Tag: RTRW

  • Padat Karya atau Padat Modal?

    Padat Karya atau Padat Modal?

    SERANG, BANPOS – Tingginya angka pengangguran terbuka di Banten karena minimnya lowongan pekerjaan yang tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja yang ada, dianggap salah satu dampak dari capaian realisasi investasi.

    Sebab itu, revisi RTRW dengan melandaskan pentingnya mengundang investor sebanyak-banyaknya ke Banten, diklaim sebagai salah satu hal yang realistis dan menjadi solusi mengurangi angka pengangguran.
    Salah satu yang dipermasalahkan dalam investasi adalah, investor yang masuk ke Banten cenderung padat modal, bukan padat karya. Sehingga, hal ini belum berjalan seiring antara tingkat investasi dengan penyerapan tenaga kerja.

    Kepala DPMPTSP Kota Serang, Mujimi, menuturkan bahwa revisi RTRW Kota Serang, yang saat ini sedang digodok oleh Kementrian ATR belum mengarah pada pembangunan usaha padat karya. Sebab, revisi ini masih berkutat pada nilai investasi dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

    “Kalau kami yah saat ini lebih fokus pada penerimaan investasi dari izin IMB. Pada RTRW terdahulu itu banyak pemetaan yang sering tidak sesuai dengan peruntukan pembangunan, makanya saat ini diperjelas. Investor sudah banyak yang punya lahan, karena RTRW lama tidak mengizinkan, maka masih belum terbit IMB,” ujarnya kepada BANPOS.

    Selain itu, ia juga mengatakan bahwa revisi RTRW ini memang sudah lama ditunggu, baik oleh pemerintah maupun oleh para pengusaha. Sebab pada saat ini, target investasi Kota Serang sangatlah besar, meskipun dari sektor IMB.

    “Sebetulnya memang ini sudah lama menunggu perubahan RTRW. Karena sekarang itu kita lebih mengarah pada nilai investasi yang besar. Dan ini sesuai dengan instruksi dari pak Presiden,” terangnya.

    Sementara itu, poin perubahan atas revisi RTRW Kota Cilegon, antara lain, adanya kawasan pengelolaan limbah B3, kawasan industri padat modal dan kawasan industri padat karya, kawasan pendidikan dan kawasan peribadatan, serta kawasan ruang terbuka hijau (RTH).

    Wilayah perubahan itu diantaranya, Pulomerak termasuk kawasan industri berat yakni pertambangan dan energi, Purwakarta menjadi kawasan industri kecil atau padat karya, sedangkan Masjid Agung Cilegon dan Islamic Centre yang masuk ke dalam kawasan peribadatan akan diperluas untuk kepentingan ibadah haji.

    Walikota Cilegon, Edi Ariadi menegaskan, kendati secara garis besar enam kecamatan menjadi area industri, tetapi tidak seluruhnya luas wilayah setiap kecamatan untuk industri. Pemerintah tetap menyiapkan porsi untuk permukiman, ruang terbuka hijau, serta kepentingan masyarakat lainnya.

    Selain itu, menurutnya, pemerintah pun akan membagi jenis industri di setiap kecamatan. “Di Cibeber itu untuk padat karya, industri kecil,” tuturnya.

    Diketahui, empat kecamatan yang masuk zona industri sesuai RTRW 2011 antara lain Kecamatan Ciwandan, Citangkil, Grogol, dan Pulomerak. Ke depan industri pun bisa berdiri di Kecamatan Purwakarta dan Cibeber. Artinya, dari delapan kecamatan, hanya Kecamatan Cilegon dan Jombang yang masih ‘diharamkan’ bagi industri.

    Ketua DPRD Kota Cilegon Endang Efendi mengatakan, bertambahnya kawasan industri tidak lepas dari kebijakan pemerintah pusat. Endang mencontohkan perubahan di Kecamatan Pulomerak terjadi karena pemerintah melakukan pembangunan skala nasional pembangkit listrik. “Maka harus berubah juga, ada beberapa yang memang kita mengikuti skala nasional karena kebetulan di Cilegon perusahaan yang ada skala nasional,” kata Endang.

    Menurut Endang, selama pembahasan draf raperda, DPRD Kota Cilegon telah memastikan jika enam kecamatan yang telah ditetapkan sebagai area industri akan kembali diatur secara detail dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).

