Tag: Serang Banjir

  • Bantuan Perbaikan Rumah Korban banjir Prioritaskan Pemilik Hak Atas Tanah

    Bantuan Perbaikan Rumah Korban banjir Prioritaskan Pemilik Hak Atas Tanah

    SERANG, BANPOS – Pemberian bantuan perbaikan rumah bagi penyintas bencana banjir bandang di Kota Serang, akan difokuskan kepada masyarakat yang memiliki alas hak maupun sertifikat kepemilikan tanah. Sedangkan masyarakat yang tidak memiliki, belum ditentukan akan seperti apa ke depannya.

    Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (DPKP) Kota Serang, Nofriadi Eka Putra, mengatakan bahwa data terakhir rumah rusak akibat banjir bandang yang pihaknya dapatkan yakni sebanyak 229 rumah.

    “Memang yang paling parah adalah Kecamatan Kasemen dan Kecamatan Serang. Di sana paling parah karena rusaknya berat dan hanyut rumah,” ujarnya saat diwawancara awak media, Kamis (10/3).

    Ia mengatakan, dari sebanyak 229 rumah rusak itu, Pemprov Banten akan membantu membangun sebanyak 40 rumah yang kondisinya rusak berat ataupun hanyut. Sedangkan bantuan dari pusat maupun Baznas, belum diketahui jumlahnya.

    “Kalau dari kami tentunya ingin pusat, Baznas dan Pemprov Banten membantu sebanyak-banyaknya. Namun kembali lagi disesuaikan dengan pemberian dari mereka,” tuturnya.

    Menurutnya, saat ini yang menjadi prioritas pemberian bantuan pembangunan rumah, hanya kepada masyarakat yang memiliki alas hak saja terhadap tanah mereka. Sebab, hal itu yang menjadi dasar pemberian bantuan pembangunan rumah.

    “Kalau yang berdiri di atas bantaran sungai, atau di pinggir rel kereta api, itu palingan bantuannya belum bisa dari Dana Tak Terduga (DTT). Kami prioritaskan yang memiliki alas hak seperti AJB, girik, dan kepemilikan,” ucap Nofri.

    Menurutnya, pendataan rumah rusak baru selesai dilakukan. Data yang didapat pun berdasarkan validasi berjenjang mulai dari Kelurahan, Kecamatan dan BPBD.

    “Maka besok (hari ini) kami baru akan memasukkan data itu ke Pusat dan Baznas untuk bisa mendapatkan bantuan. Kalau Baznas memang sudah biasa bekerja sama dengan kami untuk membangun rumah,” ungkapnya.

    Sementara Walikota Serang, Syafrudin, mengatakan bahwa untuk rumah-rumah yang tidak memiliki alas hak, hanya bisa diberikan kompensasi saja. Sementara pembangunan rumah, belum bisa diberikan bantuan. “Dapat kompensasi saja palingan,” tandasnya.

    (DZH/AZM)

  • Service Motor Gratis untuk Masyarakat Penyintas Banjir Serang, Institut Kemandirian Kerahkan Alumni Pelatihan Mekanik

    Service Motor Gratis untuk Masyarakat Penyintas Banjir Serang, Institut Kemandirian Kerahkan Alumni Pelatihan Mekanik

    SERANG, BANTEN — Menanggapi fenomena banjir yang melanda dua kota yang menjadi ibu kota dari Provinsi Banten yaitu Serang, membuat berbagai pihak tergerak untuk berkontribusi meringankan beban masyarakat di sana. Tidak terkecuali Dompet Dhuafa melalui berbagai program besutannya, sudah turun langsung untuk membantu masyarakat dari berbagai aspek.

    Mulai surutnya air yang menggenangi lokasi, menyisakan berbagai kerusakan pada berbagi barang-barang berharga terutama pada kendaraan pribadi milik warga. Melihat kondisi tersebut, Institut Kemandirian Dompet Dhuafa bersama Dompet Dhuafa Banten menggulirkan kegiatan service motor gratis bagi masyarakat di Kelurahan Banten, Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Banten pada 7 dan 8 Maret 2022.

    Kegiatan ini merupakan respons kebutuhan masyarakat yang diinisiasi oleh Institut Kemandirian Dompet Dhuafa dengan mengerahkan para alumni dari pelatihan mekanik yang sebelumnya sukses dilakukan. 6 (enam) orang alumni pelatihan dikerahkan untuk membantu memperbaiki sepeda motor warga yang rusak akibat banjir

    “Kami dapat info dari Dompet Dhuafa Banten tentang kebutuhan service motor bagi penyintas banjir di Banten, kemudian kita siapkan alumni IK (Institut Kemandirian) untuk membantu menjadi mekanik. Tim yang terlibat ada 6 (enam) orang terdiri dari 4 (empat) mekanik dan 2 (dua) supporting. Sebagian besar kendaraan yang kita perbaiki adalah sepeda motor yang terendam banjir, rata-rata perbaikan pada karburator, ganti busi, ganti oli, dan filter udara,” jelas Ahmad Zainuddin selaku Manager Program Reguler Institut Kemandirian Dompet Dhuafa.

    Antusiasme tinggi terlihat dari banyaknya warga yang datang ke posko banjir Dompet Dhuafa Banten dengan membawa kendaraan mereka masing-masing. Menurut laporan di lokasi, sudah ada sekita 47 sepeda motor yang mendapatkan manfaat dari hadirnya kegiatan ini. Institut Kemandirian Dompet Dhuafa berkomitmen untuk terlibat dalam memenuhi kebutuhan para penyintas banjir di Kota Serang dan Kabupaten Serang.

    Selain membantu masyarakat yang terdampak banjir, kegiatan ini menjadi ajang pembuktian bagi para alumni dari Institut Kemandirian Dompet Dhuafa. Di antara mereka bahkan sudah berhasil membuka bengkel sendiri dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar.

    “Saat ini kami melibatkan alumni yang sudah buka usaha bengkel, mereka masih bisa ikut terlibat karena rata-rata sudah punya karyawan di bengkelnya,” pungkas Zainuddin melalui pesan singkat.

    Harapannya dengan adanya kegiatan ini masyarakat mampu kembali beraktivitas untuk menghidupi keluarganya masing-masing. Tentunya ini adalah upaya pemulihan ekonomi pasca banjir yang melumpuhkan roda perekonomian masyarakat khususnya di wilayah Serang.

    “Layanan service motor gratis ini bertujuan meringankan beban masyarakat terdampak banjir Banten, yang motornya terendam banjir. Supaya motornya kembali bisa digunakan untuk mencari nafkah bagi keluarga setelah musibah banjir yang melanda beberapa hari yang lalu” jelas Mokhlas Pidono selaku Pimpinan Dompet Dhuafa Banten.

