan Lebak masih selalu dibawah Kab/Kota yang lain. Kontribusi PDRB Pandeglang baru mencapai 4,3 % dan Lebak hanya mencapai 4,5 %. Sedangkan 6 daerah lainnya sudah diatas 10 %.
    Pemprov Banten juga mendapat skor 61,38, urutan 31 dari 34 Provinsi berdasarkan Survey Penilaian Integritas 2021. SPI yang mengukur kerawanan korupsi di sektor pemerintahan.

    “Komitmen Pemprov Banten dalam menyelesaikan target RPJMD dalam waktu 4 bulan dirasa mustahil mengingat banyak catatan dan selalu dibawah target khususnya dalam pelayanan publik, pembangunan sumber daya manusia dan reformasi birokrasi,” tegasnya.

    Terpisah, Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy mengaku pada wlawal tahun 2022 ini fokus mengejar target RPJMD 2017-2022

    Penegasan tersebut disampaikan Andika saat menghadiri pelantikan pengurus Gabungan Perusahaan Kontraktor Nasional (GABPEKNAS) Banten 2021-2026 di salah satu hotel berbintang lima di Kota Serang, Selasa (18/1).

    Dalam sambutannya Andika mengatakan Pemprov Banten kini tengah kembali fokus mengejar target RPJMD atau rencana pembangunan jangka menengah daerah 2017-2022.

    “Setelah sempat terhenti karena pandemi Covid 19, sekarang kita fokus kembali mengejar target-target RPJMD,” kata Andika.

    Hadir pada acara tersebut Anggota LPJK (lembaga pengembangan jasa konstruksi) dari unsur Pakar Kementerian PUPR, Manlian Ronald Adventus Simanjuntak dan Ketua Umum Kadin Banten M Azzari Jayabaya.

    Dikatakan Andika, laju pertumbuhan ekonomi atau LPE Banten sebagaimana juga di daerah lainnya sempat tertahan hingga terkontraksi minus 3 persen pada saat pandemi Covid 19 menghantam dunia pada awal tahun 2020.

    Namun begitu, perekonomian sudah mulai menggeliat sehingga Pemprov Banten sudah bisa kembali fokus mengejar target-target RPJMD yakni pembangunan pelayanan dasar seperti di pendidikan, kesehatan dan infrastuktur, setelah sebelumnya fokus semua pihak terpusat untuk penanganan pandemi Covid -19.

    “Untuk infrastruktur misalnya pembangunan jalan provinsi kita Alhamdulillah 98 persen sudah status mantap,” ujarnya disambut tepuk tangan peserta acara yang hadir.(RUS/PBN)

  • RPJMD Berkualitas Jadi Solusi Peningkatan SAKIP

    RPJMD Berkualitas Jadi Solusi Peningkatan SAKIP

    SERANG, BANPOS – Pemerintah Kabupaten Serang kembali mengejar peningkatan penilaian Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (SAKIP) dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) dengan melakukan perbaikan kualitas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau RPJMD.

    Hal itu disampaikan Asisten Daerah (Asda) III Bidang Organisasi, Keuangan, Umum, dan Fasilitas Pimpinan (Faspim) Kabupaten Serang, Ida Nuraida usai Pembinaan dari Evaluator Kementerian PAN dan RB terkait Evaluasi SAKIP dan Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) di Aula KH. Syam’un, Senin (25/10).

    “Kegiatan evaluasi dari Kemen PAN RB terkait penyusunan SAKIP Tahun 2022 karena kan kita pada tahun 2021 terjadi penurunan nilai dari A menjadi BB. Nah kita kejar apa yang menjadi kekurangan, ternyata kualitas RPJMD nya masih ada pencampuran, mana strategi, mana program, dan mana kegiatan,” ungkapnya.

    Seharusnya, kata Ida, yang menjadi ranah kepala daerah dan wakil kepala daerah itu program yang strategis. “Jadi nanti kita bersihkan, kualitas RPJMD kita perbaiki, kebetulan juga sambil menunggu rekomendasi dari provinsi,” terang Ida.

