Tag: tambang ilegal

  • Warga Mekarjaya Tuntut Cabut Izin Tambang Pasir

    Warga Mekarjaya Tuntut Cabut Izin Tambang Pasir

    LEBAK, BANPOS – Hektaran sawah milik diduga tercemar limbah pasir, ratusan warga Desa Mekarjaya, Kecamatan Cimarga, menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati Lebak, Kamis (3/2).

    Dalam aksinya, warga menuntut pengusaha tambang pasir di block Rahong untuk melakukan normalisasi kembali sawah yang sudah tercemar limbah pasir, ganti rugi lahan masyarakat tanpa pandang bulu, cabut izin usaha pelaku tambang yang tidak bertanggung jawab, dan pemerintah daerah harus tegas menyikapi persoalan tambang pasir (galian C).

    Warga menyebut puluhan hektar sawah tidak lagi bisa ditanami padi akibat adanya limbah galian pasir yang menimbun area persawahan warga. Koordinator aksi Rahmat mengatakan, ada sekitar kurang lebih 87 hektar persawahan milik warga di Desa Mekarjaya yang terdampak limbah pasir, sehingga area persawahan warga tidak bisa lagi ditanami padi seperti biasanya.

    “Dalam satu hektar biasanya petani bisa menghasilkan sekitar 5 ton gabah. Tetapi, setelah sawah mereka terkena dampak limbah pasir, hasil panen padi menjadi minim, dalam satu hektar satu kuintal pun tidak mencapai. Bahkan banyak sawah warga yang tidak bisa lagi ditanami,” kata Rahmat.

    Rahmat menjelaskan, kondisi tersebut sudah terjadi sekitar 6 tahun lamanya, dimana area persawahan milik warga terdampak limbah pasir tidak lagi produktif dan tidak lagi bisa ditanami padi. Jika dikalkulasikan dalam kurun waktu sekitar 6 tahun tersebut, kerugian warga atau petani di desa tersebut sekitar Rp 17.400.000.000.

    “Warga sebelumnya sudah melakukan rapat terbatas bersama pihak berwenang dan menghasilkan sejumlah solusi diantaranya melakukan normalisasi, dan akan melakukan pembenahan serta survey. Namun, hal itu tidak dilakukan, padahal sudah ada kesepakatan antara warga dan para pengusaha tambang pasir,” jelasnya.

    Ini tentunya ungkap Rahmat, membuat masyarakat yang terdampak limbah pasir seperti tidak di pedulikan. Sementara para pengusaha tambang pasir sampai sekarang masih terus beroperasi dan tanpa memperdulikan dampak yang negatif yang ditimbulkan yang tentunya merugikan warga masyarakat.

    “Karena mayoritas warga Desa Mekarjaya adalah petani, maka kami minta keadilan kepada para pihak yang berwenang. Jika ini tidak segera dilakukan pembenahan dan dibiarkan maka pastinya akan menghambat keberlangsungan hidup masyarakat,” tegasnya.

    Jika warga menuntut Pemerintah Kabupaten Lebak untuk melakukan pengawasan secara intensif terhadap terhadap pengusaha tambang pasir atau galian C sambung Rahmat, maka adalah hal yang wajar dan harus menjadi kewajiban pemerintah untuk menjawab keresahan masyarakatnya.

    “Kami juga meminta ganti rugi bagi masyarakat yang terkena imbas limbah pasir yang menggenangi area persawahan warga yang berjalan selama 6 tahun, serta normalisasi akses jalan dan sawah masyarakat yang terkena limbah pasir tersebut,” pungkasnya.

    Kepala Dinas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Lebak Dartim yang menemui warga pengunjuk rasa mengatakan, tuntutan normalisasi sungai yang disampaikan oleh masyarakat tentunya masih ada waktu untuk direalisasikan.

    “Iya masih ada waktu kan untuk melakukan normalisasi sungai itu. Tentunya aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat akan kami tindaklanjuti dan disampaikan kepada pengusaha tambang pasir yang masih beroperasi disana, dan kami minta masyarakat untuk bersabar,” katanya.

    (CR-01/PBN)

  • Kali Cimoyan Tercemar Limbah, Penutupan Tambang Ilegal Didukung

    Kali Cimoyan Tercemar Limbah, Penutupan Tambang Ilegal Didukung

    BANJARSARI, BANPOS – Warga Desa Keusik Kecamatan Banjarsari dan sekitarnya mengeluh akibat dampak galian pasir yang membuang limbah ke aliran kali Cimoyan. Sehingga kondisi kali itu menjadi dangkal oleh tumpukan sedimen.

    Diketahui, setiap musim penghujan datang, banjir kerap melanda wilayah tersebut ini karena aliran kali tertutup oleh lumpur limbah buangan galian pasir yang diduga ilegal itu, Rabu (02/02).

    Salah seorang warga setempat, Enda mengatakan, keadaan itu sudah lama dirasakan warga sepanjang kali yang mengalir ke beberapa desa di Banjarsari.

