Tag: temuan bpk

  • BPK Temukan Kelebihan Bayar di Proyek Masjid Agung Ats-Tsauroh Kota Serang

    BPK Temukan Kelebihan Bayar di Proyek Masjid Agung Ats-Tsauroh Kota Serang

    SERANG, BANPOS – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Banten mendapati adanya temuan pada pelaksanaan proyek pembangunan landscape Masjid Agung At-Tsauroh berupa ketidaksesuaian pelaksanaan proyek dengan spesifikasi kontrak.

    Dalam laporannya, BPK menjelaskan, berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tanggal 4 Mei 2023 terdapat beberapa pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifik kontrak.

    Temuan-temuan tersebut di antaranya adalah berupa kekurangan volume pada pekerjaan tanah, dinding shearwall, pekerjaan pasang lantai fin andesit abu tua, pemasangan lantai fin batu alam andesit, pemasangan lantai fin rumput sintetis, dan pekerjaan streat furniture type 2.

    Akibatnya, berdasarkan hasil temuan tersebut Pemkot Serang mengalami kelebihan pembayaran pada pelaksanaan proyek pembangunan landscape Masjid Agung At-Tsauroh sebesar Rp73,3 juta.

    Saat dikonfirmasi perihal adanya temuan tersebut, Kepala Inspektorat Kota Serang Wachyu B Kristiawan mengaku bahwa semua hasil temuan BPK sebagian sudah diselesaikan oleh Pemkot Serang, termasuk temuan dalam pelaksanaan proyek pembangunan landscape Masjid Agung At-Tsauroh Kota Serang.

    Wachyu juga menjelaskan dalam penyelesaiannya, pihak terkait telah melakukan pengembalian sesuai dengan nominal hasil temuan BPK tersebut.

    “(Sudah) dikembaliin. Sudah selesai semua,” kata Wachyu saat dikonfirmasi oleh BANPOS.

    Sebelumnya, pelaksanaan proyek pembangunan landscape Masjid Agung At-Tsauroh dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian kerja dengan Nomor 640/01/SPK/JK-LandscapeMasjidAgungAt-Tsauroh/CK-DPUPR/2022 tanggal 27 Juni 2022.

    Pelaksanaan proyek tersebut kemudian mengalami perubahan kontrak dengan surat adendum kontrak Nomor 640/01.01/SPK/JK-LU/Add.LandscapeMasjidAgungAt-Tsauroh/CK/-DPUPR/2022 tanggal 22 Desember 2022.

    Pengerjaan proyek pembangunan itu dilaksanakan oleh PT TJP dengan nilai sebesar Rp17,8 miliar. Dalam pelaksanaannya, anggaran sebesar itu telah direalisasikan sebesar sekitar 95 persen.

    Meski sebagian temuan tersebut sudah ditindaklanjuti oleh Pemkot Serang untuk diselesaikan, namun, rupanya masih ada satu temuan lainnya yang belum terselesaikan yakni perihal pelaksanaan pembangunan gedung Bapeda Kota Serang.

    Alasannya, Kepala Inspektorat Kota Serang itu menjelaskan, belum dibayarkannya denda keterlambatan pihak terkait.

    “Sudah diselesaikan semua yang tahun ini, tinggal satu yang pembangunan gedung Bapenda. Karena itu juga belum dibayar denda keterlambatan pekerjaannya,” tandasnya. (MG-01/AZM)

  • DPUPR Kota Cilegon Harus Blacklist Kontraktor Nakal

    DPUPR Kota Cilegon Harus Blacklist Kontraktor Nakal

    CILEGON, BANPOS – Temuan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Banten terkait kelebihan pembayaran 17 paket pekerjaan pembangunan jalan di Kota Cilegon yang mencapai Rp1,2 miliar mendapat sorotan wakil rakyat.

    BPK menemukan pelaksanaan pekerjaan pembangunan jalan seperti spek berkurang karena deviasi dan kelebihan pembayaran. Kemudian jumlah kerugian dan harus adanya pengembalian oleh pihak ketiga mencapai Rp1,2 miliar.

