Tag: sekolah inklusi

  • Hingga 5 Juli 2023, 48 ABK Diterima di Sekolah Inklusi Kota Tangerang

    Hingga 5 Juli 2023, 48 ABK Diterima di Sekolah Inklusi Kota Tangerang

    TANGERANG, BANPOS – Pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Kota Tangerang baik di tingkat SD dan SMP, hingga Rabu (5/7) mencatat penerimaan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Inklusi sebanyak 48 anak.

    Jumlah tersebut akan terus meningkat seiring dengan masih dibukanya sejumlah jalur untuk PPDB tingkat SMP yakni jalur zonasi, prestasi, luar kota dan perpindahan orang tua.

    Untk diketahui, dalam pelaksanaan PPDB, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang menyediakan kuota 2,5 persen untuk ABK di 53 SD dan 13 SMP di Kota Tangerang.

    Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang, Jamaluddin, mengatakan bahwa pada PPDB tahun ajaran 2023/2024 ini terdaoat 48 ABK dinyatakan lolos PPDB, baik jenjang SD maupun SMP di Kota Tangerang.

    “Dari 48 ABK yang lolos secara rincian yaitu 32 anak masuk tingkat SD dan 16 anak masuk tingkat SMP,” ungkap Jamaluddin.

    Ia pun menuturkan, jumlah ini akan terus bertambah. Pasalnya, Dinas Pendidikan akan masih melakukan assesmen kepada para siswa yang lolos PPDB lewat jalur yang masih tersedia. Seperti halnya tahun lalu, dimana data awal ada sembilan anak dan setelah diassesmen menjadi 136 anak.

    “Dalam hal ini Dindik akan melakukan assesmen lebih jauh kepada seluruh siswa. Baik itu kecerdasan, penalaran verbal, penalaran non verbal kemampuan numerik, daya ingat, stabilitas emosi hingga penyesuaian sosial dengan perhitungan yang berstandar dan tersistem,” katanya.

    Menurutnya, Sekolah inklusi merupakan salah satu bentuk pemerataan dan perwujudan pendidikan tanpa diskriminasi, khususnya untuk mereka yang berkebutuhan khusus. Pemberlakuan itu untuk kesetaraan kepada semua warga, terkait hak untuk menikmati pendidikan.

    “Sekolah Inklusi telah menjadi perhatian kita sejak dua tahun belakangan. Tercatat, kita telah mampu menyediakan ruang pendidikan yang setara secara merata,” katanya.

    “Oleh karena itu, optimalisasi dan aksesibilitas di program ini diharapkan mampu meningkatkan mutu kualitas pendidikan, menekan angka putus sekolah, serta secara luas mewujudkan keadilan di bidang pendidikan bagi peserta didik atau generasi muda di Kota Tangerang,” lanjutnya. (DZH)

  • Sekolah Inklusi Cuma ‘Ilusi’

    Sekolah Inklusi Cuma ‘Ilusi’

    TANGERANG, BANPOS — Penerapan sekolah inklusi di berbagai daerah, terutama di Provinsi Banten, dinilai hanya sekadar pelabelan saja. Bahkan, label sekolah inklusi sepertihalnya ilusi, yang seharusnya memperluas aksesibilitas penyandang disabilitas untuk mengenyam pendidikan justru menjadi hambatan baru.

    Hal itu disampaikan oleh Ketua Komisi Nasional Disabilitas (KND) RI, Dante Rigmalia, usai peresmian D’Genius Learning Center di Kecamatan Cipondoh, Sabtu (27/5). Ia menilai, kepedulian pemerintah terhadap pendidikan penyandang disabilitas, terutama disleksia, masih kurang saat ini.

    “Itu berdasarkan riset, bahwa pendidikan penyandang disabilitas itu 30 persen SD, 11 persen SMP, 14 persen lulusan SMA dan kurang dari 5 persen itu lulusan perguruan tinggi,” katanya.

