SERANG, BANPOS – Angka kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia diklaim masih terbilang tinggi. Bahkan, menurut data yang ada kasus tersebut bisa mencapai lebih dari 200 ribu dalam setahunnya.
Tidak hanya terjadi di lingkungan domestik, kekerasan seksual juga disebut kerap terjadi di lingkup dunia kerja.
Oleh karena itu, sebagai bentuk pencegahan terhadap terjadinya tindak kasus kekerasan seksual terutama di lingkup dunia kerja, PD FSP KEP SPSI Provinsi Banten bersama Polda Banten menggelar seminar ‘Perlindungan Hak-hak Pekerja Perempuan dan Sosialisasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS)’ di Hotel Dewiza Kota Serang pada Jumat (23/6).
Dalam acara tersebut, Ketua PD FSP KEP SPSI Provinsi Banten Afif Johan menyebutkan, secara umum angka kasus kekerasan seksual yang terjadi secara nasional mencapai 290 ribu.
“(Data) Nasional tadi sampai dengan 2019 masih di atas 290 ribu, data dari catatan Komnas Perempuan,” ucapnya kepada awak media.
Afif juga menjelaskan, ada banyak faktor penyebab dari terjadinya kasus kekerasan seksual di lingkungan kerja. Selain karena niat pelaku, penyebab lain dari terjadinya tindak kasus kekerasan seksual adalah karena lingkungan kerjanya yang dirasa belum memberikan ruang aman bagi kelas pekerja perempuan.
“Faktor kemungkinan terjadinya pelecehan dan kekerasan (seksual) di tempat kerja,ya, sangat banyak. Tidak hanya mungkin niatan pelakunya, tapi mungkin juga sistem lingkungan kerjanya yang belum mendorong minimnya atau tidak terjadi pelecehan dan kekerasan seksual di tempat kerja,” terangnya.
Kemudian disebutkan juga, relasi kuasa antara kelas pekerja dengan atasan turut menjadi faktor lain dari penyebab indak kasus kekerasan seksual di tempat kerja.
“Tadi ada survei yang mengatakan relasi kuasa ada. Karena penyebab dari terjadinya pelecehan itu antara pelaku dan korban ada hubungan relasi kekuasaan, mungkin jabatan antara anak buah dan atasan seperti itu,” imbuhnya.
Sementara itu Kasubdit IV Renakta Polda Banten Kompol. Herlia Hartarani, S.H yang juga turut hadir dalam acara itu mengatakan bahwa, berdasarkan kasus yang ditanganinya rata-rata pelaku kekerasan seksual merupakan orang terdekat dari korban.
“Terjadinya tindak kasus kekerasan terhadap perempuan itu biasanya rata-rata yang terjadi, perkara yang kami tangani ini korban dan pelaku mengenal. Jadi kalau bicara masalah faktor, karena mereka saling mengenal awalnya itu dimulai dengan rasa suka terlebih dahulu,”
“Tetapi ketika terjadi hubungan, si laki-laki memberanikan diri untuk melakukan pelecehan terhadap si korban yang pasti tidak dikehendaki oleh korban sehingga terjadilah laporan kekerasan seksual,” terangnya.
Kemudian selain itu, Herlia juga menyebutkan sepanjang tahun 2022 hingga Mei 2023 tercatat ada sekitar 229 kasus kekerasan seksual yang ditangani oleh Polda Banten.
“Kalau untuk data di laporan tindak kekerasan seksual untuk tahun 2022 untuk Polda Banten dan Polres jajaran itu sebanyak 185 kasus, di tahun 2023 sampai dengan bulan Mei itu ada 44 kasus itu untuk data kekerasan seksual, di luar dari kekerasan fisik, penelantaran, dan lain-lain,” jelasnya.
Namun sayangnya saat ditanya perihal berapa jumlah kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan kerja, Herlia mengaku bahwa pihaknya belum mendapatkan laporan atas kasus tersebut, sehingga ia belum bisa menjawabnya.
“Kalau untuk lingkungan kerja sementara ini kami belum ada, belum menerima laporan,” katanya.
Oleh karenanya ia mendorong kepada semua pihak, termasuk juga korban, untuk segera melapor jika mendapati kasus kekerasan baik seksual maupun fisik di lingkungan sekitarnya kepada pihak kepolisian.
Agar kasus semacam itu dapat segera tertangani dan diproses dengan baik oleh pihak aparat penegak hukum.
“Ketika korban mengalami kekerasan seksual dia harus segera melaporkan, karena kami kan harus melakukan visum, segera harus melaporkan boleh ke Polsek, ke Polres, maupun ke Polda,” tandasnya. (MG-01)
Tinggalkan Balasan