    Ketua Komisi IV DPRD Kota Cilegon Erik Airlangga Al Ghazali mendesak dinas terkait agar segera menyelesaikan temuan BPK tersebut agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan karena menyangkut uang rakyat.

    “Saran saya karena itu menyangkut uang negara atau uang APBD yang secara aturan harus dipertanggungjawabkan dengan jelas, ya harus dikembalikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” kata Erik kepada BANPOS, Kamis (13/7).

    Oleh karena itu, kata Erik dinas terkait dan pihak ketiga harus bertanggung jawab agar segera menyelesaikan persoalan tersebut.

    “Kepada dinasnya harus berkoordinasi dengan pihak ketiga (kontraktor-red) untuk menyelesaikan temuan (BPK) itu. Supaya tidak menjadi preseden buruk. Saya kira harus patuh dengan hukum,” tuturnya.

    Politisi Partai Golkar ini juga menegaskan bilamana kontraktor tidak bisa diajak komunikasi oleh dinas terkait, ia mendesak agar perusahaan tersebut dimasukkan ke dalam daftar hitam, bila perlu dilaporkan ke aparat penegak hukum (APH).

    “Tidak sekedar blacklist, karena itu juga menyangkut tugas kalau tidak dikembalikan persoalannya kan kepada pemerintah kita juga. Kalau membandel laporkan saja. Kan harus dipertanggung jawabkan. Jangan kan itu (temuan BPK) orang hutang aja harus mengembalikan kepada ahli waris apalagi yang menyangkut ini,” tegasnya.

    Erik juga meminta ketegasan dinas terkait untuk mendesak pihak ketiga agar bertanggung jawab dan segera menyelesaikan temuan BPK tersebut.

    “Harus tegas lah, kan dulu ada perjanjian di kontraknya, saya kira apabila ada seperti ini harus bertanggung jawab. Kontraktornya disurati, bila perlu dilaporkan agar segera mengembalikan. Walaupun temuannya cuman satu persen dari kontrak miliaran. Tapi ketaatan dalam prosedur harus diselesaikan karena kaitannya dengan uang negara kan,” tuturnya.

    Diketahui berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Banten ada 17 proyek jalan yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Cilegon menjadi temuan. Temuan BPK tersebut, berupa kelebihan bayar dan terkait spesifikasi jalan. Kemudian jumlah kerugian dan harus adanya pengembalian oleh pihak ketiga mencapai Rp1,2 miliar.

    Adapun ke-17 proyek jalan tersebut, di antaranya Jalan Kelapa Tujuh Cipala, Jalan Lotus Raya, Jalan Abdul Latif, Jalan Lembang Raya, Jalan Lingkungan Tunjung Putih, Jalan Alamanda, Jalan Lingkungan Dringo, Jalan Lingkungan Cigobag, Jalan Satria.

    Kemudian Jalan Ahmad Dahlan, Jalan Asnawi, Jalan Akses Panggungrawi, Jalan Gunungjati, dan Jalan Akses Citangkil Lingkungan Jeruk Nipis. (LUK/PBN)

  • Kinerja Kadinkes Banten Dinilai Mengecewakan

    Kinerja Kadinkes Banten Dinilai Mengecewakan

    SERANG, BANPOS- Kepemimpinan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Banten Ati Pramudji Hastuti disebut tidak baik. Hal ini disebabkan, hasil dari audit tujuan tertentu (ATT) oleh tim pemeriksa dari Inspektorat terkait pengelolaan anggaran Covid-19 tahun 2020 lalu menemukan banyak kejanggalan, diantaranya adalah penggelembungan harga (mark up).

    Selain itu, persoalan mundurnya para pejabat Dinas Kesehatan Banten juga dianggap menjadi indikasi tidak baiknya manajemen yang diterapkan oleh Kadinkes Banten.

    Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada, mempertanyakan kualitas Ati sebagai pejabat eselon II dan tim pansel lelang jabatan pada saat proses pemilihan Kadinkes beberapa tahun lalu. Pasalnya, banyak temuan yang berindikasi kerugian negara.

