Tag: TBC

  • Selama 2024, Puluhan Warga Lebak Meninggal Dunia Karena TBC

    Selama 2024, Puluhan Warga Lebak Meninggal Dunia Karena TBC

    LEBAK, BANPOS – Sebanyak 31 warga Lebak dilaporkan meninggal dunia akibat penyakit tuberkolosis (TBC) selama periode Januari-Juli 2024. Sementara kasus yang tercatat pada periode yang sama, diketahui sebanyak 3.030 kasus.

    Kepala Pelaksana Harian Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak, Budi Mulyanto, mengatakan bahwa pihaknya memprioritaskan penanganan TBC dengan mengoptimalkan skrining di 44 puskesmas yang melibatkan kader untuk penemuan kasus secara dini dengan melakukan pemeriksaan kontak dari penderita yang positif.

    Pemeriksaan skrining juga dilakukan kepada masyarakat yang mengalami batuk- batuk lebih dari tiga bulan.

    “Penemuan kasus secara dini itu, selain bisa diobati untuk penyembuhan, juga tidak menularkan kepada orang lain,” ujar Budi, Senin (9/9).

    Menurut Budi, penderita TBC tentu membutuhkan komitmen yang kuat dari pasien agar pengobatan dapat berjalan dengan baik hingga tuntas.

    Karena menurutnya, jangka waktu pengobatan untuk penyakit TBC cukup lama, yakni selama 6 hingga 9 bulan.

    Pengawasan minum obat dan dukungan dari keluarga sangat penting, agar penderita patuh minum obat dan tidak putus selama enam hingga sembilan bulan.

    Masyarakat dari keluarga penderita TBC, perlu terus diingatkan bahwa TBC bisa disembuhkan dan salah satu kunci utamanya agar bisa sembuh adalah kepatuhan minum obat hingga tuntas.

    “Kami minta keluarga dapat memberikan semangat dan mengingatkan penderita mengenai jadwal minum obat,” katanya.

    Ia mengatakan untuk pencegahan TBC, masyarakat dapat membudayakan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan tidak merokok juga kondisi lingkungan terjaga kebersihannya.

    Selain itu, kondisi rumah juga memiliki sirkulasi udara yang baik dan mengkonsumsi air bersih.

    Saat ini, di Kabupaten Lebak sudah memiliki pusat penanganan TBC, di antaranya di Puskesmas Maja, Puskesmas Bayah, Puskesmas Cibadak, RSUD Adjidarmo Rangkasbitung, RSUD Malingping, dan Puskesmas Mandala.

    Kehadiran pusat penanganan TBC, selain melakukan pemeriksaan melalui skrining, juga pengobatan bagi penderita.

    “Semua pelayanan untuk TBC, termasuk pengobatan secara gratis tanpa dipungut biaya,” katanya.

    Berdasarkan jumlah penderita TBC di Kabupaten Lebak dari Januari – Juli 2024, sebanyak 3.030 orang, 19 kasus diantaranya TBC HIV, TBC anak 375 kasus, dan 31 orang penderita TBC dilaporkan meninggal dunia. (DZH/ANT)

  • Cegah Penularan TBC di Tempat Kerja

    Cegah Penularan TBC di Tempat Kerja

    JAKARTA, BANPOS – Sejumlah organisasi sosial masyarakat dan pemangku kepentingan yang terdiri dari Rumah Kebangsaan, Medco, Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), Stop TB Partnership Indonesia (STPI), dan Perkumpulan Alumni Harvard University di Indonesia (Harvard Club Indonesia) menggelar Arifin Panigoro (AP) Dialog ke-6 bertajuk ‘Satukan Langkah, Stop TBC di Tempat Kerja.’
    Dialog tersebut bertujuan untuk menginformasikan pentingnya mencegah penularan Tuberkulosis di tempat kerja.

    Pasalnya menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), TBC masuk dalam 10 penyakit penyebab kematian tertinggi di dunia.

    Diperkirakan terdapat 969 ribu orang dengan TBC di Indonesia dan sekitar 75 persen diantaranya telah dilaporkan ke Kementerian Kesehatan di tahun 2022.

    Kelompok usia yang paling banyak terinfeksi TBC adalah usia produktif (15-54 tahun) yang merupakan tenaga kerja.

    Sementara data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga menemukan, jenis pekerjaan yang paling banyak terinfeksi TBC Sensitif Obat (SO) adalah buruh (54.800), petani (51.900) dan wiraswasta (44.200).

    Sementara TBC Resisten Obat (RO) diduduki oleh wiraswasta (751), buruh (635) dan pegawai swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) (564).

