Tag: Sunda

  • Degung Cilik Ditampilkan di Rabegan Paguyuban Pasundan Wilayah Banten

    Degung Cilik Ditampilkan di Rabegan Paguyuban Pasundan Wilayah Banten

    SERANG, BANPOS – Paguyuban Sumedang Larang (PSL) Banten menampilkan seni tradisi Sunda Degung yang dibawakan anak-anak usia sekolah dasar pada acara Rabegan program Paguyuban Pasundan Wilayah Provinsi Banten.

    Kegiatan itu digelar di Halaman Gedung Juang 1945 pada Jumat (27/10). Kegiatan tersebut digelar sebagai upaya menanamkan seni tradisi kepada generasi milenial.

    Untuk diketahui, Degung Cilik PSL Banten merupakan binaan Sanggar Seni Sunda Purbasari PSL Banten yang terletak di Kecamatan Curug Kota Serang.

    Dalam kesempatan tersebut, Degung Cilik membawakan lagu Sumedang Kota Kamelang, Serang Kota Sajarah serta lagu degung populer lainnya.

    Ketua PSL Banten, Dudung Permana, mengatakan bahwa pihaknya terus berupaya menanamkan seni dan budaya Sunda kepada generasi milenial. Tujuannya untuk melestarikan Seni Budaya Sunda.

    Untuk itu, dirinya terus mendorong generasi-generasi milenial untuk mencintai Seni Budaya Sunda.

    “Generasi milenial Sunda adalah pewaris utama Seni Budaya Sunda,” kata Dudung.

    Dudung juga mengajak seluruh masyarakat untuk mencintai budaya lokal dan berusaha menanamkannya kepada generasi milenial.

    Sementara itu Pimpinan Sanggar Seni Budaya, Saudi Sasmita, mengaku bangga dengan penampilan anak-anak tersebut.

    “Reueus (bangga) atas tampilna anak-anak dalam membawakan Seni Budaya Sunda,” ujarnya.

    Saudi yang juga merupakan Seniman Sunda di Kota Serang berharap, para orang tua untuk terus berusaha menanamkan cinta terhadap seni budaya masing-masing, khususnya Sunda.

    Ketua Wilayah Paguyuban Pasundan Banten, Nana Supiana, mengatakan Rabegan merupakan kependekan dari Ruang Budaya Gedung Juang Bersama Paguyuban Pasundan Banten.

    Ia mengatakan, kegiatan itu dilaksanakan secara rutin, dimana saat ini baru bisa dilaksanakan satu bulan satu kali.

    “Ke depan dengan meningkatnya dukungan dari berbagai pihak, Rabegan dapat dilaksanakan dua minggu bahkan jika perlu kita gelar satu minggu satu kali,” tuturnya.

    Ia pun berharap, program Rabegan ini akan menjadi ajang eksistensi bersama dari oleh dan untuk para seniman, budayawan, pelaku ekonomi kreatif dan masyarakat pada umumnya.

    “Sehingga akan terbangun ekosistem seni budaya dan ekonomi di tengah kota, sekaligus ajang meningkatkan kesalehan sosial guna membantu pemerintah dalam meningkatkan indeks kebahagiaan masyarakat Banten,” terangnya.

    Di tempat yang sama, Sekretaris Wilayah Paguyuban Pasundan Banten, Endang Suherman, mengatakan bahwa program Rabegan episode ke-10 di bulan Oktober ini bertepatan dengan hari ulang tahun Banten yang ke-23 dan hari Sumpah Pemuda yang ke 95.

    “Oleh karena itu penyelenggaraan Rabegan ke-10 sekaligus dalam rangka memeriahkan serta memperingatinya. Terimakasih kepada semua pihak yang telah turut serta memberikan dukungan secara aktif sehingga program Rabegan dapat dilaksanakan dengan lancar dan sukses setiap episodenya,” ungkapnya.