    “Kepala dinas (Ati Pramudji Hastuti) semestinya bicara soal banyaknya temuan di lingkungan Dinkes ini. Apalagi dana Covid-19 itu banyak difokuskan di Dinkes. Dan saya sangat meragukan sekali komitmen dan kualitas kepala dinas kesehatan, kenapa masih banyak temuan-temuan kerugian negara pada anggaran Covid-19, walaupun secara keseluruhan sudah diselesaikan,” kata Uday.

    Pihaknya juga menduga ada yang tidak beres dalam kepemimpinan Ati Pramudji Hastuti nenginggat sebelumnya belasan pejabat di Dinkes ramai-ramai mengundurkan diri, dan berujung pada sejumlah pejabat dipecat sebagai aparatur sipil negara (ASN).

    “Hasil evaluasi ini menunjukkan betapa bobroknya iklim di Dinkes. Manajemen pengelolaan keuangan begitu amburadul. Preseden buruk mundurnya sebagian besar pejabat di lingkungan Dinkes beberapa waktu yang lalu adalah cermin buruknya kepemimpinan Kadis. Itu adalah reaksi atas kasus pengadaan masker yang terendus Kejati. Mereka ketakutan menjadi korban kebijakan,” kata Uday.

    Untuk diketahui, anggaran Covid-19 di Dinkes Banten pada tahun 2020 yang diambil dari Biaya Tak Terduga (BTT) sebesar Rp125 miliar, diduga terdapat penggelembungan anggaran pada setiap item kegiatan.

    Sedikitnya ada 13 item yang menjadi temuan dalam anggaran Covid-19 di Dinkes Banten dari BTT tahun 2020 lalu.

    Pertama, adalah dugaan korupsi harga masker N-95 yang diungkap Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten 2021 lalu, dan kasusnya kini dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Serang.

    Selanjutnya adalah, pengadaan alat penanggulangan Covid-19, mulai dari baju cover all, sarung tangan steril, baju APD, sepatu boot, hingga kasur, honorarium dan upah lembur diduga juga dikorupsi.

    Total BTT yang dicairkan senilai Rp 125 miliar lebih, terdiri BTT tahap I nilainya Rp 10 miliar lebih dan BTT Tahap 2 senilai Rp 115 miliar.

    BTT tahap I seluruhnya digunakan untuk pengadaan alat kesehatan, sementara BTT tahap 2 digunakan untuk 16 item kegiatan

    Secara rinci, temuan tersebut yakni, insentif dan honor tenaga kesehatan senilai Rp21,3 miliar, obat-obatan senilai Rp31,3 miliar, alat pelindung diri senilai Rp20,2 miliar, rapid test senilai Rp25 miliar, alat kesehatan senilai Rp7,040 miliar, tim posko pengendali Rp1,087 miliar, screening rapid test Rp92,5 juta, narasumber pusat Rp108 juta, honorarium tenaga ahli Rp57 juta, makanan dan minuman petugas dan pasien Rp5,7 miliar, sewa penginapan petugas Rp4,7 miliar, sewa kendaraan Rp4,5 juta, sewa tenda Rp 187 juta, desinfektan Rp 317 juta, perlengkapan kebersihan dan perlengkapan lainnya Rp 458,8 juta, alat dan bahan penunjang laboratorium Rp18,5 miliar.

    Dalam kesimpulan hasil audit, tim memaparkan, hasil audit terhadap 80 kontrak dan swakelola 13 kegiatan senilai Rp 91,2 miliar yang dituangkan dalam Naskah Hasil Audit ditemukan 13 temuan.

    Dihubungi melalui telepon genggamnya,Jumat pekan lalu, Sekretaris Inspektorat Banten, Nia Karmina Juliasih menjelaskan, anggaran Covid-19 tahun 2020 yang menjadi temuan berdasarkan ATT oleh tim auditor telah dikembalikan ke kas daerah.

    “Semua temuan yang ada 13 item itu sudah diselesaikan. Dari temuan-temuan ATT itu, ada satu kasus memang yang belum selesai, dan sekarang dalam proses persidangan, kasus masker itu. Jadi kalau yang lain -lainnya tidak ada masalah,” kata Nia.

