BENDUNGAN Sindangheula, salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yang menjadi andalan pemerintah pusat di Provinsi Banten, saat ini sekadar menjadi monumen saja tanpa adanya kebermanfaatan bagi masyarakat maupun daerah-daerah yang ditarget menerima manfaat, atas bangunan senilai lebih dari Rp480 miliar itu.
Pasalnya, dari empat manfaat utama yang direncanakan dalam pembangunan bendungan Sindangheula, dinilai hanya satu saja yang terpenuhi. Keempat manfaat tersebut yakni penyedia air irigasi untuk sektor pertanian, penyediaan air baku bagi Kota Serang, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon, pengendalian banjir dan pembangkit listrik tenaga air.
Dari keempat manfaat itu, hanya penyediaan air irigasi saja yang terpenuhi. Itu pun sedang ‘libur’ manfaatnya, karena bendungan Sindangheula tengah dikeringkan sejak bulan Februari kemarin, sehingga air menjadi surut.
Salah satu manfaat paling besar dari adanya sebuah bendungan ialah ketersediaan air baku. Sindangheula sendiri diproyeksikan dapat memenuhi kebutuhan air baku tiga kota/kabupaten dengan kemampuan 0,80 meter per kubik.
Pemprov Banten melalui Dinas Perkim pada tahun 2021, menyambut proyeksi manfaat bendungan Sindangheula dalam memenuhi kebutuhan air baku, dengan membangun instalasi Pengelolaan dan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) lintas Kabupaten/Kota. Anggaran yang digelontorkan mencapai RP17,6 miliar.
Pemprov Banten pun pada tahun 2019, menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Air Minum. Selain telah memiliki Perda yang mengatur soal SPAM, Pemprov Banten juga rupanya telah menyusun dan menerbitkan sebuah aturan turunan dari Perda tersebut yang mereka sebut sebagai Rencana Induk SPAM.
Rencana Induk SPAM tertuang di dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 51 Tahun 2022, di dalamnya disebut turut membahas perihal kebijakan strategis perihal pengelolaan air untuk pemenuhan air minum di Banten.
Bahkan, rencana induk tersebut sudah dilakukan sosialisasi kepada publik dengan dilakukan konsultasi publik oleh Pemprov Banten dengan mengundang sejumlah stakeholder terkait.
Kendati sudah memiliki seperangkat aturan soal pengelolaan penyediaan air minum, namun hingga saat ini, rupanya Pemprov Banten belum juga melaksanakan program pemanfaatan aliran air di sejumlah bendungan yang ada untuk pemenuhan penyediaan air minum bagi masyarakat.
Alasannya, karena untuk dapat menyelenggarakan sistem penyediaan air minum, Pemprov Banten menghadapi kendala pembiayaan yang terbilang tidak sedikit jumlahnya. Berdasarkan perhitungan, biaya yang diperlukan mencapai triliunan.
Untuk dapat menyiasati kendala tersebut, maka pemerintah membuka peluang kerjasama bagi pihak lain melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
Kepala Seksi SPAM, Persampahan dan Air Limbah pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Provinsi Banten, Windu Iwan Nugraha, mengatakan bahwa sejak 2018 setidaknya sudah ada sejumlah konsorsium yang telah menyatakan minatnya untuk berperan sebagai pihak pengelola sistem penyediaan air minum.
“Kerjasama pemerintah itu ada skema KPBU itu bisa, namanya unsolicited dan solicited. Unsolicited itu diprakarsai oleh badan usaha di luar pemerintah. Tahun berapa ya? Saya lupa, tahun 2018 pernah ada pernyataan minat dari konsorsium,” katanya.
“Seiring berjalannya waktu 2023 ini, barulah mereka menyerahkan pernyataan minat nih ke Provinsi Banten, tadinya mereka ke pusat untuk penyelenggaraan air minum kerjasama. Tapi oleh pusat diserahkan ke Provinsi. Makanya, seiring berjalannya waktu 2018 sampai rentang waktu 2023 ini mereka pernah menyerahkan PRA-FS namanya, PRA FS tentang kerjasama KPBU ini,” terang Windu Iwan Nugraha saat ditemui di ruangannya pada Kamis (6/7).
