Tag: Stunting Banten

  • Sekda Maman Mauludin Bersyukur 108 Balita Stunting Di Kota Cilegon Turun

    Sekda Maman Mauludin Bersyukur 108 Balita Stunting Di Kota Cilegon Turun

    CILEGON, BANPOS – Langkah Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon dalam menurunkan angka stunting butuh dukungan dan keterlibatan dari berbagai sektor, mulai dari pemerintah, pihak swasta, perguruan tinggi hingga organisasi kemasyarakatan.

    Hal ini disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cilegon Maman Mauludin saat membuka acara Lokakarya Perumusan Program dan Mekanisme Kolaborasi Pemerintah Daerah dan Sektor Swasta Dalam Percepatan Penurunan Stunting Di Kota Cilegon yang digelar USAID ERAT di The Royale Krakatau Cilegon, pada Kamis 10 Agustus 2023 lalu.

    Menurut Maman permasalahan stunting tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah saja. Stunting menjadi tanggungjawab bersama seluruh komponen masyarakat bersama pemerintah.

    Maman menegaskan bahwa permasalahan stunting ini tidak bisa diatasi oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) dan DP3AP2KB (Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana) saja.

    “Penanganan stunting harus ada keterlibatan dukungan dan saling bahu membahu dari semua komponen, baik pemerintah, swasta, perguruan tinggi dan organisasi masyarakat. Dimana, partisipasi aktif masyarakat sangat diperlukan agar upaya kita dalam menurunkan angka stunting di Kota Cilegon ini bisa berhasil,” tandas Sekda Kota Cilegon Maman Mauludin sebagaimana dirilis Diskominfo Kota Cilegon.

    Maman menjelaskan, berdasarkan data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM) terdapat tren penurunan angka stunting di Kota Cilegon.

    Pada Februari 2022, terdapat 1.576 balita atau sebesar 5,40 persen yang mengalami stunting dari total 29.110 balita. Namun, pada Agustus mengalami penurunan menjadi 1.252 balita.

    “Syukur Alhamdulillah saat ini Kota Cilegon mengalami penurunan lagi angka stuntingnya. Dari hasil E-PPGBM bulan Februari 2023 dari jumlah 32.779 balita turun sebanyak 1.144 balita atau sebesar 3.49 persen atau turun sebanyak 108 anak,” ucap Maman.

    Atas dasar itu, Maman memberikan apresiasi kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam percepatan penurunan stunting di Kota Cilegon.

    Apresiasi khusus ini ditujukan Maman kepada tim percepatan penurunan stunting tingkat Kota Cilegon, TPPS tingkat Kecamatan, TPPS tingkat Kelurahan, para kader, PKB/PLKB, dan tim audit stunting. Maman mengungkapkan, permasalahan stunting ini telah menjadi agenda target pembangunan nasional. Pemerintah Pusat telah menargetkan dalam RPJMN 2020 – 2024 jika prevalensi stunting hingga 14 persen pada tahun 2024 mendatang.

    Oleh karena itu, Maman mengajak semua pihak bergerak bersama untuk menyukseskan program nasional ini agar generasi Indonesia dapat menjadi generasi yang berkualitas.

    Sementara itu, Kepala Bagian Organisasi Setda Kota Cilegon Ardiansyah mengatakan, kegiatan lokakarya tersebut diikuti oleh berbagai pihak, termasuk instansi dan masyarakat.

    Tujuan dari lokakarya, kata Ardiansyah sebagai langkah bersama dalam menangani kasus stunting di Kota Cilegon.
    “Saya berharap dari kegiatan ini dapat dilaksanakan dan dapat aplikasikan dengan baik oleh masing – masing instansi. Semoga penanganan stunting lebih baik lagi di Kota Cilegon,” tandasnya. (ADV)

  • Pemkab Serang Pasang Target Turunkan Stunting 14 Persen

    Pemkab Serang Pasang Target Turunkan Stunting 14 Persen

    SERANG, BANPOS – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Serang menargetkan menurunkan angka stunting mencapai 14 persen pada Tahun 2024 mendatang. Mengingat saat ini, angka stunting di Kabupaten Serang terus mengalami penurunan sejak Tahun 2019.