    (RUS/PBN)

  • Ali Hanafiah Lunasi Kerugian Negara

    Ali Hanafiah Lunasi Kerugian Negara

    SERANG, BANPOS – Mantan pejabat eselon IV di Sekretariat Dewan (Setwan) yang kini menjabat Kepala UPTD Samsat Balaraja pada Bapenda Banten, Ali Hanafiah sudah melunasi kerugian negara sebesar Rp2,6 miliar dengan cara dicicil.

    Kepastian Ali Hanafiah yang mendapat promosi jabatan dari eselon IV ke III pada tahun 2021, diketahui sebelumnya masih menunggak temuan LHP BPK tahun anggaran 2015 lalu atas kegiatan publikasi di Setwan Banten sebesar Rp2,6 miliar tersebut baru melunasinya pada Jumat pekan lalu (4/2).

    Pelunasan kekurangan uang miliaran rupiah hampir tujuh tahun itu telah disetorkan Ali Hanafiah ke Kas Daerah, dan melampirkan bukti penyetorannya ke tim auditor Inspektorat Banten di hari itu juga.

    “Iya, betul. AH tadi (Jumat siang, 4/2), datang menyerahkan bukti setoran ke inspektorat Banten,” kata salah satu sumber di Pemprov Banten yang enggan disebutkan namanya.

    Ali Hanafiah, lanjut sumber tadi terpaksa harus menyetorkan kekurangan kerugian negara, lantaran oleh Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) diberi waktu paling lambat tanggal 12 Februari mendatang.

    “Jadi AH ini pada waktu dipanggil ke rumah gubernur di Pinang Kota Tangerang pada Bulan Januari lalu, selain dinasehati juga digertak. Agar ada itikad baik melunasi kekurangan kerugian negara,” katanya.

    Sepertinya gertakan dari WH membuat Ali Hanafiah kalang kabut, ditambah tim dari Kejati Banten, beberapa waktu lalu telah memanggilnya, serta meminta dokumen resmi kepada Pemprov Banten, atas proyek publikasi dengan pagu anggaran Rp21,5 miliar itu.

    “Siapapun orangnya, kalau sudah ada pemeriksaan dari aparat penegak hukum, pasti orang tersebut akan melunasinya. Daripada masuk penjara, apalagi karier AH ini lumayan bernasib baik, dari eselon IV langsung moncer promosi ke Samsat. Semua orang juga tahu, mereka yang di Samsat atau di Bapenda bukan pegawai kaleng-kaleng, entah itu anak pejabat atau memang ada sesuatu lainnya,” ujarnya.

    Sementara itu, Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada menyayangkan lamanya proses pengembalian uang miliaran rupiah kerugian negara oleh AH. Pasalnya,jika uang tersebut masuk deposito atau dikeluarkan untuk pembangunan proyek masyarakat, manfaatnya sangat dirasakan.

    “Kecewa juga setelah ramai di pemberitaan dan ada proses di Kejati Banten, uang Rp2,6 miliar itu baru dikembalikan ke kas daerah,” kata Uday.

    Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy ditemui usai menghadiri rapat paripurna mengaku meminta kepada Ali Hanafiah untuk menyelesaikan temuan LHP BPK Banten tahun 2015.

    “Sudah ditindaklanjuti, tidak hanya temuan di Setwan tahun 2015, tapi semua temuan. Dan permintaan Pak Gubernur (WH) seperti itu, harus diselesaikan, dan tindak lanjuti. Sesuai batas ketentuan,” ujarnya.

    Kasi Penkum Kejati Banten, Ivan Hebron Siahaan dihubungi melalui telepon genggamnya, mengaku belum bisa berkomentar lebih banyak. “Wait and see (tunggu dan melihat),” kata Ivan singkat.

    Kepala Inspektorat Banten, Muhtarom hingga berita ini diturunkan belum memberi jawaban pesan tertulis yang dikirim BANPOS, terkait dengan pelunasan kerugian negara oleh AH.

    Diberitakan sebelumnya, anggaran publikasi tahun 2015 di Setwan Banten ditemukan dalam LHP BPK , dimana negara disebutkan mengalami kerugian Rp6,778 miliar dari total pagi kegiatan Rp21,5 miliar.

