JAKARTA, BANPOS – PT Pupuk Indonesia (Persero) memastikan, stok kebutuhan pupuk bersubsidi aman alias mencukupi. Kabar ini diharapkan bisa meluruskan simpang siur informasi terkait komoditas tersebut.
Senior Vice President (SVP) Sekretaris Perusahaan PT Pupuk Indonesia (Persero), Wijaya Lak¬sana mengamini bahwa jumlah stok NPK kini hanya 3,5 juta ton.
Jumlah tersebut memang jauh lebih rendah dari kebutuhan nasional terhadap pupuk NPK, yakni sebesar 8,5 juta ton.
“Tapi 3,5 juta ton itu hanya produksi pupuk NPK, bukan ke¬seluruhan. Kemampuan produksi Pupuk Indonesia Group, totalnya mencapai 13,9 juta ton. Terdiri dari 8,8 juta ton urea, 3,5 juta ton NPK dan sisanya jenis pupuk lainnya seperti ZA, SP36 dan lainnya,” jelas Wijaya dalam acara Rumpi BUMN, di Jakarta, Senin (13/3).
Total produksi sebanyak itu, kata dia, berasal dari lima anak perusahaan. Yaitu Pupuk Kaltim, Pupuk Petrokimia Gresik, Pupuk Kujang, Pusri Palembang dan Pupuk Iskandar Muda, yang tidak hanya memproduksi pupuk saja tetap juga produk-produk kimia (Petrochemical) untuk kebutuhan industri.
Ia menuturkan, kapasitas produksi pupuk tersebut sempat menjadi the biggest di Asia, khususnya untuk produksi urea.
Selama ini Pupuk Indone¬sia mendapat penugasan untuk mengamankan kebutuhan pupuk dalam negeri. Salah satunya, lewat program pupuk bersubsidi atau PSO (Public Service Obligation).
Ia menjelaskan, perseroan harus menyediakan pupuk sub¬sidi ke Pemerintah sebanyak 4,6 juta ton untuk tahun ini.
Artinya, kata dia, dari total produksi pupuk urea yang men¬capai 8,8 juta ton, masih ada sisa produksi yang bisa dijual komer¬sial kepada retail atau perusahaan kelapa sawit dan industri.
Dia menjelaskan, kemampuan perseroan untuk produksi pupuk bersubsidi lebih dari cukup.
“Karena Pemerintah minta kami menyediakan pupuk ber¬subsidi urea 4,6 juta ton. Se¬dangkan pupuk bersubsidi NPK sebanyak 3,2 juta ton. NPK produksinya memang pas-pasan. Tapi, kemampuan kami cukup untuk memenuhi kebutuhan pu¬puk bersubsidi,” ungkapnya.
Ia mengakui, harga semua jenis pupuk akhir-akhir ini me¬mang cukup mahal. Terutama pupuk NPK. Tingginya harga tersebut, kata dia, akibat dampak dari perang Ukraina-Rusia.
Wijaya menerangkan, pupuk NPK adalah pupuk yang memilik kandungan tiga unsur hara mak¬ro, yaitu Nitrogen (N) Fosfor (P/Phospat) dan Kalium (K).
“Untuk nitrogennya kan berasal dari urea. Kita bisa produksi sendiri. Nah, untuk bahan Fosfor dan Kalium itu bahan tambang, tidak bisa dipenuhi sendiri. Makanya perlu impor. Ini yang membuat harganya jadi mahal,” terangnya.
Perang Rusia dengan Ukraina, lanjutnya, membuat 1/3 kebu¬tuhan dunia terhadap kalium menghilang. Mengingat sebanyak 30-an persen kebutuhan dunia atas Kalium dipenuhi oleh Rusia.
“Bisa dibayangkan bagaimana kondisinya saat perang waktu itu (stok kalium berkurang). Har¬ganya, bisa sampai 1.200 dolar Amerika Serikat (AS) per ton. Naik 3 sampai 4 kali lipat,” terangnya.