    Faktanya pekerja yang mengalami TBC akan kehilangan pekerjaan dan pendapatan rata-rata selama 3-4 bulan (Stop TB Partnership, 2011).

    Melalui sambutannya, Dewan Pembina STPI dan Badan Pengawas PPTI, Yani Panigoro menyampaikan pentingnya penanggulangan TBC di tempat kerja, guna mencapai eliminasi TBC 2030.

    Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan, Indonesia saat ini menjadi negara dengan jumlah kasus TBC terbanyak kedua di dunia setelah India, atau 354 kasus dari 100.000 penduduk mengakibatkan 144.000 kematian atau setara 52 kematian per 100.000 penduduk.

    Permasalahan TBC bukan hanya sekedar menanggulangi kesakitan yang ditimbulkan melainkan juga penanganan masalah sosial dan ekonomi yang ditimbulkan, agar dapat berhasil pengobatan TBC ini.

    “TBC dapat menjadi penyumbang bertambahnya angka kemiskinan di Indonesia, data mengestimasikan 73,8 persen kasus TBC di Indonesia berusia 15-64 tahun dimana usia tersebut adalah usia produktif,” jelasnya di Jakarta, Rabu (26/7).

    Sebagai informasi, saat ini Indonesia telah memiliki Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2022 tentang Penanggulangan Tuberkulosis di Tempat Kerja untuk menjadi payung hukum bagi pekerja yang mengalami TBC agar tidak mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan.

    Permenaker tersebut menjadi dasar bagi seluruh perusahaan dalam menghilangkan stigma dan diskriminasi bagi pekerja yang positif TBC serta upaya untuk bisa terus memberdayakan mereka agar tetap produktif sesuai dengan kondisinya.

    Para pekerja dan perusahaan tidak perlu khawatir terkait pembiayaan pengobatan TBC karena sudah disediakan gratis di Puskesmas dan Rumah Sakit Pemerintah, sehingga apabila terdapat pekerja yang positif TBC sangat disarankan untuk melakukan pengobatan di fasilitas kesehatan milik pemerintah terdekat.

    Sementara, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, TBC ini penyakit menular seperti Covid-19, tapi menyebabkan kematian lebih dari Covid-19.

    Saat ini 245.000 orang dengan TBC belum ditemukan, artinya penularan terus terjadi. TBC tidak bisa ditangani sendirian oleh Kemenkes.

    “Penanganannya membutuhkan gerakan kolaboratif yang inklusif, termasuk oleh sektor swasta dan di tempat kerja, sesuai tema dialog malam ini,” ujar Menkes.

    Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan, sebagai upaya mengeliminasi TBC di tempat kerja, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan oleh segenap pihak terkait terutama dalam mengatasi stigma dan diskriminasi.

    “Stigma terkait penyakit ini membuat perusahaan maupun kerja merasa malu dan menghambat akses perawatan dan pencegahan TBC. Untuk itu, yang harus dilakukan sekarang adalah sinergi dari semua stakeholder untuk mengatasi TBC,” kata Ida.

    Ketua Yayasan STPI Nurul HW Luntungan juga menekankan, Pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk penanggulangan TBC di sektor kesehatan maupun ketenagakerjaan.

    “Para pemimpin dunia usaha juga perlu mengetahui besarnya masalah TBC di Indonesia dan mengambil andil untuk memutus mata rantai penularan di lingkungan kerja,” ujarnya.

    Presiden Harvard Club Indonesia (HCI) Melli Darsa mengatakan, TBC merupakan salah satu penyakit yang perlu ditanggulangi dengan serius, termasuk di tempat kerja karena memiliki potensi penyebaran yang masif dan dapat mempengaruhi kesehatan dan produktivitas, bahkan keberlanjutan dari sebuah perusahaan.

    Menurut Melli, penanggulangan TBC di tempat kerja bukan hanya tentang meningkatkan produktivitas atau mendukung manusia Indonesia yang sehat demi mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045, tetapi lebih dari itu, karena kesehatan adalah bagian tak terpisahkan dari Hak Asasi Manusia.

    “Untuk itu, jelas setiap pelaku industri harus mengedepankan kesadaran dan kesehatan para karyawan, termasuk dalam pencegahan dan penanggulangan TBC di lingkungan kerja,” pintanya.

    Melli mengajak seluruh komponen bangsa untuk berkontribusi dalam memberikan solusi terhadap berbagai permasalahan bangsa, salah satunya TBC.