    Sementara Kejati Banten sebelumnya telah memanggil lima orang pejabat dan mantan pejabat di Setwan Banten. Mereka yang dimintai penjelasan oleh kejati adalah, Ali Hanafiah Iman Sulaiman (sekarang sudah pensiun) sebagai Sekwan tahun 2015, Tb Mochammad Kurniawan sebagai Kepala bagian keuangan Setwan tahun 2015, Suryana sebagai Bendahara pengeluaran Setwan tahun 2015, dan Awan Ruswan (sekarang sudah pensiun) sebagai Kepala bagian Humas dan Protokol Setwan tahun 2015.

    (DZH/RUS/PBN)

  • Soal Temuan BPK di Setwan Banten, Jangan Istimewakan Ali Hanafiah

    Soal Temuan BPK di Setwan Banten, Jangan Istimewakan Ali Hanafiah

    SERANG, BANPOS – Tidak adanya kejelasan atas tindak-lanjut temuan BPK tahun 2015 pada kegiatan publikasi Sekretariat DPRD Provinsi Banten, dinilai sebagai bentuk pengistimewaan hukum terhadap para oknum. Hal ini disebabkan, mereka telah melewati batas toleransi yang disebutkan oleh Kejati Banten beberapa waktu yang lalu.

    Kasus ini melibatkan salah satu pejabat yang pernah berada di Sekretariat DPRD Provinsi Banten dengan inisial AH yang diketahui merujuk kepada Ali Hanafiah.

    Direktur Eksekutif Aliansi Independen Peduli Publik (ALIPP), Uday Suhada, mengatakan bahwa seharusnya Aparat Penegak Hukum (APH) sudah menindaklanjuti secara serius temuan BPK pada Sekretariat DPRD Provinsi Banten sebesar Rp6,8 miliar, yang menyisakan kerugian negara senilai Rp2,6 miliar.

    “Dalam hal ini Kejati Banten, seharusnya Pidsus Kejati memberikan kejelasan hukum kepada masyarakat. Karena sesungguhnya proses dimulainya penyidikan sudah dilaksanakan oleh Kejagung pada tahun 2019. Namun terhenti tanpa penjelasan kepada publik,” ujarnya dalam rilis yang diterima, Kamis (3/2).

    Uday mengatakan, para pejabat yang terlibat ditengarai telah menunjukkan niat jahat atau mens rea, tatkala mereka dengan sengaja enggan mengembalikan kerugian negara sebesar Rp2,6 miliar. Terlebih AH, salah satu pejabat yang terlibat, memiliki kemampuan untuk mencicil kerugian negara itu.

    “Saya melihat pejabat yang terlibat dalam kasus kerugian di Setwan ini sudah melampaui batas toleransi. Dan salah seorang di antara yang harus mengembalikan kerugian negara itu, AH sesungguhnya yang bersangkutan bisa mencicilnya setelah menjabat sebagai Kepala UPTD Pendapatan di Balaraja,” jelasnya.

    Uday berani berkata demikian lantaran AH sebagai pejabat di Bapenda tersebut, memiliki insentif yang sangat besar. Apabila AH memiliki niatan baik sejak awal, seharusnya dia bisa mencicil kerugian tersebut sedikitnya Rp50 juta setiap bulan. Hingga saat ini, AH disebut telah menjabat selama setahun di UPT Balaraja.

    “Artinya, ada mens rea dari AH. Tidak ada itikad baik untuk mengembalikan sisa kerugian tersebut. Karena yang bersangkutan juga tahu, bahwa sertifikat yang dijaminkan olehnya sebagai pengganti sisa kerugian, nilainýa sulit ditaksir dan saya dengar nilainya pun masih jauh dari sisa yang harus segera diselesaikan,” katanya.

    Dalam kasus kerugian negara tersebut, Uday memandang bahwa terjadi perlakuan khusus untuk AH dan pejabat lain yang terlibat, baik dari Pemprov Banten maupun APH. Padahal menurutnya, penyidikan pertama sudah dilaksanakan oleh Kejagung, dan unsur mens rea-nya sudah terpenuhi.