    Dalam RDTR akan diatur jenis industri seperti apa saja yang bisa ditempatkan di masing-masing kecamatan. “Setiap kecamatan yang dikatakan zona industri, tidak semuanya untuk industri, sudah dimaping, kaya di Merak industri nya di sepanjang garis pantai saja, selebihnya permukiman dan hutan,” tuturnya.

    Untuk evaluasi dari RTRW Kabupaten Serang terhadap investasi, disebutkan bahwa perlunya ada penyesuaian terhadap peta RTRW. Dimana adanya alih fungsi lahan baik dari pertanian ke perumahan, atau dari perumahan ke industri.

    “Di peninjauan kembali, hasilnya begitu. Harus dilakukan penyesuaian,” ujarnya.

    Berkaitan dengan Pemda memastikan investor akan hadir dengan investasi padat karya, pihaknya mengaku telah memberikan izin kepada salah satu perusahaan cabang yang dimana produksinya adalah padat karya.

    Sekalipun begitu, terdapat hal-hal yang menjadi catatan dari para investor terhadap perubahan RT-RW, namun hal itu sudah dapat diantisipasi oleh Pemda.

    “Berbicara memastikan investor datang ke Kabupaten Serang, itu pasti. Sedangkan perubahan RT-RW ini akan mendukung, mempermudah dan memberikan peluang lebih besar kepada investasi untuk masuk ke Kabupaten Serang,” tegasnya.

    Ia mengungkapkan bahwa setiap tahunnya, ia telah mencapai dan terus mengalami peningkatan investor yang masuk ke Kabupaten Serang lebih dari 30 persen.

    “Intinya, perubahan RTRW ini pasti berpihak dan mendukung investasi di Kabupaten Serang,” jelasnya.

    Untuk di Pandeglang, investor diharapkan merupakan usaha padat karya, selain itu juga, akan ada aturan yang tidak mengikat tentang penerimaan tenaga kerja dari penduduk lokal di sekitar tempat usaha.

    “Otomatis jika ada investasi. Maka akan menyerap tenaga kerja, dan salah satu persyaratan yang dikeluarkan oleh Pemkab Pandeglang antara lain, komposisi minimal 60 persen tenaga kerja lokal,” jelas Bupati Pandeglang, Irna Narulita.

    Irna menyatakan, revisi RTRW Pandeglang juga ditunjang dengan adanya proyek strategis nasional.
    Agar dapat berjalan beriringan, pemkab sampai saat ini terus melakukan pendampingan kepada pelaku usaha mikro dan kecil.

    “Misal dalam hal packaging dengan didirikannya rumah kemasan, serta melakukan pendampingan dan pelatihan peningkatan kualitas produk dan lain lain,” tandasnya.(MUF/DHE/DZH/LUK/PBN)

  • Revisi RTRW Pandeglang Dipastikan Ramah Investor

    Revisi RTRW Pandeglang Dipastikan Ramah Investor

    SERANG, BANPOS – Revisi RTRW Pandeglang dipastikan akan lebih ramah dan memberikan kepastian kepada investor yang akan berusaha di Pandeglang. Kejadian penolakan PT. Mayora yang sebelumnya terjadi dipastikan menjadi bahan evaluasi dalam revisi tersebut.

    Ketua DPRD Pandeglang, Tb. Udi Juhdi menyatakan, revisi RTRW ini diharapkan dapat memberikan efek berganda kepada sektor-sektor lain, seperti tenaga kerja dan juga PAD Pandeglang.

    “Jadi selain membuat investor merasa nyaman berinvestasi di Pandeglang. Kita juga menekankan agar dapat menyerap tenaga kerja lokal minimal sebanyak 70 persen. Dengan hal tersebut, maka akan berdampak terhadap penghasilan, kemudian juga akan kepada PAD,” jelas Udi Juhdi kepada BANPOS.

    Kasus PT. Mayora yang beberapa tahun lalu mendapatkan penolakan, sehingga tidak beroperasi Pandeglang dikatakan menjadi salah satu bahan evaluasi RTRW tersebut. Menurutnya, dalam RTRW lama, wilayah dan peruntukannya masih kaku, dan cenderung membuat investor tidak aman.

    “Jadi tidak ada kepastian investasi, misalnya wilayah mana untuk industri A, wilayah lain untuk industri B,” jelasnya.