Meski demikian, ia memasti¬kan, kebutuhan Fosfor dan Ka¬lium sampai akhir tahun sudah aman. Alias, sudah tidak terpengaruh akibat perang Ukraina-Rusia lagi.
Sebab, perseroan sudah ad deal (kesepakatan) dengan beberapa perusahaan Rusia dan mencari beberapa sumber lain¬nya untuk jaminan pengadaan Kalium dan Fosfor.
“Kebutuhan bahan baku kami sudah safe sampai akhir tahun ini. Kami sudah ada deal, sebanyak 800 ribu ton kalium klorida atau potas¬sium klorida (KCl) dari Kanada, Mesir dan Laos. Sementara, pengadaan Fosfor sebanyak 400 ribu ton berasal dari negara-negara asal Timur Tengah seperti China dan Jordan,” katanya.
Saat ini stok pupuk bersubsidi perseroan mencapai 649.374 ton. Posisinya sudah ada di gudang lini tiga (gudang yang berada di kabupaten), sehingga stok tersebut sudah tersedia di setiap kota di Indonesia ada.
“Jumlah stok tersebut sudah dua kali lipat dari aturan yang ditetap¬kan Pemerintah. Sesuai dengan Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan),” katanya.
Dalam aturan tersebut, per¬seroan harus menyiapkan stok pupuk bersubsidi untuk minimal kebutuhan dua minggu ke depan, atau sebanyak 350-an ribu ton.
“Kalau ada sidak, di gudang harus tersedia 350 ribu ton. Kenyataannya, di gudang sudah kami sediakan 640 ribu ton. Karena ketika musim tanam, biasanya ada rush buying atau membeli pupuk di waktu bersa¬maan,” jelasnya.
Sampai Maret 2023, pihaknya sudah menyalurkan sebanyak 1,5 juta ton pupuk bersubsidi.
“Dalam setahun, total yang harus disalurkan untuk pupuk subsidi yaitu sebanyak 7,8 juta ton,” sambungnya.
Ia pun mengingatkan, petani yang berhak mendapatkan aloka¬si pupuk bersubsidi, harus sesuai dengan kriteria, dari Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022. Sehingga bagi petani yang tidak sesuai kriteria maka tidak bisa mem¬peroleh pupuk bersubsidi.
Adapun syarat untuk mendapat pupuk bersubsidi adalah wajib tergabung dalam kelompok tani, terdaftar dalam SIMLUHTAN (Sistem Informasi Manajemen Penyuluh Pertanian), menggarap lahan maksimal dua hektar.
Selain itu, pupuk bersubsidi saat ini difokuskan pada sem¬bilan jenis komoditas strategis. Yaitu padi, jagung, kedelai, cabe, bawang merah, bawang putih, kopi, tebu dan kakao, dari yang sebelumnya ditujukan untuk sekitar 72 komoditas.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyebutkan, bahwa dirinya sering mendapat keluhan petani di desa tentang pupuk bersubsidi.
Jokowi menyampaikan, saat ini seluruh negara di dunia sedang kesulitan mendapatkan bahan baku pupuk karena perang Rusia-Ukraina. Suplai yang terganggu ini membuat harga pupuk naik.
Menjawab keluhan tersebut, Pemerintah berencana menambah kapasitas produksi pupuk dalam negeri. Pada Februari 2023, Jokowi baru saja meresmikan pabrik pupuk NPK milik PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) sebesar 500 ribu ton.
Di kesempatan yang sama, PIM juga mengoperasikan kem¬bali pabrik PIM 1 dengan ka¬pasitas 570 ribu ton, sekaligus melengkapi pabrik PIM-2 yang juga berkapasitas 570 ribu ton.
Selain itu, Pemerintah juga berencana mendirikan kawasan industri pupuk di Kabupaten Fakfak, Provinsi Papua Barat. Proyek tersebut telah ditetapkan sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN).(RMID)