    “Artinya AH dan kawan –kawan sengaja melawan hukum. Ketidakjelasan sanksi hukum ini kemudian memunculkan penerjemahan lain, bahwa hukum menjadi timpang akibat mungkin, karena salah satunya ada kedekatan,” terangnya.

    Ia pun menganggap ultimatum yang disampaikan oleh Kepala Kejati Banten, Reda Manthovani, tidak bermakna. Sebab, Kajati Banten telah membuka ruang toleransi kepada para pejabat yang terlibat.

    “Dua minggu atau berapapun batas waktu yang diberikan, sesungguhnya tak ada makna apa-apa di mata saya. Apalagi Kajati sudah eksplisit nyatakan toleransi yang dimaksud,” tandasnya.

    Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy ditemui usai menghadiri rapat paripurna mengaku meminta kepada Ali Hanafiah untuk menyelesaikan temuan LHP BPK Banten tahun 2015.

    “Sudah ditindaklanjuti, tidak hanya temuan di Setwan tahun 2015, tapi semua temuan. Dan permintaan Pak Gubernur (WH) seperti itu, harus diselesaikan, dan tindak lanjuti. Sesuai batas ketentuan,” ujarnya.

    Kasi Penkum Kejati Banten, Ivan Hebron Siahaan dihubungi melalui telepon genggamnya, mengaku belum bisa berkomentar lebih banyak.

    Diberitakan sebelumnya, anggaran publikasi tahun 2015 di Sekretariat DPRD (Setwan) Banten ditemukan dalam LHP BPK , dimana negara disebutkan mengalami kerugian Rp6,778 miliar dari total pagi kegiatan Rp21,5 miliar.

    Sementara Kejati Banten sebelumnya telah memanggil lima orang pejabat dan mantan pejabat di Setwan Banten. Mereka yang dimintai penjelasan oleh kejati adalah, Ali Hanafiah Iman Sulaiman (sekarang sudah pensiun) sebagai Sekwan tahun 2015, Tb Mochammad Kurniawan sebagai Kepala bagian keuangan Setwan tahun 2015, Suryana sebagai Bendahara pengeluaran Setwan tahun 2015, dan Awan Ruswan (sekarang sudah pensiun) sebagai Kepala bagian Humas dan Protokol Setwan tahun 2015.

    (DZH/RUS/PBN)

  • Anggota DPR RI ‘Senggol’ Kejagung Soal Temuan Setwan DPRD Banten

    Anggota DPR RI ‘Senggol’ Kejagung Soal Temuan Setwan DPRD Banten

    JAKARTA, BANPOS – Anggota Komisi III DPR RI, Rano Al Fath mendesak agar Kejaksaan menyelesaikan permasalahan temuan BPK di Sekretariat DPRD (Setwan) Provinsi Banten yang sudah terkatung-terkatung sejak tahun 2015.

    Dalam video rapat kerja DPR RI bersama Kejaksaan Agung, Rano menegaskan bahwa perlu ada tindak lanjut dari kejaksaan terhadap permasalahan temuan BPK yang sempat bocor ke publik upaya penyelesaian oleh inspektorat.

    “Terakhir, saya titip buat Kejati Banten, pak Jaksa Agung, ada banyak temuan LHP BPK di Banten itu, mudah-mudahan bisa ditindak dengan tegas jika tidak dikembalikan. Jadi harus jelas dan sesuai saja dengan aturan yang berlaku,” ujar Rano dalam video tersebut.

    Saat dikonfirmasi, Rano Al Fath mengaku, tindakannya tersebut dilakukan dikarenakan ada informasi terkait temuan BPK RI, yaitu terdapat Pengeluaran Belanja Promosi dan Publikasi pada Setwan Provinsi Banten sebesar Rp21,5 miliar yang tidak didasarkan SPK ataupun Surat Pesanan dan terdapat kelebihan pembayaran sebesar Rp6,7 miliar. Dari nilai temuan Rp6,7 miliar itu juga dikabarkan sisa pembayaran yang belum dikembalikan sebesar Rp2,87 miliar. Adapun temuan disini untuk Tahun Anggaran 2015.