    Jika mengacu pada hasil riset tersebut, Dante menuturkan bahwa dapat disimpulkan hak pendidikan bagi penyandang disabilitas, belum benar-benar dirasakan sepenuhnya. Sehingga, ia menuturkan bahwa akses pendidikan terhadap penyandang disabilitas, harus benar-benar diberikan.

    “Harusnya disediakan akses hak pendidikan yang bermutu untuk semua anak di semua sekolah,” tuturnya.

    Ia menuturkan, sekolah inklusi seharusnya menjadi salah satu upaya untuk dapat memberikan aksesibilitas terhadap penyandang disabilitas. Namun menurutnya, sekolah inklusi justru menjadi label belaka, karena sekolah dengan label itu tidak menjadikan inklusivitas sebagai pegangan dalam penyelenggaraan pendidikan.

    “Apa pegangannya? bahwa semua anak harus dihormati. Mereka berbeda, mereka memiliki kemampuan, potensi dan kebutuhan yang berbeda. Kita harus hormati, hargai dan akui dan kita harus berikan layanan sesuai dengan kondisi mereka,” ujarnya.

    Bahkan menurutnya, label sekolah inklusi tersebut malah menjadi permasalahan tersendiri bagi penyandang disabilitas. Karena, banyak sekolah yang malah menolak penyandang disabilitas untuk bersekolah, dengan alasan mereka bukan sekolah inklusi.

    “Tidak boleh ada sekolah A menolak karena dia bilang sekolah kami bukan sekolah inklusi. Ini yang saya sebut label. Label sekolah inklusi harus dihilangkan karena itu tidak sejalan dengan pendidikan untuk semua. Anak itu berhak sekolah, di sekolah terdekat dengan tempat tinggalnya,” ungkapnya. 

    Disinggung apakah Komisi Nasional Disabiltas RI sudah mendorong kebijakan tersebut, Dante menyatakan bahwa dorongan tersebut sudah disampaikan baik kepada kementerian/lembaga, untuk bisa mengarusutamakan isu disabilitas, termasuk kepada pemda.

    “Kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kita selalu sampaikan bahwa seyogyanya memperhatikan hak pendidikan yang bermutu kepada semua warga negara, dengan membuka akses seluas-luasnya di seluruh sekolah bahwa penyandang disabilitas tidak boleh ada penolakan,” ucapnya.

    Namun di sisi lain, jika sekolah merasa belum mampu menangani, maka ada sebuah kewajiban bagi sekolah untuk mencari tahu bagaimana cara untuk mengembangkan diri, sehingga ke depan dapat menangani anak-anak disabilitas.

    “Termasuk yang disleksia. Kan disleksia ini tidak terlihat dan seringkali dijudgment (dihakimi), tidak mau nurut, pelupa, bandel. Padahal kita perlu asesmen. Bisa jadi punya hambatan dan kesulitan mengelola hal-hal yang seperti itu,” tegasnya.     

    Sementara Program Director Dyslexia Genius, Bulan Ayu, menyatakan pihaknya ingin agar penyandang disleksia bisa mendapatkan penanganan yang tepat, serta dapat memenuhi kesiapan anak dalam belajar.

    “Karena disleksia masih sangat awam bagi masyarakat khususnya orang tua. Sehingga mereka masih belum tahu penanganan tepatnya seperti apa, apalagi terkadang masih banyak yang menyandang disleksia dianggap sebagai pemalas, makanya kami ingin mendirikan learning center ini,” tandasnya. (DZH/BNN)

  • YDMI dan FORMASI Sampaikan Policy Brief Pendidikan Inklusi di Kota Tangerang

    YDMI dan FORMASI Sampaikan Policy Brief Pendidikan Inklusi di Kota Tangerang

    TANGERANG, BANPOS – Yayasan Disabilitas Mandiri Indonesia (YDMI) dan Forum Masyarakat Inklusi (FORMASI) Kota Tangerang menyerahkan Policy Brief terkait ‘Urgensi Peningkatan Aksesibilitas Penyelenggaraan Pendidikan’ di Kota Tangerang.