    Hal tersebut disampaikan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Serang, Tubagus Entus Mahmud Sahiri usai Rembuk Stunting Kabupaten Serang yang digelar Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKBP3A) di Forbis Hotel Kecamatan Waringin kurung.

    ”Hari ini Pemda Kabupaten Serang melalui Dinas KB mengadakan Rembuk Stunting, tujuannya adalah untuk percepatan penurunan angka stunting di Kabupaten Serang yang kita targetkan di 2024 itu 14 persen,” ujarnya senin, (26/6)

    Sekadar diketahui, berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2019 angka stunting di Kabupaten Serang 39,43 persen, pada 2021 turun sebanyak 12,23 persen, dan tahun 2022 menurun diangka 0,8 persen.

    Berdasarkan data angka prevalensi stunting Kabupaten Serang pada tahun 2021 mencapai 27,2 persen dan tahun 2022 menjadi 26,4 persen atau turun 0,8 persen.

    Menurut Entus, target penurunan stunting di tahun 2024 mendatang di angka 14 persen dianggapnya cukup berat untuk dilakukan jika hanya dilakukan Dinas KBP3A. Oleh karenanya, pihaknya mengundang seluruh stakeholder baik OPD, kecamatan, puskesmas, pemerintah desa khususnya 10 desa yang manjadi lokus penurunan stunting di 2024.

    ”Harapan kita percepatan penurunan angka stunting ini bisa betul-betul kita realisasikan. Tadi, sebagaimana disampaikan kepala Dinas KBP3A perlu dukungan dari seluruh stakeholder baik dari pembiayaan, kolaborasi di lapangan dengan camat, puskesmas, dan pemdes,” katanya.

    Menurut Entus, tanpa adanya kerjasama, kolaborasi akan sulit untuk kita dicapai percepatan penurunan angka stunting tersebut. Maka pihaknya mewakili Pemda Kabupaten Serang menyampaikan pesan Bupati Serang Ratu Tatu Chasanah.
    ”Pesan Ibu Bupati, OPD, camat, kades harus fokus menurunkan angka stunting di Kabupaten Serang,” tegasnya.

    Entus juga berharap, paska pandemi covid-19 bisa lebih signifikan untuk menurunkan angka stunting di Kabupaten Serang. Bahkan Bupati Serang pun mengingatkan jika ada kegiatan yang tidak sesuai visi misi di 2024 harus dihilangkan demi percepatan penurunan angka stunting.

    ”Jadi anggaran kita fokuskan untuk penurunan stunting, kami berharap melalui rembuk stunting betul-betul menghasilkan komitmen dari seluruh stakeholder dari pemda, masyarakat, akademisi termasuk media massa,” tuturnya.

    Hal senada disampaikan Kepala DKBP3A Kabupaten Serang, Tarkul Wasyit, dirinya mengatakan, untuk target di Tahun 2023 ini sesuai dengan rentang waktu yang di tentukan sebesar 18 persen dan Tahun 2024 di angka 14 persen seusia target nasional.

    ”Di angka 14 persen untuk target Tahun 2024,”ujarnya.

    Tarkul menymaaikan, adapun upaya yang dilakukan, yaitu dua intervensi, yakni intervensi sensitif dan spesifik. Jadi, ketika mereka sudah terintervensi artinya sasarannya ada catin atau calon pengantin, bumil atau ibu hamil.