    “Nah disini baru ketahuan setelah surat panggilan dari Inspektorat Banten untuk para pejabat terkait itu bocor ke ranah publik. Namun yang mengherankan adalah, penyelesaian kerugian negara dan publikasi miliaran ini kok belum ketahuan oleh aparat penegak hukum dan temuan BPK ini seakan penanganannya terkatung-katung,” ujarnya.

    Kejadian bocornya surat tersebut pada akhirnya membuat ramai masyarakat. Rano khawatir, jika tidak ada tindak lanjut dari aparat penegak hukum, pada akhirnya kejadian tersebut akan mencoreng citra pemerintah.

    “Maka dari itu, kemarin pada saat Rapat Kerja bersama Kejaksaan Agung, saya minta pak JA (Jaksa Agung, red) dan Kejati Banten, pastinya secara khusus dapat memberikan atensi agar kasus ini dapat ditindaklanjuti dan seperti apa penyelesaiannya,” tandasnya.

    Diketahui, ada dua temuan kerugian negara yang sampai dengan memasuki tahun 2022 ini belum juga selesai, salah satunya adalah temuan anggaran publikasi tahun anggaran 2015. Dan satu lagi adalah di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) kelebihan pembayaran sport center di tahun 2021 kemarin.

    Informasi dihimpun, khusus untuk temuan LHP BPK anggaran publikasi tahun 2015 di Sekretariat DPRD (Setwan) Banten , dimana negara disebutkan mengalami kerugian Rp6,778 miliar dari total pagi kegiatan Rp21,5 miliar sudah mulai dilakukan pengumpulan bahan dan keterangan (Pulbaket) oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati).

    Menurut salah seorang sumber BANPOS di KP3B, Curug Kota Serang yang meminta identitasnya dirahasiakan, aparat penegak hukum (APH) mulai melakukan proses penyelidikan dua pekan lalu. Lantaran sisa pengembalian negara hingga enam tahun belum juga diselesaikan.

    “Dari kegiatan anggaran publikasi di Setwan Banten sebesar Rp21,5 miliar yang jadi kerugian negara Rp6,778 miliar, dan yang telah disetorkan ke kas daerah (Kasda) informasi yang saya terima Rp3,904 miliar. Jadi masih ada sisa pengembalian Rp2,873 miliar, dan sampai sekarang belum selesai. Inilah yang jadi alasan APH kemungkinan dilakukan penyelidikan, dengan mengumpulkan Pulbaket, karena sudah enam tahun tidak tuntas-tuntas,” kata sumber tadi.

    Secara ekonomi, uang miliaran yang seharusnya disetorkan enam tahun lalu, saat ini telah berkurang. “Kalau melihat belum selesainya setoran ke kasda (kas daerah) atas kerugian negara, saya rasa tidak ada itikad baik dari pihak-pihak terkait di Setwan. Ditambah lagi, kalau dinominalkan, uang itu berkurang, nilainya lebih sedikit jika dibanding tahun sekarang, dengan enam tahun lalu. Jadi wajar saja, kalau APH turun. Dan harusnya sudah dari tiga atau empat tahun lalu, kerugian negara di kegiatan Setwan diselidiki,” katanya.

    Hal ini katanya, dilihat dari kasus-kasus dugaan hukum yang menjadi temuan BPK di sejumlah dinas pemprov. Dinas Kesehatan dan RSUD Banten. “Kemarin saja, ada kasus masker tahun 2020 di Dinkes Banten, sekarang sudah disidang, dan sebelumnya ada kasus di RSUD Banten, tahun 2018, yang Dirutnya Bu Hesti, sudah vonis. Tapi yang Setwan ini kok anteng-anteng aja,” ujarnya.

    Padahal katanya, berdasarkan data dan dokumen yang didapati, kerugian negara sebesar Rp6,778 miliar yang merupakan kelebihan pembayaran sudah tentu melanggar hukum.