    Pihaknya, berharap HCI dapat menjadi mitra kolaborasi dan menjadi motor penggerak putera dan puteri terbaik Indonesia dalam memberikan solusi terhadap masalah-masalah strategis bangsa agar cita-cita Indonesia Emas 2045 dapat terwujud.

    Ia mengatakan, Indonesia Emas 2045 diawali dengan manusia Indonesia yang sehat. Ini menjadikan isu TBC sebagai isu strategis nasional yang solusinya membutuhkan pendekatan holistik mencakup formulasi kebijakan, inisiatif promotif, tindakan preventif dan kuratif, serta pendidikan yang luas.

    “HCI mengajak seluruh pihak dan insan terbaik Indonesia untuk turut untuk berkontribusi dan bahu-membahu menuntaskan TBC di Indonesia,” kata Melli. (PBN/RMID)

  • Ribuan Warga Lebak Terjangkit TBC

    Ribuan Warga Lebak Terjangkit TBC

    LEBAK, BANPOS – Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak mencatat sebanyak 2.276 warga terkena penyakit Tuberculosis (TBC) sepanjang tahun 20211. Sebanyak 31 orang warga dilaporkan meninggal dunia dari jumlah warga yang terjangkit penyakit bakteri menular tersebut.

    “Jumlahnya 2.267 orang yang kita tangani dan diobati sampai tidak putus obat. Kalau tahun 2022 ini jumlahnya 102 orang yang terkena TBC,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak, Triatno Supiyono kepada BANPOS, Rabu (16/2).

    Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Dinkes Lebak dr. Firman Rachmatullah menjelaskan, TBC merupakan salah satu penyakit yang harus diwaspadai oleh masyarakat. Bukan hanya di wilayah perkotaan, masyarakat di pedesaan juga bisa terinfeksi penyakit tersebut.

    “Semua usia itu berpotensi, dan dimanapun ketika lingkungannya terdapat TB bisa potensi terkena. Anak-anak yang terkena TB itu tertular dari orang dewasa, studinya begitu,” jelasnya.

    Firman menyayangkan, kesadaran masyarakat untuk memeriksakan kesehatannya ke fasilitas kesehatan (faskes) masih begitu rendah. Hal ini yang membuat deteksi TBC menjadi sulit dilakukan petugas kesehatan.

    “Jadi kalau kita, keluarga atau tetangga batuk-batuk yang sering dan sampai seminggu lebih segera periksakan diri ke dokter. Salah satu pencegahannya menjalani hidup sehat, mengkonsumsi makanan bergizi, rajin berolahraga. Agar tidak menularkan, tutup mulut dan hidung saat batuk,” tandasnya.

    Dikutip dari Laman Kemkes.go.id, Wakil Menteri Kesehatan RI dr. Dante Saksono Harbuwono mengatakan pemberian Terapi Pencegahan Tuberkulosis merupakan salah satu upaya penting dalam eliminasi TBC tahun 2030.

    “Untuk mengatasi rendahnya cakupan TPT saya mengharapkan dukungan dan peran serta semua pihak, termasuk segenap anggota organisasi profesi kesehatan dalam memberikan sosialisasi dan edukasi tentang pentingnya TPT kepada segenap anggota organisasi profesi masing-masing dan kepada seluruh masyarakat,” katanya pada lokakarya terkait TPT secara virtual di Jakarta belum lama ini.

    Menurutnya, tidak semua orang yang terinfeksi kuman TBC akan mengalami gejala sakit TBC. Kondisi ini disebut dengan infeksi laten tuberkulosis (ILTB). Infeksi Laten Tuberkulosis adalah suatu keadaaan dimana sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi tidak mampu mengeliminasi bakteri Mycobacterium tuberculosis secara sempurna, tetapi mampu mengendalikan bakteri TBC sehingga tidak timbul gejala sakit TBC.

    “Oleh sebab itu mereka dengan kondisi ini perlu mendapatkan Terapi Pencegahan Tuberkulosis (TPT) untuk mencegah sakit TBC, terutama bagi kelompok berisiko seperti kontak serumah dan orang dengan HIV (ODHIV),” ujarnya.

    Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2021 disebutkan bahwa capaian pemberian TPT pada ODHIV hanya sebesar 5%. Sedangkan capaian pada kontak serumah sebesar 0,2%.
    Capaian ini masih jauh dari target cakupan TPT nasional, yaitu sebesar 40% pada ODHIV dan 29% pada kontak serumah. Salah satu tantangan dalam pemberian TPT yaitu masih ada keraguan petugas kesehatan termasuk dokter dalam memberikan TPT bagi populasi berisiko.

    (CR-01/PBN)