    “Itu benar. Coba saja lihat dan telusuri sepanjang aliran sungai Cimoyan, itu hampir tertutup lumpur akibat limbah galian pasir,” ungkapnya.

    Menurutnya, jika musim hujan air kali pasti meluap karena telah terjadi pendangkalan oleh sedimen lumpur yang diduga dari limbah cucian pasir yang sudah berlangsung lama.

    “Sungai selain keruh juga dangkal. Jika hujan aliran sungai itu air meluap ke pemukiman warga, sehingga menyebabkan banjir di beberapa desa dan puluhan kampung. Dan kami mohon kepada Muspika khusus nya Dinas LH agar mampu menyikapi hal ini,” ujar Enda.

    Terkait ini, ucapan senada dilontarkan warga Desa Keusik, Umbo yang mengaku dirinya sudah memberitahu persoalan ini ke pihak Muspika Banjarsari, namun belum ada respon.

    “Kami selaku warga yang terdampak sudah sering melaporkan ini ke Muspika, namun hasil namun belum ada tindakan sampai sekarang. Jadi kami harus bagaimana ini,” katanya.

    Sementara aktivis di Banjarsari, Toni Sutisna mengatakan bahwa pihaknya bersama elemen lain akan segera melaporkan persoalan tersebut ke dinas terkait dan juga persoalan praktik tambang yang diduga ilegal di kawasan tersebut.

    Kata dia, persoalan tersebut hendaknya segera ditangani oleh pemerintah agar warga tidak terganggu oleh dampak lingkungan dari praktik galian pasir yang diduga ilegal tersebut.

    “Kami pun sudah menerima banyak pengaduan serta bukti dari warga terkait dampak lingkungan yang menyiksa warga pemukiman di beberapa desa Banjarsari yang disebabkan aliran sungai tertutup limbah cucian pasir. Ini harus segera disikapi dan dilaporkan, termasuk perusahaan galian pasir yang diduga tak berijin itu,” paparnya.

    Soal imbauan penghentian praktik kegiatan pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Blok Ciputer yang beralamat Jalan Bayah oleh Kepolisian Sektor Cibeber, ini mendapat dukungan dari aktivis lingkungan.

    Diketahui, berdasarkan surat yang diterbitkan Polsek Cibeber, Nomor: B110/1/2022/Reskrim, polisi mengimbau agar kegiatan PETI di lokasi termaksud dihentikan. Pasalnya, aktivitasnya tersebut dianggap mengganggu lalu lintas yang mengakibatkan rawan kecelakaan dan juga dikhawatirkan akan merusak lingkungan, terutama saat musim penghujan.

    Aktivis lingkungan, Widjaya D Sutisna memberikan apresiasi dan mendukung tindakan tegas dari aparat kepolisian tersebut. Dan pihaknya minta penutupan itu harus bersifat permanen dan tidak sekedar klise.

    “Saya mendukung tindakan yang dilakukan oleh polisi yang sudah menutup kegiatan PETI di sana,” ujarnya.

    Kendati demikian, Sutisna berharap tindakan penutupan oleh Polsek itu harus dilakukan secara maksimal, sehingga semua praktik tambang emas ilegal di wilayah Kecamatan Cibeber dapat dihentikan total. Hal ini, terangnya, lantaran keberadaannya selain mengganggu lingkungan juga berdampak pada kerusakan ekosistem alam. “Namun jangan sampai penghentian kegiatan PETI di sana hanya sebatas formalitas, yang akhirnya suatu saat kegiatannya kembali berulang,” ucapnya.

    Menurut pria yang akrab disapa Bule ini, ia juga mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) memberikan sanksi tegas sesuai aturan hukum kepada mereka pelaku usaha PETI yang membandel. Kata dia, jika ada yang bandel harus segera ada bukti pemberian sanksi. “Dan apabila masih ada yang ngeyel, dengan tetap melakukan kegiatan ilegal di sana, maka polisi harus memberikan sanksi tegas sesuai prosedur hukum,” paparnya.

    (WDO/PBN)

  • Aktivis Lebak Selatan Dukung Penutupan Pertambangan Ilegal di Ciputer

    Aktivis Lebak Selatan Dukung Penutupan Pertambangan Ilegal di Ciputer

    CIBEBER, BANPOS – Soal imbauan penghentian praktik kegiatan pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Blok Ciputer yang beralamat Jalan Bayah oleh Kepolisian Sektor Cibeber, ini mendapat dukungan dari aktivis lingkungan yang getol melakukan sosial kontrol di Lebak selatan (Baksel).

    Diketahui, berdasarkan surat yang diterbitkan Polsek Cibeber, Nomor: B110/1/2022/Reskrim, polisi mengimbau agar kegiatan PETI di lokasi termaksud dihentikan. Pasalnya, aktivitasnya tersebut dianggap mengganggu lalu lintas yang mengakibatkan rawan kecelakaan dan juga dikhawatirkan akan merusak lingkungan, terutama saat musim penghujan.