    Masyarakat yang menjadi penerima manfaat merasa senang dengan adanya kegiatan ini. Bagi mereka ini memberikan kemudahan untuk kembali beraktivitas memulihkan kehidupan seperti semula. “Alhamdulillah, dengan adanya layanan servis motor gratis dari Institut Kemandirian Dompet Dhuafa ini, banyak warga yang terbantu dan bisa menggunakan motornya kembali,” ujar salah satu penerimaan manfaat.

    Tentang Dompet Dhuafa

    Dompet Dhuafa adalah lembaga Filantropi Islam yang berkhidmat dalam pemberdayaan kaum Dhuafa dengan pendekatan budaya melalui kegiatan filantropis (welasasih) dan wirausaha sosial. Selama 28 tahun lebih, Dompet Dhuafa telah memberikan kontribusi layanan bagi perkembangan umat dalam bidang sosial, kesehatan, ekonomi, dan kebencanaan serta CSR.

    Frontpage

    Untuk informasi lebih lanjut, harap hubungi :

    U.P : Corcom Dompet Dhuafa, Bani (+6285692951433), Fatzry (+6282122182919)

    Corporate Communications
    Dompet Dhuafa, Philanthropi Building,
    Jl. Warung Jati Barat No. 14, Jakarta 12540
    Phone : +62 21 7821292
    Fax : +62 21 7821333
    Email : corporate-pr@dompetdhuafa.org

  • Penyintas Banjir di Kota Serang Harapkan Bantuan Perbaikan Rumah

    Penyintas Banjir di Kota Serang Harapkan Bantuan Perbaikan Rumah

    SERANG, BANPOS – Bencana banjir yang menimpa Kota Serang mengakibatkan banyak warga yang kehilangan harta benda bahkan rumah, sehingga mengharuskan mereka mengungsi untuk sementara waktu.

    Penyintas banjir yang kehilangan rumah, berharap Pemkot Serang segara mendatangkan bantuan.

    Salah seorang warga terdampak banjir di Perumahan Angsoka Kecamatan Kasemen Kota Serang, Hayumi, mengungkap bahwa beberapa rumah yang berada di pinggir sungai hanyut terbawa arus banjir.

    “Sebagian banyak ya ada di pinggir sungai, jarak dari bibir sungai itu 15 meter,” ujarnya.

    Hayumi pun mengatakan bahwa sebelumnya perumahan warga dan bibir sungai jaraknya cukup jauh.

    “Sebelum terjadi banjir itu jauh banget, ini kan ada pengikisan tanah, sama banyak yang jebol, jadi kaya makin deket gitu,” tuturnya.

    Ayumi pun menuturkan bahwa bibir sungai kemungkinan terkikis hingga lima meter, bahkan bisa jadi lebih.

    “Kayanya yang ke kikis kisaran lima meteran, bisa jadi lebih karena jarak ke pohon bambu aja 5 meter, belum tanahnya,” ungkapnya.

    Ia pun berharap, Pemkot Serang segera memberikan bantuan. Ia memiliki sertifikasi tanah secara legal pun menuturkan bahwa ia enggan apabila ditawari pindah lokasi oleh Pemkot.

    “Berharap mendapat bantuan sih, kalau pindah kayanya berat buat kehidupan di lingkungan baru,” tandasnya.

    Sebelumnya diberitakan, berdasarkan informasi yang didapat, bantuan yang akan diberikan dari dari Pemkot Serang, Pemprov Banten, Pemerintah Pusat dan Baznas akan bervariasi. Pemkot Serang mengklasifikasikan bantuan dengan melihat tingkat kerusakannya, dengan nominal bantuan diantara Rp5 juta hingga Rp17 juta.

    Adapun Pemprov Banten disebutkan akan memberikan bantuan sebesar Rp50 juta per rumah, pusat akan menggelontorkan sekitar Rp30 juta, dan Baznas sebesar Rp20 juta.

    Terdapat sekitar 158 rumah warga disodorkan dalam rapat koordinasi kemarin, yang mengalami kerusakan maupun hanyut. Akan tetapi, terjadi perdebatan dalam rapat koordinasi tersebut mengenai calon penerima bantuan.

    Pasalnya, didapati sejumlah rumah para penyintas bencana yang rusak maupun hanyut, melanggar aturan sempadan sungai. Mereka berada di area sempadan sungai, dan berpotensi tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah.

    Ada sejumlah opsi yang disampaikan oleh pimpinan dewan yang hadir pada saat itu, terkait dengan bantuan bagi penyintas yang rumahnya rusak maupun hanyut.

    Opsi itu yakni memindahkan masyarakat yang rumahnya rusak maupun hanyut, serta mereka yang berada di bantaran maupun sempadan sungai ke Rusunawa, yang diusulkan oleh Budi Rustandi. Sedangkan opsi lainnya yaitu merelokasi ke tanah tanah yang lebih aman, yang diusulkan oleh Ratu Ria Maryana.

    (MG-03/AZM)

  • Distan Kabupaten Serang Gelar Pengamatan Pertanian Pasca Banjir

    Distan Kabupaten Serang Gelar Pengamatan Pertanian Pasca Banjir

    SERANG, BANPOS- Distan Kabupaten Serang memastikan tidak ada puso usai banjir yang melanda sejumlah wilayah Provinsi Banten, termasuk Kabupaten Serang. Meskipun ratusan hektare lahan pertanian terdampak limpasan banjir, namun hal itu tidak mempengaruhi produktifitas padi di Kabupaten Serang.

    Demikian disampaikan Kepala Distan Kabupaten Serang, Zaldi Duhana, Rabu (9/3). Ia menegaskan, pihaknya saat ini tengah mengamati apabila terjadi kemungkinan puso di sejumlah lahan yang terkena limpasan air.

    “Masih diamati kalau ada yang puso, baru diajukan penggantian benih. Kalau petani tersebut masuk ke asuransi usaha tani padi, bisa diganti atau diklaim asuransinya,” ujarnya.

    Zaldi menjelaskan, bagi petani yang tidak masuk ke dalam asuransi usaha tani padi, pihaknya akan mengupayakan mengajukan bantuan penggantian benih padi. Ia mengaku, data terakhir per tanggal 4 Maret pukul 18:00 WIB, total lahan pertanian se Kabupaten Serang yang terkena limpasan sebanyak 445 hektare masih diamati dan belum ada laporan puso.

    “Sampai hari ini hanya limpasan saja, jadi surut lagi, tidak banjir sampai sepekan. Masih terus diamati, karena airnya naik turun. Misalnya dua hari nggak hujan, airnya turun, keesokan hujan, airnya naik lagi,” jelasnya.

