Tag: Tolak UU Cipta Kerja

  • Apresiasi Penolakan UU Cipta Kerja, Walikota Serang: Kami Mengikuti Masyarakat

    Apresiasi Penolakan UU Cipta Kerja, Walikota Serang: Kami Mengikuti Masyarakat

    SERANG, BANPOS – Apresiasi dan dukungan terhadap gerakan penolakan UU Cipta Kerja terus berdatangan. Terbaru adalah dari Walikota Serang, Syafrudin yang menyatakan mengapresiasi dan mendukung penolakan UU Cipta Kerja yang dilakukan oleh beberapa elemen seperti mahasiswa dan buruh.

    “Kami mengapresiasi, terutama kepada masyarakat atau karyawan yang menyampaikan aspirasi keberatan. Tentunya, pemerintah Kota Serang akan mengikuti siapa lagi kecuali mengikuti masyarakat,” ujar Syafrudin kepada BANPOS, Minggu (11/10)

    Namun, ia menyatakan bahwa selain melakukan aksi demonstrasi, masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja dapat melakukan gugatan ke MK atau ke pihak lainnya yang berwenang.

    “Secara pribadi dan kedinasan, kami mengapresiasi dan mendukung para pekerja atau buruh yang mengajukan keberatan,” tegasnya.

    Ketika ditanyakan terkait apakah akan memberikan surat penyampaian aspirasi, seperti kepala daerah yang lainnya. Syafrudin menyatakan bahwa akan mempertimbangkan hal tersebut dengan mengajak rapat bersama forum pimpinan daerah, Ketua DPRD dan tokoh masyarakat.

    “Secepatnya akan kita bahas,” ungkapnya.(DZH)

  • Jurnalis Mahasiswa Hilang, Jurnalis Suara.com Diintimidasi

    Jurnalis Mahasiswa Hilang, Jurnalis Suara.com Diintimidasi

    SERANG, BANPOS – Sejumlah jurnalis kampus Politeknik Negeri Jakarta, dikabarkan hilang saat meliput aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja di Istana Negara, Kamis (8/10). Ketiganya yaitu Ajeng Putri, Dharmajati Yusuf dan Muhammad Ahsan Zaki.

    Diketahui, tim peliputan Badan Otonom Gerakan Mahasiswa (BO GEMA) berangkat pukul 07:48 WIB dengan jumlah 9 personil yang menggunakan Id Card, kecuali Ahsan yang memakai pakaian hitam, rompi serta celana cokelat tanpa memakai atribut GEMA. Sebagai antisipasi, mereka membawa jaket kuning di dalam tas masing-masing.

    “Ketemuannya kita di stasiun Juanda, salah satu tim liputan kita namanya Fikri, berkabar di jam 08:24 sudah berada di kawasan Istiqlal yang menjadi titik kumpul kita (tim GEMA, red),” ujar salah satu rekan jurnalis GEMA, Indah, saat dihubungi oleh BANPOS, Kamis (8/10) malam.

    Pukul 09:32 para jurnalis kampus menunggu anggota lainnya yang bernama Fero di titik kumpul yang sudah ditentukan. Kemudian, pukul 10:08 anggota lainnya yaitu Adnan memberikan kabar bahwa dirinya belum dapat menembus kawasan Monumen Nasional (Monas).

    “Berarti dia sudah bergerak ke tempat liputan. Pukul 10:41, Arya (anggota GEMA) berkabar sudah berada di Mahkamah Agung (MA),” katanya.

    Pada pukul 10:42, Indah berinisiatif untuk berkirim pesan melalui grup peliputan pada aplikasi perpesanan WhatsApp untuk meminta live report suasana. Selanjutnya pukul 10:51, ia mendapatkan kabar bahwa Ajeng dan Dharma serta Ahsan standby di Istana.

    “Pukul 11:07 di grup itu Ajeng laporan bahwa di lokasi itu belum ada siapa-siapa, masih sepi. Pukul 11:10 Ajeng live report suasana (lewat grup) dan bilang masih sepi, dia bilang ‘tapi tenang aja, gue bakal update terus’. Udah setelah itu kita lose kontak sama dia,” jelasnya.

    Ia berupaya untuk menghubungi Ajeng, menanyakan terkait dengan konten GEMA, mengingat Ajeng merupakan ketua reporter yang berurusan pada konten-konten berita GEMA. Hingga akhirnya, Indah membuat keputusan sendiri karena Ajeng sama sekali tidak membalas pesannya.

    “Padahal status WhatsApp media online. Sekitar pukul 14:00 saya mulai panik, dan akhirnya saya menelpon lewat WhatsApp dan berdering, posisinya juga online, tapi nggak diangkat sama sekali. Saya coba bertahap menghubungi dia dan menghubungi Dharma untuk minta konten. Sama sekali tidak ada balasan, padahal status mereka online,” tururnya.

