Tag: TOD MRT Jakarta

  • Pengembangan TOD MRT Jadi Pelepas Beban Stress

    Pengembangan TOD MRT Jadi Pelepas Beban Stress

    JAKARTA, BANPOS – Melalui PT Integrasi Transit Jakarta (PT ITJ), yang merupakan kepanjangan tangan PT MRT Jakarta (Perseroda), pengembangan Kawasan Berorientasi Transit (Transit Oriented Development/TOD) di Ibu Kota bukan hanya sekadar membangun infrastruktur penunjang. Namun juga membangun kualitas hidup masyarakat yang tinggal dan berkegiatan di daerah perkotaan.

    Bayangkan, kompleksnya kehidupan di kota besar sangat memungkinkan tingkat stress yang ditimbulkan kepada seseorang, dibanding ia tinggal di pedesaan. Bukan hanya karena beban pekerjaan, tetapi juga pergerakan transportasi yang padat juga mampu memberikan tekanan stress tinggi kepada seseorang.

    Mengutip dari The Least and Most Stressful Cities Index 2021, Jakarta menjadi salah satu kota dengan tingkat stres yang cukup tinggi. Studi dilakukan dengan melihat 15 indikator stres, termasuk keselamatan, tingkat pengangguran, cuaca, kesetaraan gender, dan akses kesehatan di 500 kota global sebelum mempersempitnya menjadi 100 teratas.

    Direktur Utama (Dirut) ITJ Yulham Ferdiansyah Roestam mengatakan, para pekerja di Ibu Kota bisa menempuh perjalanan pulang pergi mencapai 3-5 jam per hari. Kehadiran transportasi massal seperti MRT yang kini menghubungkan Jakarta Selatan dan Pusat hanya dalam waktu 30 menit, mampu memangkas panjangnya perjalanan tersebut.

    “Satu hari, orang bisa menghabiskan hingga 5 jam perjalanan setiap hari dalam 6 hari efektif kerja. Bisa dibayangkan lelah dan stress-nya beban perjalanan yang dilalui. Belum lagi ditambah beban pekerjaan dia di kantor, yang dia bawa kembali pulang ke rumah dengan segala kondisinya, hal ini tak heran membuat tingkat stress di perkotaan sangat besar,” ucap Ferdiansyah dalam sesi ke-3 MFP (MRT Fellowship Program) Jurnalis Class 2023 di Gedung Transport Hub Dukuh Atas, Jakarta, Rabu (12/7).

    Ferdiansyah melanjutkan, dari 5 jam perjalanan pulang bekerja dengan jarak tempuh MRT yang hanya mencapai 30 menit, terdapat selisih 4,5 jam perjalanan yang bisa dinikmati oleh beberapa orang. Bahkan dimanfaatkan para pekerja di Ibu Kota untuk meningkatkan kemampuan dirinya maupun hubungan sosialnya.

    Dari beberapa kajian yang dilakukan oleh pihaknya, manfaat yang dilakukan akibat pemangkasan waktu tempuh perjalanan pulang kantor, beberapa di antaranya bisa melakukan self improvement. Di mana banyak juga dari mereka para karyawan kantoran, sehabis pulang berkerja bisa mengambil kursus bahasa inggris, maupun aktivitas public speaking.
    “Selain itu, ada juga mereka akhirnya bisa bertemu dengan teman-temannya atau circle of friend-nya yang mungkin dulu susah bertemu, tetapi karena jarak waktu yang tersisa sangat luas, akhirnya bisa menghabiskan waktu bersama bertemu dengan teman-temannya melepas stress,” ucap Ferdiansyah.

    “Anda bayangkan, 1 hari orang bisa menghabiskan 5 jam perjalanan. Senin, Selasa dan seterusnya 5 jam lagi. Yang terjadi adalah degradasi orang atau kualitas seseorang yang menghasikan output pekerjaan. Seseorang hanya bisa mengerjakan 2-3 pekerjaan. Dengan perbaikan pola perjalanan, hal itu memberikan dampak lebih tinggi secara individual,” tegasnya.

    Menurut dia, impact tersebut kembali kepada freshness. Di mana saat dia kembali ke rumah dan saat memulai aktivitasnya ke kantor, dengan beberapa hal positif. “Dampak psikologis-nya besar sekali. Mengurangi time travel orang untuk bergerak dari point to point, akhirnya membuat orang semakin cepat, efisien dan lebih produktif. Di mana hal ini menjadi salah satu prinsip pengembangan TOD yakni, peningkatan kualitas hidup,” katanya.

    Yang terlihat signifikan, sambung Ferdiansyah, bagaimana orang menjadi lebih teratur. MRT berhasil menjaga kesinambungan secara bertahun-tahun. Di mana sebelumnya orang memiliki patern yang susah diatur sejak dulu yaitu antre, namun saat ini hal tersebut lebih terjada. “Ternyata terjadi lift up. Diaku, hal iitu juga yang membuat time performance MRT menjadi bagus,” ungkapnya.