    Zaldi mengatakan, meskipun sejumlah lahan pertanian terkena limpasan air, hal tersebut tidak berpotensi berkurangnya hasil panen padi di Kabupaten Serang. Pihaknya menghitung, apabila sampai benar-benar terjadi puso seluas 4.000 hektare, maka hal itu akan mengganggu tingkat produktifitas padi di Kabupaten Serang.

    “Tapi kalau dibawah 1.000 atau 500 hektare, itu masih tidak berpengaruh. Hanya saja apabila terjadi puso dibawah 500 hektare, kami mencoba memperkecil kerugian petani dengan penggantian benih dan klain asuransi usaha tani padi,” tuturnya.

    Diakhir ia mengatakan, lahan pertanian yang paling berair adalah sawah, sehingga terdampak limpasan sebagian besar adalah lahan pertanian. Untuk lahan tanaman lainnya, hampir bukan lahan berair termasuk kandang ternak ayam, kandang domba yang dilakukan pendataan, belum ada laporan kebanjiran.

    “Kecuali di daerah yang kemarin sungai, tapi kejadian kebanjiran ada di wilayah kota Serang. Kabupaten Serang daerah hulu, airnya run off ke bawah,” tandasnya.

    Sebelumnya, Pusdalops BPBD Kabupaten Serang menyampaikan informasi terkait dengan sejumlah lahan pertanian yang terdampak banjir yang diakibatkan oleh hujan dengan intensitas tinggi dan cuaca ekstrem pada awal bulan Maret lalu. Dalam laporannya, disebutkan sebanyak 175 hektare lahan pertanian Terdampak banjir dan sebagian terendam.

    (MUF/AZM)

  • Nasib Penyintas Banjir di Kota Serang di Ujung Tanduk

    Nasib Penyintas Banjir di Kota Serang di Ujung Tanduk

    SERANG, BANPOS – Status pemulihan pasca-bencana banjir bandang di Kota Serang akan dilaksanakan hingga 2 Juni mendatang. Dalam masa pemulihan tersebut, sejumlah hal akan dilaksanakan oleh Pemkot Serang, mulai dari pemulihan darurat infrastruktur, hingga pemberian bantuan bagi warga terdampak bencana dengan bantuan yang variatif. Namun, bagi beberapa penyintas tersebut diketahui nasibnya berada di ujung tanduk, terutama bagi yang memiliki lahan di area sempadan sungai.

    Sebelumnya, Pemkot Serang dan DPRD Kota Serang menggelar rapat koordinasi bersama dengan BNPB, terkait dengan bantuan bagi masyarakat penyintas banjir bandang. Informasi yang didapat, Pemkot Serang akan meminta bantuan kepada Pemprov Banten, Pemerintah Pusat dan Baznas untuk bisa memberikan bantuan kepada penyintas banjir yang rumahnya hanyut maupun rusak.

    Dari informasi yang didapat pula, bantuan yang akan diberikan dari dari Pemkot Serang, Pemprov Banten, Pemerintah Pusat dan Baznas akan bervariasi. Pemkot Serang mengklasifikasikan bantuan dengan melihat tingkat kerusakannya, dengan nominal bantuan diantara Rp5 juta hingga Rp17 juta.

    Adapun Pemprov Banten disebutkan akan memberikan bantuan sebesar Rp50 juta per rumah, pusat akan menggelontorkan sekitar Rp30 juta, dan Baznas sebesar Rp20 juta.

    Terdapat sekitar 158 rumah warga disodorkan dalam rapat koordinasi kemarin, yang mengalami kerusakan maupun hanyut. Akan tetapi, terjadi perdebatan dalam rapat koordinasi tersebut mengenai calon penerima bantuan.

    Pasalnya, didapati sejumlah rumah para penyintas bencana yang rusak maupun hanyut, melanggar aturan sempadan sungai. Mereka berada di area sempadan sungai, dan berpotensi tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah.

    Ada sejumlah opsi yang disampaikan oleh pimpinan dewan yang hadir pada saat itu, terkait dengan bantuan bagi penyintas yang rumahnya rusak maupun hanyut.

    Opsi itu yakni memindahkan masyarakat yang rumahnya rusak maupun hanyut, serta mereka yang berada di bantaran maupun sempadan sungai ke Rusunawa, yang diusulkan oleh Budi Rustandi. Sedangkan opsi lainnya yaitu merelokasi ke tanah tanah yang lebih aman, yang diusulkan oleh Ratu Ria Maryana.

    Saat dikonfirmasi, Ketua DPRD Kota Serang, Budi Rustandi, membenarkan bahwa opsi memindahkan penyintas yang rumahnya berada di sempadan sungai ke Rusunawa diusulkan oleh pihaknya.

    “Namun tetap kita harus menunggu regulasi dari pemerintah. Karena selain dipindahkan, saya juga ingin agar ada uang kerohiman bagi mereka. Lalu rusunawa juga harus dalam kondisi yang siap digunakan,” ujarnya melalui sambungan telepon, Selasa (8/3).

    Menurutnya, pemerintah tidak bisa begitu saja meminta masyarakat yang berada di bantaran sungai untuk pindah ke Rusunawa, tanpa memberikan bantuan kepada mereka. Sehingga, pihaknya tengah mencari solusi agar pemindahan itu lancar tanpa melanggar aturan.

    “Jangan sampai kita menyuruh pindah, tapi tidak membantu. Gak bisa kita suruh pindah-pindah gitu saja. Makanya ini tetap harus dikaji, jangan sampai melanggar aturan dalam pemberian bantuannya,” terang Budi.

    Ia mengatakan, penertiban sempadan sungai dilakukan agar nantinya jika pemerintah ingin melakukan normalisasi sungai, tidak terganggu oleh keberadaan rumah warga.

    “Karena akan jadi susah apabila nanti saat ingin dinormalisasi, malah ada rumah warga di sempadannya. Lalu nanti jika sudah dapat dipindahkan, pemerintah harus benar-benar menjaga agar tidak dibangun kembali,” ungkapnya.

    Sementara Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Ratu Ria Maryana, saat dikonfirmasi mengaku bahwa bencana banjir bandang yang kemarin terjadi, dapat menjadi momentum bagi Pemkot Serang untuk menertibkan sempadan sungai dari bangunan-bangunan.

    “Jika dulu kesulitan untuk melakukan penertiban di sempadan sungai, sekarang alam telah memberikan jalan. Ini merupakan kesempatan bagi Pemkot Serang untuk melakukan penertiban sempadan sungai,” ujarnya.

    Namun Ria menegaskan bahwa penertiban yang dilakukan, tidak boleh dengan cara penggusuran paksa. Sehingga, dirinya mengusulkan agar selain dipindah ke Rusunawa, Pemkot Serang juga harus bisa menyediakan lahan baru bagi masyarakat, untuk membangun rumah mereka.