Hanya saja meski sudah ada sejumlah investor yang tertarik, namun hingga saat ini, Pemprov Banten belum menentukan siapa nanti yang akan menjadi pihak pengelola, lantaran masih dalam tahap pertimbangan.
“Lalu 2023 itu, Pra-FS itu ditanggapi oleh Pemerintah Provinsi Banten, ditanggapi dengan banyak revisi-revisi. Mereka nanti akan merevisi Pra-FS itu. Nah itu sudah diserahkan juga. Cuman ini dalam tahap proses evaluasi Pra-FS hasil revisi ini.
Karena di situ ada skoring-skoring ya, segala macam, kita masih berjalan ini proses identifikasi dan evaluasi Pra-FS nya itu,” ujarnya.
Tidak hanya itu, belum lama ini, Iwan juga menyebutkan sudah ada pihak lain yang kembali menyatakan minatnya untuk berperan sebagai pihak pengelola sistem penyediaan air minum di Bendungan Sindangheula.
“Sedangkan di Sindangheula juga ada pernyataan minat baru-baru ini, sekitar bulan Mei kalau tidak salah. Cuman masih kita telaah tanggapannya seperti apa,” imbuhnya.
Namun yang pasti, ia menyebutkan, setidaknya saat ini sudah ada tiga pihak yang telah mengajukan pernyataan minatnya untuk menjadi pihak penyedia air minum di bendungan Karian dan Sindangheula.
“Sementara Karian Barat baru satu, Sindangheula itu ada dua kalau gak salah. Kalau yang terakhir saya ikutin sih dari satu yang masuk, ternyata sebelumnya ada lagi katanya satu lagi. Karian Barat satu, di Sindangheula dua kayaknya,” tuturnya.
Lalu, Iwan juga menjelaskan alasan kenapa skema KPBU yang diambil oleh Pemprov Banten, selain karena menyiasati kendala pembiayaan proyek, juga karena dalam skema tersebut ada pihak yang turut memberikan penjaminan.
“Nah kenapa KPBU? Karena nanti prosesnya, sebelum terjadi KPBU itu harus ada penjaminan dari pemerintah juga dari pusat terkait dengan penyelenggaraannya itu,” jelasnya.
Karena saat ini belum ada satupun pihak yang ditunjuk sebagai pihak pengelola dan penyedia air minum, maka juknis yang memuat aturan ketentuan pun juga belum tersedia.
Oleh karena itu, Iwan mengatakan bahwa saat ini pihaknya tengah fokus menyiapkan segala kebutuhan mengenai proses kerjasama usaha tersebut.
“Jadi masih dalam tahap persiapan kita ini terkait dengan penyelenggaraan. Karena kalau pun misalkan non KPBU diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi itu dananya luar biasa besar,” katanya.
Kemudian selain itu, Iwan juga menjelaskan, proses penyelenggaraan kerjasama itu memakan waktu yang cukup lama, lantaran prosedur yang harus ditempuh cukup panjang.
Namun ia menargetkan proses penentuan pihak penyelenggara program itu akan segera rampung dalam waktu dekat ini, sebab berdasarkan ketentuannya minimal dua tahun proses itu dapat segera rampung.
“Kita ada, karena proses KPBU itu minimal 2 tahun. Kalau sekarang PRA FS nanti mungkin insya Allah nanti kita pengen kalau sudah ada kelayakan, uji kelayakan dari kita sudah menentukan bahwa ini layak, lari ke FS disitu masih ada proses yang harus kita tempuh untuk menentukan FS itu layak sebagai dokumen,”
“Nanti maju lagi ke pusat jadi kita juga nanti ada bimbingan lagi dari pusat saling bimbing seperti apa karena untuk menentukan regional itu lumayan bahapannya panjang panjang ya,” ucapnya.