    ITJ dalam hal ini, memiliki tugas mewujudkan fungsi poros bisnis MRT Jakarta sebagai city regenerator dengan pendekatan Kawasan Berorientasi Transit (TOD), bertanggung jawab bagaimana menghadirkan infrastruktur TOD melalui strategi pengembangan kota yang menitikberatkan pada kegiatan/aktivitas di sekitar stasiun transportasi berbasis rel.

    “Kami mencoba menata kembali kawasan di dalam TOD, sehingga bisa melakukan berbagai kegiatan bisa memiliki kantor, hangout, dan kegiatan lainnya. Ini konsep baru yang dilakukan di Indonesia dan baru Jakarta yang menerapkan hal ini,” kata Ferdiansyah.

    Ia pun membeberkan beberapa prinsip pengembangan kawasan TOD. Yaitu, pertama, fungsi campuran, di mana di dalamnya terdapat radius tempuh jalan kaki dari stasiun hingga terdapat hunian. Kedua, kepadatan tinggi, memaksimalkan kepadatan bangunan di sekitar stasiun transit.

    Ketiga, adanya peningkatan konektivitas. Koneksi transit dibuat secara sederhana, langsung dan intuitif. Keempat, peningkatan kualitas hidup, merangsang kualitas hidup masyarakat melalui pengembangan sistem perkotaan yang baik.

    “Salah satu case public transport yang akhir membuat orang tak menggunakan public transport, ya karena tidak mudah dijangkau atau mengakses transportasi massal tersebut. Akhirnya bikin orang males ke stasiun dan lainnya. Hal itu yang menjadi konsentrasi kami,” jelas Ferdiansyah.

    Kelima, adanya keadilan sosial, dengan mendorong komunitas yang tangguh dan berketahanan dalam kawasan transit. Di dalam penataan kawasan memungkinkan yang bisa ditinggali, bukan hanya orang kaya, tetapi juga menengah, dan kecil yang juga berkontribusi terhadap ekonomi,” tuturnya.

    Selanjutnya prinsip keenam, keberlanjutan lingkungan. Yakni, dengan mengurangi dampak pembangunan terhadap lingkungan. Ketujuh, prinsip ketahanan infrastruktur membangun kawasan yang tangguh, tanggap bencanan dan dapat menyesuaikan terhadap perubahan.

    “Terakhir, kedelapan, adanya prinsip regenerasi ekonomi, mengembangkan perekonomian lokal yang menarik investasi dan kesempatan kerja baru,” ujar Ferdiansyah.

    Pembenahan Transportasi

    Menyoal ini, Pengamat perkotaan Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengamini. Diungkapkannya, penerapan TOD yang bertanggung jawab dan sesuai prinsip, memang mampu memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat. Salah satunya integrasi angkutan umum, membuat perjalanan menjadi lebih efisien.

    “Bagi masyarakat perkantoran di perkotaan, tentunya hal ini menjadi sangat bermanfaat. Mereka bekerja sudah sangat membebani, kemudian kembali pulang harus menempuh perjalanan yang membuat stres apalagi kalau sampai semrawut. Bagaimana tetap waras menghadapi ini semua,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka.

    Ia menekankan, penerapan TOD merupakan pendekatan yang mengintegrasikan antara konsep ruang dengan transportasi. Apalagi angkutan berbasis kereta api menjadi pilihan utama dan bisa mengurangi beban yang ada di jalan raya.

    “Transportasi berbasis kereta api ini juga dapat mendorong perpindahan sistem transportasi masyarakat dari kendaraan pribadi ke angkutan umum. TOD juga dapat memberikan nilai tambah pada kawasan sekitar pusat transportasi tersebut,” ungkapnya.

    Sementara itu, Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menekankan, apa yang dilakukan di Jakarta dengan kehadiran MRT dan pembangunan kawasan TOD-nya, diharapkan menjadi contoh bagi kota penyangga sekitarnya. Karena menurut dia, kemacetan yang masih saja terjadi hingga saat ini, lantaran belum ada perbaikan tarnsportasi di kota-kota penyangga seperti, Depok, Bogor, maupun Tangerang.

    “Karena memang perlu diakui, kemacetan yang terjadi tak terlepas dari peran warga di sekitar wilayah penyangga Jakarta. Kondisi transportasi umum di Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) belum sebaik Kota Jakarta, sehingga masih banyak warga yang memilih menggunakan kendaraan pribadinya,” jelas Djoko kepada Rakyat Merdeka.

    Menurut dia, pembenahan transportasi umum baru hanya ada di dua kota, yaitu Trans Pakuan di Kota Bogor dan Tran Ayo di Kota Tangerang. Sementara, akses transportasi umum selain dua kota tersebut masih jauh tertinggal, bahkan tidak ada upaya Pemerintah Daerah (Pemda) setempat untuk membenahinya.

    “Harusnya, anggaran rutin tahunan bantuan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang diberikan ke Pemkab/Pemkot di Bodetabek bisa difokuskan untuk membenahi transportasi umum di masing-masing wilayahnya,” ucap Djoko.(RMID)