    “Apalagi saya menemukan adanya rumah warga yang roboh dan hanyut berlokasi di sempadan sungai, namun memiliki sertifikat kepemilikan tanah. Artinya secara hukum, mereka memiliki legalitas. Ini harus dipikirkan bagaimana agar mereka bisa mendapatkan tanah pengganti milik mereka jika akan direlokasi,” tuturnya.

    Menurut Ria, saat ini Pemkot Serang memiliki aset lahan yang tertidur dan tidak dikelola sama sekali. Sehingga Ria mengusulkan agar Pemkot Serang dapat menukarkan tanah milik warga penyintas bencana banjir itu, dengan tanah milik Pemkot Serang.

    “Sebagai contoh tanah bengkok, banyak yang tidak terawat dan terbengkalai begitu saja. Jadi lebih baik dimanfaatkan untuk masyarakat penyintas banjir kemarin. Karena jika tidak dilakukan, mereka tidak akan bisa mendapat bantuan untuk membangun kembali rumah mereka,” tandasnya.

    (DZH/PBN)

  • Warga Kelapa Gading Bantu Korban Banjir

    Warga Kelapa Gading Bantu Korban Banjir

    WARGA Perumahan Kelapa Gading, Cipocokjaya, Kota Serang memberikan bantuan paket sembako untuk korban banjir di kecamatan Kasemen. Minggu (6/3).

    Bantuan tersebut langsung di distribusikan oleh pengurus Rw/rt beserta relawan perumahan Kelapa Gading ke 4 titik wilayah kecamatan Kasemen.

    Ketua RW 10 Perumahan Kelapa Gading Maman Suherman menyampaikan, bahwa bantuan inisebagai reflexi kepekaan sosial dari perumahan kelapa gading dalam wujud kepeduliaan warga atas musibah banjir yang terjadi disekitar wilayah Kota Serang.

    “Distribusi dilakukan pengurus Rt/Rw dan juga relawan Kelapa Gading. Lokasi distribusinya di 4 titik daerah kasemen. Di lingkungan Angsoka dan keganteran,” ujar Maman Suherman.

    Adapun jenis bantuannya, berupa sebanyak 150 bingkisan berisi paket sembako diantaranya mie instant, pampers, susu, makanan anak-anak. Dan juga ada tikar plastik, pakaian layak pakai dan alat pembersih.

    “Bantuan ini memang tak seberapa, namun sedikit meringankan beban masyarakat korban banjir,” paparnya.

    Dia mengaku, dana hasil bantuan ini di dapat dariswadaya masyarakat yang berada di perumahan Kelapa Gading Rw 10 Cipocok Jaya, Kota Serang. “Semoga dengan bantuan ini dapat bermanfaat dan meringankan beban masyarakat korban banjir di wilayah kecamatan Kasemen, kota Serang,” harapnya. (DZH/AZM)

  • Aksi Pemulihan Bencana Pascabanjir Harus Matang

    Aksi Pemulihan Bencana Pascabanjir Harus Matang

    SERANG, BANPOS – Pemerintah Kota Serang telah menetapkan status bencana banjir yang terjadi pada Selasa lalu menjadi transisi pemulihan selama 60 hari ke depan. Pemulihan tahap pertama akan difokuskan pada perbaikan infrastruktur dan pembersihan sampah yang menumpuk. Menanggapi hal itu, DPRD Kota Serang mendesak agar proses transisi berjalan dengan matang dan terencana dengan baik

    Asda II Kota Serang, Yudi Suryadi, mengatakan bahwa pihaknya tengah melakukan monitoring terhadap kondisi pasca banjir di lapangan. Pihaknya pun tengah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk membantu pembenahan pasca banjir tersebut.

    “Penurunan alat berat itu kami meminjam dari Provinsi, khususnya untuk melakukan pembersihan setelah banjir. Karena beko milik kita juga digunakan untuk membantu di daerah Cilowong,” ujarnya saat diwawancara di Puspemkot Serang, Senin (7/3).

    Ia menuturkan bahwa beberapa daerah pun turun ke Kota Serang untuk membantu membersihkan sampah yang menumpuk sisa dari banjir kemarin. Salah satunya yakni Kota Tangerang Selatan.

    “Kami memang salut, salah satunya kepada Tangsel yah yang turun membantu membersihkan sampah-sampah sisa banjir. Namun memang jika dilihat, sampah itu sangat menggunung sehingga kami menggerakkan DLH untuk langsung mengangkut sampah itu,” ucapnya.

    Menurut Yudi, pembersihan sampah dan perbaikan darurat infrastruktur umum menjadi salah satu prioritas yang akan dilakukan oleh Pemkot Serang, dalam masa transisi pemulihan sesuai dengan Kepwal Nomor 366/Kep.109-Huk/2022.

    “Pemulihan yang dilakukan meliputi perbaikan darurat sarana dan prasarana vital seperti jaringan jalan, jembatan, irigasi dan sarpras sosial budaya masyarakat,” katanya.

    DPRD Kota Serang mendorong agar Pemkot Serang dalam menyalurkan bantuan pasca-bencana banjir, dapat dilakukan secara matang dan terencana. Apalagi untuk pemberian bantuan bagi rumah yang hanyut maupun rusak akibat bencana banjir.

    Anggota Komisi IV pada DPRD Kota Serang, Amanudin Toha, mengatakan bahwa pemberian bantuan bagi para penyintas bencana banjir yang rumahnya rusak maupun hanyut, harus dilakukan oleh Pemkot Serang. Sebab, hal itu merupakan tanggungjawab bagi Pemkot Serang untuk memulihkan tempat tinggal para penyintas.

    “Kita kan ada anggaran pembangunan untuk rumah tidak layak huni (RTLH), gunakan itu untuk membantu mereka para penyintas bencana. Lalu ada pula dana tak terduga (DTT) yang juga dapat disalurkan kepada mereka untuk membangun kembali rumah,” ujarnya.

    Akan tetapi, perencanaan dalam memberikan bantuan juga harus diperhatikan. Sebab, terdapat beberapa penyintas bencana banjir yang rumahnya rusak maupun hanyut, memiliki lokasi rumah di sempadan sungai.

    “Jadi kalau diberikan bantuan, lalu mereka membangun lagi di sempadan sungai, kan tetap melanggar aturan. Kita harus benar-benar jeli dalam memberikan bantuan,” ungkapnya.

    Hal itu pun menurutnya seperti buah simalakama. Maka dari itu, di masa pemulihan saat ini, pihaknya mendorong agar selain memberikan bantuan, perlu adanya koordinasi lanjutan agar ada solusi bagi para penyintas bencana yang rumahnya hanyut dan rusak, namun memiliki lokasi di sempadan sungai.

    “Jangan sampai kita seperti memakan buah simalakama. Kita juga harus ada solusi agar mereka tidak lagi menempati sempadan sungai untuk menjadi tempat tinggal,” tegasnya.