    Karenanya, sebut Ida kalau penyusunannya sudah selesai. Hanya saja, pada evaluasi adanya koreksi dari evaluator Kemen PAN RB.

    “Jadi, kita cari pada Bab 5 di ranah kepala daerah untuk yang betul-betul strategis saja dalam RPJMD nya. Itu yang pertama,” katanya.

    Kemudian yang kedua, Ida yang juga Pelaksana Tugas (Plt) Asda II Bidang Ekonomi, ULP, dan Administrasi Pembangunan ini menjelaskan, setiap OPD (organisasi perangkat daerah) wajib jika sebelumnya Cascading sistemnya untuk mencari mana yang menjadi target kinerja setiap OPD saat berubah menjadi pohon kinerja.

    “Jadi pohon kinerja itu berawal dari sasaran yang ingin kita tuju dari satu OPD,” paparnya.

    “Nah, pohon kinerja bisa saja dilakukan oleh beberapa OPD terhadap satu kegiatan yang memang dinilai benar-benar strategis. Jadi Cascading OPD lainnya dan disini OPD harus mampu membuang kebiasaan lama yaitu ego sektoral, jadi harus bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan masalah bersama di Kabupaten Serang ini,” kata Ida.

    Lebih jelasnya, tambah Ida, dalam upaya mengejar peningkatan penilaian Sakip akan lebih ditekankan lagi karena untuk setiap daerah permasalahannya berbeda. Dengan membuat pohon kinerja itu, maka akan bisa diketahui sebetulnya di OPD ini apa yang mesti menjadi tupoksinya yang perlu diangkat.

    “Jadi semua nomenklatur di struktural seperti tahun ini di masa pandemi COVID-19 mereka (OPD), bisa menemukan masalahnya masing-masing terutama indeks pembangunan manusia (IPM),” ujarnya.

    “Kalau sekarang Ibu Bupati menekankan kepada pemulihan ekonomi, jadi dari sisi pariwisata memulihkan ekonomi, pendidikan dan kesehatan juga sama akibat pandemi COVID-19 perlu pemulihan untuk lima tahun kedepan,” urai Ida.

    Hadir sebagai Evaluator pada Kementerian PAN dan RB terkait Evaluasi SAKIP dan PMPRB tersebut melalui virtual yakni, Umu Hanifah.

    Kegiatan yang digelar Bagian Organisasi Setda Kabupaten Serang ini juga menghadirkan perwakilan dari OPD terkait.

    Kepala Bagian (Kabag) Organisasi Setda Kabupaten Serang, Farida menambahkan, pembinaan yang dilakukan oleh Kemen PAN-RB merupakan agenda rencana aksi Bagian Organisasi terkait dengan akuntabilitas kinerja pemerintah daerah dan implementasi reformasi birokrasi yang merupakan agenda rutin.

    “Kali ini memang mempertajam penyusunan pohon kinerja berdasarkan RPJMD yang terbaru dan renstra OPD terbaru, jadi agenda kita kedepan ini adalah mengeksistensi lagi semua OPD oleh tim kami tim penyusunan pohon kinerja,” ujarnya.

    Sedangkan terkait penurunan penilaian Sakip, sebut Farida, karena adanya perubahan indikator, kemudian ekspektasi dari MenPAN RB sehingga menyebabkan semua daerah mengalami penurunan penilaian Sakip dari A menjadi BB karena meningkatnya ekspektasi penilaian tersebut.

    “Yang pasti kita selalu menargetkan capaian kinerja OPD semakin baik kualitasnya, yang penting juga implementasinya. Misalnya pelayanan publik harus lebih baik dari sebelumnya, dan jumlah penurunan angka kemiskinan. Semua itu indikator semakin membaiknya kinerja pemda yang mempengaruhi nilai Sakip,” tutur Farida.(ant/pbn)

  • Pelit Demi RPJMD

    Pelit Demi RPJMD

    KEBIJAKAN pemprov telah mamatok bantuan keuangan (Bankeu) untuk tahun 2022 secara merata, mendapat banyak penolakan. Angka ini adalah yang terendah dalam sejarah berdirinya pemerintahan Provinsi Banten. Pemprov Banten makin pelit kepada kabupaten kota di bawahnya?

