SURABAYA, BANPOS – Wakil Dekan 1 Fakultas Kedokteran Universitas Surabaya dr Risma Ikawaty, Ph.D menilai RUU Omnibus Law Kesehatan yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2023 bertujuan untuk merampingkan regulasi yang ada saat ini.
“Tujuan RUU ini sebetulnya untuk merampingkan regulasi yang ada, tapi apakah itu sudah sesuai latar belakangnya,” kata Risma dihubungi di Surabaya, Senin.
Kepala Program Studi Pendidikan Dokter Ubaya itu mengungkapkan ada beberapa UU kesehatan yang usianya masih singkat, seperti UU Keperawatan dan UU Tenaga Kesehatan.
“Saat ini, pemangku kepentingan berupaya mengimplementasikan aturan-aturan yang ada di UU tersebut. Nantinya UU tersebut diganti atau seperti apa, itu perlu dijelaskan,” katanya.
Dia meyakini RUU Omnibus Law Kesehatan untuk memberikan jaminan perlindungan dan keselamatan pasien, juga memberikan jaminan perlindungan bagi tenaga kesehatan.
“Yang menjadi polemik, mungkin kesannya terburu-buru dan ada pihak yang merasa tidak diikutsertakan. Menurut saya, harus dilihat urgensinya seperti apa, apakah saat ini dibutuhkan atau bagaimana,” ujar dosen Biomedik Ubaya itu.
Risma menilai perlu adanya sosialisasi dari Kementerian Kesehatan kepada organisasi profesi kesehatan. Sebab, ada yang salah paham dari penyusunan RUU itu.
“Saya belum melihat UU yang sebelumnya, tapi saya yakin UU ini dibuat untuk perbaikan. Hanya saja, perbaikan itu seperti apa, masing-masing organisasi profesi sudah menelaah dari RUU Kesehatan yang akan dibuat. Makanya, setiap organisasi harus diikutsertakan untuk duduk bersama, apakah sesuai urgensinya,” katanya.
Mengenai penyebaran dokter yang kurang merata, dia mengakui bahwa di Indonesia masih butuh banyak tenaga kesehatan untuk ditempatkan di daerah-daerah. Yang perlu difokuskan, bagaimana agar terjadi pemerataan.
“Ini yang harus kita lebih fokuskan bagaimana agar terjadi pemerataan. Jangan sampai kita menambah jumlah, tapi ujung-ujungnya tetap tidak merata. Kerjanya tetap di Pulau Jawa dan kota besar. Apalagi, kemudian datang dari luar negeri, apakah mereka bersedia ditempatkan di wilayah-wilayah terpencil. Jangan sampai hanya mau ditempatkan di kota besar saja,” ujarnya.
Selain itu, adanya dokter asing harus mendapat perlakuan yang sama seperti dokter lokal. Mereka juga harus mau jika ditempatkan ke daerah.
“Jangan sampai kita tidak menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Itu yang harus dipikirkan. Kita bisa bayangkan dokter luar negeri masuk. Kalau dokter kita harus mau ke pedalaman, apakah mereka juga mau. Perlakuannya pun harus sama. Maka, saya setuju bahwa RUU ini perlu dikawal bersama,” ujarnya. (Red)