    Walaupun tidak ikut terlibat dalam penyusunan revisi RTRW tersebut, dikarenakan pengajuannya pada periode sebelumnya. Namun, ia memastikan, walaupun RTRW saat ini ramah terhadap investor, akan tetapi sisi kelestarian lingkungan akan tetap terjaga.

    “Seperti lahan pertanian berkelanjutan, kemudian TNUK, tetap dilarang untuk investor. Memang ada positif negatifnya, tapi kita harus mempertimbangkan lebih besar manfaat atau mudaratnya,” terang politisi Gerindra tersebut.

    Sebelumnya, Alasan RTRW yang tidak ramah investor sehingga menyebabkan munculnya revisi RTRW diakui oleh Bupati Pandeglang, Irna Narulita. Untuk memberikan kemudahan terhadap investor tersebut, fokus utama dalam revisi RTRW adalah adanya perubahan untuk peruntukan lahan. Sehingga, RTRW Pandeglang yang awalnya berorientasi terhadap agraria, diharapkan dapat menunjang juga untuk kehadiran industri skala besar.

    “Peruntukan lahan dan zonasi pada RTRW yang baru lebih bersahabat dengan iklim investasi,” ungkapnya.

    Menurut Irna, pihaknya sudah melakukan beberapa upaya untuk memastikan para calon investor dapat tertarik untuk berusaha di Pandeglang. Salah satu yang dilakukannya adalah dengan menyelenggarakan forum investasi,

    “Tujuan pertemuan tersebut, untuk memperkenalkan serta memastikan bahwa pemkab telah mempermudah proses perizinan investasi secara realtime online melalui OSS,” ungkapnya.(DHE/PBN)

  • Revisi RTRW Kepentingan Siapa?

    Revisi RTRW Kepentingan Siapa?

    SERANG, BANPOS – Isu tentang sulitnya berinvestasi di Indonesia, khususnya di Banten, hangat diperbincangkan. Dinyatakan oleh beberapa pejabat publik, permasalahan sulitnya untuk investor masuk, salah satunya disebabkan oleh tidak ramahnya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dimiliki masing-masing kabupaten dan kota di Banten.

    Perubahan RTRW kabupaten/ kota di Banten terlihat cukup ‘ekstrim.’ Seperti Revisi RTRW Cilegon, dimana saat ini, enam dari delapan kecamatan sudah dijadikan kawasan industri. Begitupun dengan perubahan RTRW Pandeglang, karpet merah bagi industri menengah sudah ada di seluruh kecamatan, dan untuk industri besar diberikan lokasi di lima kecamatan.

    Alasan RTRW yang tidak ramah investor sehingga menyebabkan munculnya revisi RTRW diakui oleh Bupati Pandeglang, Irna Narulita.

    “Karena RTRW versi lama mempersempit ruang gerak investor untuk berusaha. Secara otomatis, jika iklim investasi suatu daerah tidak tumbuh maka akan berdampak terhadap PAD, terutama dari penerimaan pajak dan retribusi,” jelas Irna kepada BANPOS.

    Untuk memberikan kemudahan terhadap investor tersebut, fokus utama dalam revisi RTRW adalah adanya perubahan untuk peruntukan lahan. Sehingga, RTRW Pandeglang yang awalnya berorientasi terhadap agraria, diharapkan dapat menunjang juga untuk kehadiran industri skala besar.

    “Peruntukan lahan dan zonasi pada RTRW yang baru lebih bersahabat dengan iklim investasi,” ungkapnya.

    Menurut Irna, revisi RTRW ini juga sudah memasukkan partisipasi dari masyarakat. Selain itu, revisi RTRW juga tidak sertamerta merusak kelestarian lingkungan, karena pada aspek teknis, investasi yang dikembangkan harus ramah lingkungan.

    “Tentu saja, tokoh masyarakat dilibatkan dalam penyusunan RTRW tersebut, apalagi Pandeglang juga kaya dengan kearifan lokal, penyusunan revisi RTRW juga memperkecil benturan antara investor dengan masyarakat,” klaimnya.

    Berbeda dengan Pandeglang yang merubah orientasi. Kota Cilegon malah semakin mengukuhkan dirinya sebagai Kota Industri dengan adanya perubahan besar-besaran untuk porsi industri, khususnya industri kimia di Kota Cilegon. Diklaim, akibat adanya Proyek Strategis Nasional (PSN), sehingga terjadi perubahan RTRW mencapai 45 persen dari yang lama.

