Tag: TNUK

  • Nelayan Lebak Terciduk di TNUK

    Nelayan Lebak Terciduk di TNUK

    PANDEGLANG, BANPOS – Sebanyak 18 orang nelayan asal Kabupaten Lebak, tertangkap oleh tim patroli
    laut Balai Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Pandeglang, yang tengah melaksanakan pengamanan di
    wilayah perairan kawasan BTNUK Pandeglang.

    Belasan nelayan yang menggunakan perahu tersebut tertangkap saat diduga hendak mencuri biota laut
    jenis gurita, di perairan laut kawasan TNUK pada Rabu (20/9) lalu.

    Diketahui dari data BTNUK, ke-18 nelayan tersebut berinisial R (38) sebagai Kapten Kapal asal Labuan,
    Pandeglang, dan 17 ABK diantaranya MM (64), U (33), D (35), N (35), S (42), O (45), AP (32), N (37), S
    (32), AS (39), R (32), S (35), L (45), S (43), A (33), A (55) dan M (55) asal Kabupaten Lebak.

    Humas BTNUK Pandeglang, Andri, membenarkan jika tim Patroli BTNUK telah melakukan penangkapan
    terhadap 18 nelayan yang diduga hendak mencuri biota laut jenis gurita, di kawasan perairan BTNUK
    tersebut.

    “Saat itu Tim RPU-Marine Patrol tengah berpatroli, dan menangkap 1 kapal nelayan sedang mencuri
    biota laut jenis Gurita. Dari hasil penangkapan itu berhasil diamankan sebanyak 18 orang nelayan,” kata
    Andri kepada wartawan, Kamis (21/9).

    Selanjutnya kata Andri, para nelayan tersebut dimintai keterangan, dan diperoleh keterangan bahwa ke
    18 orang tersebut berasal dari wilayah Binuangeun, Kabupaten Lebak.

    “Pelaku yang ditangkap mulai dari Kapten Kapal dan 17 ABK-nya, mereka berasal dari Binuangeun,
    Lebak,” ujarnya.

    Dijelaskannya, dari hasil pemeriksaan oleh petugas di dapat keterangan dari para nelayan itu, bahwa
    mereka berangkat dari Binuangeun dan mereka tertangkap tangan di Tanjung Layar (Legon Ewog),
    Resort Pulau Peucang, diduga sedang mengambil biota laut jenis Gurita.

    “Adapun barang bukti yang diamankan petugas antara lain sebanyak 30 kilogram gurita, 16 ban
    pelampung dan 11 alat pancing gurita,” jelasnya.

    Setelah dilakukan pendataan dan didokumentasikan, lanjut Andri, barang bukti tersebut dikubur oleh
    petugas. Dari penangkapan tersebut, petugas mengutamakan azas Ultimum Remedium dan Restorative
    Justice berupa surat pernyataan untuk para pelaku, agar tidak melakukan pelanggaran kembali.

    “Dan jika terbukti melakukan pelanggaran kembali maka akan diambil langkah tegas atau proses
    pidana,” tegasnya. (DHE/DZH)

  • Kantor UPP Kelas III Labuhan Gelar Sosialisasi Pembersihan Sampah Non Organik dan Kerangka Kapal

    Kantor UPP Kelas III Labuhan Gelar Sosialisasi Pembersihan Sampah Non Organik dan Kerangka Kapal

    PANDEGLANG, BANPOS – Kantor Unit Pelaksana Pelayanan (UPP) Kelas III Labuhan menggelar sosialisasi pembersihan sampah non organik dan kerangka kapal.

    Kepala Kantor UPP Kelas III Labuhan Boy Prasojo mengatakan keselamatan pelayaran merupakan suatu hal yang utama dalam pelayaran.

    Menurutnya, kegiatan tersebut ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat sekitar tentang pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan mengurangi dampak negatif dari sampah non organik, serta kerangka kapal yang terbuang begitu saja.

    Turut hadir dalam sosialisasi antara lain Kepala Kantor UPP Kelas III Labuhan Boy Prasojo, Direktur Utama PT Lion Marine Salvage Fadillah, Ketua Bidang Organisasi dan Keanggotaan INSA Kapten Zaenal Arifin Hasibuan, Polhut Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) Agus Fatlas dan para tamu undangan.

    “Intinya unsur utama keselamatan pelayaran yang utama adalah keselamatan manusia kesatu,” ujarnya di hotel Mutiara Carita, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, Sabtu (22/7).

    Ia menyampaikan, kegiatan tersebut bertujuan untuk pembersihan sampah di lautan terutama di kawasan kerja lingkungan Taman Nasional Ujung Kulon. Tentunya, kata dia, pembersihan memerlukan bantuan dari semua stakeholder yang terlibat.

    “Kegiatan percepatan pembersihan sampah di kawasan Taman Nasional ujung kulon agar pihak Taman Nasional,” katanya.