    Aktivis lingkungan, Widjaya D Sutisna memberikan apresiasi dan mendukung tindakan tegas dari aparat kepolisian tersebut. Dan pihaknya minta penutupan itu harus bersifat permanen dan tidak sekedar klise.

    “Saya mendukung tindakan yang dilakukan oleh polisi yang sudah menutup kegiatan PETI di sana.” ujarnya kepada BANPOS, Selasa (1/2).

    Kendati demikian, Sutisna berharap tindakan penutupan oleh Polsek itu harus dilakukan secara maksimal, sehingga semua praktik tambang emas ilegal di wilayah Kecamatan Cibeber dapat dihentikan total. Hal ini, terangnya, lantaran keberadaannya selain mengganggu lingkungan juga berdampak pada kerusakan ekosistem alam. “Namun jangan sampai penghentian kegiatan PETI di sana hanya sebatas formalitas, yang akhirnya suatu saat kegiatannya kembali berulang,” ucapnya.

    Menurut pria yang akrab disapa Bule ini, ia juga mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) memberikan sanksi tegas sesuai aturan hukum kepada mereka pelaku usaha PETI yang membandel. Kata dia, jika ada yang bandel harus segera ada bukti pemberian sanksi. “Dan apabila masih ada yang ngeyel, dengan tetap melakukan kegiatan ilegal di sana, maka polisi harus memberikan sanksi tegas sesuai prosedur hukum,” paparnya.

    (WDO/PBN)

  • Soal Tersangka PETI Cibeber, Kades Diduga Main Mata dengan Aparat

    Soal Tersangka PETI Cibeber, Kades Diduga Main Mata dengan Aparat

    CIBEBER, BANPOS – Kepala Desa (Kades) Neglasari diduga melakukan koordinasi ‘main mata’ untuk pembebasan pemanggilan tujuh orang pelaku pengolahan lumpur emas hasil Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) di Kecamatan Cibeber oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten hampir tiga pekan lalu.

    Hal tersebut berawal dari penegasan Penegakan Hukum (Gakum) oleh Ditreskrimsus dengan memasang Garis Polisi (Policeline) di lokasi pengolahan lumpur emas ilegal di Kecamatan Cibeber pada tiga minggu lalu.

    Tujuh pengusaha pengolahan lumpur emas ilegal di area tersebut sempat dipanggil resmi oleh Ditreskrimsus Polda Banten. Ketujuh orang terpanggil tersebut kebanyakan berasal dari Desa Neglasari, Cibeber.

    Pegiat Lingkungan di Kecamatan Cibeber, Risya membenarkan soal adanya upaya koordinasi dengan pihak Polda tersebut. Kepada BANPOS, ia mengaku sempat diminta tolong untuk berkoordinasi dengan pihak Polda dan pihaknya menyayangkan hal tersebut.

    “Saya kuat menduga telah ada upaya koordinasi sehingga mereka masih bebas. Karena ketujuh orang pengusaha pengolahan lumpur emas ilegal tersebut warga dari desa jaro Tating, ya yang melakukan kordinasi itu dia sendiri selaku kades.” ungkap Risya.

    Adapun terkait dugaan ada modus koordinasi main mata ini, Kades Neglasari, Tating saat dikonfirmasi oleh wartawan via telepon whatshapp mengatakan, dirinya tidak berkoordinasi kepihak Ditreskrimsus, melainkan hanya mengantar terduga ke Polda untuk di BAP.

    “Saya hanya mengantar pemilik usaha pengolahan lumpur emas saja, saya yang dipanggil oleh polda, karena diantara yang dipanggil itu ada warga desa saya,” ujar Tating, Selasa (12/5).

    Diketahui, meski sudah ada penindakan policeline, namun sampai saat ini kegiatan PETI dan olahan lumpur emas ilegal dengan menggunakan sianida di Kecamatan Cibeber tersebut masih berlangsung hingga kini. Hal tersebut diduga karena ada pihak oknum pemerintah dan aparat hukum bersama pengusaha PETI setempat.

    Dalam hal ini, sebelumnya ada dua Kades dan satu orang pengusaha yang berharap agar ketujuh pengusaha pengolahan emas tersebut bisa dinegosiasikan dengan pihak yang bersangkutan. Diantarnya dengan Kades JH, Bd alias S dan seorang pengusaha bernama An.

    “Mereka datang ke saya, katanya tolong minta bantu yang tujuh orang pengusaha pengolahan lumpur tersebut, tempat pengolahannya sudah dipolis line dan orangnya disuruh menghadap ke tim Ditreskrimsus Polda, berharap minta ditolong dan untuk uang koordinasinya udah dipersiapkan, itu didapat dari ketujuh orang tersebut,” ujar Bd bersama JH dan An saat itu kepada sumber BANPOS, Wijaya D Sutisna aktivis lingkungan di Baksel, Selasa (12/5).

    Pantuan wartawan, policeline di lokasi olahan lumpur kini dilabrak para pelaku dengan dilepaskan kembali, sehingga praktik ilegal itu kini berjalan seperti biasa lagi.(WDO/PBN)