    “Dalam dokumen LHP BPK 2015, temuan kelebihan pembayaran terjadi pada sembilan media yang menjadi rekanan kegiatan publikasi di Sekretariat DPRD Banten. Sembilan media yang dimaksud antara lain Soeara Rakjat, Genta Winata, Bidik Post, Gema Pemuda, Serang Timur Post, Legislator, Gema Publik, Aliansi Banten, dan RSKS,” ungkapnya.

    Adapun rinciannya untuk masing-masing media tersebut yakni Soeara Rakjat Rp846 juta, Genta Winata Rp988 juta, Bidik Post Rp1,004 miliar, Gema Pemuda Rp1,022 miliar, Serang Timur Pos Rp683,5 juta, Legislator Rp662 juta, Gema Publik Rp569 juta, Aliansi Banten Rp862,5 juta dan RSKS Rp141,207 juta.

    Dan pada tahun 2016 lalu, kata sumber tersebut, pihak Setwan dimana Ali Hanafiah sebagai PPTK atau pejabat eselon IV yang menjabat sebagai Kepala Sub bagian informasi dan publikasi pada Setwan tahun 2015, saat itu telah mengembalikan sebesar Rp2,9 miliar.

    “Sisanya mereka (Ali Hanafiah) menyerahkan jaminan sebagai penggantian yang tersisa Rp3,9 miliar. Jaminan yang diberikan dalam bentuk sertifikat tanah sebanyak tujuh bidang dengan total luas tanah 14.245 meter persegi,” ujarnya.(RUS/ENK/PBN)

  • Utang Temuan BPK 2015 di Setwan, Coreng Nama Pemprov Banten

    Utang Temuan BPK 2015 di Setwan, Coreng Nama Pemprov Banten

    SERANG, BANPOS – Permasalahan kelebihan bayar pada Sekretariat DPRD Provinsi Banten yang menjadi temuan BPK pada 2015 lalu, dianggap telah mempermalukan Banten. Tidak kunjung dikembalikannya kelebihan bayar itu dinilai sebagai bentuk tidak adanya itikad baik dari pihak yang bermasalah.

    Hal itu disampaikan oleh Direktur Banten Barometer, Wahyudin. Ia mengatakan bahwa secara jelas dan gamblang, kasus yang melibatkan sejumlah mantan pejabat di Pemprov Banten tersebut telah mencoreng nama baik Banten.

    “Kasus temuan BPK di Sekretariat Dewan Provinsi Banten bagi saya adalah kasus yang sangat memalukan untuk Pemprov Banten,” ujarnya melalui pesan WhatsApp, Selasa (18/1).

    Menurutnya, sangat aneh jika dalam kurun waktu lima tahun lebih, tidak ada sama sekali progres untuk pengembalian temuan sebesar Rp6,778 miliar. Lebih aneh lagi menurutnya, Provinsi Banten justru terus mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) di tengah ketidakjelasan pengembalian temuan itu.

    “Bagaimana bisa selama lima tahun terakhir ini temuannya tidak bisa diselesaikan? Lalu apa artinya predikat WTP selama ini? Padahal masih ada temuan yang sampai saat ini belum juga diselesaikan,” ungkapnya.

    Meskipun sebagian dari temuan Rp6,778 miliar telah dikembalikan hingga tersisa Rp2,873 miliar, namun tetap saja hal itu masuk sebagai kategori kerugian negara. Sehingga, sangat wajar jika Aparat Penegak Hukum (APH) turun tangan untuk mengusut tuntas kasus tersebut.

    “Oleh karena itu, saat ini adalah waktunya Aparat Penegak Hukum untuk bergerak. Karena bagaimanapun, temuan kerugian negara senilai Rp2,873 miliar adalah bagian dari praktik korupsi,” tegasnya.

    Berlarut-larutnya temuan BPK pada program publikasi media Setwan tersebut menurutnya, merupakan bentuk tindakan tak beritikad baik dari para pihak yang terlibat dalam temuan tersebut.

    “Tenggat waktu yang cukup lama membuktikan bahwa pihak terkait tidak punya itikad baik untuk mengembalikan dan mengganti kerugian negara berdasar temuan BPK tersebut,” tandasnya.(DZH/PBN)