Tag: Terminal LPG Tanjung Sekon

  • Terminal Tanjung Sekong Pasok 40% Kebutuhan Nasional

    Terminal Tanjung Sekong Pasok 40% Kebutuhan Nasional

    CILEGON, BANPOS – PT Pertamina International Shipping (PIS) merupakan perusahaan perkapalan logistik terintegrasi di Indonesia milik PT Pertamina (Persero).

    PIS memiliki Terminal LPG Tanjung Sekong, fasilitas penyimpanan LPG terbesar di Indonesia. Terminal LPG Tanjung Sekong dibawah naungan PT Pertamina Energy Terminal menyuplai 40 persen kebutuhan gas elpiji nasional. Distribusi produk dari Terminal Elpiji Tanjung Sekong dilakukan ke belasan kota di Indonesia.

    Seperti diketahui lokasi perusahaan terletak di Kelurahan Lebak Gede, Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon, Provinsi Banten.

    Pasokan LPG di Terminal Tanjung Sekong menjadi vital dan signifikan. Atas vitalnya pasokan LPG di Terminal Tanjung Sekong ini, PT PIS sudah memiliki antisipasi mitigasi kemungkinan hambatan yang datang dari alam maupun manusia. PT PIS sudah siap dalam antisipasi dan mitigasi hambatan yang mungkin terjadi.

    Untuk diketahui, PIS saat ini merupakan operator tanker terbesar di Asia Tenggara dengan mengoperasikan sekitar 750 kapal, dengan pengalaman ekstensif yang melayani market domestik, pasar regional, dan internasional.

    Pada 2021, PIS menambah armada distribusi energi dengan meluncurkan Very Large Crude Carrier (VLCC) Pertamina Pride, dan Pertamina Prime. Kapasitas masing-masing VLCC adalah 2 juta barel. Kehadiran kedua kapal tanker akan memperkuat positioning PIS sebagai integrated marine logistic company dan global player kebanggaan Indonesia.

    Kedua kapal tersebut akan melayani pasar luar negeri dan mengangkut minyak mentah (crude oil) ke Indonesia. Dengan kapal milik sendiri, Pertamina memiliki fleksibilitas yang lebih karena memiliki cadangan migas di luar negeri dengan jumlah produksi 110 ribu barel per hari.

    Keberadaan VLCC akan mengamankan rantai pasok yang lebih efisien dan meningkatkan keandalan pasokan, serta kelancaran distribusi energi nasional dengan mengamankan pasokan kebutuhan minyak mentah ke kilang Pertamina.

    Kedatangan dua VLCC menegaskan potensi bisnis pengapalan, dengan potensi peningkatan permintaan untuk produk liquid hingga 2030 mendatang, dan bakal mencapai puncaknya pada 2040 nanti.

    Kondisi ini tidak terlepas dari peluang kebutuhan kapasitas minyak mentah (crude) selama 10 tahun mendatang berkisar sekitar 6 juta barel hingga 13 juta barel. Dari jumlah tersebut sekitar 22 persen masih dilayani oleh pihak ketiga dan 78 persen sisanya oleh Pertamina.

    Selama tahun 2021 PIS juga telah menerapkan ketentuan penggunaan bahan bakar bersulfur rendah (Low Sulphur Fuel Oil atau LFSO) pada seluruh armada yang dioperasikan, sesuai regulasi IMO 2020 yang ditetapkan Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan RI.

    Pasokan LSFO diperoleh dari RU III Plaju dan RU V Balikpapan. Penerapan LSFO bertujuan mendukung reduksi emisi SOx dari operasional kapal, sehingga akan mengurangi dampak pencemaran udara bagi populasi di sekitar pelabuhan maupun pantai.

    Superintendent Receiving Storage and Distribution pada Terminal LPG Tanjung Sekong, Iskandar Zulkarnain mengatakan, pihaknya memproduksi tiga produk yakni propane, butane dan elpiji mix. Mix sendiri merupakan gabungan propane dan butane.