    “PSN Indonesia Power contohnya, tadinya 15 sampai 20 hektare, tapi disposal hampir 120 hektare. Ada perubahan lebih dari 20 persen, dari pada melanggar aturan kita sesuaikan RTRW-nya,” ujar Walikota Cilegon Edi Ariadi.

    Selain itu, terdapat juga rencana perluasan sejumlah industri besar yang telah ada saat ini seperti PT Chandra Asri Petrochemical (CAP), PT Asahimas Chemical (ASC), dan PT Indonesia Power.

    Untuk dua kecamatan, yaitu Purwakarta dan Cibeber, penetapan area industri karena pemerintah mempunyai rencana pengembangan di kecamatan tersebut. Di Purwakarta, Pemkot Cilegon mempunyai konsep Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) seiring dengan dibangunnya Jalan Lingkar Utara (JLU) yang melintasi kecamatan tersebut.

    Kata Edi, pemerintah telah mengonsep wilayah di tepi kiri-kanan jalan akan diperuntukkan bagi industri. “Koridornya ada untuk properti, industri padat karya. Nanti koridor JLU enggak asal, kaya JLS (Jalan Lingkar Selatan), ditata, kiri kanannya menjadi apa,” tutur Edi.

    Sedangkan Cibeber, disiapkan untuk menghadapi pengembangan industri di Kabupaten Serang oleh PT Jababeka, sebuah perusahaan pengembangan kawasan industri. “Jababeka itu buat industrinya Serang, pasti kita kena imbas, kita harus punya perkiraan kedepan dong,” ujar Edi.

    Sementara itu, Kepala Bappeda Kota Serang, Nanang Saefudin menyatakan, revisi RTRW di Kota Serang merupakan langkah desentralisasi kegiatan ekonomi di Kota Serang, dengan memetakan wilayah-wilayah yang sesuai dan cocok dengan calon-calon investor.

    “Saat ini memfokuskan pada pembentukan kawasan industri, meskipun dari RTRW yang lama pun sebenarnya ada juga. Hanya ini memperjelas bahwa Kasemen dan Walantaka itu kawasan industri. Kalau dilihat juga dalam RTRW ini akan lebih banyak perumahan karena pertumbuhan penduduk,” terangnya.

    Dengan adanya desentralisasi kegiatan ekonomi tersebut, Nanang berharap terjadi pemerataan pembangunan dan ekonomi di setiap kecamatan, bukan hanya di Kecamatan Serang dan Cipocok Jaya saja.

    “Salah satu penghambat pemerataan ekonomi itu adalah karena fokus kegiatan ekonomi hanya pada dua kecamatan, yakni Cipocok dan Serang. Sementara kecamatan lainnya terkesan stagnan. Maka dari itu, dalam revisi RTRW ini kami akan coba lebih gradual. Sehingga kegiatan-kegiatan ekonomi merata di seluruh kecamatan,” ujarnya.

    Mengenai aspek lingkungan dalam revisi RTRW, Nanang tidak menjawab secara mendetail mengenai teknisnya. Namun menurutnya, dalam revisi ini tetap mempertahankan ruang terbuka hijau (RTH) dan Lahan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan (LP2B).

    Untuk keterlibatan publik dalam penyusunan revisi RTRW, Nanang mengatakan sudah dilakukan sejak jauh hari. Baik akademisi maupun masyarakat umum, ikut dilibatkan dalam penyusunannya.

    “Ini sudah kami lakukan uji publik, bahkan sebelum saya menjabat sebagai kepala Bappeda. Jadi semuanya kami paparkan, semua stakeholder kami libatkan dalam penyusunan RTRW ini,” jelasnya.

    Kepala DPMPTSP Kabupaten Serang, Syamsuddin mengungkapkan bahwa dalam revisi RTRW Kabupaten Serang jelas berpengaruh terhadap investasi. Ada kemungkinan menurun, dan juga peluang untuk meningkat.

    “Ada beberapa daerah yang tadinya zona hijau dan zona merah itu berubah. Contohnya di perbatasan Mancak yang merupakan perkebunan, dengan Cilegon yang tadinya perumahan. Setelah adanya revisi RTRW ini harus menyesuaikan, antara Cilegon dan Serang ini supaya berkesinambungan perubahannya sebagai perkebunan dan disesuaikan,” tuturnya.