Oleh karena belum adanya pihak yang ditunjuk sebagai pihak pengelola sistem penyedia air minum baik yang ditangani oleh pemerintah provinsi maupun pusat, maka bendungan yang ada belum bisa digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat.
“Baik pusat maupun provinsi belum ada air yang mengalir, baik dari bendungan Karian dan Sindangheula,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Bidang Sanitasi Dan Air Minum Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Serang, Ronny Natadipradja mengatakan bahwa terkait dengan Bendungan Sindangheula yang saat ini terbangun, menurutnya baru sebagai tampungan air.
“Jadi belum difungsikan sebagai penyalur untuk kebutuhan air minum maupun air bersin. Karena memang jaringan-jaringanya belum terbangun. Tapi memang beberapa ada rapat membahas hal tersebut, terhadap pengelolaan dari bendungan tersebut,” ujarnya
Dirinya mengaku untuk kuota yang didapatkan untuk di Kabupaten Serang hanya mendapatkan sebesar 400 liter per detik dari 1200 liter per detik yang dibagikan ke Kota Serang, Kabupaten Serang dan Kota Cilegon.
“Untuk porsi pembagian, provinsi sudah melakukan pembagiannya. Tapi memang, kita ada rencana untuk mengusulkan permohonan tambahan kuota yg sudah dibuatkan provinsi tersebut. Dari kuota yang saat ini sebanyak 400 liter per detik itu kita meminta penambahan jadi 600 liter per detik. Agar nanti masyarakat serang wilayah utara dapat terpenuhi layanan air bersihnya,” ucapnya.
Menurutnya, hal tersebut wajar dilakukan oleh pihaknya. Mengingat letak dri bendungan tersebut yang masuk dalam wilayah Kabupaten Serang.
“Karena pertama, bendungan sindangheula itu posisinya ada di Kabupaten Serang. Jadi wajar kalau kita mendapatkan porsi yang lebih. Kedua, banyak juga masyarakat Kabupaten Serang masih butuh layanan air bersih tersebut,” ungkapnya.
Dalam hal operasional, dirinya mengatakan bahwasanya yang ia pahami BBWSC3 bekerjasama dengan provinsi untuk pemeliharaannya.
“Jadi untuk wilayah bendunganya sendiri termasuk operasional pintu-pintunya itu dilakukan oleh balai besar kalau provinsi yang melakukan pemeliharaan di wilayah bendungannya. Sedangkan kita diberikan wilayah pengelolaan di daerah lahan parkir, kemudian di daerah lahan yang sudah dibebaskan. Tapi tidak menjadi bagian badan bendung untuk bisa dipergunakan,” katanya.
Ia juga menjelaskan, bahwa pemerintah Kabupaten Serang tidak dilibatkan secara langsung terhadap pengelolaan dari bendungan tersebut.
“Tapi itu juga harus dibuatkan permohonan usulan dan berkoordinasi dengan pihak balai besar. Jadi daerah tidak dilibatkan secara langsung terhadap pengelolaan bendungannya. Karena bendungannya sendiri dibangun dari dana pusat,” jelasnya.
Sementara itu, salah satu warga setempat mengatakan bahwa secara kebermanfaatan, memang bendungan Sindangheula belum dirasakan sampai saat ini. Kecuali, untuk dijadikan sebagai tempat memancing saja.
“Kalau untuk irigasi, sawah-sawah yang ada di atas enggak dapet tuh airnya. Terus kalau berbicara kebermanfaatan lainnya seperti pengelolaan air, pipanya aja kan belum ada. Jadi ya kami anggap ini sebenarnya hanya monumen saja tanpa ada manfaat urgen lainnya,” tandas dia.
Pihak BBWSC3 melalui Hadian, mengaku akan memberikan jawaban secara tertulis terkait dengan beberapa pertanyaan pemanfaatan air baku bendungan Sindangheula yang disampaikan oleh BANPOS. Ia mengaku bahwa jawaban dari Kepala BBWSC3 sudah dikonsep, namun hingga berita ini ditulis jawaban pertanyaan itu tidak kunjung diberikan. (MG-01/CR-01/DZH)