    “Kalau elpiji mix itu untuk elpiji rumah tangga, kalau propane itu produk seperti untuk pendingin AC (Air Conditioner), kalau butane bisa untuk korek api gas, tabung bertekanan seperti parfum,” kata Iskandar, Senin (30/10).

    Kemudian dikatakan Iskandar, bahan produksi propane dan butane berasal dari impor. “Kita menerima bahan dari impor, kita tampung kemudian didistribusikan,” ujarnya.

    Dikatakan Iskandar, distribusi elpiji dilakukan ke banyak tempat bahkan jumlahnya sampai ke belasan kota. “Kita sebagai suplai poin dari lokasi terminal lain, seperti Tanjung Priok, Padang, Palembang, Cilacap, sampai ke Makassar dan banyak tempat lain, kalau itu menggunakan kapal,” paparnya.

    Ia menerangkan, selain menggunakan kapal, pihaknya juga melakukan suplai dengan mobil tangki untuk gas elpiji mix distribusi ke Banten, DKI Jakarta dan sebagian Jawa Barat. “Dalam sebulan, kita produksi rata-rata di sekitaran 45.000 metrik ton sampai 50.000 metrik ton. Itu memenuhi sekitar 40 persen kebutuhan nasional,” terangnya.

    Berdasarkan informasi Pertamina Patra Niaga, 230.000 metrik ton per bulan.

    Dikatakan Iskandar, produk yang dikeluarkannya baik propane dan butane, juga mayoritas menjadi produk elpiji mix.

    “Jadi, 98 persen produk yang kita keluarkan itu untuk elpiji mix, seperti yang untuk elpiji rumah tangga,” ujarnya.

    Iskandar menjelaskan, perusahaannya tidak memasarkan produknya secara langsung kepada konsumen. Pihaknya hanya mendistribusikan produk yang dipesan oleh Pertamina Patra Niaga saja. “Kita bukan penjual langsung, produk kita itu punya Patra Niaga, jadi yang berhubungan dengan konsumen langsung itu Patra Niaga,” tuturnya.

    Iskandar mengungkapkan, Terminal Elpiji Tanjung Sekong, rencana ke depan akan melakukan pengembangan bisnis dengan meningkatkan kapasitas produksi. “Kalau untuk penambahan kapasitas produksi ini, menjadi kewenangan Patra Niaga,” tandasnya.

    Disisi lain, PT Pertamina International Shipping mengklaim Terminal LPG Tanjung Sekong menjadi pionir efisiensi energi karena penggunaan satu pompa yang bisa mengurangi konsumsi listrik.

    Terminal LPG Tanjung Sekong dikelola oleh PT Peteka Karya Tirta (PKT) yang merupakan anak usaha dari Pertamina International Shipping. Terminal ini berperan dalam pendistribusian LPG kepada pelanggan di regional Jawa Bagian Barat meliputi provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten.

    Sebelumnya, Terminal LPG Tanjung Sekong menggunakan dua pompa dan menghasilkan daya lebih besar kini bisa menjadi satu pompa. Metode pengurangan penggunaan listrik pada pompa bog condensate ini dilakukan dengan modifikasi jalur pipa.

    Terminal LPG Tanjung Sekong beroperasi penuh selama 24 jam setiap hari, sehingga rata-rata penggunaan listriknya mencapai 57.362 kWh per bulan.

    Salah satu konsumsi listrik paling besar di komplek terminal LPG adalah di area operasional plant refrigerated LPG. Area itu memiliki sarana dan prasarana operasional, seperti bog, sea water pump, dan electrical transfer pump yang kebutuhan listriknya tinggi.

    Modifikasi dilakukan di jalur pipa bog yang menuju tangki timbun campuran LPG, sehingga proses pemindahan LPG cair jaraknya lebih menjadi lebih dekat dan bisa dilakukan dengan satu unit pipa.

    Efisiensi energi dengan penggunaan satu unit pipa tersebut mampu menghasilkan penghematan sebesar 108.000 kWh per tahun atau sebesar Rp85,51 juta sesuai dengan hitungan tarif listrik yang berlaku.(LUK/PBN)