    Kata dia, ada yang tadinya industri jadi lahan hijau. Hal itu sudah dikaji sedemikian rupa oleh pemerintah. “Berbicara investor di Kabupaten Serang, bukan soal berapa. Tapi kami melihat target investasi,” ujarnya.(MUF/DHE/DZH/LUK/PBN)

  • Kasemen dan Walantaka Diizinkan Masuk Industri, Revisi RTRW Dijamin Tidak Ganggu Lahan Pertanian

    Kasemen dan Walantaka Diizinkan Masuk Industri, Revisi RTRW Dijamin Tidak Ganggu Lahan Pertanian

    Petani melintas di areal Persawahan yang mengering di Sawah Luhur, Kota Serang, Rabu (9/10). (Dziki/BANPOS)

    SERANG, BANPOS – Pemkot Serang masih terus melakukan pembahasan terhadap revisi RTRW yang telah dipaparkan kemarin bersama lintas sektor. Dalam pemaparan tersebut, terdapat beberapa masukan yang harus ditindaklanjuti oleh Pemkot Serang.

    “Berdasarkan pemaparan lintas sektor Revisi RTRW kemarin di Jakarta, Alhamdulillah saat ini kami tinggal melakukan penyempurnaan di internal Pemkot Serang sendiri. Mana yang harus dikurangi, mana yang harus ditambah,” ujar Wakil Walikota Serang, Subadri Ushuludin, seusai memimpin rapat koordinasi, Rabu (13/11).

    Menurutnya dalam rekomendasi yang disampaikan, Dirjen ATR menekankan untuk memperhatikan terkait Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), agar tidak terdampak revisi RTRW. “Nah kalau dari Dirjen sendiri kemarin, ada beberapa yang harus disesuaikan. Seperti bagaimana perlindungan terhadap LP2B yang ada di Kecamatan Kasemen dan Walantaka,” kata Subadri.

    Ia mengatakan, penyesuaian terhadap keberadaan LP2B itu harus dilakukan. Karena terdapat perbedaan antara LP2B yang telah ditetapkan oleh Pemprov Banten, dengan yang ditetapkan oleh Pemkot Serang.

    “Yang harus disesuaikan itu karena menurut Perda Provinsi soal LP2B, itu terlalu luas. Nah sekarang tinggal disesuaikan, yang mana aja sih yang masuk LP2B. Di Walantaka ada Teritih, di Kasemen ada Sawah Luhur dan lainnya,” ucapnya.

    Subadri pun menjawab kekhawatiran dari beberapa pihak, terkait kemungkinan terdampaknya LP2B dengan adanya kawasan Industri di Kecamatan Kasemen.

    “Tidak perlu khawatir, kan ada kunciannya yaitu Peraturan Daerah. Jadi tidak akan bisa membangun perumahan di luar dari peruntukkannya. Dan nanti pasti akan ada penegakkan hukum oleh Pemkot Serang,” tegasnya.

    Senada disampaikan oleh Kepala Bappeda Kota Serang, Nanang Saepudin. Menurutnya, revisi RTRW tidak akan berdampak pada keberadaan LP2B. “Pemkot Serang dalam revisi RTRW, tidak akan mengabaikan keberadaan LP2B yang telah ditentukan. Jadi tentu revisi tersebut tidak akan mengganggu keberadaan LP2B,” ucapnya.

    Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa tidak semua sawah tadah hujan, akan dialihfungsikan menjadi perumahan. Karena, Pemkot Serang juga tetap menjaga ketersediaan lumbung pangan. “Tidak semua sawah tadah hujan akan dialihfungsikan menjadi perumahan. Jadi hanya beberapa lokasi sawah tadah hujan, seperti yang ada di Kelurahan Bendung dan Penancangan,” katanya.

    Menurutnya, meskipun keberadaan sawah tidak cocok di tengah kota, namun Pemkot Serang tetap berupaya untuk menjaganya.

    “Memang yang menjadi pertimbangan Dirjen ATR itu wilayah kota tidak cocok untuk pertanian. Tapi kan kita semua bisa lihat, kondisi saat ini lahan pertanian (di tengah kota) itu masih ada. Yah kita jaga tetap,” tandasnya. (DZH)