    Menanggapi hal itu, Asda II Pemkot Serang, Yudi Suryadi, mengungkapkan bahwa pihaknya memang tengah mendata secara teliti masyarakat terdampak bencana banjir, untuk dapat diberikan bantuan. Salah satunya dengan menginstruksikan OPD-OPD terkait dalam peristiwa banjir pekan lalu.

    “Kami pada waktu itu perintahkan ke Perkim, supaya rumah-rumah (roboh) ini tugasnya mereka dapat didata. Biar satu pintu dalam penanganannya,” ujarnya.

    Selain itu, ia juga meminta kepada OPD lainnya untuk dapat melakukan tugas pokok dan fungsinya baik DPUTR, Perkim, Dinsos dan Dindikbud. Khusus pada Dindikbud, diminta untuk melakukan pendataan jumlah sekolah yang terendam banjir dan terdampak.

    “Nah Dindik ini seperti contoh sekolah-sekolah yang tergenang, berapa sekolah, ada laporan,” ucapnya.

    Begitupun dengan asesmen laporan-laporan, disesuaikan dengan tupoksi OPD terkait. Seperti halnya BPBD, yang melakukan asesmen lapangan untuk mendapatkan data yang valid.

    “Kalau data rumah roboh saat ini memang masih bergerak, karena baik laporan yang dari Lurah ke Camat, kami harus validasi, kadang-kadang hanya terendam saja, pengen dibantu,” tandasnya.

    Sebelumnya, Walikota Serang, Syafrudin, mengatakan bahwa ada Sabtu (5/3) lalu, Pemkot Serang telah menurunkan level tanggap darurat bencana tersebut menjadi Transisi Darurat ke Pemulihan. Hal itu berdasarkan Kepwal Nomor 366/Kep.109-Huk/2022 tentang Penetapan Status Transisi Darurat ke Pemulihan Penanganan Bencana Banjir Tahun 2022.

    “Sudah diturunkan levelnya dari tanggap darurat menjadi pemulihan. Surat keputusannya sudah saya tandatangani kemarin melalui Kepwal Nomor 366/Kep.109-Huk/2022,” ujar Syafrudin.

    Syafrudin mengatakan bahwa sejumlah rumah milik warga yang hanyut, rusak maupun roboh pun akan menjadi fokus dari Pemkot Serang dalam melakukan penanganan bencana di masa transisi itu. Bantuan diberikan baik berupa barang maupun uang.

    “Namun untuk tahapan pertama yang akan dilakukan pada masa transisi ini yaitu pembersihan sampah dan memperbaiki infrastruktur yang rusak-rusak terlebih dahulu,” tuturnya.(MUF/DZH/PBN)

  • Soal Penanganan Banjir, Pemerintah Enggan Belajar dari Sejarah?

    Soal Penanganan Banjir, Pemerintah Enggan Belajar dari Sejarah?

    BANJIR yang terjadi di Banten, khususnya di Kota Serang, dinilai sebagai bentuk enggannya pemerintah untuk belajar dari sejarah. Pasalnya, kalimat langganan banjir, siklus hujan tahunan, dan kalimat-kalimat yang menggambarkan peristiwa itu sebagai peristiwa normal untuk terjadi di waktu-waktu tertentu, kerap dilontarkan oleh pemerintah.

    Seorang penyintas Banjir di Kampung Benggala Tengah, Kelurahan Cipare, Kecamatan Serang, Danie Abdullah mengisahkan bahwa banjir serupa pernah terjadi di wilayah itu pada tahun 1974. Dia mendapat menceritakan banjir itu dari orangtuanya yang ikut mengalami banjir besar tersebut.

    “Orang-orang tua di Benggala menjadi saksi waktu banjir pada tahun 1974 yang parahnya sama dengan banjir tahun 2022. Artinya, tak menutup kemungkinan banjir serupa bisa terjadi di masa depan,” kata Danie yang juga merupakan ketua RT di lingkungannya.

    Sekretaris Yayasan Saung Hijau Indonesia (SAHID), Ridho Ali Murtadho, menyayangkan bahwa hingga saat ini, pemerintah baik di tingkat kota/kabupaten maupun provinsi yang enggan belajar dari sejarah.

    “Jika memang bahasanya adalah ini kerap terjadi, maka jangan dibuat sebagai alasan untuk membuat peristiwa itu sebagai peristiwa yang normal. Harusnya mencari solusi untuk bagaimana kejadian ini tidak kembali terulang, bukan berlindung dibalik kata langganan, siklus dan lain sebagainya,” ujar Ridho.

    Menurutnya, pemerintah saat ini seolah-olah bergerak berkebalikan dari upaya pengantisipasian bencana langganan tersebut. Sebab, yang dilakukan oleh pemerintah justru merubah tata ruang yang seharusnya menjadi pencegah terjadinya banjir, menjadi perumahan dan industri.

    “Kita bisa lihat banyak sekali kavling-kavling yang dibangun di daerah yang seharusnya menjadi daerah resapan air. Pada akhirnya, air yang seharusnya bisa tertahan, meluncur bebas ke Kota Serang yang merupakan dataran rendah,” tuturnya.

    Apalagi Pemprov Banten membangun Banten International Stadion (BIS) yang berada di Kecamatan Curug. Padahal menurutnya, Kecamatan Curug termasuk daerah resapan air dan pencegah terjadinya banjir.

    “Mungkin pak Gubernur sengaja membangun BIS untuk menjadi bukti kemegahan Banten. Namun percuma saja jika pembangunannya justru menjadi petaka bagi Kota Serang dan sekitarnya. Ini menjadi bukti bahwa pemerintah tidak pernah mau belajar dari sejarah bencana yang pernah terjadi,” ungkapnya.

    Ketua DPRD Kota Serang, Budi Rustandi, mengatakan bahwa pihaknya sudah berkali-kali meminta agar sungai Cibanten dapat segera dinormalisasi. Namun ternyata, permintaan dari pihaknya tidak kunjung dilakukan, hingga terjadilah banjir pada Selasa lalu.

    “Saya sudah berkali-kali meminta agar Cibanten ini segera dilakukan normalisasi. Tapi ternyata tidak dilakukan juga. Padahal dari tahun-tahun sebelumnya saya sudah tegaskan, banjir ini karena terjadi pendangkalan di sungai Cibanten,” ujarnya.

    Budi mengatakan, sebenarnya pemerintah pun sudah tahu bahwa pendangkalan sungai merupakan salah satu penyebab terjadinya banjir. Akan tetapi, normalisasi sungai yang merupakan upaya untuk menyelesaikan masalah pendangkalan malah tidak kunjung dilakukan.

    “Kalau seperti ini, kita berkali-kali diingatkan dengan adanya banjir, namun permasalahannya tidak kunjung diselesaikan. Artinya ada yang salah dalam menangkap pelajaran dari setiap bencana yang terjadi,” tegasnya.