    ”Kalau catin kita berikan komunikasi dan edukasi, sedangkan kalau untuk bumil kita beri nutrisi tambahan, ketika balita kita penuhi asupan gizinya,” ucapnya

    Turut hadir perwakilan dari Kemendagri, Ketua DPRD Kabupaten Serang Bahrul Ulum, para Kepala OPD, camat, kades dan stakeholder terkait lainnya. Pada Rembuk Stunting juga dilakukan deklarasi percepatan penurunan angka stunting. (CR-01/AZM)

  • Bapak Asuh Diklaim Turunkan Angka Stunting

    Bapak Asuh Diklaim Turunkan Angka Stunting

    CILEGON, BANPOS – Lurah Lebakgede, Kecamatan Pulomerak menyebut telah berhasil menurunkan jumlah anak stunting melalui program Bapak Asuh Anak Stunting (BAAS). BAAS sendiri sudah berjalan 4 bulan, dimana setiap bulannya Kelurahan Lebakgede memberikan makanan tambahan berprotein tinggi bagi anak-anak stunting di wilayahnya.
    Lurah Lebakgede, Fatoni menjelaskan bahwa anggaran dari program BAAS itu merupakan anggaran di luar APBD Kota Cilegon yaitu melalui kerja sama antara CSR atau Corporate Social Responsibility di industri sekitar Kelurahan Lebakgede. “Sejak Pak Walikota menyerukan untuk menurunkan stunting, saat itu kami langsung berkomunikasi dengan 14 industri yang ada di wilayah Kelurahan Lebakgede namun hanya beberapa industri saja yang membantu program kami,” ujar Fatoni saat penyaluran bantuan makanan berprotein tinggi, Jumat (26/5).
    Kelurahan Lebakgede diketahui terdapat 38 anak mengalami stunting, namun seiring berjalannya program BAAS yang berjalan selama 4 bulan itu mampu menekan atau menurunkan anak stunting sebanyak 27 anak. Artinya, kini Kelurahan Lebakgede masih memiliki anak mengalami stunting sebanyak 11 anak.
    Fatoni menyebutkan makanan tambahan berprotein tinggi yang diberikan berupa susu prosure, biskuit milna, telur, kacang hijau dan lainnya.
    “Kita memberikan makanan ini juga tidak sembarangan, harus konsultasi dulu dengan dokter gizi, protein dan kebutuhan gizi seperti apa yang dibutuhkan bagi anak anak stunting ini akhirnya yaa kita memberikan makanan sesuai arahan dokter gizi,” ungkapnya.
    Dikatakan Fatoni, pihaknya akan terus menggalakkan pemberian makanan tambahan bagi anak stunting tersebut. Supaya anak stunting di wilayahnya turun secara maksimal.
    “Tentu ini akan terus kita lakukan sampai 6 bulan lamanya, semoga dari 11 anak ini dapat terbantu dan tidak stunting lagi,” tutup Fatoni.
    Sementara itu, Kepala Bidang (Kabid) Dalduk KB pada DP3AP2KB Kota Cilegon, Wawan Ihwani mengapresiasi capaian Kelurahan Lebakgede dalam menurunkan jumlah anak stunting.
    “Kelurahan Lebakgede dengan menggandeng perusahaan melakukan pemberian bantuan ini sejak bulan Januari lalu ini terus berlangsung dan ini kegiatan yang keempat kali. Cukup efektif karena memang bantuan yang diberikan kepada anak stunting melalui ibu-ibunya itu makanan yang diberikan betul-betul berkualitas sehingga mampu mendongkrak pertumbuhan dan berat badan anak,” ujarnya.
    Wawan mengungkapkan, kolaborasi dan inisiatif seperti inilah yang akan mempercepat penurunan stunting di Kota Cilegon.
    “Target sebenarnya di angka 14 persen secara nasional tapi Cilegon melalui instruksi Pak Walikota menyampaikan bahwa target Kota Cilegon Ingin turun sampai 9 persen. Tentu ini bukan angka yang ringan tapi walaupun berat kalau kita lakukan dengan komitmen bersama dengan kerja bersama, kerja bareng, kerja keras kita Insyaallah angka penurunan 9 persen itu terwujud,” tandasnya.(LUK/PBN)

  • Cegah Stunting, Semua Sektor di Cilegon Harus Berperan Aktif

    Cegah Stunting, Semua Sektor di Cilegon Harus Berperan Aktif

    CILEGON, BANPOS – Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cilegon, Maman Mauludin meminta semua sektor memberikan perhatian yang serius terhadap stunting di Kota Cilegon. Hal itu dikatakan Maman saat menghadiri pertemuan konvergensi rencana aksi cegah stunting yang digelar Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Cilegon, di salah satu hotel di Kota Cilegon, Senin (21/3).