    Ia pun meneruskan pesan ke grup reporter pusat GEMA, mengabarkan kalau kedua reporter yaitu Ajeng dan Dharma tidak ada kabar termasuk Ahsan. Sempat menelpon melalui panggilan seluler, statusnya semua berdering tapi tidak juga diangkat.

    “Akhirnya kita mencoba melacak, tapi karena kami kekurangan tim IT yang jago untuk melacak sampai sedalam itu, kami putuskan pakai aplikasi tapi ketika dicoba error. Mencoba pakai nomor lain, lokasi masih menunjukkan di tempat yang sama. Terkahir mereka berkabar ada di sekitar istana,” katanya.

    Pukul 16:00, ia mendapati nomor ketiga reporter GEMA berstatus panggilan sedang dialihkan. Sehingga tim GEMA berupaya untuk melakukan pencarian melalui pamflet yang disebarluaskan dan menghubungi Lembaga bantuan hukum (LBH) pers dan LBH pusat, serta berkontak dengan aliansi jurnalis independen (AJI).

    “Dan mereka sudah mau untuk mendampingi GEMA, apabila teman kita ditahan di kepolisian. Tapi sampai sekarang kita belum tau posisi mereka dimana, karena berita banyak banget simpang siur makanya kami membuat pers rilis, kalau teman kita belum ketemu,” tandasnya.

    Selain itu, dalam peliputan yang sama, terjadi penganiaayaan, intimidasi, dan perampasan alat kerja Jurnalis Suara.com, Peter Rotti. Ia mengalami kekerasan dari aparat kepolisian saat meliput aksi unjuk rasa penolakan Omnimbus Law Undang-undang Cipta Kerja di kawasan Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (8/10).

    Pemred Suara.com, Suwarjono mengungkapkan dalam press rilisnya bahwa peristiwa itu terjadi sekitar pukul 18.00 WIB, saat Peter merekam video aksi sejumlah aparat kepolisian mengeroyok seorang peserta aksi di sekitar halte Transjakarta Bank Indonesia.

    Ketika itu, Peter berdua dengan rekannya, yang juga videografer, yakni Adit Rianto S, melakukan live report via akun YouTube peristiwa aksi unjuk rasa penolakan Omnimbus Law.

    “Melihat Peter merekam aksi para polisi menganiaya peserta aksi dari kalangan mahasiswa, tiba-tiba seorang aparat berpakaian sipil serba hitam menghampirinya,” kata Suwarjono.

    Kemudian disusul enam orang Polisi yang belakangan diketahui anggota Brimob. Para polisi itu meminta kamera Peter, namun ia menolak sambil menjelaskan bahwa dirinya jurnalis yang sedang meliput.

    “Namun, para polisi memaksa dan merampas kamera Peter. Seorang dari polisi itu sempat meminta memori kamera. Peter menolak dan menawarkan akan menghapus video aksi kekerasan aparat polisi terhadap seorang peserta aksi,” jelasnya.

    Para polisi bersikukuh dan merampas kamera jurnalis video Suara.com tersebut. Peter pun diseret sambil dipukul dan ditendang oleh segerombolan polisi tersebut.

    “Saya sudah jelaskan kalau saya wartawan, tetapi mereka (polisi) tetap merampas dan menyeret saya. Tadi saya sempat diseret dan digebukin, tangan dan pelipis saya memar,” kata Peter melalui sambungan telepon.

    Setelah merampas kamera, memori yang berisi rekaman video liputan aksi unjuk rasa mahasiswa dan pelajar di sekitar patung kuda, kawasan Monas, Jakarta itu diambil polisi. Namun kameranya dikembalikan kepada Peter.

    “Kamera saya akhirnya kembalikan, tetapi memorinya diambil sama mereka,” ujarnya.

    Kekinian Peter dalam kondisi memar di bagian muka dan tangannya akibat penganiayaan aparat kepolisian.

    “Saya selaku Pemred Suara.com mengecam aksi penganiayaan terhadap jurnalis kami, maupun jurnalis media-media lain yang mengalami aksi serupa,” kecamnya.

    Sebab, jurnalis dalam melakukan tugas-tugas jurnalistik selalu dilindungi oleh perundang-undangan.

    “Saya juga mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas hal ini,” tandasnya.(MUF/PBN)

  • 14 Orang Demonstran Ditetapkan Tersangka, LBH Rakyat Banten Lakukan Pendampingan

    14 Orang Demonstran Ditetapkan Tersangka, LBH Rakyat Banten Lakukan Pendampingan

    SERANG, BANPOS – Ditreskrimum Polda Banten telah menetapkan status tersangka terhadap 14 orang yang telah diamankan dalam aksi unjuk rasa di depan kampus UIN SMH Serang. Aksi yang berlangsung Selasa (6/10) lalu itu juga berakhir ricuh.