    Terpisah, Bupati Pandeglang, Irna Narulita, juga meminta agar sungai Ciliman dan Cilemer untuk dapat dilakukan normalisasi. Hal itu dikarenakan kedua sungai tersebut mengalami pendangkalan, sehingga mengakibatkan banjir terjadi di Pandeglang.

    “Saya mohon bantuan dari Kepala Balai agar segera menormalisasi sungai Ciliman dan Cilimer, karena untuk sungai kewenangannya ada di Pemerintah Pusat,” kata Bupati Pandeglang, Irna Narulita saat meninjau lokasi Banjir di Kecamatan Patia beberapa waktu lalu.

    Menurutnya, BWSC3 mempunyai tugas untuk melaksanakan pengelolaan sumber daya air di wilayah sungai, sehingga untuk melakukan normalisasi memiliki kewenangan. “Dengan adanya normalisasi dapat meminimalisir terjadinya banjir karena sudah tidak ada lagi pendangkalan, sehingga masyarakat kami bisa lebih nyaman tinggal disini,” ungkapnya.

    Sementara itu, Camat Patia, Entus Maksudi mengatakan, ada sekitar kurang lebih lima desa di wilayah Kecamatan Patia, terendam banjir. “Yang paling parah itu ada tiga desa yaitu Desa Idaman, Surianen dan Desa Babakan Ciawi,” katanya.

    (MG-01/DHE/DZH)

  • Menolak Banjir dengan Doa

    Menolak Banjir dengan Doa

    DALAM menghadapi bencana banjir yang terjadi saat ini di sejumlah daerah di Provinsi Banten, Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy, meminta para tokoh alim ulama mendoakan Provinsi Banten agar terhindar dari segala malapetaka, bencana alam serta wabah penyakit.

    “Permohonan ini saya sampaikan mewakili Pemerintah Provinsi dan masyarakat Banten mengingat kita di Banten, khususnya di Serang, baru saja mengalami musibah banjir yang skalanya besar dan pertama dalam sejarah,” kata Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy saat menghadiri peringatan Isra Mi’raj di Ponpes Jami’atul Ikhwan, Tunjungteja, Kabupaten Serang, Kamis (3/3) malam.

    Andika mengulas, banjir di Kota Serang dan sekitarnya yang terjadi pada Selasa (1/3) lalu disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi, yang dalam catatan ilmu cuaca disebut sebagai hujan besar siklus 200 tahunan.

    Akibatnya, Bendungan Sindangheula yang menampung air untuk aliran Sungai Cibanten yang melintasi Kota Serang menjadi kelebihan kapasitas. Kapasitas maksimal Bendungan Sindangheula sebesar 9 juta kubik, namun akibat hujan intensitas tinggi yang terjadi mengakibatkan volume air di bendungan tersebut menjadi 11 juta kubik.
    “Nah, kelebihan 2 juta kubiknya itu mengalir secara alami ke aliran Sungai Cibanten,” imbuhnya.

    Aliran air yang meningkat tersebut pun mengalir ke badan Sungai Cibanten yang mengalami penyempitan, sehingga tidak mampu mengalirkan secara aman kelebihan volume air di Bendungan Sindangheula ke muara sungai di perairan laut Kota Serang.

    “Jadi kemarin banyak yang bilang Bendungan Sindangheula jebol. Bukan jebol itu, tapi kelebihan kapasitas yang sebetulnya jika aliran sungainya tidak mengalami penyempitan, banjir tidak akan terjadi,” kata Andika.

    Untuk itu, lanjutnya, Pemprov Banten telah mendorong agar Pemerintah Pusat melalui BBWSC3 sebagai pihak yang berwenang atas Sungai Cibanten, untuk menormalisasi badan Sungai Cibanten.

    “Kami sedang menunggu DED (detail enginering design) dari BBWSC3, nanti tiba pelaksanaanya, kami Pemprov Banten akan mendorong Pemkot Serang untuk melakukan penertiban DAS (daerah aliran sungai) di Cibanten,” papar Andika.

    Sebelumnya saat meninjau Bendungan Sindangheula, Kepala BBWSC 3 I Ketut Jayada menerangkan kepada Andika dan Syafrudin, bahwa pada malam hari sebelum terjadinya banjir di Kota Serang tersebut, wilayah Kota Serang dan wilayah hulu aliran Sungai Cibanten di Kabupaten Serang dan Kabupaten Pandeglang diguyur hujan deras dengan intensitas tinggi dan di luar kebiasaan.

    “Curah hujannya mencapai 243 mm dengan durasi yang sangat lama, dan (hujan) ini yang disebut dengan hujan kala ulang yang siklusnya 200 tahunan. Ini luar biasa sekali,” kata Ketut.

    Akibat curah hujan yang luar biasa tinggi tersebut, Bendungan Sindangheula mengalami kelebihan volume air sebanyak 2 juta kubik dari kapasitas maksimumnya yang sebesar 9 juta kubik. Kelebihan volume air sebesar 2 juta kubik itu lah, kata Ketut, yang kemudian secara alami mengalir ke sungai Cibanten.

    “Masalahnya Sungai Cibanten kondisinya mengalami penyempitan dan sedimentasi sehingga tidak mampu secara aman mengalirkan kelebihan daya tampung Bendungan Sindangheula yang sebesar 2 juta kubik tersebut ke wilayah hilir Sungai Cibanten di perairan laut di Kota Serang dan Kabupaten Serang,” paparnya.

    Pada kesempatan itu Ketut meminta masyarakat dan pemerintah daerah untuk dapat memperlakukan sungai bukan sebagai halaman belakang sehingga kemudian tidak memperdulikan kondisi sungai.
    “Nanti kalau sudah kita tata, mari kita jaga sungai bersama-sama. Jadikan sungai itu sebagai beranda, sebagai teras depan rumah sehingga kita ingin mempercantik dan menjaganya terlihat baik,” kata Ketut.

    (RUS/ENK)

  • Bendungan Sindangheula, Penyangga atau Sumber Petaka?

    Bendungan Sindangheula, Penyangga atau Sumber Petaka?

    SUDAH enam hari dilewati pasca-bencana banjir terjadi di Kota Serang dan sekitarnya pada 1 Maret lalu. Banjir yang diakibatkan oleh meluapnya sungai Cibanten karena bendungan Sindangheula melebihi kapasitas itu menelan sebanyak lima korban jiwa. Bendungan yang dibangun untuk jadi penyangga itu telah berubah menjadi sumber petaka?

    Bendungan Sindangheula yang terletak di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang ini mulai dibangun pada tahun 2015 lalu. Pembangunan bendungan itu dilakukan untuk mengendalikan banjir yang kerap kali terjadi di daerah yang dilalui oleh sungai Cibanten dan anak-anak sungainya, hingga 50 meter kubik per detik.

    Diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2021 lalu, bendungan Sindangheula memakan anggaran hingga Rp458 miliar. Megaproyek tersebut dikerjakan oleh PT PP (Persero) Tbk dan PT Karya Hutama (Persero) selama empat tahun.

    Berdasarkan data yang dikutip dari situs Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), Bendungan Sindangheula direncanakan akan memiliki kapasitas sebesar 9.26 M kubik dan diharapkan dapat mengairi lahan seluas 748 Hektare. Selain itu, bendungan itu ditargetkan mampu menyediakan pasokan air baku sebesar 0,80 Meter kubik per detik dan punya kapabilitas mengurangi debit banjir sebesar 50 M kubik per detik.

    Namun pada kenyataannya, seperti disampaikan Walikota Serang, Syafrudin, Bendungan Sindangheula justru menjadi sumber petaka bagi Kota Serang. Karena menurutnya, bendungan Sindangheula yang seharusnya mereduksi banjir di Kota Serang, justru malah mengakibatkan banjir yang terjadi semakin parah.

    Hal itu pun dibenarkan oleh para relawan yang tergabung dalam Relawan Banten, saat menggelar konferensi pers di Rumah Singgah Fesbuk Banten News (FBN) pada Minggu (6/3). Dalam konferensi pers tersebut, relawan Banten menyinggung terkait kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan Bendungan Sindangheula yang dikelola oleh Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau-Ciujung-Cidurian (BBWSC3) dan juga peran pemerintah pasca banjir.

    Juru bicara Relawan Banten, Nana, mengungkap beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya banjir di Serang pada Maret 2022 ini.

    “Ya kalau dibilang penyebab banjir banyak faktor ya, mulai ada perubahan tata guna lahan di hulu, ada penambangan di tengah, kemudian setelah Bendungan Sindangheula ada penyempitan yang diakibatkan oleh bangunan,” ujarnya.

    Nana juga menuturkan bahwa hal-hal tersebut perlu menjadi perhatian dan evaluasi bagi pemerintah, agar bencana semacam ini dapat diminimalisir.

    “Itu yang harus dievaluasi oleh pemerintah, sehingga masyarakat tau, siapa tau juga penyebab banjir itu juga disebabkan oleh masyarakat, misalnya membuang sampah atau juga mereka melakukan hal-hal yang menyebabkan tersumbatnya kali Cibanten,” tuturnya.

    Nana pun mengungkap bahwa sejak tahun 1974 tidak pernah ada banjir separah yang terjadi saat ini. “Tapi yang pasti sejak tahun 74 tidak pernah ada banjir sedahsyat ini, justru terjadi setelah bangunan Bendungan Sindangheula ada,” ungkapnya.

    Nana pun menganggap wajar apabila banyak masyarakat yang menilai bahwa ada yang salah dari tata kelola Bendungan Sindangheula. “Barangkali wajarlah kalau banyak orang kemudian mencurigai ada sesuatu yang salah dari pengelolaan Bendungan Sindangheula, yang operatornya adalah BBWSC3 gitu. Itu gak salah, karena memang sejak tahun 74 tidak pernah ada banjir sebesar dan sedahsyat hari ini,” paparnya.

    Ia pun dengan tegas meminta pengelola Bendungan Sindangheula dapat menekan resiko adanya kelebihan kapasitas air di bendungan tersebut. “Kalau memang kapasitasnya katanya hanya 9 juta, bagaimana caranya agar over capacity dari Bendungan Sindangheula itu tidak lagi jadi masalah,” terangnya.

    Ia pun menyarankan agar Bendungan Sindangheula dapat menggunakan sistem yang diterapkan di Bendungan Katulampa, yang dapat memberi informasi mengenai banyaknya volume air yang dilepas.
    “Mereka pasti taulah metode yang paling aman untuk itu, ya kita belajar dari Bendungan Katulampa, ya walaupun di Jakarta banjir tapi kan sudah ada sistem yang dibangun, sehingga Katulampa memberi informasi bahwa hari ini dia melepas air sebanyak sekian, nah kawasan terdampaknya dimana, nah itu yang kita butuhkan,” imbuhnya.

    Pihaknya pun sangat menyayangkan tidak adanya peringatan dari pemerintah dan pengelola Bendungan Sindangheula mengenai kapasitas air yang dilepas, sehingga terjadilah banjir.

    “Kan ketika kejadian, tidak ada peringatan apapun yang disampaikan pemerintah, apakah itu dari pemerintah kota, pemerintah provinsi, maupun dari Bendungan Sindangheula sendiri,” katanya.

    Ia pun menekankan bahwa pasca-banjir, pemerintah masih harus memperhatikan keadaan masyarakat terdampak banjir. “Setelah banjir ini, kita masih punya permasalahan-permasalahan krusial, ada orang yang kehilangan rumah, kehilangan mata pencaharian, itu juga harus diurus bukan dibiarkan,” tandasnya.

    Branch Manager ACT Banten, Ais Komarudin, mengatakan bahwa banjir yang terjadi di Kota Serang adalah banjir besar pertama yang menyebabkan ribuan unit rumah warga terendam banjir. Ia pun menolak bahwa ada langganan dalam kejadian bencana.

    “Semacam stereotip lah, bencana itu bukan langganan, itu asumsi atau bahasa-bahasa yang tidak perlu sebetulnya terucap. Kalaupun dianggap langganan kenapa terjadi lagi. Harusnya ketika persepsi bahwa itu adalah langganan maka harus dipersiapkan mengantisipasinya gitu,” ucap Ais melalui pesan yang dikirim via whatsapp, Minggu (6/3).

    Selain curah hujan yang tinggi, menurutnya pembangunan-pembangunan yang tidak memperhatikan fungsi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pun menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir.

    “Benar curah hujan cukup tinggi, tapi ada sebab-akibat kenapa bencana banjir ini menimpa Kota Serang yang notabene belum pernah mengalami begitu. Ini tidak bisa ditarik langsung di event kejadiannya, pasti ada sebab akibat. Mungkin ada pembangunan-pembangunan yang tidak aware dengan AMDAL, juga mungkin ada beberapa ketidaksadaran masyarakat terkait sanitasi dan lain sebagainya begitu,” terangnya.

    Dalam hal ini, Ais mengatakan bahwa tidak ada yang bisa disalahkan. Namun Pemerintah harus mengevaluasi dan berupaya agar peristiwa serupa tidak kembali terjadi. Salah satu caranya yaitu memberikan edukasi bagi masyarakat akan mitigasi bencana.

    “Pemerintah harusnya bisa mengantisipasi ini karena kan memang diberikan otoritas, anggaran, dan lain sebagainya. Dan masyarakat juga harus beredukasi tentang mitigasi bencana sehingga mengantisipasi supaya tidak terjadi bencana seperti yang kita alami saat ini,” ujar Ais.