    Diketahui, PSL Banten adalah perkumpulan orang-orang yang berasal dari Kabupaten Sumedang Jawa Barat yang sudah menetap di Banten. Anggota PSL Banten menyebar dan sudah menetap serta berbaur dengan seluruh masyarakat Banten.

    Moto PSL Banten adalah Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh. Dan salah satu misinya adalah melestarikan dan mengembangkan Seni Budaya Sunda. (DZH)

  • Dirayakan Dunia, Angklung Pemanggil Dewi Kemakmuran

    Dirayakan Dunia, Angklung Pemanggil Dewi Kemakmuran

    JAKARTA, BANPOS – Tampilan Google Doodle hari ini sebagai pengingat peringatan Hari Angklung Sedunia setiap 16 November. Menampilkan orang-orang memainkan musik dari bambu itu.

    Angklung telah ditetapkan sebagai salah satu warisan budaya oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) pada 2010. Alat musik yang terdiri dari dua tabung dan sebuah alas itu pun juga masih menjadi inti dalam budaya Indonesia.

    Namun, angklung yang dikenal sebagai alat musik tradisional yang berasal dari Jawa Barat itu ternyata tidak berasal dari daerah tersebut. Lantas, dari mana Angklung berasal?

    Dari sejumlah informasi yang dihimpun http://RM.id (Banpos Group), diketahui, angklung tak hanya berada di Indonesia saja. Namun ada di sejumlah negara lainnya yaitu Tiongkok, Thailand, Vietnam, India dan Hawai. Masing-masing negara pun memiliki bentuk angklung yang berbeda-beda satu sama lain.

    Meski demikian, Indonesia khususnya Jawa Barat mendapatkan hak paten dari UNESCO atas filosofi angklung. Tepatnya, UNESCO mematenkan filosofi dari musik angklung yang terdiri atas 5M yaitu mudah didapat bahannya, murah harganya, mendidik, meriah dan massal.

    Dalam sejarahnya, khususnya di Indonesia, musik yang dihasilkan angklung tersebut berasal dari Pulau Bali. Kemudian, angklung dibawa ke wilayah Banten oleh Sultan Agung. Lalu, musik angklung pun menyebar hingga ke wilayah Jawa Barat.

    Sementara itu, sosok Daeng Soetigna yang sempat disebut sebagai pencipta karya musik angklung pun sebenarnya mendapatkan pengetahuan soal hal tersebut saat berada di wilayah Kuningan, Jawa Barat.

    Mulanya, pada sekitar tahun 1938, Daeng Soetigna melihat seorang pengamen yang sedang bermain alat musik mirip angklung, kemudian ia pun tertarik. Lalu, Daeng Soetigna mendatangi seseorang yang disinyalir merupakan sosok pemberi angklung yang saat itu dimiliki oleh sang pengamen.

    Sosok pemberi angklung yang bernama Jaya itu diketahui mendapatkan alat musik tersebut dari Pulau Dewata. Saat momen itu, Daeng Soetigna akhirnya menemukan musik angklung.

    Diketahui, Daeng Soetigna menambahkan skala nada diatonis-kromatis angklung yang mulanya hanya ada pentatonis (Salendro) saja. Adapun, yang pertama kali mendiatoniskan alat musik angklung sebenarnya bukan Daeng Soetigna, melainkan CJ Deagan yang merupakan warga Amerika Serikat.

    Angklung juga disebut juga sudah hadir sejak 400 tahun lalu sebagai alat musik tradisional di Jawa Barat, Indonesia. Angklung diciptakan penduduk Jawa Barat sebagai pemikat Nyai Sri Pohasi yang merupakan lambang Dewi Sri atau Dewi Padi dan Kemakmuran supaya mau turun ke bumi.

    Dahulu, setiap memasuki masa panen, penduduk Jawa Barat kerap membuat angklung dengan menggunakan bambu hitam khusus. (RMID)