    Diketahui, stunting sendiri merupakan kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi di seribu hari pertama kehidupan anak. Kondisi ini berefek jangka panjang hingga anak dewasa dan lanjut usia.

    Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cilegon, Maman Mauludin menyampaikan bahwa perhatian yang sungguh-sungguh harus diberikan dalam periode kehamilan 1000 hari pertama. “Perhatian sungguh sungguh yang diberikan dalam periode kehamilan, hal ini harus dilakukan karena kurang gizi pada 1000 hari pertama, tidak dapat diperbaiki di masa kehidupan selanjutnya,” tutur Maman.

    “Selain itu, pertumbuhan otak akan terhambat perkembangan rohani dan sulit mengikuti pelajaran dan selanjutnya setelah dewasa akan sulit mendapatkan pekerjaan yang layak,” sambung Maman.

    Lebih lanjut, Maman mengatakan penurunan stunting diperlukan pendekatan multisektor. “Penurunan stunting penting dilakukan dengan pendekatan multisektor melalui sinkronisasi program-program nasional maupun lokal dari pemerintahan pusat dan daerah,” katanya.

    Pada kesempatan itu, Maman menghimbau agar pemerintah pusat dan daerah ikut serta dalam mendukung dan berperan aktif dalam aksi cegah stunting.

    Sementara itu, Kepala Dinkes Kota Cilegon Ratih Purnamasari menyampaikan bahwa pentingnya memberikan perhatian pada periode kehamilan 1000 hari pertama untuk meminimalisir resiko kekurangan gizi.
    “Dalam hal ini, pentingnya perhatian diberikan pada periode kehamilan 1000 hari pertama kehidupan untuk meminimalisir resiko kekurangan gizi,” tuturnya.

    “Kekurangan gizi disini dihitung dari 1000 hari pertama kehidupan yaitu masa anak dalam kandungan sampai seorang anak berusia 2 tahun,” sambungnya.

    Ratih juga menyampaikan bahwa kekurangan gizi sangat mempengaruhi beberapa hambatan perkembangan, pertumbuhan dan metabolisme hingga anak tumbuh dewasa.

    “Selain itu, kekurangan gizi dapat mempengaruhi hambatan perkembangan kognitif, pertumbuhan dan hambatan metabolisme yang rentan hingga anak tumbuh dewasa, selain itu dampak negatifnya adalah kecerdasan produktivitas yang menjadi rendah, tubuh pendek, dan risiko terserang penyakit kronis,” ungkapnya. (LUK/RUL)

  • Punya Data Berbeda, Pemprov tetap Prioritaskan Penekanan Angka Stunting

    Punya Data Berbeda, Pemprov tetap Prioritaskan Penekanan Angka Stunting

    SERANG, BANPOS – Provinsi Banten masuk menjadi provinsi terbanyak kelima yang memiliki bayi dibawah lima tahun (Balita) kerdil atau stunting versi Studi Status Gizi Indonesia (SGSI). Namun, terdapat perbedaan data yang dimiliki oleh Pemprov Banten berdasarkan aplikasi elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat (e-PPGBM).

    Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Kependudukan dan Keluarga Berencana (DP3AKKB) Banten, Siti Ma’ani Nina, mengungkapkan, terdapat perbedaan data antara SSGI dan e-PPGBM. SSGI merupakan survei berskala Nasional untuk mengetahui perkembangan status gizi balita (stunting, wasting, dan underweight) tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota.

    “Berdasarkan SSGI Tahun 2021 prevalensi stunting Provinsi Banten pada tahun 2021 sebesar 24,5. Sementara berdasarkan e-PPGBM prevalensi stunting Provinsi Banten pada tahun 2019 sebesar 15,43, tahun 2020 sebesar 10,38, dan pada tahun 2021 sebesar 7,4,” jelasnya.

