Tag: titip Kartu Keluarga

  • Dewan Desak Sistem Zonasi PPDB Dihapus

    Dewan Desak Sistem Zonasi PPDB Dihapus

    TANGERANG, BANPOS — Sistem zonasi pada proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) dianggap tidak mencerminkan keadilan. Untuk itu wakil rakyat Kota Tangerang mendorong agar sistem tersebut dihapuskan.

    Pendapat itu disampaikan salah satunya oleh Wakil Ketua Komisi II DPRD Kota Tangerang Riyanto, Kamis (20/7). Terlebih, sistem ukur jarak dengan menggunakan google map dinilai kurang akurat alias tidak valid. Sehingga banyak siswa yang gugur meski jarak rumahnya dengan sekolah hanya ratusan meter.

    “Banyak orangtua siswa yang mengadu ke kami bahwa anaknya tidak lolos seleksi PPDB, padahal jarak rumahnya dengan sekolah hanya ratusan meter,” ujar Riyanto.

    Menurut Riyanto, sistem zonasi dalam PPDB juga bisa membuka celah terjadinya dugaan praktik jual beli bangku, titip Kartu Keluarga (KK) atau manipulasi data dan lain sebagainya.

    “Kita semua bisa lihat beberapa kasus yang viral belakangan ini. Seperti kasus orang tua siswa yang mengukur secara manual jarak rumah dan sekolah di SMAN 5 Kota Tangerang. Lalu di Jawa Barat, Pemprov Jabar akhirnya membatalkan keikutsertaan 4.791 siswa dalam proses PPDB lantaran ditemukan adanya pemalsuan data,” ucap Riyanto.

    Sejatinya, kata Riyanto, pendidikan merupakan hak mendasar bagi warga negara. Itu, diatur dalam undang-undang dasar. Sehingga, ia menilai sistem zonasi ini justru bertentangan dengan undang-undang dimaksud. “Pada Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945 menjelaskan bahwa ‘Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan’. Maka dari itu saya minta sistem zonasi dihapus saja, karena bertentangan dengan undang-undang,” ujarnya lagi.

    Lebih jauh, legislator dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menyarankan agar sistem PPDB menggunakan dua metode saja, yakni melalui seleksi jalur prestasi dan afirmasi. Hal tersebut menurutnya lebih fair ketimbang sistem zonasi.

    “Kalau mau fair ya jalur prestasi dan afirmasi. Jalur prestasi misalnya, itu kan dibagi dua kategori, prestasi akademik dan non akademik. Saya rasa itu lebih fair. Karena di situ seleksinya benar-benar kompetitif, dan buat motivasi juga bagi anak-anak untuk belajar lebih rajin lagi,” pungkasnya.

    Terpisah, dalam sebuah diskusi, akademisi Yuppentek Bambang Kurniawan juga mengatakan, sistem zonasi pada PPDB selalu kisruh tiap tahunnya. Ia pun berpandangan bahwa tim satgas belum optimal dalam memberikan evaluasi aturan pelaksanaan PPDB.

    “Permasalahan PPDB zonasi ini selalu berulang ulang terjadi, ada kesalahan dalam sistem. Ada baiknya dikembalikan dengan sistem lama yang mengacu pada nilai NEM,” ucapnya saat menjadi narasumber dalam diskusi publik yang digelar Komunitas Fraksi Teras, Rabu (19/07), di Aula Museum Juang Taruna di Sukaasih.

    Bambang lebih jauh mengatakan, dengan sistem kurikulum dulu yang menggunakan Nilai Ebtanas Murni (NEM) membuat para siswa berlomba-lomba menghasilkan nilai tertinggi untuk mengincar sekolah favorit mereka.

    “Jadi sudah seharusnya aturan PPDB ini dievaluasi kembali, agar para siswa yang merupakan generasi bangsa mampu memiliki kompetensi yang berkualitas,”ujarnya.

    Sementara Ketua Komisi V DPRD Banten Yeremia Mendrofa mengatakan permasalahan PPDB terjadi lantaran daya tampung sekolah khusus SMA atau SMK sangatlah terbatas. Hal tersebut membuat puluhan ribu siswa tidak lolos PPDB pada tahun ini.

    “Saya mendapat laporan, data lulusan SMP itu kurang lebih di angka 220 ribuan jiwa. sedangkan yang mendaftar ke SMA atau SMK itu sekitar 150 ribuan, kemudian untuk daya tampung PPDB itu hanya sekitar 80 ribu, artinya hanya kurang lebih 30 persen dari 220 ribu siswa yang lulus itu,” sebutnya.

    Menurutnya dalam mengatasi permasalahan yang terjadi dalam penerapan PPDB, pemerintah tidak bisa berjalan sendiri dan harus mencari jalan keluar.

    “Dari sisi konvensional misalnya menambah kelas, menambah sekolah baru, dan memanfaatkan teknologi,” tandasnya. (PBN/BNN)