    Pemerintah pun diminta untuk membangun kesadaran masyarakat dan penguatan mitigasi, baik mitigasi struktural berupa pembangunan infrastruktur maupun mitigasi non struktural pembangunan SDMnya, sebagai upaya meminimalisir jumlah korban dan kerugian yang diakibatkan bencana yang terjadi.

    “Bencana itu tidak bisa ditolak, yang bisa dilakukan adalah meminimalisir terjadinya korban dan kerugian. Caranya bagaimana? Membangun kesadaran masyarakat juga kesiapan pemerintah penguatan mitigasi. Mitigasi itu ada mitigasi struktural, infrastruktur yang dibangun dan mitigasi non struktural yaitu capacity building terhadap masyarakat tentang wearnes, tentang kesiapsiagaan dan lain sebagainya begitu. Nah ini harus dibangun oleh pemerintah dan pemerintah punya otoritas punya anggaran untuk itu,” tuturnya.

    Peristiwa serupa mungkin akan terjadi lagi apabila penyebabnya belum ditemukan. Maka dari itu, pemerintah perlu melakukan assessment untuk mencari akar permasalahannya.

    “Ini sangat mengejutkan karena memang tidak pernah terjadi sebelumnya dan bukan tidak mungkin akan terulang lagi kalau tidak ditemukan penyebabnya. Maka tugas pemerintah melakukan deep assessment, analyze dijalankan hingga ketemu akar permasalahannya dimana dan diperbaharui lagi,” ujarnya.

    Ais pun mengatakan bahwa hingga masa tanggap darurat usai, ACT berkomitmen tetap hadir untuk membantu siapa saja yang memerlukan bantuan.

    “ACT totalitas untuk bisa membantu sampai hari ini walaupun tanggap darurat itu sudah dicabut, kita tetap terus beroperasi. Biasa kita sering tag line kita tuh ‘datang pertama pulang terakhir’,” pungkasnya.

    Kerugian Banjir

    Di sisi lain, selain korban jiwa, banjir yang melanda sejumlah wilayah di Kota Serang itu juga mengakibatkan kerugian materil yang sampai saat ini belum dapat dihitung total nominalnya. Kerugian materil yang diakibatkan oleh banjir tersebut meliputi rumah rusak, rumah hanyut, jembatan rusak, tanah longsor hingga kerusakan barang milik warga mulai dari alat elektronik hingga perlengkapan hidup sehari-hari.

    Berdasarkan data yang dirilis oleh BPBD Kota Serang saja, tercatat sebanyak 83 titik banjir terjadi di Kota Serang. Ketinggian banjir pun terjadi dalam rentang 20 cm hingga 5 meter. Dari 83 titik banjir tersebut, sebanyak 4.872 rumah, 1.811 KK, dan 11.951 jiwa terdampak akibat banjir itu.

    Di sisi lain, tercatat sebanyak 9 rumah hanyut, 7 rumah roboh dan empat rumah mengalami rusak berat. Data tersebut masih dapat bertambah, mengingat Ketua DPRD Kota Serang, Budi Rustandi dan Wakil Ketua DPRD Kota Serang, Ratu Ria Maryana, menemukan adanya rumah warga yang hanyut, roboh maupun rusak berat yang tidak masuk ke dalam data.

    Pada 1 Maret lalu, Walikota Serang mengumumkan penetapan kondisi siaga bencana alam banjir di Kota Serang hingga 5 Maret. Penetapan status siaga bencana banjir itu pun digaungkan lantaran banjir yang terjadi merupakan banjir terparah dalam sejarah Kota Serang. Namun pada saat ini, Pemkot Serang menurunkan level tersebut menjadi Transisi Darurat ke Pemulihan.

    “Sudah diturunkan levelnya,” ujar Asisten Daerah bidang Pemerintahan atau Asda 1 Kota Serang, Subagyo, Minggu (6/3).

    Berdasarkan Keputusan Walikota Nomor 366/Kep.109-Huk/2022 tentang Penetapan Status Transisi Darurat ke Pemulihan Penanganan Bencana Banjir Tahun 2022, Pemkot Serang menjadikan sejumlah pertimbangan dalam menurunkan level ketimbang mencabut status siaga bencana.

    Pertimbangan tersebut yakni keadaan darurat bencana banjir masih berlangsung. Kendati banjir sudah mulai surut, namun diperlukan kewaspadaan terhadap ancaman banjir di kemudian hari, mengingat Kota Serang masih masuk ke dalam wilayah dengan intensitas curah hujan yang cukup tinggi.

    Selanjutnya, dengan dialihkannya status bencana dari siaga menjadi transisi darurat ke pemulihan, penanganan keadaan darurat harus dilakukan secara cepat, tepat dan terpadu sesuai dengan standar dan prosedur pada masa transisi darurat ke pemulihan.

    Status transisi darurat ke pemulihan ini ditetapkan oleh Pemkot Serang selama 60 hari, dimulai sejak 6 Maret hingga 2 Juni 2022. Pemulihan yang dilakukan oleh Pemkot Serang meliputi perbaikan darurat sarana dan prasarana vital seperti jaringan jalan, jembatan, irigasi dan sarpras sosial budaya masyarakat.

    Selanjutnya yakni pemulihan utilitas pendukung agar dapat berfungsi kembali, seperti perbaikan komunikasi, kelistrikan, air bersih, air minum, gas dan limbah atau sanitasi. Pemkot Serang pun akan berfokus pada perbaikan lahan pertanian dengan memberikan bantuan bibit pangan.

    Walikota Serang, Syafrudin, mengatakan bahwa sejumlah rumah milik warga yang hanyut, rusak maupun roboh pun akan menjadi fokus dari Pemkot Serang dalam melakukan penanganan bencana di masa transisi itu. Bantuan diberikan baik berupa barang maupun uang.

    “Namun untuk tahapan pertama yang akan dilakukan pada masa transisi ini yaitu pembersihan sampah dan memperbaiki infrastruktur yang rusak-rusak terlebih dahulu,” kata Syafrudin saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp.

    Berdasarkan pantauan di lapangan, sejumlah instansi dan lembaga kemasyarakatan pun mulai menutup posko mereka di lapangan. Namun mereka tetap membuka posko bantuan bagi para penyintas bencana banjir Kota Serang di markas instansi maupun lembaga masing-masing.

    Saat ini, hanya posko di Lingkungan Kenari, Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen saja yang masih dibuka. Sebab, kondisi di sana cenderung masih belum kondusif. Relawan dari berbagai daerah pun menyasar lingkungan Kenari untuk menyalurkan bantuan mereka.

    (MG-02/MG-03/DZH/ENK)