    Sementara,berdasarkan hasil penginputan e-PPGBM Persentase Stunting pada tahun 2019 sampai dengan tahun 2021 sudah ada penurunan tetapi tetap harus dilihat cakupan yang diukur berdasarkan sasaran yang ada. Dan sudah dibawah target 2021, 21,1 persen.

    Namun, ia mengungkapkan bahwa penekanan angka stunting menjadi program prioritas, mengarah kepada intervensi berbasis keluarga berisiko stunting dengan menekankan pada penyiapan kehidupan berkeluarga, pemenuhan asupan gizi, perbaikan pola asuh, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dan peningkatan akses air minum dan sanitasi.

    Dalam rangka percepatan berbasis keluarga dibentuk Tim Pendamping keluarga (TPK) terdiri dari unsur Bidan, kader pmk dan kader IMP. Penurunan stunting menitikberatkan pada penanganan penyebab masalah Gizi, yaitu faktor yang berhubungan dengan ketahanan pangan khususnya akses terhadap pangan bergizi (makanan), lingkungan sosial yang terkait dengan praktik pemberian makanan bayi dan anak (pengasuhan), akses terhadap pelayanan kesehatan untuk pencegahan dan pengobatan (kesehatan), serta kesehatan lingkungan yang meliputi tersedianya sarana air bersih dan sanitasi (lingkungan).

    “Keempat faktor tersebut mempengaruhi asupan gizi dan status kesehatan ibu dan anak, hal ini akan mencegah masalah kekurangan gizi,” kata Nina.

    Kunci percepatan penurunan angka stunting yakni Intervensi penurunan stunting terintegrasi dengan pembagian peran dan tanggung jawab antara pemerintah pusat, pemerintah Provinsi, pemerintah Kabupaten/kota sampai dengan pemerintahan Desa.

    Pemprov gencar melakukan upaya penanganan melalui Tim Percepatan Penanggulangan Stunting (TPPS). TPPS yang merupakan lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD) itu melaksanakan penanganan stunting melalui kewenangan masing-masing tersebut merupakan tindak lanjut Peraturan Presiden (PP) Nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

    Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Provinsi Banten, saat itu di wilayah Provinsi Banten terdapat 10.643 Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang tersebar 8 Kabupaten/Kota. Operasional Posyandu itu didukung oleh 53.214 kader.

    Kepala DPMD Banten Enong Suhaeti, Kamis (9/3) mengungkapkan, pembinaan dan pelatihan penanganan stunting dilakukan kepada kader Posyandu dan kader PKK. Selain itu, pihaknya juga memfasilitasi sarana dan prasarana dalam pelayanan Posyandu.

    “Untuk insentif kader Posyandu, bisa dialokasikan dari Dana Desa. Sehingga tergantung hasil Musyawarah Desa,” kata Enong.

    Ia menjelaskan, pihaknya akan terus menjalin dan melakukan koordinasi, sinergitas, dan harmonisasi dengan Forum Kader Posyandu baik di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, mengakomodir bantuan hibah Forum Kader Posyandu, serta pembinaan kepada kader Posyandu dan kader PKK untuk menekan stunting.

    Diberitakan sebelumnya, hasil survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2021, terdapat 294.862 balita kerdil di Banten. Angka ini menempatkan Banten sebagai provinsi kelima terbesar yang memiliki balita kerdil setelah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera Utara.

    Berdasarkan SSGI 2021 terdapat beberapa daerah perkotaan di Banten yang tergolong dalam zona stunting “kuning” dan “hijau”.

    Diantaranya Kota Serang dan Kota Cilegon di kategori kuning serta Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang di kategori hijau.

    Malah satu kabupaten di Banten berkategori “merah” yakni Pandeglang karena prevalensinya di atas 30 persen. Bahkan Pandeglang dengan prevalensinya yang 37,8 persen menduduki posisi nomor 26 dari 246 kabupaten/kota di 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi

    Lima kabupaten dan kota yang berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, diantaranya Lebak, Kota Serang, Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon.