    Sementara itu, Kabid Organisasi dan Keanggotaan DPP INSA, Kapten Zainal Arifin Hasibuan mengatakan, penyingkiran bangkai kapal itu memiliki aturan yang mengikat kapal, agar kegiatan angkutan perairan itu bisa terjamin keselamatan dan keamanan serta menjamin perlindungan lingkungan maritim.

    “Keselamatan pelayaran itu yang paling tinggi levelnya adalah keselamatan manusia,” tegasnya.

    Zainal mengakui pentingnya keselamatan jiwa di laut, serta pentingnya perlindungan lingkungan maritim.

    Polhut Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Agus Fatlas, mengatakan perairan TNUK mencapai 44.337 hektare yang meliputi semenanjung Ujung Kulon.

    Kata dia, sampah yang ditemukan di TNUK tidak hanya besi dari bangkai kapal, akan tetapi ditemukan juga sampah plastik.

    “Temuan sampah tidak hanya besi, tetapi juga plastik,” terangnya.

    Ia juga mengatakan sampah yang berada di TNUK juga berasal dari luar, hal itu dikarenakan sampah terbawa arus laut. Oleh karena itu, diperlukan penanganan khusus sampah dari luar.

    “Terkadang sampah juga datang dari luar juga ke TNUK karena dari arus laut ini ngumpul sekitar pantai panaikan sehingga ini juga perlu khusus penanganan sampah dari luar,” tuturnya.

    Agus juga mengkhawatirkan bahaya sampah apabila ada kapal-kapal yang membuang sampahnya, sehingga mengganggu kelestarian TNUK.

    “Juga dari kapal yang membuang sampah, yang saya khawatirkan sampah berbahaya sehingga mengganggu kelestarian TNUK,” tandasnya.

    Sementara itu, Lembaga Penjaga Pesisir dan Pulau Pulau Banten (LP3B), Galih Artaminata Kusuma, mengatakan untuk menangani masalah sampah di sepanjang pantai kawasan dan pulau-pulau yang masuk TNUK bukan perkara mudah. Sebab, keterbatasan alat dan SDM sangat mempengaruhi penanganan masalah ini.

    “Tujuannya agar Kawasan TNUK tetap bersih. Namun itu tadi diluar dari keinginan kita ternyata sampah banyak terdampar di tepi pantainya yang diduga dari ulah tangan manusia buang sampah sembarangan,” ungkapnya.

  • Sempat Ditolak, Proyek JRSCA di TNUK Dipaksakan Berlanjut

    Sempat Ditolak, Proyek JRSCA di TNUK Dipaksakan Berlanjut

    PANDEGLANG, BANPOS – Sejumlah warga di Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, mengeluhkan pembangunan proyek Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).

    Diketahui, proyek JRSCA yang sempat ditolak warga pada tahun 2012 silam itu, kini kembali dilanjutkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2021 sampai sekarang, dengan menelan anggaran sekitar Rp 33 Miliar.

    Progres pembangunan JRSCA di Ujung Kulon ini, mendapat berbagai sorotan dari masyarakat, khususnya masyarakat Desa Rancapinang. Mereka heran, ada alat berat yang masuk ke dalam kawasan hutan lindung TNUK.

    Padahal sebelumnya, warga kerap dilarang menggarap sawah menggunakan traktor. Karena, dapat menimbulkan polusi suara yang dapat mengganggu habitat di dalam kawasan.

    Warga sekitar, Ahmad Kurtusi mengatakan, warga yang punya sawah di kawasan TNUK tak boleh menggunakan alat garapan dari mesin, namun harus pakai alat tradisional.

    “Masyarakat garap sawah di sekitar kawasan disuruh pakai alat tradisional, nah ini ada alat berat masuk kawasan,” kata Ahmad Kurtusi, Senin (11/4).

    Ia mengaku, selama ini masyarakat terus menaati apa yang dilarang digunakan di dalam kawasan. Namun, ia merasa tidak adil ketika ada alat berat yang masuk ke dalam kawasan.

    “Nggak ngerti. Dulu masyarakat bawa traktor dilaporkan. Nah sekarang, ada alat berat masuk, mereka diam saja,” tandasnya.

    Begitu juga, pekerjaan sejumlah proyek dalam pembangunan JRSCA Ujung Kulon, membuat akses jalan Cibadak-Rancapinang rusak, akibat sering dilintasi mobil Dump Truk yang membawa material.

    Kerusakan jalan itu ungkap Peri Irawan, membuat warga geram hingga melakukan audiensi dengan berbagai pihak, mulai dari, Balai TNUK, pelaksana proyek, kepolisian dan Kepala Desa (Kades).

    Dari hasil audiensi tersebut, melahirkan kesepakatan bahwa pihak pelaksana proyek akan melakukan perbaikan jalan di Desa Cibadak dan Rancapinang.

    “Ini perlu dikawal, jangan sampai pihak pelaksana membohongi masyarakat,” ujarnya.

    Humas Balai TNUK Pandeglang, Andri membenarkan, alat berat tersebut untuk kepentingan proyek JRSCA. “Oh itu (alat berat,red), terkait kegiatan pembangunan JRSCA,” jawabnya singkat.(PBN/BNN)