SERANG, BANPOS – SIAPA di antara kita yang tidak kenal dengan lagu yang didendangkan oleh Yura Yunita tersebut. Lagu yang berdasarkan statistik YouTube video musiknya sudah diputar lebih dari 27 juta kali itu, kerap disetel di berbagai tempat, mulai dari kafe hingga pusat perbelanjaan.
Lagu tersebut bercerita tentang mereka yang selalu ada, mengerti, memahami, bikin nyaman dan segala hal baik lainnya, di dunia yang katanya penuh tipu-tipu. Mereka bisa saja pasangan, orang tua, adik, kakak, anak, sahabat maupun orang lain.
Lirik mendalam lagu tersebut benar-benar menyentuh. Secara utuh menggambarkan bahwa manusia, memang merupakan makhluk sosial. Se-nolep alias anti-sosial akut apapun klaim yang disampaikan, seminimalnya ada satu orang yang menjadi tumpuan ketika terjadi sesuatu.
Tanpa merusak makna dari lagu tersebut, saya coba bawa Point of View (PoV) yang berbeda. Kalau lagu itu bercerita dari sudut pandang orang yang mencoba bertahan di dunia yang penuh tipu-tipu, lalu bagaimana dengan sudut pandang orang yang membuat dunia menjadi penuh tipu-tipu itu sendiri?
Berdasarkan hasil kajian dan observasi, cie elah, ternyata lagu itu juga bisa jadi ‘pengingat’ bagi mereka yang tukang tipu-tipu, bahwa mereka butuh tempat bertumpu untuk menjalankan aksinya.
Misalkan, kelompok pemeras ‘elit’ akan membutuhkan minimal dua tim tambahan, sebagai pihak ‘mediator’ yang akan menjadi tim negosiasi, dan pihak ‘eksekutor’ yang menjadi tim penekan dengan berbagai hal. Jika mediator sulit mendapatkan harga yang cocok, eksekutor akan semakin kencang menekan. Begitu seterusnya hingga muncul harga yang pas.
Contoh lain, seorang penipu ketika ingin menduduki jabatan tertentu, juga butuh tempat bertumpu. Tumpuan yang dibutuhkan, biasanya berasal dari tim-tim formal yang dibentuk untuk melakukan seleksi terhadap jabatan yang tengah diperebutkan.
Susupkan saja rekan penipunya ke dalam tim tersebut, lalu berbagai tahapan seleksi dapat dengan mudah dilewati. Sebagai penipu, mengaku kompeten meskipun tidak, merupakan hal yang mudah untuk dilakukan. Bertindak solo terkadang hanya dilakukan oleh mereka yang berada di level ‘Mythical Glory’ saja, meski terkadang yang kepepet pun melakukan demikian.
Di dunia tipu-tipu ini, bahkan Clyde Chestnut Barrow membutuhkan Bonnie Elizabeth Parker sebagai tumpuannya, untuk melancarkan berbagai aksi perampokan di masa depresi besar dalam sejarah Amerika Serikat.
Di dunia tipu-tipu ini, saya pun membutuhkan Muflikhah untuk ‘menipu’ oknum yang melakukan pemalakan, dengan berpura-pura menjadi pihak yang dipalak, sebagai tumpuan untuk bisa mendapatkan reportase investigasi. Sebagai penutup, selamat ulang tahun Muflikhah. (*)