    Sementara dua daerah yang berkategori hijau dengan prevalensi 10 sampai 20 persen adalah Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang

    Tidak ada satu pun kabupaten atau kota di Banteng berstatus biru yakni dengan prevalensi di bawah 10 persen.

    (RUS/PBN)

  • Prihatin, Ratusan Ribu Balita Banten Kerdil

    Prihatin, Ratusan Ribu Balita Banten Kerdil

    SERANG, BANPOS – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyiapkan ribuan pendamping keluarga dalam upaya mengatasi masalah ‘stunting’ atau kekerdilan di Banten mengingat angka stunting di Banten masih tinggi. Terbukti lebih dari 294 ribu balita di Banten kerdil.

    “Di Provinsi Banten ada sekitar 8.130 an. Artinya ada 2.500 orang karena satu tim itu kan 3 orang yang akan mendampingi keluarga-keluarga mulai calon pengantin, ibu hamil sampai melahirkan,” kata Deputi Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BKKBN, Eni Gustina usai kegiatan sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia (RAN PASTI) di Banten, Senin (7/3).

    Eni mengatakan, para pendamping tersebut nantinya akan mengawal keluarga sasaran dari mulai pasangan menikah atau pengantin, sampai hamil dan melahirkan agar benar-benar semuanya direncanakan dengan baik. Sehingga ketika melahirkan bayinya tidak berisiko stunting, panjang badannya tidak kurang dari 48 sentimeter, berat badannya tidak kurang dari 2.500 gram dan tidak prematur.

    Ia mengatakan, stunting itu salah satunya disebabkan karena bayi yang kekurangan asupan gizi dalam jangka panjang sehingga berpengaruh pada perkembangan tinggi dan berat badan serta berpengaruh juga pada perkembangan otak bayi.

    Oleh karena itu, ketersediaan air bersih dan sanitasi yang layak serta memenuhi kebersihan menjadi prasyarat utama dari tumbuh kembangnya keluarga yang sehat. Demikian pula halnya dengan keberadaan jamban yang terawat kebersihannya menjadi kelayakan kesehatan.

    Ketersediaan sanitasi dan jamban yang layak sangat berkorelasi dengan keberadaan bayi-bayi stunting selain asupan gizi selama masa kehamilan dan proses tumbuh kembang anak.

    “Stunting bisa dicegah sedini mungkin. Jika semua aspek dari hulu hingga hilir, potensi munculnya stunting bisa diantisipasi dengan baik maka setiap keluarga bisa terhindar dari lahirnya bayi-bayi stunting,” kata Eni.

    Sementara itu, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan (Deputi III) Kemenko PMK, Agus Suprapto mengatakan, Provinsi Banten merupakan salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di tanah air di 2022 ini. Berdasar Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 terdapat beberapa daerah perkotaan di Banten yang tergolong dalam zona stunting ‘kuning’ dan ‘hijau.’

    Diantaranya Kota Serang dan Kota Cilegon di kategori kuning serta Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang di kategori hijau.

    Malah satu kabupaten di Banten berkategori “merah” yakni Pandeglang karena prevalensinya di atas 30 persen. Bahkan Pandeglang dengan prevalensinya yang 37,8 persen menduduki posisi nomor 26 dari 246 kabupaten/kota di 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi

    Lima kabupaten dan kota yang berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, diantaranya Lebak, Kota Serang, Kabupaten Tangerang dan Kota Cilegon.

    Sementara dua daerah yang berkategori hijau dengan prevalensi 10 sampai 20 persen adalah Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang. Tidak ada satu pun kabupaten atau kota di Banteng berstatus biru yakni dengan prevalensi di bawah 10 persen.

    Hasil survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) Tahun 2021, terdapat 294.862 balita kerdil di Banten. Angka ini menempatkan Banten sebagai provinsi kelima terbesar yang memiliki balita kerdil setelah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera Utara.