    Kabidhumas Polda Banten Kombes Pol Edy Sumardi yang didampingi oleh Wadirreskrimum Polda Banten AKBP Dedi Supriadi mengatakan, berdasarkan hasil dari penyelidikan, pemeriksaan saksi-saksi dan bukti yang cukup serta berdasarkan hasil gelar perkara telah ditetapkan 14 orang sebagai tersangka. Mereka dianggap telah memenuhi unsur-unsur dalam melakukan tindak pidana saat aksi demo menolak UU Cipta Kerja.

    “Setelah waktu 1 x 24 jam, kami dari Polda Banten berhasil menetapkan status tersangka kepada 14 orang yang kami amankan saat demonstrasi mahasiswa kemarin,” ucap Edy.

    Edy juga mengatakan bahwa dari 14 tersangka tersebut, satu orang diantaranya dilakukan penahanan. Tersangka berinisial BS (18) tercatat sebagai mahasiswa STIE Banten. Sedangkan 13 orang tersangka lainnya tidak dilakukan penahanan.

    Edy mengatakan, BS ditahan karena disangkakan melanggar pasal 351 KUHP dengan ancaman pidana nya lebih dari lima tahun. Sedangkan 13 orang yang tidak dilakukan penahanan dengan pertimbangan ancaman hukumannya dibawah lima tahun yaitu OA (22) mahasiswa. Oa dikenakan pasal 212 KUHP dengan ancaman hukuman penjara 1 tahun 4 bulan.

    Selanjutnya delapan orang lainnya dikenakan Pasal 218 KUHP ancaman hukuman empat bulan penjara dengan inisial MNG, RN, DR, NA, AK, FS, MZS, FF dan 4 Pelajar SLTA dgn inisial RR, MI, MF, MM. Mereka dijadikan tersangka untuk pelanggaran UU Nomor 4 tahun1984 tentang Wabah Penyakit dengan ancaman hukuman 1 tahun penjara.

    “13 Tersangka yang tidak dilakukan penahan tersebut, padanya dikenakan wajib lapor pada hari Senin dan Kamis, dan proses hukum nya tetap berlanjut hingga berkas perkaranya lengkap dan untuk kita sidangkan ke pengadilan,” tandasnya.

    Terkait dengan penetapan status tersangka kepada 14 massa aksi dengan satu orang yang dinyatakan memenuhi unsur pidana sehingga masih ditahan, LBH Rakyat Banten selaku kuasa hukum akan mengambil beberapa tindakan.

    “Upaya hukum yang akan kami lakukan adalah memberikan perlindungan hukum kepada satu orang tersebut (yang masih ditahan karena memenuhi unsur pidana). Kami akan mengajukan penangguhan penahanan. Namun jika tidak, kami akan menggunakan hak kami untuk melakukan praperadilan, untuk menguji sah tidaknya penahanan tersebut,” kata pengacara LBH Rakyat Banten, Raden Elang Yayan Mulyana.(DZH/ENK)

  • 3 Demonstran dari Serang Di-Covid-kan?

    3 Demonstran dari Serang Di-Covid-kan?

    JAKARTA, BANPOS – Tiga dari 93 pendemo yang terjaring di Lampu Merah Tomang terindikasi positif Covid-19, setelah menjalani tes usap di Polres Metro Jakarta Barat, Kamis (8/10). Menanggapi hal tersebut, mahasiswa mencurigai para demonstran tersebut di-Covid-kan.

    Tes usap terus dilakukan seiring datangnya jumlah pendemo yang berdatangan ke kawasan Jakarta Barat, tanpa seragam kerja atau embel-embel serikat buruh.

    “Kita amankan di sekitar Tomang. Ternyata setelah diperiksa oleh petugas, dari 96 yang diamankan petugas, ada tiga peserta ikut demo yang positif Covid-19,” ujar Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pol Audie Latuheru, seperti dilansir Antara, Kamis (8/10).

    Dari keterangannya, para pendemo mengaku berasal dari Serang, Banten. Rencananya, mereka akan melakukan unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di depan Gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta.

    Mereka datang karena mendapat informasi dari media sosial.

    “Kita sangat khawatir akan penyebaran virus Corona. Dengan adanya tiga orang terindikasi positif Covid-19, tidak menutup kemungkinan, yang lainnya akan tertular. Mereka akan kembali ke rumahnya masing-masing, dengan membawa virus itu,” papar Audie.

    “Kami fokus pada apa yang ditetapkan Kapolri lewat Kapolda, untuk memberikan upaya dan daya. Demi menekan tingginya angka penyebaran Covid-19,” tandasnya.

    Sekretaris Umum HMI MPO Cabang Serang, Muhammad Izki Kahfi, mencurigai bahwa penetapan massa aksi dari Serang sebagai orang yang terkonfirmasi positif Covid-19, merupakan upaya untuk meredam aksi yang dilakukan seluruh elemen masyarakat.