    Hadir pada kesempatan itu Dinas Pendidikan Kota Tangerang, Bappeda Kota Tangerang, Sekolah Penyelenggara Inklusi yakni SDN 03 dan SMPN 06.

    Selain itu, hadir pula Coordinator Field Officer MADANI Kota Tangerang, Veni Siregar, dan PATTIRO Banten sebagai Provincial Support Partner (PSP), Amin Rohani.

    Direktur YDMI, Irpan Rustandi, menyampaikan bahwa jaminan atas pendidikan merupakan hak dasar seluruh warga negara Indonesia, yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Tidak terkecuali bagi disabilitas.

    “Demikian juga kebijakan daerah, terdapat Perda Kota Tangerang Nomor 3 tahun 2022 tentang penyelenggaraan pendidikan di Kota Tangerang dan Perda Nomor 3 Tahun 2021 tentang pemenuhan hak disabilitas yang menjamin disabilitas untuk mendapatkan pendidikan,” ujarnya, Jumat (2/9).

    Menurutnya, dokumen tersebut dapat menjadi bahan masukan dalam perumusan kebijakan program dan anggaran di Dinas Pendidikan Kota Tangerang.

    Disamping itu, ia menuturkan bahwa pada bulan Maret 2021, Walikota Tangerang telah secara tegas mencanangkan sekolah inklusif. Walikota juga menyoroti terkait dengan penurunan anak putus sekolah di Kota Tangerang.

    “Namun sosialisasi tentang sekolah penyelenggara pendidikan inklusi baru dilakukan melalui website Pemerintah Kota oleh Dinas Pendidikan,” terangnya.

    Ia menuturkan, belum sinerginya peran OPD yang berhubungan dengan disabilitas, mengakibatkan informasi adanya pendidikan inklusi masih minim.

    Dalam policy brief ini, Irpan menuturkan bahwa terdapat beberapa rekomendasi yang disampaikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang.

    Diantaranya mengesahkan Peraturan Walikota tentang Penyelenggaraan Sekolah Inklusi, yang memuat petunjuk pelaksanaan pendidikan inklusif sebagaimana diamanahkan dalam PERDA Nomor 3 Tahun 2021 Tentang Penghormatan, Perlindungan dan Pemenuhan Hak Bagi Penyandang Disabilitas.

    “Kepala Dinas Pendidikan harus memiliki target penyelenggaraan pendidikan inklusi dan mengesahkan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk memperkuat penyelenggaraan pendidikan inklusi di sekolah,” jelasnya.

    Di tempat yang sama, Senior Field Officer MADANI, Veni Siregar, menjelaskan bahwa Policy Brief itu telah melalui beberapa diskusi dengan Sekolah, dinas dan masyarakat.

    “Sehingga policy brief ini harus terus dikawal agar rekomendasi yang tertera dapat diimplementasikan dengan baik,” tuturnya.

    Perwakilan Bappeda Kota Tangerang, Susi Renawati, mengatakan bahwa sangat mengapresiasi policy brief yang telah disusun oleh YDMI dan Formasi.

    “Melihat isi dari Polbrief ini, sangat mewakili tentang banyaknya kekurangan, baik pada program yang ada, maupun anggaran untuk sekolah inklusi di Kota Tangerang,” ungkapnya.

    Senada disampaikan perwakilan Dindik Kota Tangerang, Siti Mariyam. Menurut dia, pihaknya memiliki harapan besar kepada YDMI dan FORMASI, agar selalu mengawal penyelenggaraan sekolah inklusi.

    “Dan senantiasa dapat bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Sekolah, sehingga terus bersinergi, dan terus memperbaiki permasalahan sekolah inklusi,” tandasnya. (DZH)