    Pemprov Banten, melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sudah mematok besaran anggaran Bankeu untuk kabupaten kota masing-masing sebesar Rp10 miliar. Namun, pembahasan item ini dipastikan bakal alot, mengingat badan anggaran (banggar) DPRD Banten dan pemerintah kabupaten maupun kota juga menginginkan pemberian bankeu secara proporsional.

    Sebelumnya, selama 20 tahun lebih bankeu diberikan sesuai dengan kontribusi potensi pajak yang diberikan oleh kabupaten/kota, termasuk luas wilayah. Selama ini Tangerang Raya dan Kabupaten Serang selalu mendapatkan bankeu terbesar, sementara daerah lainnya diatas Rp10 sampai Rp30 miliar.

    Ketua DPRD Banten, Andra Soni dihubungi melalui pesan tertulisnya,Minggu (17/10) membenarkan dan memastikan pemprov hanya memberikan slot anggaran dalam Rancangan APBD 2022 yang baru saja disampaikan hanya Rp80 miliar, dengan rincian masing-masing Rp10 miliar.

    “Sudah diajukan. Dari RAPBD tersebutlah dasar pembahasan termasuk dengan bankeu,” kata Andra.

    Angka yang disodorkan oleh pemprov tersebut lanjut politisi Gerindra ini, belum final. Banyak perubahan atau tetap pada angka tersebut setelah Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bersama dengan Badan Anggaran (Banggar) melakukan pembahasan secara rinci, detail dan mendalam.

    “Di RAPBD besarannya seperti itu. Nanti kan ada pembahasan TAPD dengan Badan Anggaran bisa disampaikan dan dibahas bersama,” ujarnya.

    Diakui Andra patokan besaran Bankeu oleh pemprov diyakini lantaran keterbatasan anggaran. Dimana pendapatan diterima tidak sebesar tahun-tahun sebelumnya. Pandemi Covid-19, dan belum adanya sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat dijadikan primadona, selain pajak kendaraan bermotor (PKB), yang menjadi alasan.

    “Kemampuan keuangan pemprov tentunya yang jadi acuan. Kewajiban pemprov memenuhi urusan wajib dahulu. Sumber pendapatan harus dioptimalkan agar bisa membiayai belanja-belanja wajib pemprov dan bilamana maksimal pendapatan tentu bisa mengalokasikan lebih untuk bantuan keuangan ke kabupaten/kota yang sebelum-sebelumnya lumayan besar (sebelum Covid-19),” ungkapnya.

    Ditambah lanjut Andra, saat ini merupakan detik-detik masa habisnya pemerintahan Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) dan wakilnya, Andika Hazrumy. Ada hal lainnya harus diselesaikan dalam program RPJMD 2017-2022.

    “APBD itu kan ada bersumber dari pendapatan lalu dibelanjakan sesuai dengan yang direncanakan ( RPJMD ). Sebelum masuk ke masalah bankeu, kita bicarakan urusan wajib Pemerintah Provinsi Banten terlebih dahulu. Target- target RPJMD yang urgent, karena RPJMD itu produk bersama gubernur dan DPRD (berupa Perda). RPJMD-nya juga kan berakhir seiring dengan berakhirnya masa jabatan gubernur/wagub. Dan hal yang wajar gubernur /wagub mengutamakan RPJMD.

    Sama halnya dengan bupati dan walikota pasti akan mengutamakan RPJMD masing- masing kabupaten/kota. Karena
    pencapaian RPJMD lah yang akan dipertanggungjawabkan oleh kepala daerah setiap akhir masa jabatannya,” paparnya.

    Disinggung adanya kemungkinan berubah besaran bankeu 2022, dikatakan Andra, masih ada kemungkinan-kemungkinan. TAPD dengan Banggar akan membahasnya dalam waktu dekat ini. Ruang ini nantinya yang bisa dilakukan oleh teman-teman di DPRD Banten dan TAPD menyamakan persepsi atau pendapat.