    “Kami curiga bahwa tiga orang massa aksi yang ditangkap itu sengaja di-Covid-kan oleh polisi. Kami melihat hal tersebut sebagai upaya penggembosan gerakan massa,” ujarnya.

    Yang menjadi landasan kecurigaan tersebut yakni, tindakan untuk mengambil swab massa aksi yang ditahan oleh pihak kepolisian. Menurutnya, aneh jika tiba-tiba massa aksi yang ditahan langsung dilakukan uji swab dan didapatkan hasil langsung cepat.

    “Setelah divonis positif. Jelas pendemo lainnya harus isolasi. Akibatnya demonstrasi akan gembos,” tandasnya.[FAQ/RMCO/PBN]

  • UU Cipta Kerja Kembali Ciptakan Kericuhan

    UU Cipta Kerja Kembali Ciptakan Kericuhan

    PANDEGLANG, BANPOS – Sebanyak 500 lebih mahasiswa dari seluruh kampus yang ada di Kabupaten Pandeglang, melakukan aksi unjuk rasa di halaman kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pandeglang.

    Aksi tersebut dilakukan, sebagai bentuk kekecewaan mahasiswa terhadap Undang-undang Omnibus Law, karena dinilai tidak pro terhadap masyarakat. Bahkan dalam aksinya, mahasiswa sempat kontak fisik dengan aparat kepolisian yang menimbulkan dua orang mahasiswa mengalami luka-luka dan dilarikan ke Rumah Sakit.

    Koordinator lapangan, Hadi Setiawan mengatakan, pihaknya mendorong Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pandeglang, untuk menyampaikan aspirasinya agar mencabut UU Omnibus Law, sebab dinilai merugikan masyarakat.

    “Berdasarkan hasil analisa dan kajian terkait dengan rancangan undang-undang omnibus law yang disahkan menjadi undang-undang, tentu berbahaya bagi nasib masyarakat dan masa depan buruh, karena berbicara kepentingan bukan mengcover kepentingan masyarakat secara luas,” kata Hadi dalam orasinya, Kamis (8/10).

    Menurutnya, Omnibus Law ini adalah jalan untuk memuluskan skema kapitalisme dan liberalisme asing maupun lokal di dalam negeri. RUU cipta kerja dengan semangat liberalismenya mempertahankan dunia yang brutal.

    “Semenjak rancangan undang-undang cipta kerja disahkan menjadi undang-undang, banyak menuai kritikan seperti aksi mogok kerja, hingga aksi unjuk rasa di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini menunjukkan betapa bahayanya omnibus law ini diundangkan gejolak aksi unjuk rasa yang dilakukan,” ujarnya.

    Sementara itu, Korlap Aksi dari perwakilan GMNI Pandeglang, TB. Muhamad Afandi mengatakan, masyarakat dan buruh malah mendapatkan tindakan represif dari aparat keamanan sampai menyebabkan masyarakat luka-luka, hilang, sampai ditahan oleh aparat keamanan sampai saat ini.

    “Maka dari situasi di atas tersebut, kami dari aliansi Cipayung plus Kabupaten Pandeglang bersama BEM seluruh Pandeglang, menuntut untuk mencabut Undang-Undang Omnibus Law cipta kerja. Segera terbitkan Perppu Omnibus Law cipta kerja, wujudkan reformasi agraria sejati, hentikan segala bentuk kriminalisasi dan tindakan represif, terhadap aktivis rakyat dan mahasiswa yang dilakukan oleh aparat keamanan, bangun industri nasional,” kata Afandi.

    Korlap PMII Pandeglang, Yandi Isnendi mengatakan, terdapat dua orang yang mengalami luka-luka di bagian kepala, pihaknya mengaku akan melaporkan oknum keamanan yang melakukan tindakan represif.

    “Kita akan laporkan, sekarang yang bersangkutan sedang diberikan penanganan medis di RSUD Berkah Pandeglang, kita akan lakukan visum dan akan melaporkan hal ini,” katanya usai terjadinya bentrok.

    Sementara itu, Kapolres Pandeglang AKBP Sofwan Hermanto, menginginkan kepada masa aksi untuk tetap menjaga kondusifitas, dan tidak melakukan tindakan anarkisme saat melakukan aksi unjuk rasa tersebut.

    “Ada upaya dari teman-teman yang ingin masuk ke gedung DPRD, tugas kami memberikan perlindungan, menjaga kondusifitas dan keamanan agar tidak adanya kerusakan fasilitas umum, saat saya menemui mereka kami memposisikan bahwa kita sama-sama atas nama masyarakat untuk menjaga, bukan berarti kami bertentangan dengan mahasiswa,” terangnya. (CR-02/PBN)