CILEGON, BANPOS – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknik Universitas Tirtayasa (Untirta) menggelar webinar bertemakan Omnibus Law Mengebiri atau Inovasi, Rabu (28/10).
Hadir sebagai pembicara, ketua BNP2TKI 2014-2019 Nusron Wahid, Tenaga Ahli Fraksi VII DPR Prilo Sekudiari, Dekan Fakultas Hukum Untirta Agus Prihartono Permana, Federasi FP KEP Kota Cilegon Udi Iswadi, NGO Rumah Hijau Syaihul Ihsan, dan Ketua HIPMI Kota Cilegon Ahmad Suhandi.
Dekan Fakultas Hukum Untirta Agus Prihartono Permana, mengatakan mulai dari perancangan sampai dengan disahkannya Omnibus Law melalui sidang paripurna DPR RI masih menuai banyak polemik dari masyarakat umum. Hal ini, kata Dia mengakibatkan lahirnya argumen kritis dari para pakar dan elemen masyarakat. Apalagi selama proses perancangannya, keterlibatan pakar ahli, akademisi, dan masyarakat yang akan terkena dampaknya masih dirasa kurang.
“Dalam perancangan dan pembentukan undang-undang, lembaga legislatif harus memerhatikan kesejahteraan dan keinginan rakyat. Lalu meranjak dari pengesahan Omnibus Law, maka akan timbul pertanyaan, rakyat manakah yang diperhatikan kesejahteraan dan keinginannya,” ujarnya.
“Sudah bukan saatnya gerakan turun ke jalan, saya lebih merekomendasikan mengadakan kajian akademik yang levelnya lebih tinggi sehingga pelampiasan atas kekecewaan terhadap UU yang telah disahkan agar kita bisa berfikir secara objektif sehingga kesimpulan kita tidak prematur,” tutur Agus Pramono.
“Prosedur Dalam proses pembuatan RUU dilaksanakan pada masa periode DPR yang sedang memangku jabatan, ketika telah habis masa periode tersebut pembahasan tentang RUU yang akan dirancang berbeda lagi karena ditubuh DPR sendiri banyak orang dan pastinya banyak kepentingan”. Sambung Prilo Sukandiari selaku tenaga ahli fraksi VII DPR RI saat ditanya tentang proses pembuatan dan pengesahan RUU ini ketika masa pandemi seolah-olah pemerintah tidak pro dalam proses legislasi.
Sementara itu saat ditanya mengenai baik atau tidak UU yang telah disahkan ini bagi Indonesia saat sekarang ini, ketua BNP2TKI 2014-2019 Nusron Wahid, menjelaskan setiap UU yang akan dirancang terlebih dahulu dilihat dari latar belakang sosiologis, filosofis, dan yuridis.
“Indonesia membutuhkan semangat pertumbuhan ekonomi yang luar biasa untuk mengatasi tumbuhnya bonus demografi karena yang ditakutkan adalah meledaknya penggangguran. Oleh karena itu diperlukan investasi-investasi agar dampak tadi bisa diatasi,” katanya.
Terahir ketua BEM FT Untirta Viery Rachmansyah Putra mengatakan, Banyak hal di dalam Omnimbus Law memandang ekonomi adalah kunci utama bahkan memanjakan investor adalah jalan utama, menurut dia contohnya adalah di klaster pendidikan yang dimana perizinan di sektor pendidikan harus melalui perizinan berusaha dan termasuk pula dalam Omnimbus Law terkait industi batu bara yang dimana dalam Undang-Undang Cipta Kerja memungkinkan adanya pemberian royalti 0% bagi pelaku usaha yang meningkatkan nilai tambah batubara (red-hilirisasi).
“Secara jelas mahasiswa dan masyarakat menolah omnimbus law karna tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat,” pungkasnya. (LUK)