    “Pembahasan belum dimulai. Kita ikuti saja mekanisme pembahasan anggaran atara badan anggaran dan TAPD yang mewakili gubernur. Kuncinya komunikasi lah antara kepala daerah (bupati/walikota) dengan gubernur. Dan tentu dengan DPRD perwakilan masing-masing (derah pemilihan atau Dapil),” pungkasnya.

    Sebelumnya, hasil finalisasi kebijakan umum anggaran (KUA) plapon dan prioritas anggaran sementara (PPAS) APBD tahun 2022 mematok untuk bantuan keuangan (Bankeu) kepada delapan kabupaten/kota masing-masing Rp10 miliar.

    Secara umum, postur anggaran pada APBD Banten tahun 2022, untuk total APBD sebesar Rp11 49 triliun, dengan rincian pendapatan asli daerah (PAD) ditarget Rp7,19 triliun dari Rp7,16 triliun atau naik Rp490 miliar. Sedangkan untuk belanja daerah Rp12,48 triliun.

    Wakil Ketua DPRD Banten, Budi Prajogo ditemui usai rapat mengaku, finalisasi KUA PPAS APBD tahun 2022 terkait dengan masa berakhirnya pemerintahan Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) dan Andika Hazrumy (Aa). Oleh karena itu, fokus yang dibahas adalah program-program penyelesaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022.

    “Fokusnya menyelesaikan agenda-agenda di RPJMD. Seperti menyelesaiakan USB (unit sekolah baru), Sport Center, pembangunan RSUD Banten 8 lantai dan pembangunan beberapa ruas jalan,” katanya.

    Ia menjelaskan, akibat adanya urusan wajib pemprov berdasarkan RPJMD 2017-2022, dan program yang harus disesuaikan dengan pemerintah pusat, Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) mengambil kebijakan Bankeu kepada delapan kabupaten/kota lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya.

    “Rp10 miliar kepada masing-masing kabupaten/kota (Bankeu). Pertimbangannya jumlah anggaran terbatas, ada agenda janji-janji gubernur (harus dituntaskan). Kita mendahulukan urusan wajib,” ujarnya.

    Adapun nantinya akan ada sikap protes dari bupati dan walikota se-Banten, lantaran pemberian Bankeu yang dinilai kecil, Budi mengaku hal tersebut merupakan kewenangan WH, ditambah sifatnya tidak wajib.

    “Bankeu kebijakan gubernur. Lagian Bankeu itu bukan keharusan. Sunah,” imbuhnya.

    Pusat Studi dan Informasi Regional (PATTIRO) Banten, mengkritisi keputusan Gubernur Banten, Wahidin Halim (WH), yang menyatakan akan menyamaratakan bantuan keuangan (bankeu) untuk seluruh kabupaten/ kota di Banten.

    Divisi Kebijakan Publik PATTIRO Banten, Amin Rohani menyatakan, penyamarataan bankeu untuk kabupaten/ kota menunjukkan bahwa Pemprov Banten tidak menunjukkan keberpihakan terkait adanya kesenjangan pembangunan daerah.

    Menurut Amin, salah satu tujuan bankeu pada Permendagri 77 tahun 2020 pada point C tentang Pendapatan Daerah bagian 2: transfer antar daerah disebutkan bahwa Bantuan Keuangan merupakan dana yang diterima dari daerah lainnya baik dalam rangka kerja sama daerah, pemerataan peningkatan kemampuan keuangan, dan/atau tujuan tertentu lainnya
    Amin menyatakan, berdasarkan poin tersebut sudah jelas bahwa bankeu harus mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah kabupaten/kota.

    “Daerah yang memiliki kemampuan keuangan lebih tinggi harusnya tidak disamaratakan dengan daerah yang mempunyai kemampuan keuangan yang lebih rendah. karena bantuan keuangan yang efektif harus mampu menyelesaikan persoalan disparitas antar daerah di Banten,” jelasnya melalui rilis yang diterima BANPOS, Rabu (13/10).

    Dari data yang dimiliki PATTIRO Banten, gap pembangunan di Banten sangat tinggi antara daerah Utara dan Selatan Banten. Mulai dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Banten Utara seperti Tangerang Selatan, Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang jauh lebih tinggi dibandingkan Lebak, Pandeglang dan Kabupaten Serang.