    “Potensi demografi di Banten dengan mayoritas penduduk berumur muda serta keberadaan perguruan tinggi yang terbilang besar jumlahnya, menjadi potensi besar yang bisa dimanfaatkan untuk menekan angka stunting dari hulu hingga hilir,” kata Agus Suprapto.

    Ia mengatakan, target nasional penurunan angka stunting sesuai dengan mencapai angka 14 persen. Target tersebut bisa dicapai dengan penguasaan di lapangan yakni semua sasaran atau kelompok resiko telah diketahui dengan melakukan pendataan keluarga.

    “Hal inilah yang penting untuk menekan angka stunting serendah mungkin dengan target 14 persen pada 2024. Untuk itu hari ini kita melakukan sosialisasi rencana aksi nasional percepatan penurunan angka stunting di Provinsi Banten.

    Menanggapi hal tersebut, Wakil Bupati Pandeglang, Tanto Warsono Arban mengaku optimistis, RAN PASTI akan dapat memaksimalkan upaya mengurangi angka stunting.

    “Rencana aksi nasional ini harus dapat mendorong dan menguatkan konvergensi antar program yang selama ini sudah berjalan dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan berbagai kementerian serta lembaga terkait,“ kata Tanto.

    Menurutnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang saat ini terus berupaya untuk melakukan pencegahan dan penanganan stunting diantaranya dengan melakukan penyuluhan stunting, rembuk aksi cegah stunting mulai dari tingkat Desa, Kecamatan dan Kabupaten. Melakukan pendampingan terhadap ibu hamil dan balita, serta saat ini telah dibentuk sebanyak 1,900 tim Tim Percepatan Pencegahan Stunting (TPPS).

    “Untuk pencegahan dan penanganan stunting Pemkab Pandeglang memiliki berbagai program rencana aksi dan telah membentuk tim teknis percepatan pencegahan stunting sesuai arahan pemerintah pusat, mudah-mudahan rencana aksi dan pembentukan tim ini mampu mengatasi permasalahan stunting di Kabupaten Pandeglang,“ terangnya.

    Sementara itu, Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Eni Gustina mengatakan, pemerintah terus mengupayakan penurunan kasus gizi buruk pada anak atau stunting dengan cara membentuk TPPS.

    “Pembentukan TPPS hingga tingkat desa dan melakukan RAN PASTI di setiap wilayah di Indonesia,“ katanya.

    Sebagai upaya untuk melakukan pencegahan stunting, lanjut Eni, pihaknya telah membentuk tim pendamping keluarga dan di Provinsi Banten ada sekitar delapan ribu lebih tim percepatan penanganan stunting.

    “Tim percepatan penanganan stunting nantinya akan akan berperan aktif mendampingi keluarga mulai dari calon pengantin, ibu hamil sampai melahirkan agar terus dikawal, supaya betul-betul bayi yang dilahirkan sehat,“ ujarnya.

    “Sebetulnya angka stunting sudah mulai menurun, berdasarkan hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) pada tahun 2018 angka stunting mencapai 29 persen, untuk tahun 2019 menjadi 27,7 persen, sedangkan di tahun 2021 di angka 24,4 persen,“ tambahnya.

    (DHE/RUS/PBN)

  • Angka Stunting di Kota Cilegon Diklaim Turun Drastis

    Angka Stunting di Kota Cilegon Diklaim Turun Drastis

    CILEGON, BANPOS – Dinas Kesehatan Kota Cilegon mengklaim angka stunting di Kota Cilegon mengalami penurunan. Data menunjukkan, pada 2021 angka stunting di wilayah tersebut sebesar 20,6 persen, turun 9,02 persen dari tahun sebelumnya sebesar 29,08 persen.

    Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Masyarakat pada Dinas Kesehatan Kota Cilegon Evelyn Yolanda Panggabean mengatakan, penurunan angka stunting tersebut terjadi seiring dengan upaya pencegahan hingga penanganan yang dilakukan. Diantaranya, melakukan pemantauan status gizi balita.