    “Seharusnya Gubernur dapat mempertimbangkan hal ini, sebagai solusi untuk memperkecil gap pembangunan tersebut,” jelasnya.

    Ia menyatakan, WH membuat kemunduran daripada periode sebelumnya, dikarenakan pada tahun 2016, Pemprov Banten memiliki rumus dan indikator yang jelas dalam menentukan bankeu bagi kabupaten/ kota.

    “Melalui pergub no 49 tahun 2016, telah dibuat rumusan perhitungan alokasi bankeu provinsi kepada kabupaten/ kota di Banten dengan melihat berbagai indikator diantaranya, Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, PAD, Jumlah Penduduk miskin, LPE, PDRB, dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Tapi sekarang tidak ada indikator/ rumus yang jelas untuk menentukan bankeu,” terangnya.

    Ia menyatakan, dengan tindakan ini, WH jelas tidak menunjukkan upayanya untuk mencapai visi misi pembangunan yang telah dibangunnya bersama dengan Andhika Hazrumy.

    Selain itu, ia juga mempertanyakan penolakan WH terhadap usulan DPRD. Karena menurutnya, DPRD telah menjalankan peran dan fungsi yang benar dalam mendorong bankeu yang lebih tepat sasaran.

    “Usulan Fraksi-Fraksi DPRD sudah sesuai dengan ketentuan permendagri. Harusnya gubernur mempertimbangan usulan tersebut, jika langsung ditolak mentah-mentah, dimana fungsi budgeting yang melekat pada DPRD?” tegasnya.

    Sebab itu, ia berharap agar WH dapat mengeluarkan kebijakan bankeu yang lebih tepat sasaran dan berdasarkan indikator yang jelas ketimbang menyamaratakan bantuan tersebut.(RUS/PBN/ENK)

  • Kebijakan Pusat Jadi Acuan RPJMD 2019-2023

    Kebijakan Pusat Jadi Acuan RPJMD 2019-2023

    TANGERANG, BANPOS – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang melakukan Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2019-2023 Kabupaten Tangerang, yang dilakukan secara virtual di pendopo Bupati Tangerang, Kamis (12/8).

    Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Tangerang, Moch. Maesyal Rasyid dalam laporannya mengatakan, mengacu pada Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Perda Tentang RPJPD dan RPJMD, serta Tata Cara Perubahan RPJPD, RPJMD dan RKPD, bahwa Perubahan RPJMD dapat dilakukan apabila terjadi perubahan yang mendasar dan sisa masa berlakunya tidak kurang dari tiga tahun.

    “Pandemi Covid-19 yang terjadi pada tahun 2020 merupakan salah satu bentuk perubahan yang mendasar,” kata Sekda.
    Menurutnya, tujuan dilaksanakannya Musrenbang rancangan perubahan RPJMD 2019-2023 Kabupaten Tangerang adalah untuk penajaman penyelarasan klasfikasi dan kesepakatan terhadap tujuan sasaran strategi arah kebijakan dan program pembangunan daerah yang telah dirumuskan dalam rancangan awal RPJMD.

    Sementara itu dalam sambutan pembukaannya, Bupati Tangerang, Ahmed Zaki Iskandar mengatakan, berdasarkan hasil evaluasi terhadap RPJMD Kabupaten Tangerang tahun 2019-2023, bahwa akibat dari refocusing dan realokasi anggaran untuk penanganan pandemi Covid-19 pada tahun 2020, terdapat beberapa target kinerja yang harus disesuaikan.

    “Maka dengan perubahan kebijakan pusat, harus dijadikan acuan dalam Penyusunan RPJMD, sehingga perlu dilakukan Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2019 tentang RPJMD Kabupaten Tangerang Tahun 2019-2023,” katanya.

    Sehingga, lanjut Zaki, perlu untuk merumuskan kembali arah kebijakan serta program pembangunan daerah yang efektif, efisien dan akuntabel. Karena sebagaimana diketahui bersama, bahwa RPJMD merupakan dokumen perencanaan yang dijadikan acuan dalam penyusunan dokumen perencanaan selanjutnya.