    “Jadi survei status gizi itu kan dilakukan dua tahun sekali. Nah untuk Kota Cilegon di 2019 angka sunting kita di angka 29,08 kemudian di tahun 2021 turun secara signifikan menjadi 20,06 persen, jadi ini memang dilakukan setiap dua tahun sekali oleh Kementerian Kesehatan. Kalau di lihat dari SSGBI 2021 (Prevalensi Stunting) kita dibawahnya provinsi. Provinsi Banten itu 24,5 persen. Jadi yang dibawahnya provinsi itu Tangerang Selatan, Cilegon, Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang,” kata Yola sapaan akrabnya kepada BANPOS, Minggu (30/1).

    Yola menjelaskan, upaya lain menurunkan angka stunting yakni tentunya dengan melakukan intervensi. Berupa intervensi dengan program pos gizi selama tiga bulan diberikan makanan – makanan yang sehat dan bergizi.

    “Memang kita ngga bisa bekerja sendiri dinas kesehatan banyak lintas sektor yang terlibat di dalamnya. Tapi selama ini kita juga meminta kontribusi dari perusahaan – perusahaan yang ada di Kota Cilegon dalam bentuk pos gizi. Jadi anak – anak yang gizi buruk, gizi kurang itu, di intervensi dengan program pos gizi selama tiga bulan kita berikan makanan – makanan yang sehat dan bergizi,” tuturnya.

    “Ngga hanya bantuan makanannya aja tapi juga parenting, orang tuanya juga kita berikan edukasi kemudian anak juga kita periksa. Biasanya kalau gizi buruk atau gizi kurang itu ada penyakit – penyakit penyertanya ngga mungkin ngga ada pasti ada. Dan itu kita sembuhkan juga tumbuh kembangnya juga kita perbaiki artinya ada korelasi antara gizi kurang atau gizi buruk dengan tumbuh kembangnya. Nah itu yang kita intervensi,” sambungnya.

    Selain itu, kata Yola pihaknya juga melakukan pemeriksaan kepada par balita yang ada di Kota Cilegon.

    “Selain perbaikan status gizi anak kita juga secara terpadu kita periksa ke laboratorium, kita periksa kondisi kesehatan kemudian ada kita konsul kan ke dokter anak, ke psikolog tumbuh kembang. Kita perbaiki secara luarnya dulu kemudian juga ada kelas parenting. Jangan salah stunting itu bukan hanya kesulitan ekonomi, memang ada peran kesulitan ekonomi tapi ada pola asuh. Jadi bukan berarti orang berada bebas stunting belum tentu juga. Jadi orang tua kita beri edukasi kelas parentingnya juga. Jadi dari orang tua dari anaknya kita sentuh semua kemudian selama tiga bulan setelah kelas parenting kemudian kita periksa penyakitnya baru kita suplai (makanan),” terangnya.

    Kemudian dikatakan Yola guna mensukseskan program tersebut dibuat MOU antara orang tua dengan Dinas Kesalahan Kota Cilegon. “Sebelum program ini dimulai kita ada MOU dengan orang tua tidak boleh berhenti ditengah jalan,” katanya.

    Yola menambahkan para orang tua juga diberikan pemahaman terkait mengelola makanan yang baik dan bergizi untuk anak.

    “Di bulan pertama setiap hari pagi dan sore kita suplai makanan dari puskesmas terkait. Jadi di suplai makanan setiap hari selama sebulan kemudian dibulan kedua dikurangi seminggu tiga kali dibulan ketiga hanya seminggu sekali jadi kita membutuhkan tidak sekedar carity memberikan bantuan seperti itu jadi kita bagaimana membina orang tua dan anak itu kita bangkitkan kemandirian nya ngga sekedar given saja ini dapet tiap hari dapat makanan dari puskesmas ngga tapi kita membutuhkan kemandirian dari orangtuanya juga dan si anak juga nanti ada kelasnya juga di pos gizi itu bagaimana si orang tua dipanggil ke puskesmas bagaimana mengelola makanan yang baik dan bergizi,” tandasnya.

    (LUK/RUL)