    “Kami berharap kepada seluruh komponen pelaku pembangunan, dapat memberikan sumbangsih gagasan dan pemikiran. Sehingga melalui Musrenbang perubahan RPJMD Kabupaten Tangerang Tahun 2019-2023 ini, nantinya dapat mengakomodir berbagai aspirasi masyarakat dari tingkat bawah,” ungkapnya. (DHE/RUL)

  • Sekda: Penyusunan RPJMD Sesuai Permendagri

    Sekda: Penyusunan RPJMD Sesuai Permendagri

    CILEGON, BANPOS – Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon angkat bicara terkait berbagai masukan yang disampaikan Panitia Khusus (Pansus) DPRD tentang penyusunan RPJMD Kota Cilegon 2021-2026.

    Menurut Sekretaris Daerah Kota Cilegon, Maman Mauludin, masukan yang disampaikan akan dijadikan pihaknya sebagai bahan pertimbangan saat finalisasi RPJMD nanti. Namun dari berbagai masukan itu, kata Maman, seluruh tata cara penyusunan RPJMD sudah sesuai aturan.

    Pertama terkait kinerja RSUD dan BPKAD sudah tercantum dalam dokumen RPJMD. Kata Maman, tolak ukur kinerja kedua OPD itu telah tertuang dalam RPJMD berdasarkan dokumen urusan pembangunan bukan rencana kerja perangkat daerah (RKPD).

    “Kami sampaikan bahwa gambaran umum yang ada di Bab II dan isu permasalahan strategis yang tertuang di Bab IV, disusun berdasarkan urusan pembangunan, tidak berdasarkan perangkat daerah,” ungkap, Selasa (27/7).
    Maman juga menepis 10 janji politik Walikota dan Wakil Walikota, Helldy Agustian-Sanuji Pentamarta disebut belum dijabarkan dalam RPJMD. Menurutnya, seluruh janji politik sudah tercantum dalam 19 program prioritas kepala daerah.

    “Bahwa program tersebut tercantum dalam penjabaran 19 program prioritas sebagaimana tercantum dalam bab IV.3 dan pendanaan program. Hal ini menindaklanjuti rekomendasi dari Kemendagri terkait rancangan awal RPJMD,” tuturnya.
    Mengenai anggaran penanganan Covid-19, Maman mengakui pihaknya tidak menjelaskan terinci dalam Raperda RPJMD.

    “Namun perlu kami sampaikan penanganan Covid-19 merupakan dari upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan fokus meningkatkan fasilitas, utilitas dan SDM yang handal di seluruh puskesmas dan pembangunan baik RSUD lima lantai serta lainnya,” pungkasnya.

    Masukan lain mengenai sumber pendanaan pembangunan 43 ruang terbuka hijau (RTH) dan 8 taman komunitas juga diklarifikasi. Ia menyatakan, sumber pendanaan pembangunan tersebut kolaborasi berbagai sumber baik dari dana CCSR, APBN dan APBD provinsi.

    Kemudian mengenai persoalan banjir, pemkot juga telah merencanakan prioritas pengendalian dan penanganannya. Yakni dengan menyelesaikan pembangunan 4 tandon di 3 kecamatan. Diantaranya Tandon Sukmajaya, di Kecamatan Jombang, Tandon Cibuntu, di Kecamatan Ciwandan tandon Cibuntu dan Tandon Bulakan di Kecamatan Cibeber.

    “Serta pembangunan satu tandon baru untuk penangan banjir di Kelurahan Karang Asem, Kecamatan Cibeber,” ujarnya.
    Diberitakan sebelumnya, Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Cilegon mulai menggarap pembahasan Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Cilegon 2021-2026. Dalam pembahasan awal yang digelar pada Sabtu (24/7) malam lewat daring, pansus menemukan sejumlah masalah.

    Ketua Pansus Rancangan RPJMD, Rahmatulloh mengatakan, ada banyak penjabaran program dalam rancangan RPJMD yang diterima pihaknya tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 86 Tahun 2017. (LUK/RUL)